Anda di halaman 1dari 9

Prosiding PKM-CSR

PELATIHAN KOMUNIKASI ASSERTIF UNTUK PENINGKATAN INTENSI


PENCEGAHAN PERILAKU PORNOGRAFI PADA REMAJA AWAL

Indra Fajarwati Ibnu1,2, Chatarina Umbul Wahjuni3,Shrimartini Rukmini Devy4


1
Program Studi S3 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Departemen Promosi dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
3
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Airlangga
4
Departemen Promosi dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Email : indra5462@gmail.com

Abstrak
Remaja awal merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko melakukan perilaku pornografi karena
memiliki dorongan seksual yang sangat kuat, sedangkan risiko akibat kegiatan seksual yang menjurus pada
hubungan seks belum sepenuhnya mereka ketahui. Remaja juga mengalami ketidakstabilan emosi sehingga
mudah dipengaruhi teman. Remaja perlu dibekali dengan kemampuan diri yang dapat melindungi dirinya dari
pengaruh pergaulan yang merugikan kesehatan dan masa depannya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pelatihan komunikasi assertif terhadap peningkatan intensi pencegahan perilaku pornografi pada
remaja awal di Kota Makassar. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk pelatihan dengan metode interaktif melalui
ceramah disertai diskusi, demonstrasi, dan role play. Kegiatan dilaksanakan selama 2 hari dengan materi tentang
perilaku pornografi dan materi komunikasi assertif. Peserta kegiatan adalah siswa kelas VII SMPN “X”
Makassar sebanyak 27 orang. Pemilihan peserta berdasarkan skor perilaku asertif yang berkategori rendah. Hasil
kegiatan menunjukkan adanya ada peningkatan intensi pencegahan perilaku pornografi antara sebelum dan
sesudah pelatihan komunikasi asertif pada remaja awal (Sig = 0,000<0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pelatihan komunikasi assertif dapat meningkatkan intensi perilaku pornografi pada remaja awal.

PENDAHULUAN Mengingat usia remaja adalah usia yang


Salah satu fenomena kehidupan remaja sangat aktif termasuk aktif dalam dorongan dan
yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan perilaku seksualnya, adanya pengaruh lingkungan
minat dan motivasi terhadap seksualitas yang seperti VCD dan buku / majalah yang bernuansa
mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan pornografi, munculnya trend hubungan seks bebas,
seksual dalam diri remaja untuk melakukan perilaku kurangnya kontrol dari orang tua dalam
pornografi. Perilaku pornografi remaja adalah menanamkan nilai kehidupan yang religius dan
segala aktivitas seksual yang dilakukan oleh remaja tersedianya prasarana untuk melakukan tindakan
dipicu karena adanya dorongan seksual untuk asusila membuat remaja semakin sulit mengambil
mendapatkan kepuasan organ seksual melalui keputusan mengenai perilaku seksual yang
perilaku bersenggama, bercumbu, dan berkencan bertanggung jawab dan sehat (Nasri, D., &
(RP Borrong, 2012). Tindakan pornografi dilakukan Koentjoro,2015).. Dampak yang ditimbulkan dari
oleh remaja untuk mengekspresikan perasaan dan perilaku seksual remaja yang tidak terkontrol
daya tarik kepada orang lain. perilaku pornografi merupakan sebuah persoalan serius bagi remaja
yang dilakukan oleh remaja karena adanya rasa (Dewi.A.P.2012). Rasa ingin tahu yang tinggi dan
nyaman yang dapat menimbulkan suatu keintiman minimnya pengetahuan tentang materi pornografi
seksual pada diri mereka (Dewi. A.P.2012). dapat membuat remaja berfantasi tentang pornografi
dan semakin membuat remaja penasaran ingin
Kesehatan 336
Prosiding PKM-CSR, Vol. 3 (2020)
e-ISSN: 2655-3570

mencoba-coba. Remaja sering terlibat pembicaraan Sampai saat ini masih sangat sedikit
sekitar masalah seks, pergaulan bebas, percintaan, penelitian tentang perilaku pornografi yang
rekreasi, dan sebagainya sebagai akibat terbiasa dilakukan pada remaja awal khususnya siswa pada
melihat adegan pornografi (BKKBN, 2016) jenjang SMP. Jenjang SMP sebagai gerbang transisi
Menghadapi berbagai perubahan dalam perkembangan remaja diharapkan menjadi tempat
kehidupannya, remaja membentuk karakter remaja asertif.
sering mengalami ketidakstabilan emosi Oleh sebab itu diperlukan adanya tindakan
sehingga mudah dipengaruhi lingkungan khususnya promotif dan preventif untuk mencegah dan
teman dan berbagai media pornografi (Harlock, E.B mengurangi intensi melakukan perilaku pornografi
.2000). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada remaja awal di Kota Makassar sebagai
perilaku pornografi yang dilakukan remaja awal kelompok berisiko tinggi melakukan perilaku
seperti menyalahgunakan internet untuk mengakses pornografi yang diwujudkan dengan melakukan
hal-hal yang berbau pornografi, menyimpan pemberian pelatihan komunikasi asertif untuk
video/film porno di dalam handphone, koleksi meningkatkan intensi pencegahan perilaku
gambar porno, kebiasaan siswa untuk melihat video pornografi pada remaja awal.
porno jam kosong di sekolah bahkan sampai meniru
adegan porno dengan pacarnya, perilaku merangkul, METODE
memeluk menjadi hal yang biasa dilakukan remaja Metode yang digunakan dalam kegiatan
dalam pergaulan sehari-hari. Pengaruh dominan Pengabdian Masyarakat ini adalah dengan edukasi
teman sebaya atau pacar pun menjadi factor yang kesehatan reproduksi melalui metode yang
dapat menyebabkan terjadi perilaku pornografi interaktif yaitu ceramah dan diskusi, role play dan
(Marlina, H., Lapau, B., & Ezalina. 2013).. demonstrasi. Kegiatan ini dilaksanakan di SMP “X”
Sebenarnya ada remaja yang tidak suka dan Makassar khusus Kelas VII. Remaja awal pada
tidak mau melakukan perilaku pornografi tetapi sekolah ini berjumlah 70 orang tetapi yang memiliki
tidak memiliki kemampuan/keberanian untuk skor perilaku asertif yang berkategori rendah
mengungkapkan karena adanya keresahan apabila sebanyak 27 orang. Kegiatan dilakukan di ruang
tidak dinaggap bagian dari suatu kelompok dan aula SMP “X” Makassar.
adanya ketakutan diputuskan/ditinggalkan oleh Kegiatan ini diawali dengan tahapan pre
pacar (Harsanti, I. P. 2012). Perlu adanya upaya test untuk mengetahui intensi remaja melakukan
promotif dan preventif agar remaja dapat pencegahan perilaku pornografi. Pada tahapan ini
memahami tentang perilaku pornografi agar dapat kuesioner yang dibuat dengan mengacu pada
melakukan proteksi atau perlindungan terhadap Theory of Planned Behaviour (TPB) yang disusun
bahaya perilaku pornografi. Pencegahan dengan oleh Icek Ajzen (Falah, P. N. 2009). Intensi adalah
peningkatan intensi tidak melakukan perilaku indikasi dari seberapa keras keinginan seseorang
pornografi oleh remaja dapat dilakukan dengan untuk mau mencoba, serta seberapa keras usaha
pemberian kemampuan berkomunikasi asertif. seseorang untuk berusaha (Harlock, E.B .2000).
Komunikasi asertif dapat mencegah perilaku Tahapan berikutnya merupakan tahap pelaksanaan
pornografi pada remaja karena remaja akan lebih intervensi pelatihan komunikasi asertif. Pelatihan
memahami bahwa dirinya memilki hak yang sama itu sendiri merupakan penyediaan informasi dan
untuk mengungkapkan perasaan dan pendapat arahan dalam bentuk yang terencana dan terstuktur
dengan cara yang positif, sehingga akan mengurangi yang ditujukan kepada siapapun mengenai
tekanan negatif yang mempengaruhi individu dalam bagaimana mencapai suatu tugas atau tujuan
hal pengambilan keputusan, termasuk dalam tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan
melakukan perilaku pornografi (Jakubowski, P., & dilaksanakan selama 2 hari dengan materi tentang
Lange, A. 1996). perilaku pornografi seperti definisi, bentuk perilaku
pornografi, tahapan perilaku pornografi dalam

Kesehatan 337
Prosiding PKM-CSR

pacaran, dan dampak dari perilaku pornografi. khususnya pada materi pelatihan tentang perilaku
Kemudian, materi komunikasi asertif yaitu pornografi diperoleh informasi bahwa sebelum
komunikasi interpersonal, kenali diri, persiapan diberikan pemberian materi, sebagian besar peserta
menjadi asertif, menjadi asertif, materi Bujuklah belum mengetahui tentang defenisinya dan bentuk
aku (persuasi). Setiap materi diberikan selama 60 perilaku pornografi. Sebagian besar berpendapat
menit. Pada hari pertama pemberian materi tentang bahwa perilaku pornografi hanya diwujudkan dalam
perilaku pornografi lebih banyak dilakukan dengan bentuk menonton film/video porno sedangkan
metode ceramah dan diskusi sedangkan pada hari berciuman sampai sexual intercourse bukanlah
kedua untuk materi komunikasi asertif dengan perilaku pornografi tetapi merupakan perilaku seks
metode role play dan demonstrasi. bebas. Beberapa remaja menganggap bahwa
Pada tahapan berikutnya, sebelum berciuman merupakan hal yang normal dilakukan
berakhirnya kegiatan pelatihan adalah pelaksanaan orang yang berpacaran sebagai bukti kasih sayang
post test yang bertujuan untuk mengetahui intensi dan bukti keintiman hubungan, begitupun dengan
remaja untuk melakukan pencegahan perilaku berpacaran oleh remaja awal dianggap sebagai salah
pornografi setelah seluruh kegiatan intervensi satu cara untuk belahar mengenal dan beradaptasi
dilakukan. Tahap terakhir dalam kegiatan ini adalah dengan individu lain. Mayoritas remaja awal
tahap monitoring. Kegiatan monitoring yang mengetahui dampak apabila sering menonton
berfungsi untuk melihat apakah remaja film/video pornonya, namun mereka tidak
mempraktekkan cara berkomunikasi asertif saat mengetahui dampak dari tiap perilaku pornografi
mengingatkan temannya untuk tidak membicarakan tersebut. Pemberian materi pada hari pertama
tentang perilaku pornografi, dilakukan dengan dua difokuskan pada pemberian pemahaman yang benar
cara yaitu pertama dengan memberikan formulir mengenai perilaku pornorgafi, bentuk-bentuk
pemantauan kepada salah satu remaja untuk perilaku pornografi, tahapan perilaku pornografi
memantau temannya dan kedua dengan melakukan dan dampaknya. Pada hari kedua kegiatan,
wawancara langsung kepada remaja apakah sudah dilanjutkan dengan pemberian materi mengenai
mencoba menegur atau mengingatkan temannya peningkatan intensi pencegahan perilaku pornografi
untuk tidak melakukan perilaku pornografi. yang dapat dilakukan oleh remaja secara sederhana
Seluruh uji statistic terhadap pre test dan yaitu dengan memberikan keterampilan terkait
post test pelatihan komunikasi asertif dilakukan komunikasi asertif. Materi dimulai dengan
dengan metode non parametric test dengan mmeberikan pertanyaan kepada peserta tentang
pertimbangan jumlah sampel n= < 30. Perhitungan bagaimana jika peserta mendapat ajakan melakukan
analisis menggunakan Wilcoson signed ranks test perilaku pornografi oleh pacar atau orang lain maka
dengan tingkat keyakinan 95% pada asumsi spontan sebagian besar peserta menunjukkan sikap
signifikansi sebesar 5%. agresif untuk menolak melakukan tetapi adapula
yang bersikap ragu-ragu atau submisif. Beberapa
HASIL DAN PEMBAHASAN peserta diminta untuk memperlihatkan cara menolak
1. HASIL yang pernah dilakukannya dalam bentuk role play.
Pada hari pertama kegiatan pelatihan diawali selanjutnya, fasilitator mencontohkan cara yang
dengan perkenalan, lalu penekanan komitmen dari tepat untuk menolak jika diajak melakukan perilaku
peserta untuk mengikuti pelatihan dari awal sampai pornografi. Contoh yang diberikan menunjukkan
akhir, serta penyamaan tujuan yang ingin dicapai metode komunikasi asertif. Setelah itu dimulai
melalui keikutsertaan dalam pelatihan. Sebelum dengan pemberian materi komunikasi asertif.
materi diberikan maka terlebih dahulu diberikan Terdapat beberapa peserta yang mengetahui tentang
pre-test kepada peserta untuk mengetahui komunikasi asertif namun hanya pada sebatas
pemahaman peserta sebelum pemberian intervensi tujuan komunikasi asertif untuk menghormati hak-
pelatihan. Dari hasil pelatihan yang telah dilakukan, hak diri sendiri yang memang sudah menjadi norma

Kesehatan 338
Prosiding PKM-CSR, Vol. 3 (2020)
e-ISSN: 2655-3570

dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya cara 2. PEMBAHASAN


menjadi asertif dengani memperlihatkan bahasa Setiap manusia tidak akan lepas dari
tubuh yang sesuai terkait penolakan perilaku hubungan antar pribadi dengan orang lain, baik
pornografi belum dipahami oleh remaja. dengan orang-orang di lingkungan keluarga,
Pada sesi akhir materi komunikasi asertif maupun di luar lingkungan keluarga agar bisa
dilakukan dengan pemberian kasus perilaku bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan-
pornografi dan beberapa peserta secara berpasangan kebutuhannya (Sarwono W. S .(2013). Pemenuhan
diminta untuk mempraktekkan cara melakukan kebutuhan tersebut sering menimbulkan banyak
komunikasi asertif melalui metode role play. masalah yang mewarnai hubungan antara seorang
Peserta yang lain diminta untuk mengamati dan dengan lainnya. Demikian juga halnya dengan
memberikan pendapatnya tentang role play tersebut remaja, karena faktor pertumbuhan dan
khususnya cara berkomunikasi asertif. Materi perkembangannya terutama pertumbuhan dan
terakhir ditutup dengan pemberian post test. perkembangan organ seksualnya, kebutuhan seksual
Selanjutnya sebelum pealtihan ditutp maka juga sudah mulai berkembang (Harlock, E.B .2000).
diberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk Pemahaman remaja awal tentang perilaku
memberikan kesan terhadap pelaksanaan pelatihan pornografi masih kurang. Mereka mengganggap
secara keseluruhan termasuk rencana yang akan bahwa perilaku seksual bebas berbeda dengan
dilakukan setelah mengikuti pelatihan komunikasi perilaku pronografi karena perilaku pornografi
asertif untuk peningkatan intensi pencegahan sebatas hanya melihat/menonton gambar/video/film
perilaku pornografi. porno tetapi tidak dengan melakukan hubungan
Untuk melihat keefektifan intervensi ini, langsung dengan pacar atau orang lain. Begitupun
maka dilakukan uji statistic dengan metode non dengan bentuk perilaku pornografi hanya diketahui
parametric test dengan pertimbangan jumlah remaja sebatas pada bersentuhan dan berciuman
sampel di bawah 30 atau N = 27. Uji statistic yang sementara bersenggama dianggaplah bukanlah
dilakukan dengan teknik statistic Wilcoxon signed perilaku pornografi tetapi perilaku seks bebas.
ranks test tersebut diperoleh data (Mdn = 24,50) Persepsi yang keliru juga ditunjukkan dengan
pada pre-test dan (Mdn = 28,48) pada post-test, adanya pemahaman bahwa berpacaran itu eprlu bagi
dengan nilai Sig = 0,000<0,01. Berdasarkan hasil remaja sebagai proses belajar mengenal individu
pre-test dan post-test dari intervensi pelatihan lain bahkan ciuman dengan pacar merupakan hal
komunikasi asertif maka disimpulkan bahwa jika yang biasa dalam berpacaran. Temuan ini didukung
dilihat bahwa jika dilihat dari nilai median, terdapat oleh pendapat Sarlito. W. S (2013) menyatakan
peningkatan perubahan keterampilan komunikasi bahwa anak yang beranjak remaja cenderung
asertif pada subjek intervensi (remaja awal setelah melakukan aktifitas-aktifitas seksual yang
diberikan intervensi pelatihan komunikasi asertif. prasenggama seperti melihat buku atau film cabul,
Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan berciuman, berpacaran dan sebagainya.
secara keseluruhan menunjukkan bahwa peserta Pemahaman yang keliru dari remaja
sangat antusias terhadap materi pelatihan khususnya tersebut dapat membuat remaja berfikir bahwa
saat melakukan role play untuk mempraktekkan perilaku lainnya seperti berciuman, berpelukan,
cara komunikasi asertif untuk pencegahan perilaku maraba payudara merupakan perilaku yang tidak
pornografi begitupun dengan antusiasme peserta akan menimbulkan dampak negatif. Pemahaman
saat bertanya dan menjawab seluruh pertanyaan yang keliru tentang perilaku pronografi dan
dengan benar, disamping itu selama dua hari semua bentuknya pada akhirnya akan menyebabkan
peserta dengan tepat waktu mengikuti pelatihan pemahaman yang keliru pula tentang dampak dari
dengan menaati semua komitmen/aturan yang telah perilaku pronografi. Hal ini sejalan dengan
disepakati pada pertemuan awal. penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2016)
yang menyatakan bahwa remaja yang melakukan

Kesehatan 339
Prosiding PKM-CSR

perilaku seksual namun mereka tidak mengetahui yaitu pertama : mendorong remaja untuk meniru
dampak dari perilaku seksual yang dilakukan melakukan tindakan seksual. Umumnya aktifitas
tersebut. seksual pada remaja yang belum dewasa selalu
Kesemua remaja awal memiliki perilaku dipicu oleh 2 (dua) kemungkinan yaitu pengalaman
pornografi dalam artian mereka pernah melihat atau melihat. pornografi atau aktivitas porno baik
menonton gambar/video/film porno baik itu yang dari internet, HP, VCD, komik atau media lainnya.
didapatkan dari internet maupun dikirimkan dari Maka mereka akan terdorong untuk meniru
teman melalui media sosial.Remaja kadang juga melakukan tindakan seksual terhadap anak lain
mempraktekkan perilaku porno yang dilihat seperti ataupun siapapun obyek yang bisa mereka jangkau.
berpegangan tangan, ciuman dan meraba tubuh Perilaku pornografi yang dilakukan remaja awal
sensitive pacarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dapat menjadi awal dari perilaku seksual pranikah
RP Borrong (2012) bahwa film porno dapat (KemenPPPA, 2017). Kedua : membentuk sikap,
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja/siswa nilai dan perilaku yang negative. Remaja yang
karena sikap dan perilaku tersebut dapat terjadi terbiasa mengkonsumsi materi pornografi yang
apabila terdapat dorongan dalam diri remaja untuk menggambarkan beragam adegan seksual, dapat
menyaksikan tayangan dan mengimitasi hal-hal terganggu proses pendidikan seksnya. Hal itu dapat
yang terdapat dalam film porno. Sebenarnya film diketahui dari cara mereka memandang wanita,
merupakan hiburan yang murah dan praktis. Akan kejahatan seksual, hubungan seksual, dan seks pada
tetapi dengan semakin banyaknya film porno, umumnya. Remaja tersebut akan berkembang
seperti kecendrungan remaja/siswa menonton film menjadi pribadi yang merendahkan wanita secara
porno akan mengakibatkan siswa sulit berkonsetrasi seksual, memandang seks bebas sebagai perilaku
dalam belajar, sehingga hasil belajarnya rendah normal dan alami, permisif terhadap perkosaan,
(KemenPPPA, (2017). bahkan cenderung mengidap berbagai
Kemajuan teknologi dewasa ini penyimpangan seksual. Ketiga : menyebabkan sulit
memudahkan siswa untuk memperoleh informasi konsentrasi belajar hingga terganggu jati dirinya.
dari media massa. Informasi seperti ini cenderung Perilaku pornografi bisa mengakibatkan mereka
menjerumuskan remaja/siswa pada permasalahan kesulitan membangkitkan konsentrasinya untuk
seksual dan tingkah laku seksual yang tidak belajar dan beraktivitas, hari-harinya didominasi
bertanggung jawab. Hal ini bisa menyebabkan oleh kegelisahan dan sedikit sekali
pemahaman yang keliru tentang pendidikan seks, produktivitasnya. Keempat : Tertutup, minder dan
sehingga siswa bisa terjebak dalam perilaku seksual tidak percaya diri. Remaja pecandu pornografi yang
yang menyimpang (BKKBN, 2016). Informasi mendapat dukungan teman-temannya sesama
tentang seks coba dipenuhi remaja dengan cara penggemar pornografi, akan terdorong menjadi
membahas bersama teman-teman, membaca buku- pribadi yang permisif (memandang maklum)
buku tentang seks atau mengadakan percobaan terhadap seks bebas dan mereka melakukan praktek
dengan jalan masturbasi, onani, bercumbu atau seks bebas di luar pantauan orang tua. Sedangkan
berhubungan seksual (Fathimiyah, Iffa. 2018). remaja pecandu pornografi yang dikelilingi oleh
Remaja awal belum memahami secara teman-teman yang terbimbing dan bebas dari
mendalam dampak negative perilaku pornografi pornografi, akan cenderung merasa minder dan
yang dilakukan. Hal ini menyebabkan mereka tidak percaya diri. Karena kebiasaannya ini, remaja
merasa tidak terlalu cemas dengan perilaku tersebut merasa sebagai pribadi yang aneh dan berbeda
karena menurut mereka perilaku pornografi tidak perilakunya, dan seiring bertambahnya pengetahuan
menimbulkan kehamilan. Padahal perilaku keagamaannya ia akan merasa paling berdosa
pornografi memiliki dampak yang cukup berbahaya (Bayuwati, Y.2015).
pada remaja tersebut (RP Borrong.2012). Dampak Remaja awal cenderung melakukan aktifitas
negarif perilaku pornografi yang dilakukan remaja seksual baik itu berupa perilaku pornografi maupun

Kesehatan 340
Prosiding PKM-CSR, Vol. 3 (2020)
e-ISSN: 2655-3570

perilaku seks pranikah. Dalam ilmu kedokteran dan asertif tidak mudah menyerah saat ada masalah
ilmu-ilmu lain yang terkait, remaja dikenal sebagai dengan orang lain atau pacar. Ia yakin mampu
suatu tahap perkembangan fisik ditandai dengan menyelesaikan masalah dengan baik, dengan tidak
alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya menyakiti perasaan orang lain atau pacarnya dan
(WHO, 2015). Secara anatomis berarti alat-alat tidak pula menyakiti perasaan dirinya sendiri
kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada (Rahardjo, W. 2013).
umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna Latihan asertivitas akan dapat membantu
dan alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi individu yang 1) tidak mampu mengungkapkan
secara sempurna pula. Saat mencapai tingkat kemarahan atau perasaan tersinggung, 2)
kematangannya remaja tidak mendapatkan menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu
pendidikan seks secara baik, maka akan mendorong orang lain untuk mendahuluinya, 3)
menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”, 4)
seperti menonton video/film dan membaca bacaan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi
yang bersifat pornografi (Yantiningtyas, I. D. 2012). dan respon-respon positif lainnya, dan 5) merasa
Dampak dari perilaku pornografi sangat tidak mempunyai hak untuk memiliki perasaan-
berbahaya bagi kehidupan remaja pada masa perasaan dan pikiran- pikiran sendiri. Sehingga
mendatang. Remaja harus dibekali dengan diharapkan remaja putri yang semula menemui
kemampuan untuk dapat menolak melakukan kesulitan untuk berperilaku asertif khususnya terkait
perilaku pornografi (Balitbangkes, 2015). Upaya dengan pemaksaan pacar akan dorongan
pencegahan hendaknya dilakukan oleh remaja seksualnya, ia akan mampu untuk melindungi
sendiri karena mereka memiliki kemampuan yang dirinya dengan tidak menyinggung perasaan
cukup besar untuk melakukannya disamping itu pacarnya (Jakubowski, P., & Lange, A. (1996).
pengendalian sosial hendaklah bersifat preventif Komunikasi asertif menjadi salah satu
berarti semua bentuk pencegahan terhadap bentuk kemampuan yang dapat diberikan kepada
terjadinya gangguan-gangguan perilaku normal. remaja untuk meningkatkan intensi pencegahan
Tindakan preventif mencegah kemungkinan perilaku pornografi. Komunikasi asertif untuk
terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap pencegahan perilaku pornografi adalah merupakan
norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat suatu teknik komunikasi yang bertujuan untuk
(BPS,BKKBN,Kemenkes & ICF International. memberikan kemampuan kepada remaja agar dapat
,2013) . menyampaikan pendapatnya dan memiliki
Pada kegiatan ini diberikan pelatihan keyakinkan untuk berani berkata “tidak” dan
komunikasi asertif pada remaja khususnya remaja menolak setiap tindakan pornografi dalam menjalin
awal. Remaja awal penting untuk mendapatkan hubungan dengan lawan jenisnya (Bayuwati, Y.
model komunikasi asertif sebagai salah satu bentuk 2015).
komunikasi efektif dengan orang lain. Hasil Kemampuan untuk berkomunasi asertif
pengabdian menunjukkan tingkat pemahaman terhadap lawan jenis harus dimiliki setiap remaja.
remaja tentang komunikasi asertif dan pencegahan Remaja yang bersikap asertif terhadap perilaku
perilaku pornografi menjadi lebih baik setelah pornografi akan mampu bersikap tegas
mendapatkan pelatihan komunikasi asertif. mempertahankan hak seksualnya untuk tidak
Pelatihan komunikasi asertif dapat meningkatkan dilecehkan dan dapat mengambil keputusan
kepercayaan diri. Peserta dilatih untuk membangun seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas
kesadaran bahwa setiap orang memiliki kesetaraan hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau
hubungan dengan orang lain, dan memiliki hak pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara
yang sama dengan orang lain, sehingga dapat jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas
meningkatkan kepercayaan diri dalam mengatasi yang mengganggu sehingga mendorong
masalah dengan orang lain atau pacar. Remaja yang terwujudnya kesejajaran dalam hubungan dengan

Kesehatan 341
Prosiding PKM-CSR

pasangannya (Davis, Blitsten, Evans & Kamyah, yaitu Jawa, Sumatra, luar Jawa dan Sumatra,
2010). menunjukkan bahwa 4,31% anak SMP serta SMA
Untuk bersikap asertif telah ditunjukkan pernah melakukan hubungan seksual dengan cara
dengan banyaknya remaja awal yang terbuka dipaksa oleh pacarnya.
bercerita ketika ada masalah dengan pacarnya. Dampak dari pelatihan komunikasi asertif
Remaja yang bersikap asertif mampu juga dapat menghindarkan remaja terutama remaja
berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, awal dari tindakan pemaksaan dalam berpacaran.
langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, Disamping itu, pelatihan komunikasi asertif dapat
memiliki pandangan yang aktif tentang kehidupan, meningkatkan kemampuan untuk introspeksi diri
mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa (Falah, P. N. 2009). Dalam pelatihan komunikasi
yang diinginkannya, mampu mengungkapkan asertif, remaja awal belajar mengenali dirinya
perasaan dan pikirannya, mampu memberi dan apakah selama ini mereka termasuk individu yang
menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan pasif, atau agresif atau asertif, serta melihat
dirinya (Harsanti, I. P. 2012). Hal ini erat kaitannya seberapa besar tingkat asertivitasnya. Pelatihan
dengan perilaku asertif remaja terhadap lawan jenis. komunikasi asertif dimungkinkan dapat
Perilaku asertif terhadap lawan jenis ini merupakan menurunkan intensi perilaku pornografi karena
suatu perilaku yang timbul dalam diri individu remaja yang diberikan pelatihan komunikasi asertif
berkaitan dengan pergaulan dan lingkungan (Davis, berkomitmen menghindarkan diri dari aktivitas –
Blitsten, Evans & Kamyah, 2010). aktivitas pornografi dan seksual yang tidak sesuai
Namun, remaja awal masih kurang dengan aturan-aturan yang berlaku. Disamping itu,
memahami tentang komunikasi asertif terkait kemampuan komunikasi asertif untuk pencegahan
seksual khususnya pada komponen memperlihatkan perilaku pornografi penting dimiliki, terutama oleh
bahasa tubuh yang sesuai untuk menolak melakukan perempuan agar dapat menjaga dirinya dari stimulus
perilaku pornografi. Hal ini dikarenakan komponan yang dapat menyebabkannya terlibat dalam perilaku
ini merupakan praktik sehingga sulit diterapkan seks pranikah. Menurut Marlina, Lapau & Ezalina
apabila tidak pernah mendapatkan pelatihan (2013), sikap asertif dalam perilaku seksual penting
komunikasi asertif terkait materi tersebut. Masih untuk pencapaian tujuan seksual dan perlindungan
banyak remaja yang tidak mampu bersikap asertif diri dari aktivitas seksual yang tidak diinginkan atau
dengan pasangannya. Remaja memiliki aspek tidak aman. Asertivitas seksual juga dikaitkan
bersikap ragu-ragu dalam pemikirannnya, sehingga dengan kemampuan wanita untuk menggambarkan
remaja sering berada pada keadaan yang parameter kenyamanan dirinya selama aktivitas
membingungkan yang kemudian remaja memilih seksual, untuk mengkomunikasikan kebutuhan
untuk sesuai dengan pendapat orang lain. sendiri atau keinginan seksual, hak-hak seksual,
Kemampuan intelektual remaja mulai berkembang ataupun menghindari diri dari situasi seksual
dengan baik, namun remaja sering dihinggapi rasa berisiko (Jakubowski, P., & Lange, A. 1996).
ragu-ragu, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam pelatihan sangat ditekankan
Remaja sering takut untuk mengambil keputusan komponen penting dari perlunya komunikasi asertif
yang diyakininya dan mementingkan penilaian dari pada remaja awal untuk pencegahan perilaku
lingkungan sekitarnya. Hal tersebut yang membuat berisiko seperti pornografi dan seks pranikah yaitu :
remaja ragu-ragu dalam mengungkapkan Pertama, menghormati hak-hak orang lain dan diri
keinginannya dan bertindak secara tepat (Sarwono sendiri terkait pornografi, seperti tidak takut
W. S .2013). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya mengutarakan pendapat kepada pacar atau teman
pelecehan dan pemaksaan dalam aktifitas seksual terkait batas-batas perilaku pornografi dalam
pranikah. Sesuai dengan data dari Badan Penelitian pertemanan dan pacaran walaupun usia teman atau
dan Pengembangan Kesehatan (2015), hasil pacar jauh lebih tua dan tidak takut menolak ajakan
penelitian yang mencakup tiga region di Indonesia teman / pacar dalam melakukan aktivitas

Kesehatan 342
Prosiding PKM-CSR, Vol. 3 (2020)
e-ISSN: 2655-3570

pornografi. Kedua, berani mengemukakan pendapat untuk peningkatan intensi pencegahan perilaku
secara langsung terkait perilaku pornografi, seperti pornografi. Setelah mendapatkan pelatihan maka
menyampaikan pendapat dan penjelasan secara dapat disimpulkan bahwa komunikasi asertif dapat
tegas kepada teman atau pacar dalam aktivitas membantu remaja awal meningkatkan intensi
pornografi. Ketiga, Jujur terkait aktifitas pornografi pencegahan perilaku pornografi melalui
dan seksual, seperti selalu berkata jujur saat merasa peningkatan kemampuan remaja awal untuk dapat
setuju atau tidak setuju dengan pendapat mengekspresikan diri, dan mempertahankan hak-
teman/pacar terkait pornografi atau aktivitas hak pribadi, dan pada akhirnya dapat mencegah dan
seksual dan tidak menyembunyikan apapun dalam menghindari perilaku berisiko lainnya.
pertemanan atau pacaran termasuk dalam hal
aktifitas pornografi atau seksual. Keempat, UCAPAN TERIMAKASIH
memperhatikan situasi dan kondisi terkait perilaku Penulis menyampaikan terima kasih kepada
pornografi atau aktivitas seksual, seperti selalu seluruh pihak yang telah memberikan dukungan
menimbang terlebih dahulu apakah waktu dan
moril maupun materi dalam pelaksanaan pelatihan
situasi tepat untuk membicarakan perihal perilaku
pornografi dan aktivitas seksual dengan teman atau ini, terkhusus kepada anggota tim Pelatihan, Kepala
pacar dan apabila belum saatnya maka tidak Sekolah SMP “X” Makassar beserta guru
dilakukan. Kelima, memperlihatkan bahasa tubuh Bimbingan Konseling yang telah memberikan
yang sesuai terkait perilaku pornografi atau aktifitas dukungan selama kegiatan pelatihan ini, beserta
seksual, seperti menampakkan wajah marah dan seluruh peserta pelatihan atas kesediaan waktu dan
mengambil posisi berdiri ketika teman atau pacar kebersamaan yang diberikan untuk mengikuti
memaksa untuk melakukan aktivitas pornografi dan pelatihan ini, ingatlah “Tumbuhlah menjadi pribadi
seksual (KemenPPPA,2017). yang mandiri karena tubuh kalian adalah tanggung
Melalui pelatihan komunikasi asertif, jawab kalian”.
sangatlah diharapkan kepada remaja awal agar
dapat menghormati hak-hak orang lain dan diri
sendiri, berani mengemukakan pendapat secara REFERENSI
langsung, kejujuran, memperhatikan situasi dan Badan Penelitian dan Pengembangan
kondisi, dan bahasa tubuh. Hal tersebut tentu saja Kesehatan (BALITBANGKES). (2015). Dokumen
penting ada dalam diri remaja awal selama Rumusan Hasil Penelitian Tahun 2014. Jakarta:
menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam masa Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
perkembangannya, agar remaja awal mampu Badan Kependudukan dan Keluarga
melihat mana yang sesuai, baik dan benar bagi Berencana Nasional [BKKBN]. (2016). Sederet
dirinya terkait dengan perilaku pornografi dan Catatan di Hari Kependudukan Dunia. Jurnal
aktivitas seksual. Keluarga, edisi kedelapan.
https://www.bkkbn.go.id. Diakses tanggal 23
KESIMPULAN Januari 2020.
Remaja awal di Kota Makassar sebagian
besar memiliki perilaku pornografi dan beresiko Badan Pusat Statistik [BPS], Badan
tinggi untuk melakukan perilaku seksual pranikah Kependudukan dan Keluarga Berencana [BKKBN],
dan terkena dampaknya. Berdasarkan kondisi Kementerian Kesehatan [Kemenkes], & ICF
tersebut, perlu adanya strategi khusus untuk International. (2013). Survei demografi dan
mencegah serta mengurangi inetnsi perilaku kesehatan Indonesia 2012 kesehatan reproduksi
pornografi khususnya pada remaja awal. Oleh remaja.
karena itu, remaja awal di SMP Muhammadyah Bayuwati, Y. (2015). Asertivitas Terhadap
Makassar diberikan pelatihan komunikasi asertif Penolakan Perilaku Pornografi Pada Remaja

Kesehatan 343
Prosiding PKM-CSR

Ditinjau Dari Pola Asuh Demokratis. Universitas Oktober 2017.


Katolik Soegijapranata Semarang.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Davis, K. C., Blitsten, J. L., Evans, W. D., & Pelindungan Anak [KemenPPPA]. (2017). Waspada
Kamyah, K. (2010). Impact of a parent-child sexual Bahaya Kekerasan dalam Pacaran.
communication campaign: result from a controlled
Kumalasari. (2016). Faktor-faktor yang
efficacy trial of parents. Journal of Reproductive
berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU
Health, Vol. 10.
Negeri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.II No.2
Dewi, A. P. (2012). Hubungan karakteristik
Marlina, H., Lapau, B., & Ezalina. (2013).
remaja, peran teman sebaya dan paparan pornografi
Adolescent sexual behavior Pekanbaru City Senior
dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Pasir
High School in 2012. Jurnal Kesehatan
Gunung Selatan. Diakses pada tanggal 16 Maret
Komunitas,Vol. 2, No 2
2019, dari:
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/art Nasri, D., & Koentjoro. (2015). Pelatihan
icle/view/6908/pdf_113 asertivitas normatif terhadap perilaku seksual
pranikah pada wanita bermasalah sebagai upaya
Falah, P. N. (2009). Hubungan antara
preventif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 3(2).
Perilaku Asertif dengan Perilaku Seksual Pranikah
pada Remaja Putri. Skripsi. Program Sarjana Rahardjo, W. (2013). Asertivitas Seksual dan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa. Diakses
pada tanggal 11 Maret 2018, dari:
Fathimiyah, Iffa. (2018). Hubungan Harga
https://www.researchgate.net/publication/317
Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja
262141
Putri di SMK Baabul Kamil Jatinangor. Skripsi.
Program Sarjana Universitas Padjadjaran. RP Borrong.(2012). Pornografi. Diunduh di
(http://www.suara pembaruan daily.com) Diakses
Harlock, E.B .(2000). Psikologi
tanggal 12/11/2019
Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan ) Alih Bahasa Istiwidayati dan Sarwono W. S .(2013). Psikologi Remaja.
Soedjarwo. Jakarta : Erlangga Jakarta : Raja Grafindo Persada
Harsanti, I. P. (2012). Pengaruh Latihan Yantiningtyas, I. D. (2012). Studi Tentang
Asertif terhadap Perilaku Seksual Beresiko pada Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dan Intensi
Remaja di SMK Negeri “X” Jember. Skripsi. Melakukan Perilaku Seksual Pranikah Pada
Program Sarjana Universitas Jember. Mahasiswa Di Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Skripsi. Program Sarjana Universitas Padjadjaran.
Jakubowski, P., & Lange, A. (1996).
Responsible assertive behavior: Cognitive. World Health Organization (WHO). (2015).
behavioral procedures for trainers. Champaign, Adolescent Health. Diakses pada tanggal 10 Maret
Illinois: Research Press. 2018, dari:
http://www.who.int/topics/adolescent_health/
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi
en/Sarwono. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta:
Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat Data dan
Rajawali Pers
Informasi Kementerian Kesehatan
RI.http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 7

Kesehatan 344

Anda mungkin juga menyukai