Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Supply Chain Management


2.1.1

Pengertian Supply Chain


Menurut Schroeder (2007, p189) supply chain

adalah

sebuah

proses bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk


atau

layanan

dari

pemasok

melalui

proses

pembuatan

dan

pendistribusian kepada konsumen.


Menurut Harrison (2008, p7) adalah sejaringan mitra yang secara
kolektif mengubah komoditas dasar (dihulu) kedalam produk jadi
(dihilir) yang bernilai bagi pelanggan akhir, dan yang mengelola
kembali dimasing-masing tahap.

2.1.2

Pengertian Supply Chain Management


Menurut Simchi-Levi dan Kaminsky (2004, p2) supply chain
management adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai
organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang,
yaitu supplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga barangbarang tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang

tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dan biaya yang seminimal
mungkin.
Menurut Schroeder (2007, p189) supply chain management adalah
perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi
sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang
dan di masa depan.
Menurut Heizer dan Render (2000, p434) manajemen rantai
pasokan (supply chain management) adalah pengintegrasian aktivitas
pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah
jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan.

2.1.3

Tujuan Supply Chain Management


Menurut Heizer dan Render (2000, p435) tujuan supply chain
management adalah untuk membangun sebuah rantai yang terdiri dari
para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai
bagi pelanggan.
Menurut Dilworth (2000, p374) tujuan supply chain management
adalah merencanakan dan mengkoordinasi semua kegiatan yang terdapat
dalam supply chain, sehingga akan tercapai pelayanan kepada customer
yang maksimal dengan biaya yang relatif rendah.

2.1.4

Strategi Supply Chain


Strategi supply chain menurut Heizer dan Render (2000, p438) :
1) Banyak pemasok (many supplier).
Dengan strategi banyak pemasok (many supplier), pemasok
menanggapi

permintaan

dan

spesifikasi

permintaan

dan

penawaran, (request for quotation), dengan pesanan yang pada


umumnya akan jatuh ke pihak yang memberikan penawaran
terendah.
2) Sedikit pemasok (few supplier).
Strategi

yang

memiliki

sedikit

pemasok

(few

supplier)

mengimplikasikan bahwa daripada mencari atribut jangka pendek,


seperti biaya rendah, pembeli lebih ingin menjalin hubungan jangka
panjang dengan beberapa pemasok yang setia.
3) Integrasi vertikal (vertical integration).
Integrasi vertikal (vertical integration) berarti mengembangkan
kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya
dibeli atau membeli perusahaan pemasok atau distributor.
4) Jaringan Keiretsu (Keiretsu networks).
Keiretsu

adalah

sebuah

istilah

bahasa

Jepang

untuk

menggambarkan para pemasok yang menjadi bagian dari sebuah


perusahaan.

5) Perusahaan virtual (virtual company).


Perusahaan virtual (virtual company) adalah perusahaan yang
mengandalkan beragam hubungan pemasok untuk menyediakan
jasa atas permintaan yang diinginkan. Juga dikenal sebagai
korporasi berongga atau perusahaan jaringan.

2.2

Supply Chain Operations Reference (SCOR)


2.2.1

Pengertian

Supply Chain Operations

Reference

(SCOR)
Menurut Rolf G. Poluha ([Http 1]) Supply Chain Operations
Reference (SCOR) adalah model proses referensi yang sudah
dikembangkan dan didukung Supply Chain Council (SCC) sebagai
standar de fakto alat diagnostik lintas industri bagi manajemen rantai
pasokan.

SCOR

memungkinkan

pemakai

untuk

mengerjakan,

memajukan, dan memberitahukan kenyataan dalam manajemen rantai


pasokan dan diantara semua pihak yang berkepentingan.

2.2.2

A Process Reference Model Contains


Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), A Process Reference
Model Contain :
Uraian atau deskripsi standar dari proses manajemen.
Satu kerangka hubungan antara proses standar.

Metrik standar untuk mengukur kinerja proses.


Manajemen mempraktekkan yang menghasilkan kinerja terbaik
dikelasnya.
Menyesuaikan standar untuk mencirikan dan kemampuan.

2.2.3

Boundaries of Supply Chain Operations Reference


(SCOR)
2.2.3.1

SCOR Spans
Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), SCOR spans
meliputi :
Semua interaksi pelanggan, dari pesanan masuk sampai
membayar melalui faktur.
Semua produk (materi fisik dan jasa) transaksi, dari penyalur
penyalurmu untuk pelanggan pelangganmu, meliputi alat-alat
perlengkapan,

barang

persediaan,

onderdil,

kumpulkan

produk, perangkat lunak, dsb.


Semua interaksi pasar, dari pemahaman dari permintaan
agregat ke pemenuhan dari masing-masing pesanan.

2.2.3.2

SCOR does not attempt to describe every


business process or activity
Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), SCOR tidak
mencoba untuk mendeskripsikan tiap-tiap proses bisnis atau
aktivitas, termasuk:
Penjualan dan pemasaran (demand generation).
Penelitian dan pengembangan teknologi.
Pengembangan produk.
Beberapa unsur dari post-delivery customer support.
Hubungan terkait dapat dibuat untuk memproses tidak
termasuk pada model scope, seperti pengembangan produk, dan
beberapa dicatat di SCOR.

2.2.3.3

SCOR

assumes

but

does

not

explicitly address
Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), SCOR
assumes but does not explicitly address :
Pelatihan.
Kualitas.
Teknologi Informasi (IT).
Administrasi (bukan SCM).

2.2.4

SCOR Contain Schematic Level 1 of Process


Menurut Supply Chain Council

([Http 2]), SCOR

Contain Schematic Level 1 of Process. Lihat Gambar 2.1.

Gambar 2.1 SCOR Contain Schematic Level 1 of Process


Sumber : ([Http 2]) Supply Chain Council, (2008)

2.2.5

Level 1 Process Definitions


Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), Level 1 Process
Definitions yaitu :
1) Plan
Proses yang keseimbangan permintaan agregat dan persediaan
untuk mengembangkan satu pelaksanaan rencana dimana mencari
sumber daya yang baik, produksi dan pengiriman kebutuhan.

2) Source
Proses yang memperoleh barang dan jasa sesuai perencanaan atau
permintaan aktual.
3) Make
Proses yang mentransformasikan produk sampai titk akhir sesuai
perencanaan atau permintaan aktual.
4) Deliver
Proses yang menyediakan barang jadi dan jasa sesuai perencanaan
atau

permintaan

aktual,

secara

detail

meliputi

manajemen

permintaan, manajemen pengiriman, dan manajemen distribusi.


5) Return
Proses berhubungan dengan pengembalian atau penerimaan
kembali produk karena beberapa alasan. Proses ini memperluas ke
post-delivery customer support.

2.2.6

Scope

of Supply

Chain

Operations

Reference

(SCOR) Processes
Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), Scope of SCOR
Processes yaitu :
1) Plan (Permintaan / perencanaan persediaan dan manajemen).

Keseimbangkan
menetapkan

sumber

atau

daya

dengan

mengomunikasikan

kebutuhan
rencana

dan
untuk

keseluruhan rantai pasokan, meliputi return

dan proses

pelaksanaan dari source, make , dan deliver.

Manajemen dari ketentuan bisnis, kinerja rantai pasokan,


pengumpulan data, persediaan, asset modal, transportasi,
merencanakan konfigurasi, pengaturan kebutuhan dan izin, dan
resiko rantai pasokan.

Menyesuaikan

rencana

rantai

posokan

dengan

rencana

keuangan.
2) Source (Sourcing stocked, make-to-order, dan engineer-to-order
product).

Jadwal pengiriman; menerima, verifikasi, dan kirim produk;


dan otorisasi pembayaran penyalur.

Identifikasi dan memilih sumber pasokan ketika tidak


dipersiapkan sebelumnya, seperti untuk engineer-to-order
product.

Mengatur ketentuan bisnis, kinerja akses pemasok, dan


pemeliharaan data.

Mengatur persediaan, asset modal, produk pemasukan, jaringan


pemasok, impor / ekspor kebutuhan, kesepakatan pemasok, dan
sediakan risiko rantai pasokan.

3) Make

(Make-to-stock,

make-to-order,

order production execution).

dan

engineer-to-

Jadwal aktivitas produksi, keluarkan produk, hasilkan dan uji,


paket, tingkat produk, dan mengeluarkan produk untuk dikirim.

Penyelesaian rancang bangun untuk engineer-to-order product.

Mengatur ketentuan, kinerja, data, in-process products (WIP),


alat-alat perlengkapan dan fasilitas, transportasi, jaringan
produksi, kepatuhan pengatur untuk produksi, dan resiko rantai
pasokan.

4) Deliver (Order, warehouse, transportation, dan installation


management for stocked, make-to-order, dan engineer-to-order
product).

Semua tahapan manajemen pemesanan dari memproses


pemeriksaan pelanggan dan mencatat untuk merencanakan
pengiriman dan pemilihan bawaan.

Manajemen gudang dari penerimaan dan pemilihan produk


untuk mengisi dan pengiriman produk.

Menerima dan verifikasi produk di lokasi pelanggan dan


menginstal, kalau perlu.

Invoicing pelanggan.

Mengatur ketentuan bisnis deliver, kinerja, keterangan,


persediaan barang jadi, asset modal, transportasi, daur hidup
produk, impor / mengekspor kebutuhan, dan resiko rantai
pasokan.

5) Return (Return of raw materials dan receipt of returns of finished


goods).

Semua produk cacat kembali dari tahap source yaitu


mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, minta
otorisasi produk yang kembali, jadwalkan pengiriman produk,
dan kembalikan produk cacat dan deliver yaitu memberi
otorisasi produk yang kembali, jadwalkan kuitansi kembali,
menerima produk, dan kirim produk cacat.

Semua pemeliharaan kembali, reparasi, dan periksa secara


seksama

tahapan

produk

dari

tahap

source

yaitu

mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, minta


otorisasi produk yang kembali, jadwalkan pengiriman produk,
dan

kembalikan

produk

MRO

(Maintenance,

Repair,

Overhaul) dan deliver yaitu memberi otorisasi produk yang


kembali, jadwalkan kuitansi kembali, menerima produk, dan
kirim produk MRO (Maintenance, Repair, Overhaul).
Semua kelebihan produk kembali dari tahap source yaitu
mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, minta
otorisasi produk dikembalikan, jadwalkan pengiriman produk,
dan kembalikan kelebihan produk dan deliver yaitu memberi
otorisasi produk yang kembali, jadwalkan kuitansi kembali,
menerima produk, dan kirim kelebihan produk.

Mengatur

ketentuan

bisnis

pengembalian,

kinerja,

pengumpulan data, pengembalian persediaan, asset modal,


transpotasi, konfigurasi jaringan, pengaturan kebutuhan dan
izin, dan resiko rantai pasokan.

2.2.7

Performance

Attributes

and Level

1 Strategic

Metrics
Menurut Supply Chain Council ([Http 2]), Level 1 Metrics are
primary, high level measures that may cross multiple SCOR processes.
Level 1 Metrics do not necessarily relate to a SCOR Level 1 process
(PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, RETURN). Lihat gambar 2.1
Performance Attributes and Level 1Metric.

Gambar 2.2 Performance Attributes and Level 1Metric.


Sumber : ([Http 2]) Supply Chain Council, (2008)

1) Perfect Order Fulfillment


Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited ([Http 3]),
Perfect

Order

Fulfillment

adalah

satu

pengukuran

terpisah

mendefinisikan seperti persentase dari pemesanan


1) Pengiriman "tepat waktu dan terpenuhi" untuk meminta tanggal
dan / atau untuk persetujuan tanggal.
2) Seperti menjumpai pelanggan 3 cara mencocokan (faktur, PO,
dan kuitansi).
3) Tidak punya issu produk berkualitas. Perfect Order Fulfillment
sering

dipergunakan

untuk

mengukur

kinerja

pengiriman

pemasok dan pencapaian jadwal pembuatan. Mengganti order


pesanan pembelian atau order pembuatan untuk pesanan
pelanggan berturut-turut.

Menurut APQC( [Http 10]), Untuk penggunaan dari survei ini,


perfect order performance referes untuk pengembilan dengan
sempurna dan pemenuhan pesanan pelanggan dan termasuk
pengambilan order dengan benar, mengalokasikan persediaan
dengan seketika, mengirimkan produk tepat waktu, dan kirim faktur
dengan akurat. Perkiraan nilai berada diantara 0 sampai 100.

Menurut Supply-Chain Council ([Http 11]), persentase dari


pengiriman pesanan tepat waktu, secara penuh. Komponen termasuk
semua barang dan kuantitas tepat waktu menggunakan ketentuan
pelanggan dari tepat waktu dan kelengkapan dokumentasi.

2) Order Fulfillment Cycle Time


Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited ([Http 4]),
Order

Fulfillment

Cycle

Time

adalah

satu

pengukuran

berkepanjangan didefinisikan sebagai sejumlah waktu dari otorisasi


pelanggan dari satu order penjualan ke kuitansi pelanggan dari
produk. Segmen utama dari waktu meliputi order entry, dwell time
for future dated orders, manufacturing, distribusi, dan transportasi.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), waktu rata-rata


siklus sebenarnya secara terus-menerus mencapai untuk mememnuhi
pemesanan pelanggan.

Menurut APQC ([Http 10]), Order fulfillment cycle time


(dipergunakan yang dapat bertukar tempat dengan waktu siklus
pesanan pelanggan) adalah rata-rata actual cycle time secara
konsisten mencapai untuk penuhi pesanan pelanggan. Untuk masingmasing order perorangan, awal waktu siklus ini dari kuitansi order
dan akhir dengan pelanggan menerima dari order.

3) Upside Supply Chain Flexibility


Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited ([Http 5]),
Upside Supply Chain Flexibility adalah satu pengukuran terpisah
didefinisikan sebagai sejumlah waktu ini mengambil supply chain
untuk menjawab ke satu 20% peningkatan tidak direncanakan laku
tanpa jasa atau biaya penalty. Tantangan dengan pengukuran adalah
untuk membuat pengetahuan ini seilmiah mungkin. Dengan
pengetahuan di pikiran, kemudian, kita harus pergi ke item master
untuk data. Untuk masing-masing data biasanya "replenishment
lead time" yang menjumlahkan MAKE dan DELIVER planned lead
times. Dengan ini harus menambahkan waktu proses terpanjang
terencana dari the components pada BOM (Bill of Materials).

Idenya, di sini, adalah waktu proses terencanamu adalah penyajian


terbaik dari fleksibilitas tanpa hukuman biaya atau jasa.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), jumlah dari hari


yang diharuskan mencapai pertambahan dapat dipertahankan
sebanyak 20% yang diluar rencana di kuantitas-kuantitas yang
dikirimkan.

Menurut APQC ([Http 8]), Upside supply chain flexibility


adalah penjumlahan waktu lalu hari di antara kejadian dari peristiwa
tidak direncanakan dan perampungan dengan rencana didukung,
plan, source, make, deliver dan return performance. Hari waktu
terlewatkan tidak perlu penjumlahan dari hari memerlukan bagi
seluruh aktivitas sebagai beberapa mungkin terjadi secara serempak.
(Ketika menghitung metrik ini, pertimbangkan bahwa 20 persen
adalah sejumlah menyediakan untuk penggunaan penolokan. Untuk
beberapa industri dan beberapa organisasi 20 persen mungkin dalam
beberapa hal yang tidak dapat diperoleh atau di pihak lain juga
konservatif. Sebagai tambahan, metrik komponen (Upside Source
Flexibility, Upside Make Flexibility, dll) dapat ditingkatkan pada

paralel dan sebagai hasil, hitungan ini memerlukan hasil yang paling
sedikit sejumlah waktu untuk mencapai hasil diinginkan).

4) Upside Supply Chain Adaptability


Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), pertambahan dapat
dipertahankan dikuantitas-kuantitas yang bisa tercapai pada 30 hari
(tanpa pemesanan kembali, biaya hukuman atau persediaan).

Menurut APQC ([Http 8]), Upside supply chain adaptability


adalah yang berkelanjutan maksimum persentase bertambah di
kuantitas pengiriman yang telah dilakukan bisnisnya dapat mencapai
pada 30 hari. (Ketika menghitung metrik ini, pertimbangkan bahwa
30 hari adalah satu angka berubah-ubah menyediakan untuk
penggunaan penolokan. Untuk beberapa industri dan beberapa
organisasi 30 hari mungkin dalam beberapa hal yang tidak dapat
diperoleh atau di pihak lain juga konservatif. Metrik komponen
(Daya Penyesuaian Sumber sebelah atas, Daya Penyesuaian
Perbuatan sebelah atas, dsb.) dapat ditingkatkan pada paralel dan
sebagai hasil, hitungan ini memerlukan hasil peningkatan paling
sedikit di yang berkelanjutan kuantitas pada 30 hari).

5) Downside Supply Chain Adaptability


Menurut

APQC

([Http

9]),

Downside

supply

chain

adaptability adalah persentase maksimum reduksi di kuantitas


mengorder yang telah dilakukan dalam bisnis dapat mendukung
pada 30 hari utama kepada pengiriman dengan tidak ada hukuman
barang inventaris atau biaya. (Ketika menghitung metrik ini,
pertimbangkan bahwa 30 hari adalah satu angka berubah-ubah
menyediakan

untuk penggunaan

penolokan.

Untuk

beberapa

industri dan beberapa organisasi 30 hari mungkin dalam beberapa


hal yang tidak dapat diperoleh atau di pihak lain juga konservatif.
Hitungan dari downside menyediakan daya penyesuaian rangkai
memerlukan hitungan berlandaskan pengurangan paling sedikit
berkelanjutan ketika mempertimbangkan Source, Make, dan Deliver
components).

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), penurunan dapat


dipertahankan dikuantitas-kuantitas yang bisa tercapai pada 30 hari
(tanpa pemesanan kembali, biaya hukuman atau persediaan).

6) Supply Chain Management Cost


Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited ([Http 6]),
Total Supply Chain Management Cost adalah satu pengukuran
terpisah

didefinisikan

sebagai

tetap

dan

biaya

operasi

menghubungkan dengan Plan, Source, Make, dan Deliver proses


supply chain. Ini "activity based lite" pandangan dari biaya supply
chain mempertimbangkan manajemen order (Deliver), material
acquisition

(Source),

inventory

carrying

(Indirect

Plan),

planning/finance (Plan), dan information technology costs (Indirect


Enable).

Menurut APQC( [Http 8]), supply chain management costs


meliputi supply chain IT ditambah finance dan perencanaan
ditambah inventory carrying di tambah material acquisition
ditambah order management costs ditambah returns management
costs.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), semua biaya


langsung dan tak langsung yang berhubungan dengan pelaksanaan
proses rantai pasokan perusahaan melalui rantai pasokan.

7) Cost of Goods Sold


Menurut Reimers (2007, p226) harga pokok atau biaya biaya
dari barang dagang yang dijual selama periode tersebut.

Menurut APQC( [Http 9]), cost of goods sold (COGS) adalah


jumlah pada ikhtisar rugi laba yang mewakili ongkos bahan baku
dan pembuatan produk jadi.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), biaya yang


berhubungan dengan pembelian bahan mentah dan menghasilkan
barang jadi. Biaya ini termasuk biaya (pekerja, material) dan biaya
tidak langsung.

8) Cash-to-Cash Cycle Time


Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited ([Http 7]),
Cash-to-Cash Cycle Time adalah satu ukuran berkepanjangan yang
didefinisikan dengan menambahkan jumlah hari dari persediaan ke
jumlah hari dari receivables outstanding dan kemudian mengurangi
jumlah hari dari payables outstanding. Hasilnya adalah angka hari

dari working capital organisasi telah terikat pada pengelola rantai


pemasokan.

Menurut APQC( [Http 9]), Cash-to-cash cycle time adalah


waktu ini mengira satu investasi membuat ke aliran kembali ke dalam
perusahaan setelah ini telah dibelanjakan untuk bahan baku. Untuk
jasa, ini mewakili waktu titik darimana sekawanan upah untuk
sumber daya yang dikonsumsi pada kinerja dari satu jasa ke waktu
yang perusahaan yang mendapat pembayaran dari pelanggan untuk
jasa itu. cash-to-cash cycle adalah jumlah hari dari persediaan
ditambah jumlah hari sales outstanding di kurang pembayaran ratarata periode untuk bahan.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), waktu yang


diperlukan untuk investasi uang dimaterial untuk mengalir kembali
kedalam perusahaan sesudah barang jadi sudah dikirimkan ke
pelanggan.

9) Return on Supply Chain Fixed Assets


Menurut APQC( [Http 8]), Return on supply chain fixed assets
ukuran pengembalian pendapatan organisasi berdasarkan modal yang
diinvestasikan di supply chain fixed assets. Ini meliputi aktiva tetap
yang dipergunakan di Plan, Source, Make, Deliver, dan Return.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), pengembalian


terhadap organisasi menerima modal yang diinvestasikan di rantai
pasokan aktiva tetap. Aktiva tetap ini termasuk digunakan untuk
Plan, Source, Make, Deliver dan Return.

Menurut Bized ([Http 12]),

10) Return on Working Capital


Menurut APQC( [Http 8]), Return on working capital adalah
satu pengukuran yang mengkaji nilai dari investasi sehubungan
dengan

perusahaan

posisi

working

capital

membandingkan

pendapatan yang menghasilkan dari supply chain. Komponen


meliputi accounts receivable, accounts payable, inventory, supply
chain

revenue,

cost

of

goods

sold

dan

supply

chain

management costs.

Menurut Supply Chain Council ([Http 11]), pengembalian


dimodal kerja adalah ukuran yang menilai besarnya investasi relatif
keperusahaan posisi modal kerja dibandingkan pendapatan yang
dihasilkan dari rantai pasokan. Termasuk komponen piutang, hutang,
persediaan, pendapatan rantai pasokan, harga pokok penjualan, dan
biaya manajemen rantai pasokan.

Menurut Bized ([Http 12]).

2.3

Analisis Laporan Keuangan


Menurut Reimers (2007, p625) menggunakan rasio untuk menganalisis
serta menginterpretasikan kinerja keuangan dan kondisi suatu perusahaan.

2.3.1 Liquidity ratios.


Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang
telah jatuh tempo.
1. Rasio lancar (Current ratio)
Mengukur

kemampuan

perusahaan

dalam

membayar

seluruh

kewajiban lancarnya dengan menggunakan seluruh aktiva lancarnya.

2. Rasio cepat (Quick ratio)


Mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka
pendek.

3. Modal kerja (Working capital)


Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan
kewajiban jangka pendeknya. Walaupun secara teknis bukan rasio,
working capital sering diukur sebagian laporan keuangan.

2.3.2

Efficiency ratios.
Menurut Morningstar ([Http 16]), apapun jenis dari bisnis

perusahaan, harus menanam uang dalam aset untuk melakukan


pelaksanaannya. Rasio efisiensi mengukur bagaimana secara efektif
perusahaan menggunakan aset ini, sebaik sebagai bagaimana baik
mengelola pertanggung-jawabannya.

1. Rasio perputaran persediaan (Inventory turnover ratio)


Untuk mengukur berapa kali persediaan telah terjual dan digantikan
dalam setahun.

2. Periode penagihan rata-rata (Average collect. period)


Menurut Spireframe Software LLC ([Http 14]), periode penagihan
rata-rata mengukur jumlah rata-rata hari yang dibutuhkan bagi
perusahaan untuk mengumpulkan pendapatan dari penjualan kreditnya.
Rata-rata penjualan per hari adalah penjualan bersih yang dibagi oleh
365 hari pada satu tahun. Perusahaan biasanya akan memberitahukan
kebijakan kreditnya di laporan keuangannya, oleh sebab itu periode
penagihan rata-rata dengan mudah bisa diukur sebagai ke apakah
menunjukkan informasi positif atau negatif.

3. Perputaran aktiva tetap (Fixed asset turnover)


Menurut Spireframe Software LLC ([Http 15]), perputaran aktiva tetap
sama dengan perputaran jumlah aktiva, yang kedua sama-sama
mengukur keefektifan perusahaan dalam meningkatkan pendapatan
penjualan bersih dari investasi kembali ke dalam perusahaan. Tetapi,
rasio perputaran aktiva tetap menilai hanya aktiva tetap bersih.

4. Perputaran jumlah aktiva (Total asset turnover)


Rasio ini menunjukkan seberapa besar perbandingan antara modal
asing (pinjaman) terhadap ekuitas yang digunakan dalam membiayai
aktiva perusahaan.

2.3.3

Leverage ratios.
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan


perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi
likuidasi.
1. Rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to equity ratio)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar perbandingan antara modal
asing (pinjaman) terhadap ekuitas yang digunakan dalam membiayai
aktiva perusahaan.

2. Rasio hutang terhadap jumlah aktiva (Debt to total asset)


Menurut Business Dictionary ([Http 17]), pengukuran aset keuangan
perusahaan melalui utang dan, oleh karena itu, ukuran risiko
keuangannya. Yang lebih rendah rasio ini, secara umum yang lebih
baik tidak jauh dari perusahaan.

2.3.4

Profitability ratios.
Rasio ini mengukur operasional atau kinerja penghasilan dari

perusahaan. Mengingat tujuan dari perusahaan adalah untuk memperoleh


keuntungan, oleh sebab itu rasio jenis ini memeriksa bagaimana
perusahaan mencapai tujuan.
1. Rasio laba kotor (Gross profit ratio)
Untuk

memastikan

perusahaan

menguntungkan.

mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang lebih

Ukuran
rinci.

ini
Juga

menjelaskan berapa banyak yang dapat dikeluarkan untuk beban


umum dan administrasi, iklan dan pemasaran, riset dan pengembagan,
dengan tetap mencapai profitabilitas akhir yang memuaskan.

2. Rasio laba operasi (Operating profit ratio)


Menurut Universal Teacher Publications ([Http 18]), laba operasi
artinya keuntungan berhasil didapat oleh perhatian dari kegiatan
usahanya dan tidak dari sumber lain. Ketika memperhitungkan laba
bersih mengenai semua pendapatan termasuk yang bukan bagian dari
kegiatan usahanya seperti uang sewa dari pemondok, bunga pada
investasi, dan lain-lain ditambahkan dan semua biaya bukan kegiatan
usahanya dikurangi. Oleh sebab itu, ketika menghitung laba operasi
semua ini diabaikan dan perhatian kembali untuk mengetahui tentang
pendapatan perusahaan dari kegiatan usahanya.

3. Rasio marjin laba bersih (Net profit margin ratio)


Menurut Investing for Beginners ([Http 19]), marjin laba mengatakan
kepada anda berapa banyak keuntungan perusahaan didapat setiap $1
itu menghasilkan di pendapatan. Marjin laba berubah-ubah oleh
industri, tetapi sama sekali kalau tidak setara, yang lebih tinggi majin
laba perusahaan dibandingkan dengan saingannya, yang lebih baik.
Beberapa

buku

keuangan,

tempat,

dan

sumber

penghasilan

mengatakan kepada seorang penanam modal untuk mengambil


sesudah-pajak laba bersih dibagi dengan penjualan. Sedangkan ini

standar dan secara umum disetujui, beberapa analis lebih suka


menambahkan kembali bunga minoritas ke dalam persamaan, untuk
memberi gagasan seberapa uang diperoleh oleh perusahaan terlebih
dahulu yang bermanfaat ke luar ke minoritas owners. Salah satu
dari kedua cara dapat diterima, walaupun anda harus konsisten di
perhitungan anda. Semua perusahaan harus dibandingkan atas dasar
sama.

4. Rasio pengembalian atas aktiva (Return on assets)


Untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam mempergunakan
aktivanya untuk mendapatkan penghasilan bagi pemilik dan kreditor,
mereka yang membiayai perusahaan. Karena bunga adalah sebagian
dari apa yang didapatkan untuk membayar kreditor, sering tambahan
kembali ke pembilang. Laba bersih adalah pengembalian kepada
pemilik dan beban bunga adalah pengembalian kepada kreditor. Ratarata jumlah aktiva adalah rata-rata aktiva awal dan aktiva selama
setahun.

2.4 Analisis Altman Z-Score


Menurut Wikipedia ([Http 12]), Z-score rumusan untuk memperkirakan
kebangkrutan telah dikembangkan pada 1968 oleh Edward I. Altman, seorang
pakar ekonomi keuangan dan profesor di Leonard N. Stern School of Business
di New York University. Z-score rumusan multivariate yang mengukur
kesehatan keuangan perusahaan dan meramalkan kemungkinan kebangkrutan
dalam dua tahun.
Belajar mengukur keefektifan Z-score sudah memperlihatkan model
untuk menjadi tepat dengan >70% keterpercayaan (Eidleman). Z-score
menggabungkan empat atau lima rasio perusahaan biasa yang mempergunakan
sistem pembobotan yang diperhitungkan oleh Altman untuk menentukan
kemungkinan kebangkrutan. Sistem pembobotan semula berdasarkan data dari
pengusaha pabrik yang dipegang di depan umum, tetapi sejak sudah diubah
untuk manufaktur pribadi, non-manufaktur dan perusahaan servis.

Menurut My Stock Market Power (Http 13]),


Z1 = Working Capital / Total Assets
Z1 adalah mengukur likuiditas untuk menentukan seberapa cair aset
perusahaannya. Rasio ini membolehkan kita untuk mengerti, peristiwa di
saat krisis, seberapa cepat perusahaan akan dapat untuk menunjang uang.

Z2 = EBIT / Total Assets


Z2 mengukur keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

Z3 = Net Sales / Total Assets


Z3 mengukur seberapa cepat perusahaan memutar aset mereka kembali.
Jumlah ini lebih tinggi, lebih baik.

Z4 = Market Value of Equity / Total Liabilities


Z4

mengukur

fluktuasi

ekuitas

yang

kemungkinan

besar

bisa

memperingatkan masalah di depan. Lehman Brothers, Freddie Mac, dan


Fannie Mae semua ini contoh luar biasa selama Credit Meltdown 2008.

Z5 = Retained Earnings / Total Assets


Z5 adalah keuntungan diukur melalui potensi laba perusahaan.

Z - Score Weightings
Sekarang, bagaimana memeriksa pembobotan yang telah digabungkan ke
masing-masing bagian ini.

Public Companies
ZScore = 1.2 * Z1 + 3.3 * Z2 + Z3 + 0.6 * Z4 + 1.4 * Z5
Hasil bersih rumus ini mempunyai impikasi berikut:

Z-Score > 3 - Menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kedudukan


keuangan yang kuat.
Z-Score antara 2,7 & 3 - Menunjukkan secara tidak langsung bagian di mana
penanam modal sebaiknya mulai mempergunakan kewaspadaan dengan
saham ini.
Z-Score antara 1,8 dan 2,7 - Menunjukkan potensi kebangkrutan dalam 2 tahun
mendatang.
Z-Score di bawah 1,8 menunjukkan kuat kemungkinan untuk bangkrut.

Anda mungkin juga menyukai