Anda di halaman 1dari 29

BUPATI INDRAGIRI HILR

PROVINSI RIAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
NOMOR 5 TAHUN 2015
TENTANG

PROGRAM DESA MAJU INDRAGIRI HILIR JAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI INDRAGIRI HILIR,


Menimbang : a. bahwa keberhasilan program pembangunan dan upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sangat ditentukan oleh adanya
partisipasi masyarakat dan adanya program pemberdayaan masyarakat sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
1. bahwa untuk mendorong partisipasi masyarakat dan mewujudkan
pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan reposisi peran Pemerintah
Daerah dan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pelestarian hasil pembangunan desa;

2. bahwa partisipasi masyarakat dapat menjamin tercapainya tujuan


pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional;

3. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a, huruf b, dan huruf c perlu menyusun Peraturan Daerah tentang Program
Desa Maju Indragiri Hilir

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten
Daerah Tingkat II Indragiri Hilir, dengan mengubah Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2754);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan


dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104 );

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5234);

8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ( Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);

9. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168) sebagaimana telah


diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88);

14. Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 87 Tahun 2014 tentang


Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang


Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 32);

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 2093);

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 2094);

18. Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 160).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR


dan
BUPATI INDRAGIRI HILIR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PROGRAM DESA MAJU
INDRAGIRI HILIR JAYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir.


2. Bupati adalah Bupati Indragiri Hilir.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Indragiri Hilir.

4. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan


Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Indragiri Hilir.

5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD


adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir.

6. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa yang


selanjutnya disebut BPMPD adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa Kabupaten Indragiri Hilir.

7. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

8. Program Desa Maju Indragiri Hilir Jaya yang selanjutnya disebut Program
DMIJ adalah Prorgam pembangunan Desa sesuai dengan visi dan misi
Bupati sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indragiri Hilir 2013 2018.

9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10. Pemerintah Desa Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintah desa.

11. Badan Permusyawaratan Desa selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga


yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

12. Bantuan keuangan kepada Desa adalah bantuan keuangan dari


Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melalui APBD kepada Pemerintah
Desa.

13. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut


RPJMDesa adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka
waktu 6 (enam) tahun.

14. Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disebut RKP Desa
adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDesa,


adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa dengan persetujuan
BPD.

16. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disebut ADD adalah Alokasi Dana
Desa yang berasal dari APBD Kabupaten yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten
untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen).

17. Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu strategi yang diinginkan dalam


pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan
dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

18. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya untuk mewujudkan


kemampuan dan kemandirian masyarakat Desa dan yang meliputi aspek
ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui penguatan
Pemerintahan Desa, lembaga kemasyarakatan dan upaya dalam
penguatan kapasitas masyarakat.

19. Pembangunan Partisipatif adalah pembangunan yang dilaksanakan dari,


oleh dan untuk masyarakat meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pengawsan, pemanfaatan dan pemeliharaan hasil-hasil
pembangunan serta pengembangan tindak lanjut hasil pembangunan,
dengan peran serta seluruh lapisan masyarakat.

20. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan,


perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan
pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum dan
evaluasi pelaksanaan.

21. Swadaya masyarakat adalah bantuan atau sumbangan dari masyarakat


baik dalam bentuk uang, material dan non fisik dalam bentuk tenaga dan
pemikiran dalam kegiatan pembangunan.

22. Partisipasi masyarakat adalah peran aktif masyarakat dalam proses


perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pemanfaatan, pemeliharaan dan
pengembangan hasil pembangunan.

23. Musyawarah perencanaan pembangunan di Desa dan adalah forum


musyawarah tahunan stakeholders desa untuk menyepakati rencana
kegiatan tahun anggaran berikutnya.

24. Pendamping adalah orang/lembaga yang menjalin relasi sosial dengan


masyarakat dalam rangka memperkuat dukungan, memotivasi,
memfasilitasi dan menjembatani kebutuhan dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat di Desa.

25. Pendampingan adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara


pendamping dengan dampingannya dalam suatu kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa.

26. Pendamping Desa adalah Fasilitator Tingkat Desa dan tugasnya adalah
memfasilitasi Masyarakat dalam setiap tahapan Program Desa Maju Inhil
Jaya.

27. Pemberdayaan adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan


kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam

memecahkan berbagai persoalan terkait berbagai upaya peningkatan


kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya.

28. Keberlanjutan adalah setiap pengambilan keputusan harus


mempertimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya
saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap berwawasan lingkunga

29. Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut BUMDes merupakan


lembaga usaha masyarakat yang kedudukannya berada di luar struktur
Organisasi Pemerintahan Desa.

30. Swakelola adalah Pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi


sendiri oleh masyarakat dengan mengoptimalkan sumber daya lokal yang
ada pada masyaraka

BAB II
PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN
Pasal 2

Program DMIJ adalah Program Pemerintah Kabupaten melalui pendekatan


Pemberdayaan dengan mengefektifkan fungsi Pemerintahan Desa,
Kelembagaan Desa dan Masyarakat Desa untuk merencanakan,
melaksanakan, melestarikan dan pengawasan pembangunan secara
partisipatif.

Prinsip-prinsip Program DMIJ adalah :

1. desentralisasi;
2. keterpaduan;
3. musyawarah;
4. kemandirian;
5. partisipasi;
6. kesetaraan dan keadilan gender;
7. akuntabel dan transparan;
8. efektif dan efesien; dan
9. keberlanjutan;

Tujuan umum Program DMIJ adalah untuk memberikan jaminan dan


kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban setiap orang untuk terlibat
dan melibatkan diri dalam proses pengelolaan pembangunan di desa.

Tujuan khusus Program DMIJ adalah untuk :

1. Meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut serta


dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian, pengawasan
dan pembangunan Desa;

2. Mewujudkan pembangunan yang partisipatif dengan memberdayakan


masyarakat dan sumber daya alam di setiap desa;

3. Meningkatkan akuntabilitas publik terkait keterpaduan perencanaan dan


penganggaran kegiatan pembangunan;

4. Mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa untuk


pengembangan potensi sumber daya desa guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;

5. Menyediakan prasarana sarana pelayanan pemerintahan desa terhadap


masyarakat;

6. Menyediakan penghasilan tetap kepala desa dan aparat desa serta insentif
atau operasional kelembagaan desa;

7. Menyediakan pasarana sarana sosial dasar yang di prioritaskan


masyarakat;

8. Meningkatkan sinergi pendekatan perencanaan politis, teknokratis,


partisipatif, top down dan buttom up;

9. Mendorong dan meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan Desa;


10.

Meningkatkan kapasitas pemerintahan desa dan lembaga


kemasyarakatan desa dalam pengelolaan pembangunan;

11.

Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam upaya peningkatan


ekonomi keluarga;

12.

Menyediakan sarana dan prasana pendukung perekonomian


masyarakat melalui sektor pertanian dan perkebunan;

13.

Menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan


pendidikan dan sosial keagamaan; dan

14.

Melakukan sinergi antar program dan sumber pendanaan sesuai


dengan mekanisme dan regulasi yang ada.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan tentang Program DMIJ terdiri dari:
1. Perencanaan Pembangunan Desa;
2. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
3. Tipologi Desa;
4. Mekanisme Program;
5. Pendanaan;
6. Pertanggungjawaban Dana;

7. Peran pemerintah daerah;


8. Pendampingan;
9. Pembinaan, Pengawasan dan Evaluasi; dan
10. Sistem informasi.

Bagian Kesatu
Perencanaan Pembangunan Desa
Pasal 4

Perencanaan pembangunan Desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa


dalam rangka mewujudkan Program DMIJ disusun melalui musyawarah
desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan kelembagaan desa.

Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan


keterwakilan unsur-unsur masyarakat.

Keterwakilan unsur-unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat


(2), Jumlah peserta dan keterwakilan unsur-unsur masyarakat ditetapkan
dalam Peraturan Tata Tertib BPD.

Pasal 5

Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana yang dimaksud pada pasal


4 ayat (1) dilakukan setelah melalui pengkajian potensi desa yang
selanjutnya disusun dokumen Perencanaan Pembangunan Desa yang
tertuang dalam dokumen RPJM Desa.

RPJM Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah Rencana
Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

RPJM Desa sebaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui


Peraturan Desa dengan persetuan BPD.

Tata cara pengaturan dan penyusunan dokumen RPJM Desa mengacu pada
Peraturan Menteri, Peraturan Bupati dan peraturan perundang-undangan
tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Pasal 6

Dalam mewujudkan dan merealisasikan RPJM Desa, pemerintah desa


bersama BPD menetapkan RKP Desa.

Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan


penjabaran dari rancangan RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

RKP Desa disusun sesuai skala prioritas desa seperti peningkatan taraf
hidup masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat dalam upaya

peningkatan pendapatan masyarakat serta prioritas pembangunan


dibidang pertanian dan perkebunan.

RKP Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui
Peraturan Desa dengan persetujuan BPD.

Tatacara pengaturan dan penyusunan dokumen RKP Desa mengacu pada


Peraturan Menteri , Peraturan Bupati dan Peraturan perundang-undangan
tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Pasal 7

Berdasarkan dokumen RKP Desa, pemerintah desa bersama BPD


menyusun dokumen APB Desa.

APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan desa dan kemampuan
keuangan desa.

APB Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) setiap tahun ditetapkan dengan
Peraturan Desa dengan persetujuan BPD.

Pasal 8

APB Desa sebagaimana dimaksud pada pasal 7 terdiri atas:

1. pendapatan Desa;
2. belanja Desa; dan
3. pembiayaan Desa.

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersumber


dari:

1. pendapan Asli Desa, yang terdiri dari :


1. hasil usaha;
2. hasil asset desa;
3. swadaya dan partisipasi;
4. gotong royong; atau
5. lain-lain pendapatan hasil desa.
1. pendapatan tranfer, terdiri dari :
1. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara;
2. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
3. ADD;
4. bagian dari bagi hasil pajak dan retribusi daerah; atau
5. bantuan Keuangan kepada desa.
1. Pendapatan lain-lain, terdiri dari :

1. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; atau
2. lain-lain pendapatan yang sah.

Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari
kelompok :

1. belanja pegawai;
2. belanja barang dan jasa; dan/atau
3. belanja modal.

Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari


kelompok :

1. penerimaan pembiayaan; dan


2. pengeluaran pembiayaan.

Lebih lanjut berkenaan APB Desa dan Pengelolaan keuangan desa diatur
dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Pembangunan Desa
Pasal 9

Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan desa yang


dilaksanakan oleh perangkat desa dan/atau unsur masyarakat desa.

Pelaksanaan pembangunan desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat


(1) meliputi:

1. pembangunan desa berskala lokal desa; dan


2. pembangunan sektoral dan daerah yang masuk ke desa.

Pelaksanaan pembangunan desa yang berskala lokal sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf a, dikelola melalui swakelola desa,
kerjasama antar desa dan/atau kerjasama desa dengan pihak ketiga.

Pelaksanakan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan secara partisipatif sesuai dengan dokumen APB Desa.

Pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan secara tertib administrasi,


transparan, akuntabel mengacu pada peraturan menteri tentang
Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati.

Dalam hal kegiatan pembangunan yang melibatkan desa lainnya, maka


desa dapat melakukan kerjasama dengan desa lainnya melalui Badan
Kerjasama Antar Desa.

Mekanisme kerjasama antar desa diatur dengan Petunjuk Teknis


Operasional.

Bagian Ketiga

Tipologi Desa
Pasal 10

Pengelompokan desa berdasarkan kondisi untuk mengukur perkembangan


desa digunakan Klasifikasi atau Tipologi Desa.

Klasifikasi atau Tipologi desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


digolongkan dalam 4 (empat) tingkatan :

1. Desa Swadaya;
2. Desa Swakarsa;
3. Desa Swasembada; atau
4. Desa Maju.

untuk mengukur Klasifikasi atau Tipologi Desa sebagaimana yang


dimaksud pada ayat (2) ditetapkan beberapa indikator baik fisik maupun
non fisik, yaitu :

1. indikator tetap terdiri dari kepadatan penduduk, keadaan alam, letak desa
dan kemajuan; atau

2. indikator berkembang yaitu mata pencaharian , produksi, adat istiadat,


kelembagaan, pendidikan, tingkat partisipasi masyarakat desa serta
sarana dan prasarana.

Penentuan Klasifikasi atau Tipologi desa sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) setiap tahunnya ditetapkan oleh Bupati atas usul BPMPD.

Bagian Keempat
Mekanisme Program
Pasal 11

Mekanisme Program DMIJ secara umum mengikuti sistem perencanaan


pembangunan nasional dan daerah.

Mekanisme Program DMIJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur


melalui Peraturan Bupati tentang Petunjuk Teknis Operasional.

Bagian Kelima
Pendanaan
Pasal 12

Sumber dana Program DMIJ berasal dari APBD.

Dana Program DMIJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
ADD, Dana bagi hasil Pajak dan Retribusi Daerah dan Bantuan Keuangan
Kepada Desa.

Tata cara pembagian ADD, Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah,
Bantuan Keuangan Kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 13

Penetapan ADD disetiap desa sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat


(3), dapat mempertimbangkan:

1. jumlah penduduk desa;


2. jumlah penduduk miskin desa;
3. luas wilayah desa;
4. tingkat kesulitan geografis;
5. evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dan kelembagaan desa; dan/atau
6. evaluasi pelaksanaan Program DMIJ tahun sebelumnya.

Penetapan ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi sesuai


bobotnya dengan cara:

1. 15 % Jumlah penduduk desa;


2. 15 % Jumlah penduduk miskin desa;
3. 10 % Luas wilayah desa;
4. 10 % Tingkat kesulitan geografis;
5. 25 % Evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dan kelembagaan desa;
dan

6. 25 % Evaluasi pelaksanaan Program DMIJ tahun sebelumnya

Penghitungan indikator ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dihitung dengan cara:

1. 50 % dari total dana ADD kabupaten dibagi rata kesemua desa; dan
2. 50 % dari total dana ADD kabupaten dibagi secara proporsional mengikuti
persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 14

Bupati menetapkan jumlah alokasi dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi
Daerah untuk Desa.

Pengalokasian dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah ke masingmasing desa dengan cara:

1. 60 % (enam puluh per seratus) di bagi rata kepada setiap desa; dan
2. 40 % (empat puluh per seratus) dibagi secara proporsional sesuai realisasi
penerimaan hasil pajak dan retribusi dari masing-masing desa.

Pasal 15
Dalam hal tidak tersedianya data realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah
dari masing-masing desa sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) huruf b,
maka Pemerintah Kabupaten dapat menghitung Alokasi Dana bagi hasil Pajak dan
Retribusi Daerah untuk masing-masing desa dengan cara membagi rata jumlah alokasi
dana dengan jumlah desa.
Pasal 16

Bupati menetapkan alokasi dana bantuan keuangan kepada Desa.

Bantuan keuangan kepada desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mempertimbangkan:

1. Tingkat perkembangan Desa atau Tipologi Desa; dan


2. Prestasi Desa dalam menjalankan program pemerintah.

Besaran alokasi bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan keputusan Bupati.

Pasal 17

Alokasi dana sebagaimana dimaksud pada pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,
Pasal 14 dan Pasal 15, dialokasikan melalui APB Desa.

BPMPD dibantu oleh Pendamping melakukan koordinasi dan ikhtiar dengan


pihak ketiga untuk mendapatkan sumber pendapatan lain APB Desa.

Koordinasi dan ikhtiar dimaksud agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan
di desa, sumber pendapatan di luar APBD dan tertib administrasi dalam
penyusunan APB Desa.

Bagian Keenam
Pertanggungjawaban Dana
Pasal 18

Program DMIJ dilaksanakan di desa dimulai dari proses perencanaan


sampai kepada pelaksanaan yaitu dari proses penyusunan RPJM Desa, RKP
Desa dan APB desa.

Pertanggungjawaban pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam APBdesa


dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mekanisme pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


mengacu pada Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Keuangan Desa
dan/atau Peraturan Bupati tentang pengelolaan Keuangan Desa.

Bagian Ketujuh

Peran Pemerintah Daerah

Pasal 19

Pemerintah Kabupaten menyusun dan menetapkan kebijakan-kebijakan


yang berkenaan dengan Program DMIJ.

Kebijakan-kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

1. peraturan Bupati tentang alokasi dana yang diterima desa;


2. tim Koordinasi Kabupaten;
3. sekretariat Program DMIJ;
4. keputusan Bupati tentang Tim Verifikasi;
5. peraturan Bupati tentang Petunjuk Teknis Operasional;
6. peraturan Bupati tentang pengadaan Barang dan Jasa di desa;
7. fasilitator dan atau Pendamping Desa;
8. menyusun dan mengalokasikan anggaran yang akan menunjang
pelaksanaan Program DMIJ;

9. tugas pokok dan fungsi masing-masing pelaku; dan


10.

keputusan dan peraturan Bupati lainnya yang menunjang


pelaksanaan Program DMIJ.

Dalam hal teknis, hal-hal yang belum diatur oleh Peraturan Bupati dapat
diterbitkan panduan oleh Kepala BPMPD sebagai SKPD yang pelaksana dan
bertanggungjawab atas Program DMIJ.

Aset-aset Pemerintah Daerah yang ada di desa yang dibangun oleh SKPD,
sepanjang bermanfaat untuk desa dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bupati dapat menyerahkan
kepada Desa untuk dijadikan aset dan sumber pendapatan Desa.

Pasal 20

Pelaksanaan kegiatan di desa agar disinergikan dan terkoordinasi dengan


dinas, badan dan instansi terkait.

SKPD yang melakukan kegiatan ditingkat desa agar menginformasikan


kegiatannya kepada desa agar tidak terjadi penganggaran ganda.

Informasi kegiatan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan


saat musrenbang Kecamatan dan/atau Kabupaten secara tertulis.

Usulan-usulan yang difasilitasi melalui Program DMIJ sebagaimana


tertuang dalam dokumen RPJM Desa dan RKP Desa dapat menjadi acuan
SKPD untuk menyusun kegiatan dimasing-masing SKPD

SKPD terkait agar dapat membantu menyukseskan Program DMIJ,


terutama yang tergabung dalam Tim Koordinasi Program DMIJ.

Bagian Kedelapan
Pendampingan
Pasal 21

Untuk mendukung terlaksananya Program DMIJ, Pemerintah Kabupaten


merekrut tenaga Pendamping.

Pendamping sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

1. fasilitator Kabupaten;
2. fasilitator Masyarakat tingkat Kecamatan; dan/atau
3. pendamping

Kebutuhan formasi Pendamping diusulkan oleh Kepala BPMPD dan


ditetapkan oleh Bupati.

Dalam menjalankan tugasnya, Pendamping berpedoman pada Standar


Operasional Prosedur (SOP) atau Panduan tentang Pendampingan, Kontrak
kerja, Petunjuk Teknis Operasional serta Panduan Program DMIJ lainnya.

Pendamping sesuai dengan tingkatannya harus memiliki kompetensi yang


dibuktikan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi
profesi yang telah diakui oleh pemerintah.

Dalam hal terdapat Pendaping sesuai tingkatannya yang masih belum


memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka
yang bersangkutan diberi batas waktu maksimal 1 tahun untuk
melengkapinya.

Bagian Kesembilan
Pembinaan, Pengawasan dan Evaluasi
Pasal 22

Pemerintah dan pemerintah provinsi dapat melakukan pengawasan dan


evaluasi terhadap pelaksanaan Program

Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi


terhadap pelaksanaan Program DMIJ.

Pembinaan, pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) dapat dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten, Inspektorat Provinsi,
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau
serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas permintaan Bupati.

Pembinaan, pengawasan dan evaluasi internal dilakukan oleh BPMPD dan


Pendamping.

Kepala BPMPD mengusulkan nama-nama tim evaluasi pelaksanaan


Program DMIJ kepada Bupati dan selanjutnya Bupati menerbitkan
keputusan tentang nama-nama yang dianggap cakap untuk menjadi tim
evaluasi.

Bagian Kesepuluh
Sistem Informasi
Pasal 23

Masyarakat desa mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang


Program DMIJ.

Untuk mendukung penyebaran informasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) Program DMIJ dalam prosesnya diinformasikan kepada
masyarakat.

Penyebaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan


ditingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

Penyebaran informasi di desa dapat dilakukan melalui:

1. musyawarah Desa;
2. musyawarah-musyawarah dan pertemuan sosial di desa;
3. media papan informasi di tempat umum di desa;
4. pengumuman-pengumuman lisan dengan pengeras suara di tempattempat umum dan di Mesjid, Surau dan Mushallah; dan/atau

5. pengumuman-pengumuman tertulis di tempat-tempat umum.

Penyebaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat


informasi penting tentang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di
desa.

Informasi pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (5) disesuaikan


dengan keadaan desa dan diperbaharui sesuai dengan tahapan
pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan.

Pasal 24

laporan penyelenggaraan Program DMIJ ditingkat kecamatan disusun dan


disampaikan oleh Camat.

Dalam proses penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


Camat dibantu oleh Pendamping di tingkat kecamatan.

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan


pelaksanaan Program DMIJ di desa-desa yang ada di

Pasal 25

Pemerintah kabupaten perlu mempublikasikan penyelenggaraan Program


DMIJ kepada masyarakat;

Publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

1. media cetak atau Koran;


2. media elektronik seperti Televisi;
3. website Pemerintah Daerah atau media sosial;
4. pidato-pidato Bupati;
5. dan Lain-lain.
BAB IV
KEGIATAN-KEGIATAN MELALUI PROGRAM DMIJ
Pasal 26

Kegiatan Program DMIJ meliputi seluruh sistem perencanaan dan


pelaksanaan pembangunan desa terkecuali yang masuk dalam daftar
larangan.

Daftar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui


Petunjuk Teknis Operasional.

Kegiatan pembangunan desa melalui Program DMIJ berdasarkan prioritas


kebutuhan desa dan masyarakat desa antara lain meliputi:

1. penyediaan prasarana dan sarana pendukung pertanian masyarakat;


2. penyediaan prasarana dan sarana pendukung perkebunan masyarakat;
3. penyediaan prasarana dan sarana infrastruktur transportasi desa dan
antar desa, jalan pendukung pertanian, jalan produksi;

4. penyediaan prasarana dan sarana sosial kemasyarakatan;


5. penyediaan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan dan kesehatan;
6. penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dan pelatihan;
7. penyediaan prasarana dan sarana pemerintahan desa;
8. perbaikan lingkungan desa;
9. pembangunan dan perbaikan drainase;
10.

pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala desa;

11.

pengembangan prasarana dan sarana produksi di desa;

12.

pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;

13.

pendirian dan pengembangan BUM Desa;

14.

pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa;

15.

pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan

ikan;

16.

pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu;

17.

pembuatan pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan


perikanan;

18.

pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian


dan perikanan

19.

pengembangan benih lokal;

20.

pengembangan ternak secara kolektif;

21.

pengembangan Desa Wisata;

22.

pembangunan sarana pendukung pembinaan kemasyarakatan


termasuk bidang keamanan dan ketertiban desa;

23.

penghasilan tetap, tunjangan, operasional pemerintahan desa;

24.

pembangunan infrastruktur lain yang diprioritaskan desa; dan

25.

pengembangan seni budaya di Desa.

Program DMIJ pada bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa terutama


untuk penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber
daya ekonomi, sejalan dengan pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa
setiap tahunnya, mencakup:

1. peningkatan kualitas proses perencanaan Desa;


2. mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa
maupun oleh kelompok usaha masyarakat Desa lainnya;

3. pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan Masyarakat


Desa ( KPMD );

4. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk


memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa;

5. penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat;


6. dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan Hutan
Desa dan Hutan Kemasyarakatan;

7. peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui:


1. kelompok usaha ekonomi produktif;
2. kelompok perempuan;
3. kelompok tani;
4. kelompok masyarakat miskin;
5. kelompok nelayan;
6. kelompok pengrajin;

7. kelompok pemerhati dan perlindungan anak;


8. kelompok pemuda; dan
9. kelompok lain sesuai kondisi Desa.
1. peningkatan Kapasitas Pemerintah Desa, aparat Desa dan kelembagaan
Desa;

2. peningkatan kapasitas masyarakat bidang Pendidikan Anak Usia Dini; dan


3. peningkatan kapasitas masyarakat bidang keagamaan seperti maghrib
mengaji.

Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) pelaksanaannya


disesuaikan dengan kebijakan SKPD yang mengurusi bidang Pendidikan
dan program magrib mengaji sesuai dengan kebijakan SKPD yang
mengurusi bidang keagamaan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan anak usia dini dan Program
magrib mengaji akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB V
SANKSI DAN PENGHARGAAN
Pasal 27

Bupati dapat memberikan sanksi terhadap pelaksanaan program DMIJ


yang dilaksanakan oleh desa.

Pemberian sanksi dapat dilakukan setelah menerima laporan hasil evaluasi


oleh Inspektorat, BPKP, maupun evaluasi internal yang dilakukan oleh
BPMPD bersama Tim Fasilitator Kabupaten.

Hasil evaluasi dilaporkan kepada Bupati sebagai bahan dalam


pengambilan kebijakan Bupati selanjutnya, termasuk pemberian sanksi
maupun

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua Peraturan Daerah tentang
Program atau Keuangan Desa dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum
diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Indragiri Hilir.

Ditetapkan di Tembilahan
pada tanggal 22 Juni 2015
BUPATI INDRAGIRI HILIR,

1. MUHAMMAD WARDAN

Diundangkan di Tembilahan
pada tanggal 22 Juni 2015
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

1. ALIMUDDIN RM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2015 NOMOR


5

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, PROVINSI


RIAU (11.31.C/2015 )
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
NOMOR 5 TAHUN 2015
TENTANG
PROGRAM DESA MAJU INHIL JAYA
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
1. UMUM

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah sebagai bentuk perubahan dari regulasi sebelumnya tentang
pemerintahan daerah, membawa konsekuensi bagi Daerah Kabupaten untuk
melaksanakan fungsi pemerintahan dengan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Kewenangan tersebut memerlukan koordinasi dan pengaturan
untuk lebih mengharmonisasikan dan menyelaraskan pembangunan berskala nasional
dan daerah.
Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,
dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila pembangunan dimaknai sebagai upaya sadar untuk mewujudkan keadaan
yang lebih baik maka diperlukan perencanaan yang lebih terarah, terpadu, sistematis
dan berkelanjutan serta partisipatif. Dengan demikian sistem perencanaan
pembangunan berbasis masyarakat adalah satu kesatuan perencanaan pembangunan
untuk menghasilkan rencana pembangunan, baik dalam jangka panjang, menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh seluruh unsur pemerintahan daerah dengan
melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Dalam konteks pembangunan daerah, sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (2) UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
maka diperlukan rangkaian tata cara penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD),
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja-SKPD), dan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Daerah (Musrenbangda). Untuk memenuhi maksud tersebut dibutuhkan regulasi yang
dapat memberi arah atau pedoman bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat
mensukseskan pembangunan daerah melalui pendekatan partisipatif dengan
mengoptimalkan hasil perencanaan masyarakat desa dalam dokumen RPJM Desa
serta melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian
pembangunan. Di dalam penjelasan dinyakan juga bahwa pendekatan partisipatif
merupakan salah satu pendekatan penencanaan pembangunan yang penting
dilaksanakan.
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah Undang Undang
terbaru yang di sahkan pada bulan januari 2014 oleh Presiden Republik Indoneisa.
Dalam konsideran menimbang disebutkan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan
hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan

berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi
dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan. Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang. Pasal 1 angka 1
dinyatakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Materi muatan dalam Undang Undang ini
adalah yang berhubungan dengan penyelengaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah,
kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat
Peraturan Daerah sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan
Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari
Daerah. Peraturan Daerah sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah
penyusunan Peraturan Daerah.

1. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan desentralisasi adalah prinsip yang memberikan ruang yang
lebih luas kepada Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa untuk mengelola kegiatan
pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah sesuai
dengan kapasitas masyarakat.

Huruf b
Yang dimaksud dengan keterpaduan adalah prinsip yang menitikberatkan pada
keselarasan dan kesatupaduan kebijakan, arah dan/atau tindakan dari berbagai aspek
kegiatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan musyawarah adalah prinsip yang mengharuskan
pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat dengan melibatkan
masyarakat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kemandirian adalah prinsip yang menyatakan pengelolaan
pembangunan Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa mulai dari tahapan perencanaan,
pelaksanaan hingga pelestarian.
Huruf e
Yang dimaksud dengan partisipasi adalah prinsip yang mengharuskan masyarakat
berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya,
mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan
dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kesetaraan dan keadilan gender adalah prinsip yang
menyatakan bahwa masyarakat baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat
kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan
pada saat situasi konflik.
Huruf g
Yang dimaksud dengan akuntabel dan transparan adalah prinsip yang menegaskan
bahwa masyarakat memiliki akses yang terbuka terhadap segala informasi dan proses
pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dipantau dan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, administratif maupun legal (Menurut
peraturan dan hukum yang berlaku).
Huruf h
Yang dimaksud dengan efektif dan efesien adalah prinsip yang menjelaskan bahwa
proses (langkah dan cara kerja) yang tepat guna dan tepat sasaran dan membuahkan

hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber


daya yang ada seoptimal mungkin.
Huruf i
Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah prinsip yang mendorong tumbuhnya
rasa memiliki sehingga lahir tanggung jawab untuk menjaga, mendaya gunakan,
mempertahankan dan mengembangkan kelangsungan sistem.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud keterwakilan unsur-unsur masyarakat terdiri dari :
1. Tokoh agama;
2. Tokoh adat;
3. Perwakilan pendidik atau guru;
4. Perwakilan petani;
5. Perwakilan buruh;
6. Perwakilan kelompok-kelompok perempuan, majlis taklim;
7. Perwakilan kelompok usaha;
8. Perwakilan professional;
9. Perwakilan pemuda, karang taruna;
10. Perwakilan dusun-dusun, RT,RW;
11. Masyarakat miskin;
12. Kelompok pengrajin;

13. Kelompok pemerhati dan perlindungan anak;


14. Fasilitator Masyarakat dan/atau Pendamping Desa;
15. Perwakilan kelompok-kelompok lain di desa; atau
16. Masyarakat lain yang berminat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud pihak ketiga adalah pengusaha, investor dan pihak yang bersedia
memberikan bantuan yang tidak mengikat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimkasud dengan informasi penting tentang perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan di desa meliputi :
1. Jadwal-jadwal musyawarah atau rapat yang berhubungan dengan
pembangunan desa;

2. Gambar Desain dan RAB rencana pembangunan desa;


3. Pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan desa;
4. Kebutuhan tenaga kerja;
5. Upah tenaga kerja;
6. Pengadaan barang dan jasa;
7. Informasi penting lainnya yang dibutuhkan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)

Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) adalah Kader
Pemberdayaan yang bertugas untuk memfasilitasi proses pembangunan
desa/kelurahan, sesuai dengan asas dan prinsip pengelolaan pembangunan partisipatif.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN


2015 NOMOR 5

Anda mungkin juga menyukai