Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berusia 11 tahun dengan


diagnosis kerja otitis media efusi bilateral. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penurunan pendengara pada ke 2 telinga
terjadi sejak 2 bulan yang lalu, pendengaran dirasakan semakin lama semakin
berkurang. Keluhan disertai dengan keluar cairan di kedua telinga sejak 2 bulan
yang lalu. Cairan berwarna putih, cair tidak ada darah, dan tidak berbau. cairan
hilang timbul. Pasien juga mengatakan sering pilek yang sering kambuh-kambuh
yang dalam satu bulan bisa dua kali kambuh. Saat ini pasien juga mengeluhkan
pilek yang muncul sejak 2 minggu yang lalu, cairan dari hidung berwarna kuning
kehijauan, kental. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada otoskopi,
membran timpani utuh pada telinga kiri dan kanan, warna keruh dan refleks
cahaya negatif. Pemeriksaan dengan garpu tala didapatkan hasil tuli konduktif
pada telinga kiri dan kanan. Dari hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan
konka inferior hipertropi, livid dan edem pada kedua hidung.
Berbagai penyakit dapat menyebabkan ketulian atau gangguan pendengaran.
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan di telinga luar atau telinga tengah.
Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif. Kelainan telinga luar
yang menyebabkan tuli konduktif antara lain adalah kelainan kongenital atresia
liang, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumkripta, osteoma liang telinga.
Kelaianan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif antara lain sumbatan

tuba eustachius, otitis media, osteosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum,


dan dislokasi tulang pendengaran. Sedangkan tuli sensorineural dapat terjadi
karena adanya gangguan pada koklea dan retrokoklea. Masing-masing gangguan
tersebut memiliki tanda dan gejala yang dapat dibedakan satu dengan lainnya dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada pasien gejala berkurangnya pendengaran, terjadi secara bertahap dan
tidak terdapat tanda peradangan akut pada telinga pasien. Terdapat riwayat pilek
berulang pada pasien dan hipertofi konka inferior pada rhinoskopi anterior kedua
belah hidung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan membran timpani pasien yang
utuh, terdapat retraksi dan berwarna suram. Pada pemeriksaan garpu tala
didapatkan kesan tuli konduktif bilateral. Pemeriksaan audiogram juga
menunjukkan kedua telinga mengalami tuli konduktif bilateral. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tersebut ditegakkan diagnosis kerja otitis
media efusi bilateral dan sinusitis maksilaris bilateral. Pada otitismedia efusi
adanya cairan pada telinga tengah tanpa kerusakan membran timpani dan tanpa
tanda-tanda infeksi.
Adanya riwayat pilek berulang, nyeri kepala dan nyeri pada daerah pipi
mengarah pada diagnosis rhinitis alergika dan sinusistis maksilatis bilateral.
Pemeriksaan dengan rinoskopi anterior berupa konka inferior yang livid, edema,
dan hipertropi juga mengarahkan pada diagnosis tersebut.
Faktor yang berperan utama dalam terjadinya otitis media efusi adalah
gangguan pada tuba eustachius. Faktor lain yang dapat berperan yakni adenoid
hipertrofi, adenoitis, sumbing palatum, tumor di nasofaring, barotrauma,

rinosinusitis, rinitis, defisiensi imunologik atau metabolik. Pada pasien tersebut


terdapat gejala rhinitis alergi yang menjadi faktor predisposisi terjadinya otitis
media bilateral.
Pada pasien dilakukan pemasangan ventilation tube (grommet tube).
Indikasi insersi dari grommet pada pasien ini adalah OME kronis yang
berlangsung selama 3 bulan dan adanya gangguan pendengaran.Grommet
merupakan tube kecil yang terbuat dari plastik yang diinsersikan melalui sebuah
lubang kecil pada membran timpani. Gromet akan membantu drainase cairan yang
terkumpul pada telinga tengah dan ventilasi pada telinga tengah.
Pemeriksaan antibiotik pada pasien berupa ceftriaxone bertujan sebagai
antibiotik profilaksis infeksi setelah dilakukan operasi pemasangan grommet.

Anda mungkin juga menyukai