Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berusia 11 tahun dengan
diagnosis kerja otitis media efusi bilateral. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penurunan pendengara pada ke 2 telinga terjadi sejak 2 bulan yang lalu, pendengaran dirasakan semakin lama semakin berkurang. Keluhan disertai dengan keluar cairan di kedua telinga sejak 2 bulan yang lalu. Cairan berwarna putih, cair tidak ada darah, dan tidak berbau. cairan hilang timbul. Pasien juga mengatakan sering pilek yang sering kambuh-kambuh yang dalam satu bulan bisa dua kali kambuh. Saat ini pasien juga mengeluhkan pilek yang muncul sejak 2 minggu yang lalu, cairan dari hidung berwarna kuning kehijauan, kental. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada otoskopi, membran timpani utuh pada telinga kiri dan kanan, warna keruh dan refleks cahaya negatif. Pemeriksaan dengan garpu tala didapatkan hasil tuli konduktif pada telinga kiri dan kanan. Dari hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan konka inferior hipertropi, livid dan edem pada kedua hidung. Berbagai penyakit dapat menyebabkan ketulian atau gangguan pendengaran. Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif antara lain adalah kelainan kongenital atresia liang, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumkripta, osteoma liang telinga. Kelaianan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif antara lain sumbatan
dan dislokasi tulang pendengaran. Sedangkan tuli sensorineural dapat terjadi karena adanya gangguan pada koklea dan retrokoklea. Masing-masing gangguan tersebut memiliki tanda dan gejala yang dapat dibedakan satu dengan lainnya dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pasien gejala berkurangnya pendengaran, terjadi secara bertahap dan tidak terdapat tanda peradangan akut pada telinga pasien. Terdapat riwayat pilek berulang pada pasien dan hipertofi konka inferior pada rhinoskopi anterior kedua belah hidung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan membran timpani pasien yang utuh, terdapat retraksi dan berwarna suram. Pada pemeriksaan garpu tala didapatkan kesan tuli konduktif bilateral. Pemeriksaan audiogram juga menunjukkan kedua telinga mengalami tuli konduktif bilateral. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tersebut ditegakkan diagnosis kerja otitis media efusi bilateral dan sinusitis maksilaris bilateral. Pada otitismedia efusi adanya cairan pada telinga tengah tanpa kerusakan membran timpani dan tanpa tanda-tanda infeksi. Adanya riwayat pilek berulang, nyeri kepala dan nyeri pada daerah pipi mengarah pada diagnosis rhinitis alergika dan sinusistis maksilatis bilateral. Pemeriksaan dengan rinoskopi anterior berupa konka inferior yang livid, edema, dan hipertropi juga mengarahkan pada diagnosis tersebut. Faktor yang berperan utama dalam terjadinya otitis media efusi adalah gangguan pada tuba eustachius. Faktor lain yang dapat berperan yakni adenoid hipertrofi, adenoitis, sumbing palatum, tumor di nasofaring, barotrauma,
rinosinusitis, rinitis, defisiensi imunologik atau metabolik. Pada pasien tersebut
terdapat gejala rhinitis alergi yang menjadi faktor predisposisi terjadinya otitis media bilateral. Pada pasien dilakukan pemasangan ventilation tube (grommet tube). Indikasi insersi dari grommet pada pasien ini adalah OME kronis yang berlangsung selama 3 bulan dan adanya gangguan pendengaran.Grommet merupakan tube kecil yang terbuat dari plastik yang diinsersikan melalui sebuah lubang kecil pada membran timpani. Gromet akan membantu drainase cairan yang terkumpul pada telinga tengah dan ventilasi pada telinga tengah. Pemeriksaan antibiotik pada pasien berupa ceftriaxone bertujan sebagai antibiotik profilaksis infeksi setelah dilakukan operasi pemasangan grommet.