Bab Ii
Bab Ii
DESKRIPSI PROSES
1.1.
Jenis-jenis Proses
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (fatty acid methyl ester atau FAME).
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor
penentu jenis proses pembuatan biodiesel, sehingga terdapat proses pembuatan
biodiesel dengan satu tahap dan dua tahap.
1.1.1. Proses Satu Tahap
Proses ini telah dilakukan oleh perusahan LURGI di Jerman, yaitu proses
pengolahan langsung transesterifikasi artinya, suatu proses kimiawi dari trigliserida
pada RPO dengan metanol dengan menggunakan sodium methylate sebagai katalis
untuk menghasilkan biodiesel kelapa sawit atau Vegetable Oil Metil Ester (VOME)
dan gliserol. Bahan baku (Tambun, 2006) :
1. CPO (Crude Palm Oil)
2. RPO (Refine Palm Oil)
3. CPS (Crude Palm Skarin)
4. RPS (Refund Palm Stearin)
Bila bahan baku minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah
diproses (refined fatty oil) dengan kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, maka
proses esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan terhadap minyak
tersebut. Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni (Tambun,
2006):
1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau potassium
hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol). Konsentrasi alkalin yang
Seleksi Proses
Proses pembuatan biodiesel dalam prarancangan pabrik biodiesel ini
(Pandey, et al, 2011). Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH 3OH)
dengan CPO dengan bantuan katalis asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran ini,
asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester. Pencampuran ini
menggunakan perbandingan rasio molar antara FFA dan metanol yaitu 1 : 20, dengan
jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2% dari FFA. Kondisi operasi:
suhu 63C,waktu reaksi 1 jam, kadar metanol yang digunakan adalah 98% (%b)
sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97% (Warta PPKS, 2008). Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung kekonversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya
paling tinggi 120oC), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih.
Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi
dipisahkan dalam sentrifuge selama 15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA
sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi sedangkan air, metanol sisa, dan katalis
diumpankan ke methanol recovery. Tahap esterifikasi diikuti dengan tahap
transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu (Hikmah, 2010).
1.3.3. Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
trigliserida (minyak nabati) menjadi methyl ester, melalui reaksi dengan alkohol dan
menghasilkan produk samping gliserol. Metanol, etanol, propanol dan butanol banyak
digunakan dalam reaksi ini (Freedman et al. 1984). Metanol lebih sering dipilih
karena lebih murah dibandingkan alkohol lainnya dan merupakan senyawa polar
berantai karbon paling pendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida serta
dapat melarutkan katalis asam maupun basa (Fukuda et al. 2001). Katalis basa yang
digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH).
Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu
mencampurkan natrium hidroksida (NaOH) dan metanol (CH 3OH) dengan hasil
reaksi pada esterifikasi. Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam dua tahap bertujuan
ntuk mendapatkan yield yang tinggi. Tahap pertama, katalis yang digunakan sebanyak
2/3 bagian katalis total. Sisanya direaksikan dengan produk hasil reaksi tahap pertama
yang dipisahkan gliserolnya.
Kadar NaOH yang digunakan untuk reaksi ini adalah 98% (% b) yang biasa
dijual di pasar-pasar bahan kimia. Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang
digunakan akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula.
Hal ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi, adanya air
dalam reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi. Lama reaksi
transesterifikasi adalah 1 jam, suhu 63oC dengan yield 98% (Warta PPKS, 2008).
Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke sentrifuge
sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi II. Pada proses ini terjadi lagi
pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester kotor (biodiesel kotor), sisa
trigliserida, dan sisa methanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis
asam maupun basa.
1.3.4. Pencucian
Proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel. Temperatur air pencucian
yang digunakan sekitar 60C dan jumlah air yang digunakan 30% dari metil ester
yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri adalah agar senyawa yang tidak
diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil
pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air dan metil ester
berdasarkan berat jenisnya.
2.3.6. Pengeringan
Selanjutnya adalah proses pengeringan metil ester dengan menggunakan
evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur didalam metil
ester. Pengeringan dilakukan kurang lebih selama 15 menit dengan temperatur 105 oC.
Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan
biodiesel. Penjelasan proses pembuatan biodiesel secara dua tahap ditampilkan pada
blok diagram berikut ini.
Kebutuhan Pasar
= (Produksi + Impor)2017 - (Ekspor + Konsumsi)2017
= (951 + 0) (472 + 392) juta liter/tahun
= 87 juta liter/tahun
= 75.690 ton/tahun
Karena direncanakan pabrik yang dibangun akan memenuhi kebutuhan pasar
sebesar 15% dari total kebutuhan biodiesel Indonesia maka kapasitas produksi
pabrik yaitu sebesar:
Dimana pabrik akan beroperasi selama 24 jam sehari, 330 hari per tahun.
2.6. Spesifikasi Umpan dan Produk
2.6.1. Bahan Baku
Minyak Kelapa Sawit atau CPO (Crude Palm Oil)
Beberapa sifat-sifat minyak kelapa sawit :
Titik cair (oC)
: 21-24
Wujud
Densitas (gram/cm3)
: 0,900
Bilangan penyabunan
: 224-249
Bilangan Iod
: 14,5-19
: 1,4565-1,4585
Kelarutan
Warna : Putih
Berat molekul : 98 g/mol
Titik didih (760 mmHg) : 158 0oC
Titik leleh (760 mmHg) : 42,35 0oC
Viskositas : 1,0471 Cp
Densitas : 1685 kg/m3
Sifat kimia :
a. Asam lemah
b. Larut dalam air
Sumber : www. wikipedia.org
3. Asam Sulfat (H2SO4)
Sifat-sifat Fisika
a. Merupakan cairan tidak berwarna
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Sifat-sifat Kimia
a.
b.
c.
d.
e.
f.
: 32,04 g/mol
: 0,7918
: -97oC, -142,9oF (176K)
: 64,7oC, 148,4oF (334,8 K)
: ~15.5
Sumber: (Perry, 1984)
Massa molar
Padatan bewarna putih
Specific gravity
Tiitik leleh
Titik didih
Kelarutan dalam air
: 40 g/mol
: 2,130
:318,4 C (591 K)
: 1390 C (1663 K)
: 111 g/100 ml (20 C)
: -2,43
Sumber: (Perry,1984)
yang
diproduksi
direncanakan
yaitu
biodiesl
B10
yaitu
pencampuran biodiesel dan solar dengan perbandingan 10% biodiesel dan 90% solar.
Tabel 2.1. Sifat Fisika dan Kimia Metil Ester
Metil Ester
C19H37O2
Ester Alkil
0,8624
5,55
172
62,4
Standar Internasional untuk biodiesel adalah ISO 14214, ASTM D 6751, dan
DIN (standar biodiesel yang digunakan di Jerman), dan saat ini di Indonesia telah
disusun standar biodiesel sebagai persyaratan mutu biodiesel Indonesia (Suharyono
dan Nurrohim, 2006). Spesifikasi Biodiesel sesuai standar tercantum dalam RSNI EB
020551 ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Spesifikasi Biodiesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Batas Nilai
Metode Uji
Metode Setara
850-890
ASTM D 1298
ISO 3675
2.3-6.0
ASTM D 445
ISO 3104
Min. 51
ASTMD 613
ISO 5165
Min. 100
ASTM D 93
ISO 2710
Maks. 18
ASTM D 2500
Maks No.3
ASTMD 130
ISO 2160
Maks 0.05
Maks 0.03
Maks 0.05
Maks. 360
Maks 0.02
Maks 100
Maks 10
Maks 0.8
Maks 0.02
Maks 0.24
Min 96.5
ASTM D 4530
ASTM D 2709
ASTM D 1160
ASTM D 874
ASTM D 5453
AOCS Ca 12-55
AOCS Cd 3-63
AOCS Ca 14-56
AOCS Ca 14-56
Dihitung*)
ISO10370
ISO 3987
PrEN ISO 20884
FBI-A05-03
FBI-A01-03
FBI-A02-03
FBI-A02-03
FBI-A03-03
Maks 115
AOCS Cd 1-25
FBI-A04-03
Negatif
AOCS Cb 1-25
FBI-A06-03
Gliserin
92,0954 g/gmol
1,2582 kg/L
1449 cp
290oC
18,17oC
177oC
204oC
50%
Cair
jernih kekuningan
larut sempurna dalam air dan alkohol
Pada proses produksi, air memegang peranan penting, baik untuk kebutuhan
air umpan ketel, air pendingin, kebutuhan dosmetik. Kebutuhan air pada pabrik
pembuatan biodiesel ini adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan air untuk ketel
2. Kebutuhan air pendingin
Kebutuhan air pendingin pada keseluruhan pabrik pembuatan biodiesel adalah
16527,518 kg/jam. Air pendingin bekas sebagian digunakan sebagai air pencucian
pada proses produksi yaitu suhu 60oC dan juga digunakan kembali setelah
didinginkan hingga suhu 30oC dalam menara pendingin air. Dengan menganggap
terjadi kehilangan air selama proses sirkulasi, maka total air tambahan yang
diperlukan adalan jumlah air untuk pencucian pada proses produksi, jumlah air yang
hilang karena penguapan, drift loss, dan blowdown (Perry, 1999).Air yang digunakan
untuk proses pencucian pada proses pencucian = 492,473 kg/jam.
2.8.
Mode Operasi
Mode operasi yang digunakan dalam perancangan ini adalah sistem secara kontinyu
dalam model Continues Stirrer Tank Reactor (CSTR). Pabrik pembuatan biodiesel ini
direncanakan beroperasi selama 24 jam sehari, 330 hari per tahun. Pembuatan
biodiesel menggunakan bahan baku CPO dan katalis asam dan basa melalui reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi yang dilakukan dua tahap.