Anda di halaman 1dari 8

Pemikiran Ekonomi Masa Bani Umayyah

Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai masa
keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak
cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini
dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan
wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama Islam. Sebaliknya,
disamping dicap sebagai pemerintahan yang membidani lahirnya pemerintahan monarchie
heredetis (kerajaan turun temurun) juga seperti disebut oleh Dr. Muhammad Quthb , bahwa pada
masa kekhalifahan Umayyah telah terjadi kemunduran Islam, sehingga p
ada saat
berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul anggapan bahwa Islam akan hilang dari permukaan
bumi.
Dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani
Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman
pemerintahan ini, pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom murni
intelektual muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan ilmuan lintas-disiplin yang
berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat, sosiologi, dan politik. Namun demikian, terdapat
beberapa sumbangan pemikiran mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya adalah
perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam , murabaha, dan muzaraah, serta
kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan
khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai
sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.
Prinsip-prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam
Terdapat beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam sebagai dasar untuk pengembangan sistem
ekonomi Islam dalam suatu pemerintahan atau negara, yakni :
1. Kebebasan Individu
Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu
keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Tanpa kebebasan tersebut individu
muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati
kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2. Hak terhadap Harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta, tetapi Islam memberi batasan tertentu supaya
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara orang-perorang tidak sama,
namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas wajar dan adil.

4. Kesamaan sosial
Islam mengatur agar setiap sumber-sumber ekonomi/kekayaan negara dapat dinikmati oleh
semua masyarakat, bukan oleh sekelompok masarakat saja. Disamping itu Islam juga
menetapkan, bahwa setiap individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan yang sama
untuk berusaha dan mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.
5. Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam; dan setiap warga
negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Tugas dan
tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah menjamin setiap warga negara, dalam
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip hak untuk hidup.
6. Distribusi kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan
distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat.
7. Larangan Menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut
supaya tidak terjadi dalam negara.
8. Larangan terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang merusak dan antisosial yang terdapat dalam
masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
9. Kesejahteraan individu dan masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling
melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.
Napak Tilas Perjalanan Pemerintahan
Daulah Umayyah
Masa pemerintahaan kekhalifahan Umayyah berlansung selama lebih kurang 91 tahun dimulai
sejak sejak Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyerahkan kekuasaanya kepada Muawiyyah bin
Abu Sufyan pada tanggal 25 Rabiul Awwal tahun 41 H/661 M, atau kira-kira 28 tahun setelah
wafatnya Rasulullah SAW. Pemerintahan ini berakhir dengan kekalahan pasukan Khalifah
Marwan bin Muhammad (khalifah Umayyah terakhir) dalam sebuah perperangan di sungai Zab
(antara sungai Mosul dan Arbil), pada 131 H/748 M di bawah pimpinan Abul Abbas as-Saffah
(khalifah pertama Pemerintahan Abbasiyah I), dan pada klimkasnya terjadi pada bulan Jumadil
Awwal tahun 132 H /749 M Khalifah Marwan bin Muhammad dibunuh oleh Pasukan bani
Abbasiyah.
Berbagai catatan penting tentang pemerintahaan Bani Umayyah adalah dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Beberapa keutamaan :

1. Muawiyah adalah seorang sahabat yang mulia walaupun dia melakukan sebuah ijtihad politik
dalam melakukan perlawanan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib dan ternyata ijtihad yang dia
lakukan tidak benar. Namun demikian, dia tetap berlaku adil dan semua sahabat adalah adil.
Marwan bin Hakam salah seorang khalifah (ke-4) termasuk yang banyak meriwayatkan hadist.
Khalifah Abdul Malik (khalifah ke-5) dikenal sebagai orang yang berilmu luas dan seorang ahli
fiqh, beliau termasuk ke dalam ulama Madinah sebelum diangkat sebagai khalifah. Umar bin
Abdul Aziz (khalifah ke-8) adalah seorang Imam dalam masa ijtihad dan dianggap sebagai
khalifaur al Rasyidun ke-5.
2. Bani Umayyah selalu menghormati kalangan ilmuan dan orang-orang yang memiliki sifat-sifat
utama. Mereka tidak pernah melakukan intervensi dalam hal-hal yang menyangkut peradilan.
3. Penaklukan beberapa kota dan negeri hingga sampai ke wilayah Cina disebelah timur, negerinegeri di Andalusia (Spanyol) dan selatan Perancis di sebelah barat sehingga pada masanya
wilayah pemerintahan Islam mencapai wilayah yang sangat luas sepanjang sejarah Islam dan
banyaknya manusia yang memeluk agama Islam
4. Memproduksi tanah-tanah mati (lahan-lahan tidak produktif, pen) pembangunan berbagai
kota, dan pembangunan yang megah.
Beberapa sisi negatif adalah, merosotnya Manhaj Islam yang disebabkan oleh beberapa faktor
berikut:
1. Terjadi penyimpangan dalam penerapan aturan-aturan Islam sebagaimana yang telah
dilaksanakan oleh Khulafaur al Rasyidun, di antaranya adalah:
Pemilihan khalifah tidak dilaksanakan secara dmokratis, melainkan memulai tradisi
pemerintahan Dinasti/monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang tidak pernah dipraktik
dan tidak dibenarkan pada masa pemerintahan Khulafaur al Rasyidun.
Pemerintahan diperoleh dengan jalan kekerasan, diplomasi, tipu daya dan diselengarakan
dengan cara otoriter,
2. Penggunaan keuangan negara untuk tujuan di luar keperluan negara, Pengelola pemerintah
terperangkap dalam kebiasaan hidup mewah sebagai akibat berlimpahnya harta rampasan
perang. Baitul Maal yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga keuangan sentral untuk
mengatur lalulintas keuangan negara, tetapi telah disalahgunakan. Baitul Maal diperlakukan
seakan-akan milik pribadi para pangeran
3. Masuknya para budak wanita dan tawanan perang ke dalam istana dan rumah-rumah mereka.
4. Berakhirnya masa kekhalifahan Umayyah dianggap sebagai bad ending Sejarah Peradaban
Islam. Karena pada periode akhir pemerintahaan kekhalifahannya Islam mengalami kemunduran,
sehingga menimbulkan keraguan bagi semua orang pada saat itu tentang kelanjutan kehidupan
Islam. Islam dikatakan telah Tamat.
Pokok-Pokok Pemikiran Ekonomi
Masa Daulah Umayyah.
Salah satu perbedaan yang mendasar antara kepemimpinan pada masa pemerintahan Khulafaur
al Rasysidun dan masa Bani Umayyah adalah, bahwa pada masa kekhalifahan Khulafaur al
Rasyidun seorang khalifah adalah seorang ahli Fiqh, sedangkan pada masa Bani Umayyah,
karena alasan semakin luas dan beratnya tugas-tugas kenegaraan, seorang khalifah tidak lagi

seorang fuqoha. Pemegang otoritas agama dan pemegang otoritas politik berada ditangan
berbeda. Secara khusus, untuk urusan-urusan agama diserahkan sepenuhnya kepada para ulama
yang menguasai seluk-beluk agama dan berpusat di Medinah.
Diriwayatkan juga, bahwa pada masa Khulafaur al Rasyidun semua doktrin-doktrin ekonomi
Islam terus diperkuat dan dikembangkan melalui berbagai bentuk ijtihad, sehingga memberi
dampak yang optimum terhadap pencapaian Visi dan Misi ekonomi Islam. Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para
fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad)
antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa pokok fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa kekhalifahan
Bani Umayyah yang dapat di identikasi:
SUMBANGAN KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH
BAGI KEMAJUAN EKONOMI
Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
Sumbangan Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan dicatat khalifah yang
1. Mampu membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi,
2. Oleh para sejarawan, beliau disebut sebagai orang Islam pertama yang membangun kantor
catatan negara dan layanan pos (al-barid)
3. Membangun Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin
tinggi
4. Mencetak mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan
administrasi politik.
5. Mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.
6. Menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara
Khalifah Abdul Malik bin Marwan
1. Mengembangkan pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam
masyarakat Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar Khalifah
Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim dari mata uang yang
berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659 M beliau mencetak mata uang Islam
tersendiri yang mencantumkan kalimat Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh
wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang lain.
2. Menjatuhkan hukuman tazir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan
Negara.
3. Melakukan berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
1. Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan
mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang
diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko,

berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga
cincin berlian pemberian Al Walid.
2. Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk
pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
3. Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah.
Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak
kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4. Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat
melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
5. Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat
aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
6. Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan
tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau
menerima zakat.
7. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja
sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga
profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
8. Dalam bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan
agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan prinsip keadilan
dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah
itu subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang
bersangkutan.
9. Menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk
mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti
kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan
subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga
memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
10. Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan
bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak
mungkin dengan harga yang terjangkau.
11. Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat,
hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja
produktif kepada masyarakat luas.
12. Yang paling menonjol pada masa ini adalah, kembalinya syariat Islam dengan semua
ketinggian dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.
SUMBANGAN ULAMA DAN FUQOHA DALAM
PEMIKIRAN EKONOMI DI MASA KHALIFAH BANI UMAYYAH
Selain pemikiran berasal dari para khalifah seperti tersebut di atas, pada masa Daulah Bani

Umayyah banyak juga dijumpai pemikir-pemikir ekonomi yang berasal dari kalangan ulama,
fuqaha dan filsuf, di antaranya adalah:
Zaid bin Ali (80-120/699-738)
Zaid bin Ali adalah cucu dari Imam Hussein, merupakan ahli fiqih terkenal di Madinah.
Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang dikemukakan Abu Zahra adalah membolehkan
penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai dengan
alasan sebagai berikut:
1. Penjualan secara kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu
bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip
saling ridha antar kedua belah pihak
2. Pada umunya, keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan seecara kredit
merupakan murni bagian dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.
3. Penjualan secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap
permintaan pasar. Dengan demikian, bentuk penjualan seperti ini bukan suatu tindakan di luar
kebutuhan.
4. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas
kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus membayar secara
tunai.
5. Harga penjualan kredit, tidak semata merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi
selalu berkaitan dengan waktu. Harga jual kredit dapat pula ditetapkan lebih rendah dari harga
beli, dengan tujuan untuk menghabis persediaan barang dan memperoleh uang tunai karena
khawatir harga pasar akan jatuh di masa datang.
Abu Hanifa (80-150/699-767)
Abu Hanifa dikenal sebagai seorang fuqoha dan seorang pedagang di pusat aktivitas
perdagangan dan perekonomian- Kufa. Sumbangan beliau dalam masalah ekonomi adalah
sebagai berikut.
1. Memberi koreksi dan penyempurnaan terhadap aqad transaksi Salam yang popular pada masa
itu. Salam adalah kontrak penjualan suatu barang dalam hal mana harga atas barang dibayar tunai
pada saat kontrak (aqad) sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. Abu Hanifa
menemukan banyak sekali kekaburan di sekitar kontrak Salam tersebut, yang dapat mengarah
pada perselisihan. Untuk menghindari perselisihan tersebut, Abu Hanifa memasukkan ke dalam
aqad tersebut apa-apa yang harus diketahui dan dinyatakan secara jelas. Misalnya, tentang jenis
komoditi, mutu, dan kuantitas serta tangggal dan tempat pengiriman barang. Di dalam aqad juga
mesti dimasukkan persyaratan bahwa komoditas yang diperjual belikan harus tersedia di pasar
selama periode antara tanggal aqad dan tanggal penyerahan barang, sehingga kedua belah pihak
sama-sama mengetahui bahwa penyerahan barang dapat dilaksanakan sesuai aqad.
2. Abu Hanifa, sebagai seorang pedagang, Abu Hanifa memberikan sumbangan tentang aturanaturan yang menjamin pelaksanaan permainan yang adil dalam transaksi murabaha dan transaksi
lain yang sejenis. Memberi sumbangan tentang pelaksanaan praktek dagang lain yang
berlandaskan norma-norma Islam.
3. Mempunyai perhatian terhadap kaum yang lemah, pemberlakuan zakat atas perhiasan dan
membebaskan pemilik harta yang dililit hutang yang tidak sanggup menebusnya dari kewajiban
membayar zakat.
4. Tidak membolehkan pembagian hasil panen (muzaraah) dalam kasus tanah yang tidak

menghasilkan guna melindungi penggarap yang umumnya adalah orang lemah.


Al Awzai (88-157/707-774)
Abdul Rahman Al Awzai berasal dari Beirut, yang hidup sejaman dengan Abu Hanifa. Beliau
juga pendiri sekolah hukum walaupun tidak bertahan lama.
1. Awzai cenderung membenarkan kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang
dalam transaksi mereka.
2. Memberlakukan sistem bagi-hasil pertanian (muzaraah) karena system ini di butuhkan seperti
halnya dia membolehkan bagi hasil keuntungan (Mudharabah). Dalam hal ini, modal di
pinjamkan boleh dalam bentuk tunai atau natura yang ditolak oleh beberapa ahli hukum lainnya.
3. Menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel dalam kontrak Salam .
Imam Malik bin Anas (93 197H / 712 -795M)
Hidup semasa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah yang dimulai pada masa pemerintahaan.
Beliau berhasil menerbitkan Kitab al-Muwatta, sebuah kitab hadist bergaya fiqh atau kita fiqh
bergaya Hadist. Pokok-pokok fikiran Imam Malik bin Anas tentang ekonomi adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa, Penguasa mempunyai tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat, memenuhi
kebutuhan rakyat sepertihalnya yang juga dilakukan oleh Umar Bin Khatab.
2. Menerapkan prinsip/azas al-Maslahah, al-Mursalah. Al-Maslahah dapat diartikan sebagai azas
manfaat (benefit), kegunaan (utility), yakni sesuatu yang memberi manfaat baik kepada individu
maupun kepada masyarakat banyak . Sedangkan prinsip al-Maslahah dapat diartikan sebagai
prinsip kebebasan, tidak terbatas, atau tidak terikat. Dengan pendekatan kedua azas ini, Imam
Malik bin Anas, mengakui, bahwa pemerintah Islam memiliki hak untuk memungut pajak, bila
diperlukan melebihi dari jumlah yang ditetapkan secara khusu dalam syariah.
Kesimpulan
1. Perkembangan ilmu ekonomi pada masa Daulah Umayyah lebih mirip dengan fase pertama
proses pengembangan disiplin ilmu ekonomi Moneter Islam pada dekade tahun 1930-an seperti
yang diungkap oleh Umer Chapra . Pada Fase pertama, pemikiran ekonomi datang dari
segolongan ulama yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi, tetapi
mempunyai pemahaman yang tegas tentang persoalan-persoalan sosioekonomi masa itu dan
pendekatan-pendekatan Islam terhadapnya, dan mencoba memecahkan persoalan bunga (baca
masalah ekonomi, penulis).
2. Perkembangan Ilmu Ekonomi pada masa Bani Umayyah tidak lahir dari ekonom murni
intelektual muslim - sepertihalnya ekonom barat, Ricardo, Adam Smith, Keynes dan lain
sebagainya, melainkan lahir dari para Fuqaha, Tasawuf, ahli filsafat, sosiologi dan politikus sehingga, konsep-konsep ekonomi lahir melalui knowlege interdisipliner interpretation. Oleh
karena itu tidaklah terlalu keliru suatu pernyataan, bahwa konsep-konsep ekonomi yang
disumbangkan oleh pemerintahan Bani Umayyah masih berada dalam tataran dasar karena
sumbangan ilmu ekonomi, baik yang berasal dari kalangan fuqoha maupun tasawuf tersebut
hanya merincikan, prilaku dasar seorang muslin yaitu, bertindak adil, kebijaksanaan yang pantas,
dan batasan-batasan yang diperbolehkan dalam menyelesaikan urusan duniawi.
3. Meskipun bila dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan

kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, Namun
demikian, terdapat beberapa sumbangan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam,
murabaha, dan muzaraah. Pelajaran tentang kebijaksanaan ekonomi terdapat dalam Kitab al
Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf serta tulisan tentang upaya-upaya untuk memperoleh
pendapatan yang bersih melalui aktivitas penyewaan (ijarah), perdagangan (tijarah), pertanian
(zairaah), dan industri (sinaah) yang dituangkan dalam Kitab al-Iktisan fil Rizq al-Mustatob.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam; Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Cetakan 1,
diterjemah oleh H. Samson Rahman, MA, Akar, Jakarta, 2006
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan kebudayaan Islam, diterjemah oleh Jahdan Ibnu Human,
Yogyakarta, 1989
Karim, Azwar, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi Ke Tiga, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006.
Khitti, Philip K. History of The Arabs, diterjemah oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, Serambi, Jakarta, 2005.
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Diterjemah oleh Soeroyo dan Nastangin, PT.
Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.
Salaby, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan Indonesia, I, Diterjemah oleh Muctar Yahya, Pustaka alHusna, Jakarta, 1983.

Anda mungkin juga menyukai