KEJANG
DEMAM
Pembimbing :
dr. H. Arief Sudjati Gazali, Sp.A
Oleh :
Nurul Rafah
26.30 1062.2012
BAB I
STATUS PASIEN
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. M
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 2 tahun 3 bulan
Alamat
: Cianjur
1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kejang 1x 5 menit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Alloanamnesis
Ibu pasien mengaku anak demam tinggi mendadak pada pukul 9.00 wib, pasien
demam disertai dengan kejang sebanyak 1x pada pukul 9.00 wib dengan durasi kejang
5 menit, saat kejang tangan dan kaki anak kaku lalu kelojotan serta kedua mata mendelik
keatas. Sebelum kejang anak sadar, setelah kejang anak tertidur sampai di IGD anak baru
terbangun. Anak demam 4 hari yang lalu sebelum kejang, awalnya panas tidak terlalu
tinggi, namun tiba-tiba panas mendadak tinggi. Batuk pilek tidak ada, dan nafsu makan
pasien menurun. BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan. Riwayat trauma kepala tidak
ada, keluhan bengkak di badan pun tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
Riwayat Imunisasi
Menurut ibu os mendapat imunisasi hanya 3 kali, yaitu hepatitis B, BCG dan
Polio.
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Makanan
0-6 bulan : ASI Eksklusif
6.5 bulan : ASI + Susu formula + MP-ASI bubur sun
7 bulan
9 bulan
= Gizi baik
STATUS GENERALIS
Kepala
Mata
: Normocephal
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/
+)
Hidung
hidung (-)
4
Mulut
Leher
Thorax
Paru paru
Inspeksi
intercostal (-/-)
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Bawah
Inguinal
: (-)
Brudzinski 1 : (-)
Brudzinski 2 : (-)
5
Dextra
Daya pembau
Sinistra
Sulit dinilai
Nervus II (Optikus)
Dextra
Sinistra
Daya penglihatan
Pengenalan warna
Medan penglihatan
Fundus okuli
Sulit dinilai
Papil
Retina
Arteri/vena
Perdarahan
Nervus
(Okulomotorius)
III
Dextra
Sinistra
Ptosis
Gerak Mata Ke :
Medial
Baik
Baik
Atas
Baik
Baik
Bawah
Baik
Baik
Ukuran Pupil
3 mm
3 mm
Bentuk Pupil
Isokor
Isokor
Nervus IV & VI
(Trokhlearis & Abdusen)
Dextra
Baik
Baik
Baik
Nistagmus
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Nervus V (Trigeminus)
Dextra
Sinistra
Baik
Sinistra
Menggigit
Normal
Normal
Membuka Mulut
Normal
Normal
Atas (Oftalmikus)
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tengah (Maksilaris)
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Bawah (Mandibularis)
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Refleks Kornea
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Sensibilitas Muka :
N. VII ( Fasialis )
Dextra
Sinitra
Mengangkat alis
Kerutan dahi
Mengedip
Meringis
Menutup mata
Nervus VIII
(Vestibulotroklearis)
Dextra
Sinistra
Normal
Normal
Nervus IX (Glosofaringeus)
Dextra
Sinistra
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Reflek Muntah
Tidak
Tidak
7
Reflek Menelan
Nervus XII
(Hipoglosus)
dilakukan
dilakukan
Normal
Normal
Dextra
Sinistra
Sikap Lidah
Tremor Lidah
Menjulurkan Lidah
Sulit dinilai
Kekuatan Lidah
Atrofi Otot Lidah
Fasikulasi Lidah
PEM. SENSORIK
Dextra
Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
REFLEX FISIOLOGI
Reflex Biceps
Reflex Trisep
: +/+
: +/+
Reflex Patell
Reflex Achilles
: +/+
: +/+
Refleks primitif
Palmar grasp reflex
Sucking reflex
Search reflex
Moro reflex
Stepping reflex
Swimming reflex
Landau reflex
Babinsky reflex
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab tanggal 06-10-2014 pukul 07.37 WIB
Hematologi Rutin
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
10,9
Hematokrit
32,2
30-40 %
Eritrosit
4,33
6
3,8 5,2 10^ /L
Leukosit
13,4
3
6 15 10^ /L
Trombosit
284
3
150 450 10^ /L
Kimia Klinik
Glukosa
Rapid
Sewaktu
70
< 180
Elektrolit
Natrium (Na)
142,0
Kalium (K)
4,00
Calcium Ion
0,77
Elektrolit
Hasil
Nilai Rujukan
9
Warna
Kuning
Kuning
Kejernihan
Jernih
Jernih
Berat Jenis
1.015
1,013 1,030
pH
7,0
4,6 8,0
Nitrit
Negatif
Negatif
Protein Urin
Negatif
Negatif
Glukosa (reduksi)
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Urobilinogen
Negatif
Negatif
Bilirubim
Negatif
Negatif
Eritrosit
Negatif
Negatif
Lekosit
Negatif
Negatif
Mikroskopis
Lekosit
1-2
14
Eritrosit
01
Epitel
13
Kristal
Negatif
Negatif
Silinder
Negatif
Negatif
Lain lain
Negatif
Negatif
RESUME
An. M datang ke IGD, ibu Os mengatakan anaknya kejang 1x dirumah SMRS. Kejang
didahului demam tinggi mendadak saat menonton tv jam 09.00. kejang terjadi selama < 5
menit, kejag berhenti tanpa diberi obat, setelah kejang anak tertidur dan sadar saat telah di
IGD. Saat kejang mata mendelik ke atas, tangan kaki kaku lalu kelojotan. Ini merupakan
kejang pertama kalinya. Panas (+) sejak 4 hari yang lalu, namun tidak terlalu tinggi, sekarang
10
masih demam. Dua hari yang lalu anak sempat muntah sebanyak 2x, sejak sakit ini anak sulit
makan. Diare (-), batuk (-), sesak (-), kepala terbentur (-), memelihara binatang. (-). Anak
sudah makan menu sepeti orang dewasa.. Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya. Pada
Pemeriksaan Fisik keadaan umum compos mentis, kesadaran tampak sakit sedang. Suhu =
37.0 oC Nadi 138x/menit dan pernapasan 36 x/menit. Faring hiperemis (+). Pemeriksaan
rangsang meningens tidak ditemukan adanya kelainan. Tidak ditemukan refleks primitif.
Pemeriksaan nervus kranial dalam batas normal. Refleks motorik dan fisiologi dalam batas
normal.
Pada Pemeriksaan Penunjang:
-haemoglobin 10,9
- hematokrit :32,2
- leukosit : 13,4
- trombosit : 284
-gula darah sewaktu : 70
Pemeriksaan elektrolit :
natrium (Na) : 142.0
Kalium (K) 4,00
Calsium ion 0.77
DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Sederhana et causa elektrolit imbalance
2. Under imunisation
DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Kompleks et causa Faringitis
TERAPI AWAL
Terapi rehidrasi dan penurunan panas
Infus D 1 4 : 7 tpm
Diazepam 4 mg
Cefotaxime 3 x 400 mg
Gentamicine 1 x 30 mg
Propyretic supp bila panas > 38,5 o C
Paracetamol syrup 3 x cth bila panas
11
FOLLOW UP
08-08-16
Kejang 1x 5
S : 39,5 C
-Kejang demam
Infus D 1 4 : 7 tpm
RR : 28 X/m
sederhana
Diazepam 4 mg
sadar
Nadi : 100
Under imunisation
Cefotaxime 3 x 400 mg
X/m
Gentamicine 2x20 mg
9-08-16
Kejang (-),
S : 37,0 C
Kejang demam
Teruskan terapi
RR : 36 X/m
sederhana
x konsistensi
lembek
12
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
I
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun (2). Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam(4). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam(3). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat(3).
II
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23
bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki(2).
III
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).
14
IV
Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik
(1,3)
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).
Faktor
resiko
terjadinya
epilepsi
di
kemudian
hari
yaitu
adanya
gangguan
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat
pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
15
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi(6).
VI
Klasifikasi
sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;
maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam
sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal;
kadang kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya
pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih
mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejang demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak
yang mengalami kejang demam(4).
VII
Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
17
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
1
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).
VIII
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
18
Diagnosis Banding
19
Penatalaksanaan
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu) :
1
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
Kejang fokal.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam
1 2 dosis.
21
XI
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya :
a
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian
22
XII
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a
:
1
Kelainan motorik
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah :
a
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI Jakarta. 1985
3 Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4 Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
5 Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006.
6 Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006
25