Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KEJANG

DEMAM

Pembimbing :
dr. H. Arief Sudjati Gazali, Sp.A

Oleh :
Nurul Rafah
26.30 1062.2012

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B CIANJUR
2016

BAB I
STATUS PASIEN
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. M

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 2 tahun 3 bulan

Alamat

: Cianjur

Nama orangtua : Ny. S


Tn. C
Tgl/Jam Masuk : 8 Agustus 2016

1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kejang 1x 5 menit.
Riwayat Penyakit Sekarang

Alloanamnesis
Ibu pasien mengaku anak demam tinggi mendadak pada pukul 9.00 wib, pasien
demam disertai dengan kejang sebanyak 1x pada pukul 9.00 wib dengan durasi kejang
5 menit, saat kejang tangan dan kaki anak kaku lalu kelojotan serta kedua mata mendelik
keatas. Sebelum kejang anak sadar, setelah kejang anak tertidur sampai di IGD anak baru
terbangun. Anak demam 4 hari yang lalu sebelum kejang, awalnya panas tidak terlalu
tinggi, namun tiba-tiba panas mendadak tinggi. Batuk pilek tidak ada, dan nafsu makan
pasien menurun. BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan. Riwayat trauma kepala tidak
ada, keluhan bengkak di badan pun tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu

Os belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.


Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu dan bibi os dulu pernah kejang bila demam


2

Riwayat Pengobatan

Os belum berobat untuk keluhan yang saat ini


Riwayat Alergi :
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun, baik debu,
cuaca, makanan ataupun obat.
Riwayat Psikososial:
Os tidak memeliharan binatang di rumahnya.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


ANC rutin ke bidan, ibu tidak pernah sakit selama masa kehamilan. Anak lahir cukup
bulan, spontan di bidan tanpa penyulit kehamilan. BBL 2700 gram, Panjang Badan dan
lingkar kepala ibu lupa, dan anak langsung menangis sesaat setelah lahir.

Riwayat Imunisasi
Menurut ibu os mendapat imunisasi hanya 3 kali, yaitu hepatitis B, BCG dan
Polio.
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Makanan
0-6 bulan : ASI Eksklusif
6.5 bulan : ASI + Susu formula + MP-ASI bubur sun
7 bulan

: bubur saring + ASI

9 bulan

: nasi tim + ASI

10 bulan sekarang: menu makanan orang dewasa

Riwayat Perkembangan Fisik dan Mental


Sudah dapat berdiri 1 kaki, membuat menara 2 kubus, mengucapkan 2 atau lebih
perkataan, menyebut nama teman, menunjuk gambar atau barang saat diperintahkan,,
menendang bola.dapat

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


KU
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital

S = 37,0 oC N = 138 x/menit RR = 36x/menit


Antropometri
BB : 13 kg
TB : 89.6 cm
LK : 48.5 cm
STATUS GIZI
BB/U = antara garis 0 dan 1 gizi baik
TB/U

= garis 0 (median) normal

BB/TB= antara garis 0 dan 1 gizi baik


Lingkar kepala = antara garis 0 dan -1 normal
Kesan Status Gizi

= Gizi baik

STATUS GENERALIS
Kepala
Mata

: Normocephal
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/

+)
Hidung

: deviasi septum (-/-), sekret (-/-), darah (-), pernapasan cuping

hidung (-)
4

Mulut

: mukosa bibir lembab agak sianosis, perdarahan gusi (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-/-)

Thorax
Paru paru
Inspeksi

: bentuk dan gerak dada sismetris (+/+), retraksi

intercostal (-/-)
Palpasi

: vocal fremitus simetris

Perkusi

: sonor di semua lapang paru

Auskultasi : bronkovesikuler (+/+), Ronki -/-, Wheezing -/Jantung


Inspeksi

: ictus cordis terlihat (-)

Palpasi
Perkusi

: ictus kordis teraba (+)


: tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I dan II reguler (+), murmur (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi

: Tampak cembung, retraksi epigastrium (-)

Auskultasi : BU (+) Normal


Palpasi
Perkusi

: hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium (-)


: tymphani pada keempat kuadran abdomen

Turgor kulit : Baik, Kembali dalam waktu < 2 detik


Ekstremitas
Atas

: Akral hangat, edema (-/-), sianosis(-), RCT <2detik

Bawah

: Akral hangat, edema (-/-), sianosis, RCT<2 detik.

Inguinal

: pembesaran kelenjar getah bening (-/+)

Genitalia dan anus

: dalam batas normal

Pemeriksaan Neurologis ( rangsang meningeal)


Kaku Kuduk : (-)
Kernig Sign

: (-)

Brudzinski 1 : (-)
Brudzinski 2 : (-)
5

Pemeriksaan Nervus Cranial


Nervus I (Olfaktorius)

Dextra

Daya pembau

Sinistra

Sulit dinilai

Nervus II (Optikus)

Dextra

Sinistra

Daya penglihatan
Pengenalan warna
Medan penglihatan
Fundus okuli

Sulit dinilai

Papil
Retina
Arteri/vena
Perdarahan

Nervus
(Okulomotorius)

III

Dextra

Sinistra

Ptosis

Gerak Mata Ke :
Medial

Baik

Baik

Atas

Baik

Baik

Bawah

Baik

Baik

Ukuran Pupil

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Isokor

Isokor

Refleks Cahaya Langsung

Nervus IV & VI
(Trokhlearis & Abdusen)

Dextra

Gerak Mata Ke Lateral


Bawah

Baik

Gerak mata ke lateral

Baik

Baik

Nistagmus

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Nervus V (Trigeminus)

Dextra

Sinistra
Baik

Sinistra

Menggigit

Normal

Normal

Membuka Mulut

Normal

Normal

Atas (Oftalmikus)

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Tengah (Maksilaris)

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Bawah (Mandibularis)

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Refleks Kornea

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Sensibilitas Muka :

N. VII ( Fasialis )

Dextra

Sinitra

Mengangkat alis

Kerutan dahi

Mengedip

Meringis

Menutup mata

Nervus VIII
(Vestibulotroklearis)

Dextra

Sinistra

Mendengar Suara Berbisik

Normal

Normal

Nervus IX (Glosofaringeus)

Dextra

Sinistra

Daya Kecap Lidah 1/3


Belakang

Tidak
dilakukan

Tidak
dilakukan

Reflek Muntah

Tidak

Tidak
7

Reflek Menelan

Nervus XII
(Hipoglosus)

dilakukan

dilakukan

Normal

Normal

Dextra

Sinistra

Sikap Lidah
Tremor Lidah
Menjulurkan Lidah

Sulit dinilai

Kekuatan Lidah
Atrofi Otot Lidah
Fasikulasi Lidah

PEM. SENSORIK
Dextra

Sinistra

Rasa Raba
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
REFLEX FISIOLOGI

Reflex Biceps
Reflex Trisep

: +/+
: +/+

Reflex Patell
Reflex Achilles

: +/+
: +/+

Refleks primitif
Palmar grasp reflex

Sucking reflex

Search reflex

Moro reflex

Asymetrical tonic neck reflex

Symetrical tonic neck reflex

Plantar grasp reflex

Palmar mandibula reflex

Stepping reflex

Swimming reflex

Landau reflex

Babinsky reflex

Reflex terjun (parachute)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab tanggal 06-10-2014 pukul 07.37 WIB
Hematologi Rutin
Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

10,9

11,5 13,5 g/dL

Hematokrit

32,2

30-40 %

Eritrosit

4,33

6
3,8 5,2 10^ /L

Leukosit

13,4

3
6 15 10^ /L

Trombosit

284

3
150 450 10^ /L

Kimia Klinik
Glukosa

Rapid

Sewaktu

70

< 180

Elektrolit
Natrium (Na)

142,0

135 148 mEq/L

Kalium (K)

4,00

3,50 5,30 mEq/L

Calcium Ion

0,77

1,15 1,29 mEq/L

Elektrolit
Hasil

Nilai Rujukan
9

Warna

Kuning

Kuning

Kejernihan

Jernih

Jernih

Berat Jenis

1.015

1,013 1,030

pH

7,0

4,6 8,0

Nitrit

Negatif

Negatif

Protein Urin

Negatif

Negatif

Glukosa (reduksi)

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Bilirubim

Negatif

Negatif

Eritrosit

Negatif

Negatif

Lekosit

Negatif

Negatif

Mikroskopis
Lekosit

1-2

14

Eritrosit

01

Epitel

13

Kristal

Negatif

Negatif

Silinder

Negatif

Negatif

Lain lain

Negatif

Negatif

RESUME
An. M datang ke IGD, ibu Os mengatakan anaknya kejang 1x dirumah SMRS. Kejang
didahului demam tinggi mendadak saat menonton tv jam 09.00. kejang terjadi selama < 5
menit, kejag berhenti tanpa diberi obat, setelah kejang anak tertidur dan sadar saat telah di
IGD. Saat kejang mata mendelik ke atas, tangan kaki kaku lalu kelojotan. Ini merupakan
kejang pertama kalinya. Panas (+) sejak 4 hari yang lalu, namun tidak terlalu tinggi, sekarang
10

masih demam. Dua hari yang lalu anak sempat muntah sebanyak 2x, sejak sakit ini anak sulit
makan. Diare (-), batuk (-), sesak (-), kepala terbentur (-), memelihara binatang. (-). Anak
sudah makan menu sepeti orang dewasa.. Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya. Pada
Pemeriksaan Fisik keadaan umum compos mentis, kesadaran tampak sakit sedang. Suhu =
37.0 oC Nadi 138x/menit dan pernapasan 36 x/menit. Faring hiperemis (+). Pemeriksaan
rangsang meningens tidak ditemukan adanya kelainan. Tidak ditemukan refleks primitif.
Pemeriksaan nervus kranial dalam batas normal. Refleks motorik dan fisiologi dalam batas
normal.
Pada Pemeriksaan Penunjang:
-haemoglobin 10,9
- hematokrit :32,2
- leukosit : 13,4
- trombosit : 284
-gula darah sewaktu : 70
Pemeriksaan elektrolit :
natrium (Na) : 142.0
Kalium (K) 4,00
Calsium ion 0.77
DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Sederhana et causa elektrolit imbalance
2. Under imunisation
DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Kompleks et causa Faringitis
TERAPI AWAL
Terapi rehidrasi dan penurunan panas

Infus D 1 4 : 7 tpm
Diazepam 4 mg
Cefotaxime 3 x 400 mg
Gentamicine 1 x 30 mg
Propyretic supp bila panas > 38,5 o C
Paracetamol syrup 3 x cth bila panas

11

FOLLOW UP
08-08-16

Kejang 1x 5

S : 39,5 C

-Kejang demam

Infus D 1 4 : 7 tpm

menit, tertidur lalu

RR : 28 X/m

sederhana

Diazepam 4 mg

sadar

Nadi : 100

Under imunisation

Cefotaxime 3 x 400 mg

X/m

Gentamicine 2x20 mg

Propyretic supp bila panas > 38,5 o C

Paracetamol syrup 3 x cth bila pana


Tgl/Jam

9-08-16

Kejang (-),

S : 37,0 C

Kejang demam

Teruskan terapi

demam (-), BAB 1

RR : 36 X/m

sederhana

Pasien boleh pulang

x konsistensi

Nadi : 138X/m Under imunisation

lembek

12

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
I

Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun (2). Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam(4). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam(3). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat(3).
II

Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23
bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki(2).
III

Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

14

IV

Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada riwayat

kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik

(1,3)

. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada

masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).
Faktor

resiko

terjadinya

epilepsi

di

kemudian

hari

yaitu

adanya

gangguan

neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya


demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).
V

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat
pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
15

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi(6).
VI

Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang
tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan
16

sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;
maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam
sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal;
kadang kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya
pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih
mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejang demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak
yang mengalami kejang demam(4).
VII

Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).

17

Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
1

Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).

Modifikasi kriteria Livingston(6):


1

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 5 tahun.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

Kejang bersifat umum.

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

VIII

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal

18

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan


kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari
6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
IX

Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :


1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) (6).
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi
seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

19

Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun
jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
20

0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu) :
1

Kejang lama > 15 menit.

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

Kejang fokal.

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam
1 2 dosis.

21

Edukasi Pada Orang Tua (4)

XI

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya :
a

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

Memberitahukan cara penanganan kejang.

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)


a

Tetap tenang dan tidak panik.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

Tetap bersama pasien selama kejang.

Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian

22

XII

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang
menetap(2). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi
(3,5)

:
1

Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya


terjadi pada 6 bulan pertama.

Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

Kelainan motorik

Gangguan mental dan belajar

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).


c

Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah :
a

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 12 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)

23

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :


a

Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama.

Kejang demam kompleks.

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6


%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.

24

DAFTAR PUSTAKA
1 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI Jakarta. 1985
3 Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4 Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
5 Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006.
6 Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

25

Anda mungkin juga menyukai