Anda di halaman 1dari 35

Pankreatitis

A.

Definisi
Pankreatitis adalah penyakit peradangan yang dapat berlangsung akut ataupun
kronis

Pankreatitis akut proses inflamasi akut yang terjadi pada organ pancreatitis
( Lewis,2007 )

B.

Anatomi-Fisiologi Pankreas

1.

Anatomi
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan. Strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, dan
dilukiskan terdiri atas tiga bagian.

a.

Caput (kepala) pankreas, yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga
abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan melingkarinya.

b.

Corpus (badan) pankreas, merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di
belakang lambung, di depan vertebra lumbalis pertama.

c.

Caudal (ekor) adalah bagian yang runcing di sebelah kiri, dan menyentuh limpa.
Jaringan pankreas terdiri atas lobula sel sekretari yang tersusun mengitari saluransaluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari
lobula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri
ke kanan. Saluran-saluran kecil itu menerima saluran dan lobula lain dan kemudian
bersatu unstuk membentuk saluran utama, yaitu duktus wirsungi.

2.

Fisiologi
Pankreas dapat disebut sebagai organ rangkap karena mempunyai 2 fungsi. Fungsi
eksokrin dilaksanakan oleh sel sekretari lobulanya, yang membentuk getah pankreas
dan yang berisi enzim dan elektrolit. Cairan pencerna itu berjalan melalui saluran

ekskretori halus dan akhirnya dikumpulkan oleh dua saluran, yaitu yang utama
disebut duktus wirsungi dan sebuah saluran lain, yaitu duktus santorini, yang masuk
ke dalam duodenum.
Saluran utama bergabung dengan saluran empedu di Ampula Vater. Isi enzim dalam
getah pankreas yaitu amilase, lipase, dan tripsin. Enzim ini bersifat alkalis.
Pankreas dilintasi oleh saraf vagus dan dalam beberapa menit setelah menerima
makanan, arus getah pankreas bertambah. Kemudian setelah isi lambung masuk ke
dalam duodenum, maka dua hormon, sekretin dan pankreozimin dibentuk di dalam
mukosa duodenum dan yang kemudian merangsang arus getah pankreas. Fungsi
endokrin tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel
epitelium, yang jelas terpisah.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil atau kepulauan langerhans, yang bersamasama membentuk organ endokrin.
Persarafan didapati dari saraf vagus dan persediaan darah dan saluran kapiler besar.
C.

Klasifikasi Pankreatitis

1.

Pankreatitis akut

2.

Pankreatitis kronis.

1.

Pankreatitis akut
Definisi
Pankreatitis akut dapat berupa episode tunggal atau dapat berupa serangan-serangan
berulang.
Pankreatitis akut terjadi akibat respon pankreas terhadap trauma atau akibat suatu
peradangan difusi. Penyebab tersering antara lain penyakit sistem empedu, alkoholik
dan penyebab idiopatik. Umumnya diketahui bahwa duktus pankreatikus tersumbat
disertai oleh hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas. Enzim-enzim ini

memasuki saluran empedu serta diaktifkan di sana, dan kemudian bersama-sama


getah empedu mengalir balik (refluks). Ke dalam duktus pankreatikus sehingga
terjadi pankreatitis.
Pankreatitis akut (inflamasi pada pankreas) terjadi akibat proses tercernanya organ ini
oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Sekitar 80% penderita
pankreatitis akut mengalami penyakit pada traktus biliaris, dan 5% penderita batu
empedu mengalami pankreatitis. Batu empedu memasuki duktus koleduktus dan
terperangkap dalam saluran pada daerah ampula vater menyumbat aliran getah
pankreas atau menyebabkan aliran balik getah dari duktus koleduktus ke dalam
duktus pankreatikus mengaktifkan enzim yang kuat dalam pankreas dalam keadaan
normal enzim-enzim ini berada dalam bentuk inaktif sampai getah pankreas mencapai
lumen duodenum. Spasme dan edema pada ampula vater yang terjadi akibat
duodenalis menyebabkan pankreatitis.
Etiologi
1.

Alkoholisme

2.

Penyakit saluran empedu

3.

Trauma

4.

Infeksi

Penyebab lain :
infeksi bakteri atau virus atau virus parotitis, trauma tumpul abdomen, penyakit ulkus
peptikum. Penyakit vaskuler iskemik, hiperlipidemia, hiperkalsemia, penggunaan
kortikosteroid, preparat diuretik tiazida, serta kontrasepsi oral ternyata berkaitan
dengan peningkatan insiden pankreatitis.
Pankreatitis idiopatik akut merupakan penyebab 10-30% kasus pankreatitis akut.
Kematian terjadi akibat syok, anoksia, hipotensi, atau gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Pankreatitis akut bisa sembuh, bisa juga terjadi pankreatitis kronik.
Tanda dan Gejala

Terbagi menjadi serangan ringan, sedang dan berat.


Pankreatitis akut serangan ringan
-

Nyeri perut akut

Tanda perut :

ringan
selama beberapa hari.
-

Gejala dan tanda sistemik : kurang dan minimal.


Pankreatitis akut serangan sedang

Nyeri perut : akut, hebat.

Tanda perut

Kembung/distensi
Nyeri tekan
Defans muskuler ringan/sedang
Peristaltik (-) / ileus paralitik.
-

Gejala dan tanda sistemik : tachicardia.


Pankreatitis akut serangan berat

Nyeri perut : akut, berat sekali.

Tanda perut :

Peritonitis umum : kembung, nyeri tekan abdomen


Defans muskuler ringan/sedang
Peristaltik (-) / ileus paralitik berat.
-

Gejala dan tanda sistemik

Syok dalam
Toksemia berat
Sindrom distres paru akut (ARDS).
Patofisiologi
Timbulnya pankreatitis akut disebabkan oleh auto digesti enzim pankreas. Duktus
pankreatikus dan duktus koledukus bermuara ke tempat yang sama yaitu ampula
vateri, menyumbat aliran getah empedu dari duktus koledukus ke dalam duktus

pankreatikus, dan dengan demikian akan mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin.


Tripsin memegang peranan penting timbulnya pankreatitis akut. Dengan terjadinya
refleks enzim terutama tripsin, ke dalam duktus pankreatikus, maka akan terjadi
edema pada pankreas. Tripsin tidak merusak jaringan, tetapi mengaktivasi dua macam
enzim lain yaitu fosfolipase A dan B, yang pada waktu sekresi empedu akan
mengubah lesitin menjadi lisolesitin. Lisolesitin akan merusak lapisan membran
fosfolipid. Tripsin juga mengaktivasi elestase. Elestase menyebabkan gangguan
vaskularisasi yang hebat sehingga timbul perdarahan hebat pada pankreas.
Tripsin terdapat di dalam duodenum dalam bentuk tidak aktif yaitu tripsinogen dan
baru aktif setelah kontak dengan enterokinase.
Komplikasi
Komplikasi pankreatitis akut dapat timbul pada saat serangan pertama kali atau
selama sakit. Adapun komplikasi yang sering terjadi ialah :

1.

Shock (renjatan)
Renjatan merupakan komplikasi yang tersering. Pankreatitis akut menyebabkan
bertambahnya eksudasi pankreas ke dalam ruang retroperitoneal dan intraperitoneal
yang dapat mempengaruhi volume intravaskuler sehingga timbul hipotensi dan
renjatan.

2.

Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan dapat timbul sebagai akibat terlalu seringnya muntah-muntah sehingga
timbul sindrom Mallory Weiss. Dapat juga terjadi perdarahan difus di duodenum
sebagai akibat rangsangan edema kaput pankreas yang sedang dalam keadaan
inflamasi.

3.

Hepatitis
Hepatitis juga dapat timbul pada pankreatitis akut, sebagai akibat proses kolestasis
ekstrahepatik.

4.

Obstruksi saluran empedu


Sebagai akibat pankreatitis akut, terjadi edema pada pankreas. Bila edema di kaput
pankreas demikian hebat, maka dapat menyebabkan obstruksi di saluran empedu.
Selain itu obstruksi ini juga dapat timbul karena adanya batu di duktus koledukus
sendiri.

5.

Komplikasi di paru
Komplikasi di paru dapat timbul pada waktu serangan pertama pankreatitis akut,
yaitu timbul efusi pleura sebagai akibat ekstravasasi cairan pankreas ke dalam pleura.

6.

Komplikasi pada jantung


Komplikasi pada jantung dapat berupa iskemia, miokarditis, infark miokard.

7.

Komplikasi pada kolon


Sebagai akibat eksudasi pankreas, menyebabkan spasme pada kolon transversum.
Pada keadaan penyakitnya bertambah berat, dapat terjadi stenosis di kolon
transversum terutama di dekat fleksura hepatis.

8.

Komplikasi pada intestin


Eksudasi pankreas dapat juga mempengaruhi intestin, dan menyebabkan timbulnya
tanda-tanda ileus. Eksudasi pankreas dapat juga melalui mesentrium dan
kemungkinan menyebabkan obstruksi pada duodenum, sehingga timbul sindrom
arteria mesentrika superior.
Prognosis
Pankreatitis akut mungkin dapat digolongkan sebagai penyakit yang sedang,
bila disertai dengan edema interstisial dari kelenjar; atau dapat pula merupakan
penyakit berat dan fatal bila disertai dengan nekrosis masif atau perdarahan.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah. Ditemukan kenaikan jumlah leukosit sekitar 10.000/mm3, jarang sekali
melebihi 30.000/mm3. Apabila dijumpai anemia, maka biasanya menunjukkan tanda
perdarahan yang berat. Kenaikan serum bilirubin di atas 1,5 mg% dijumpai pada 50%
atau lebih penderita dengan etiologi kelainan traktus biliaris.

Kadar amilase. Rata-rata 2 jam setelah timbulnya gejala pankreatitis, terjadi


kenaikan kadar serum amilase. Kadar ini tetap tinggi selama 24-48 jam, sedang
kadarnya dalam urine tetap tinggi sampai 72 jam. Kenaikan kadar serum amilase bila
lebih dari 10 hari harus dipertimbangkan adanya komplikasi atau nekrosis pankreas.
Bila kadar amilase dalam serum seseorang sebesar 5 kali normalnya, dapat dipastikan
orang tersebut menderita pankreatitis akut.
Kadar lipase. Kadar lipase dalam serum juga meninggi. Kenaikan kadar lipase
ini paralel dengan kenaikan serum amilase.
Kadar kalsium. Timbulnya hipokalsemia pada hari kedua atau lebih
menunjukkan adanya nekrosis pankreas. Apabila kadar kalsium lebih rendah dari 7,0
mg, berarti prognosisnya jelek. Dengan timbulnya hipokalsemia akan timbul tandatanda tetani. Tidak adanya kalsium dalam urin dapat dipakai sebagai diagnosis dini
pankreatitis akut.
Kadar gula darah. Kadar gula darah meninggi pada 15-25% penderita. Hal ini
disebabkan karena terdapat kenaikan sekresi glukagon.
Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan sebagai saran penunjang diagnostik,
yaitu :
1.

Radiologis
Pemeriksaan foto rontgen polos perut paling mudah dilaksanakan. Tampak
adanya dilatasi di kolon transversum atau dilatasi di kolon asenden, disebut tanda
colon cut off. Hal ini disebabkan terjadinya eksudasi pankreas sehingga timbul
spasme di tempat tersebut di atas. Karena eksudasi pankreasi, maka usus halus di
sekitar pankreas mengalami dilatasi dan terisi udara, disebut tanda sentinel loop.
Pada gastroduodenografi akan dapat dilihat pelebaran kurve duodenal, yang
disebabkan oleh edema kaput pankreas.

2.

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mudah dilaksanakan. Gambaran ultrasonografi pankreatitis akut


tampak pelebaran menyeluruh dari pankreas. Karena edema pada pankreas, maka
tampak densitas gema menurun. Secara ultrasonografi dapat diikuti perkembangan
pankreatitis.
3.

Computed tomography
Hasil pemeriksaan CT, tampak pankreas yang lebih melebar daripada
normalnya.

2.

Pankreatitis kronis
Definisi
Pankreatitis kronis merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh
kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1348).
Pankreatitis kronis yaitu reaksi peradangan pankreas yang kronik. (Makmun &
Hardjodisastro, 2001 : 38).
Etiologi

1)

Alkoholisme

2)

Penyakit pada saluran empedu (mis: batu empedu).

3)

Faktor mekanik (mis: neoplasma)

4)

Faktor nutrisi malnutrisi dari hiperlipidemia.

5)

Faktor autoimun.

6)

Sebab-sebab lain :

Infeksi (mis: bakteri tifus abdominalis, virus morbili)

Obat-obatan (mis: klorotiazid, steroid)

Hormon.

Tanda dan Gejala


Insiden pankreatitis kronis meningkat pada laki-laki dewasa dan ditandai oleh
serangan nyeri yang hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung, disertai
muntah. Serangan nyeri sering sangat hebat sehingga pemberian preparat narkotik,
sekalipun dengan dosis tinggi, tidak mampu meredakan nyeri tersebut. Dengan
semakin berlanjutnya penyakit, serangan nyeri yang berulang-ulang tersebut terasa
semakin hebat, semakin sering, lama. Sebagian pasien mengeluhkan nyeri hebat;
yang lain merasakan nyeri tumpul, konstan dan menghebat. Resiko ketergantungan
opiat akan meningkat pada pankreatitis karena sifatnya yang kronis dan hebatnya rasa
nyeri.
Penurunan berat merupakan masalah utama, lebih dari 75% pasien mengalami
penurunan BB yang bermakna, yang biasanya disebabkan oleh penurunan asupan
makanan akibat anoreksia atau perasaan takut makan akan memicu serangan
berikutnya. Proses pencernaan bahan makanan, khususnya protein dan lemak, akan
terganggu. Defekasi akan terjadi lebih sering dan feces menjadi berbuih serta berbau
busuk karena gangguan pencernaan lemak yang menyebabkan terjadinya steatorrhea.
Dengan semakin lanjutnya proses penyakit, kalsifikasi pada kelenjar pankreas dan
terbentuknya batu kalsium di dalam saluran kelenjar dapat terjadi.
Komplikasi
a.

Malnutrisi

b.

Abses pankreas

c.

Kanker pankreas

d.

Perdarahan.

Test Diagnostik
1)

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholongio Pancreatography)

Merupakan pemeriksaan yang paling tepat untuk menegakkan diagnosis pankreatitis


kronis. Pemeriksaan ini akan merinci anatomi pankreas dan saluran pankreas serta
empedu.
2)

Tes toleransi glukosa : dapat mengevaluasi fungsi sel pulau langerhans pankreas;
untuk menentukan apakah perlu operasi reseksi pankreas.

3)

Pengukuran kadar enzim-enzim :


Amilase serum hasil pemeriksaan meningkat.
Bilirubin direk, conjugated meningkat
Glukosa meningkat.
Therapy/Penatalaksanaan

1)

Non Bedah
Penatalaksanaan pankreatitis kronis bergantung pada kelainan yang mungkin menjadi
penyebab.

a.

Pasien dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen :

Pemberian analgetik

Penggunaan metode non opioid

Menghindari alkohol serta makanan lain yang oleh pasien sendiri dirasakan
cenderung menimbulkan nyeri.

b.

Pasien dengan Diabetes Mellitus

Diatasi dengan diet.

Pemberian insulin atau obat-obat hipoglikemik oral.

c.
2)

Pasien dengan malabsorbsi


Obat-obat pengganti enzim pankreas.
Pembedahan
Umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa nyaman,
memulihkan drainase sekresi pankreas. Tindakan bedah yang akan dilakukan
tergantung pada kelainan anatomis dan fungsional pankreas yang mencakup :

Lokasi penyakit di dalam pankreas.

Keberadaan penyakit diabetes.

Insufisiensi eksokrin

Stenosis bilier

Pseudo kista pankreas.

a.

Pankreatikojejunostomi
Dengan anastomosis side to side atau penyambungan duktus pankreatikus dengan
jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas ke dalam jejunum.

b.

Ototransplantasi atau implantasi sel-sel pulau langerhans dari pasien sendiri untuk
memelihara fungsi endokrin pankre
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a.

Pengkajian

1.

Informasi kesehatan yang penting

Riwayat kesehatan : penyakit saluran empedu, trauma abdomen, tukak duodenal,


infeksi, gangguan metabolik.

Pengobatan : menggunakan estrogen, kortikosteroid, azathioprine, atau saluran


empedu.

Pembedahan : tindakan pembedahan pada pankreas, abdomen, duodenum atau


saluran empedu.

2.
3.

Pola fungsi kesehatan


Persepsi kesehatan : penyalahgunaan alkohol.
Pola nutrisi metabolik

Mual

Muntah

Anoreksia

Penurunan BB.

4.

Pola eliminasi

Distensi abdomen

Peristaltik menurun

Steatorrhea

Warna urine pekat.

5.

3 P (pada DM).
Pola pernafasan

Takipnea

Dispnea

Bunyi kreakels.

6.

Kardiovaskuler

Tachykardia

Hipotensi.

7.

Integumen

Diaphoresis

Cianosis

Penurunan turgor kulit

Membran mukosa kering

Kulit kering.

8.

Integritas ego

Gelisah

Cemas

Agitasi

9.
-

Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdominal, biasanya terlokasi pada epigastrium dan periumbilikal tetapi
dapat menyebar ke punggung.

10. Hasil laboratorium yang mungkin ditemukan :


-

Peningkatan serum amilase dan lipase

Leukositosis

Hiperglikemia

Peningkatan amilase dalam urine

Hiperlipidemia

Hipokalsemia

Hipokalsemia

Pada pemeriksaan USG dan CT-Scan pankreas tampak abnormal.

b.
1.

Diagnosis Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d inflamasi, distensi abdomen, dan iritasi
peritoneum.

2.

Resti defisit volume cairan b/d mual, muntah dan asupan oral yang terbatas.

3.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, pembatasan diet dan
kehilangan asupan nutrisi karena muntah.

4.

Regimen terapeutik tidak efektif b/d kurang pengetahuan tentang preventif,


tindakan, batasan diet dan kebutuhan pengobatan.

5.

Potensial komplikasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan


di ruang peritoneal.

6.

Potensial komplikasi shock hemorragic b/d kerusakan dinding pembuluh darah oleh
enzim proteolitik.

c.
1.

Rencana Keperawatan
Nyeri berhubungan distensi pancreas

HYD : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang


Intervensi :
1)

Kaji sifat,lokasi,karakteristik,durasi,intensitas dari nyeri.

R/ Untuk merencanakan tindakan yang tepat.


2)

Beri analgesik sesuai, pesanan dokter.

R/ Efektif untuk meringankan nyeri.


3)

Kaji tingkat nyeri sebelum dan sesudah pemberian analgesik.

R/ Pengkajian dan pengendalian rasa nyeri sangat penting karena kegelisahan pasien
meningkatkan metabolisme tubuh yang akan menstimulasi sekresi enzim-enzim
pankreas.
4)

Melaporkan rasa nyeri yang tidak mereda atau yang intensitasnya meningkat.

R/ Rasa nyeri dapat meningkatkan enzim-enzim pankreas dan juga dapat menunjukkan
adanya perdarahan pankreas.
5)

Memberikan posisi yang nyaman : posisi selang-seling setiap 2 jam sekali.

R/ Mengurangi tekanan, membantu menurunkan kelelahan yang biasanya menyertai


nyeri.
1.

Resti defisit volume cairan b/d mual, muntah dan asupan oral yang terbatas yang
ditandai dengan rasa haus, peningkatan output cairan, perubahan intake cairan, kulit
dan membran mukosa kering, penurunan intake oral dan turgor kulit.
HYD :

Intake cairan dan elektrolit adekuat, yang ditandai dengan turgor kulit kembali
normal.

Membran mukosa lembab

BB klien stabil.

Nilai elektrolit serum normal.


Intervensi :

1)

Beri antiemetik sesuai pesanan dokter.

R/ Untuk mengurangi kehilangan cairan dengan mencegah muntah.


2)

Mengukur banyaknya muntah.

R/ Sebagai indikator untuk mengganti kebutuhan cairan yang hilang serta tindakan
selanjutnya.
3)

Observasi gejala alkalosis metabolik seperti : kebingungan, iritabilitas, tachicardi,


mual, muntah, kram otot dan tetani karena kehilangan chloride, sodium dan potasium
karena muntah yang hebat.

R/ Untuk menentukan tindakan dengan cepat apabila terjadi penyimpangan.


2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, pembatasan diet dan
kehilangan asupan nutrisi karena muntah serta gangguan pencernaan yang ditandai
dengan penurunan BB, kelemahan, lelah.
HYD :

BB sesuai dengan TB.

Penurunan BB tidak berlanjut.


Intervensi :

1)

Monitor BB dan nilai laboratorium.

R/ Sebagai indikator respon pasien terhadap pengobatan.


2)

Observasi adanya steatorrhea.

R/ Dapat menunjukkan perkembangan yang tidak sesuai dari pencernaan lemak.


3)

Melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri dan mual.

R/ Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.


4)

Melakukan hygiene oral sebelum dan sesudah makan.

R/ Mengurangi rasa kotor dan bau yang dapat mengurangi nafsu makan.
5)

Pemberian nutrisi parenteral total jika tidak ada komplikasi.

R/ Untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat dan asam amino serta menjaga balance
nitrogen negatif.
6)

Jika intake oral diperbolehkan, beri makanan porsi kecil, tinggi karbohidrat, rendah
protein dan rendah lemak.

3.

Regimen terapeutik tidak efektif b/d kurang pengetahuan tentang preventif,


tindakan, batasan, diet serta kebutuhan pengobatan yang ditandai
HYD :

Klien dapat mengungkapkan secara verbal mengerti tentang kondisi atau proses
gangguan yang dialami serta pengobatan yang dilakukan.

Perubahan gaya hidup klien.

Klien berpartisipasi dalam regimen terapeutik.


Intervensi :

1)
-

Anjurkan pasien untuk :


Menghentikan minum alkohol.

R/ Mencegah keadaan bertambah berat/pankreatitis akut berkembang menjadi


pankreatitis kronis.

Hindari kegemukan, batasi lemak dan makanan yang merangsang.

R/ Mengurangi rangsangan pada pankreas serta memberikan waktu istirahat.


-

Diet tinggi karbohidrat

R/ Karena hal tersebut mengurangi rangsangan pada pankreas.


-

Periksa kadar gula darah dan observasi adanya steatorrhea.

R/ Kadar gula darah yang tinggi serta adanya lemak dalam faeces mengindikasikan
adanya kerusakan dari jaringan pankreas.
2)

Kaji pengetahuan pasien tentang peraturan pengobatan; tahapan pengobatan.

R/ Untuk mempertinggi kemungkinan keberhasilan pengobatan serta meminimalkan


kemungkinan kekambuhan.
3)

Beri penjelasan tentang masalah yang ditimbulkan jika mengkonsumsi alkohol.

R/ Penggunaan alkohol secara terus menerus dapat mengakibatkan penyakit bertambah


berat misalnya dari pankreatitis akut menjadi pankreatitis kronis.
4.

Potensial komplikasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan


di ruang peritoneal.
Tujuan Keperawatan :

Monitor gejala dari hipokalemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipochloremia.

Melaporkan adanya penyimpangan dengan parameter yang dapat diterima.

Melakukan intervensi keperawatan dan medikal yang tepat.


Intervensi :

1)

Observasi gejala ketidakseimbangan cairan seperti bingung, anoreksia, diare,


kelemahan otot, ileus paralitik, aritmia, alkalosis metabolik, kram otot, kekacauan
mental, tetani serta monitor hasil lab: serum.

R/ Membantu dalam deteksi dini serta intervensi yang tepat.


2)

Beri kalsium glukomat sesuai dengan pesanan dokter.

R/ Untuk menghilangkan gejala hipokalsemia.


5.

Potensial komplikasi shock hemorragic b/d kerusakan dinding pembuluh darah oleh
enzim proteolitik.

Tujuan Keperawatan :
-

Monitor gejala dari shock hemorragic.

Melaporkan adanya penyimpangan dengan parameter yang dapat diterima.

Melakukan intervensi keperawatan dan medikal yang tepat.


Intervensi :

1)

Kaji kontinuitas atau peningkatan gejala shock seperti muka pucat, kulit dingin,
lembab, hipotensi, tachikardia, serta peningkatan pernapasan.

R/ Untuk deteksi dini serta intervensi yang tepat.


2)

Monitor TTV setiap 1-2 jam.

R/ Untuk mengevaluasi respon pasien terhadap pengobatan.


3)

Kaji adanya penurunan output urine setiap jam.

R/ Sebagai indikator dari sirkulasi volume darah dan perfusi ginjal.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol. 2, Jakarta : EGC.
Ilmu Penyakit Dalam, 1990, Jilid I, Jakarta : FKUI.
Lewis, 2007, Medical Surgical Nursing. 5th edition, Vol. 2, Mosby Inc.
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
S. Victor, 2004, Anatomi Abdomen dan Sistem Persarafan. Jakarta : FK Trisakti.

PENDAHULUAN

Pankreatitis kronis merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan


menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta
mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.1,2
Ada tiga bentuk pankreatitis kronik yaitu : kalsifikasi kronik, obstruksi kronik dan
inflamasi kronik. Penyalahgunaan alkohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab
utama tipe kalsifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder
pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankreatitis
inflamatori kronik tidak memiliki ciri yang jelas dan banyak pasien dengan
pankreatitis kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini.3
Insiden penyakit pankreatitis kronik di negara maju/ industri kira-kira 4-6 per
100.000 penduduk pertahun, dan makin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data
dari rumah sakit di Amerika Serikat, sekitar 87.000 kasus pankreatitis terjadi setiap
tahun, dengan tingkat Rawat Inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tinggi
daripada kulit putih , dimana perbandingan laki-laki dan perempuan 6.7 : 3,2 per
100.000 penduduk dan rata-rata usia saat diagnosis adalah 46 tahun. Kejadian
tahunan di Eropa Barat sekitar lima kasus baru per 100.000 penduduk. Rasio Lakilaki: wanita 7:1 dan usia rata-rata onset adalah antara 36 tahun dan 55 tahun. 1, 4,5
Di Asia insiden pankreatitis kronik diperkirakan 14,4 per 100.000 penduduk, dan
hanya 18,8 % disebabkan oleh alkohol, dengan perbandingan lakilaki dan
perempuan 1,9:1 dimana usia rata rata 33 13 tahun.5
Pasien pankreatitis kronik biasanya ditandai nyeri perut, tetapi dapat juga tanpa
menimbulkan rasa sakit. Gambaran klinis bervariasi. Intensitas nyeri bisa berkisar
dari ringan sampai berat, bahkan pada pasien dengan sedikit kelaianan parenkim atau
duktus pada pemeriksaan, perubahan morfologi kompleks dapat menimbulkan gejala
minimal atau ekstensif.1,6
Diagnosis pasien pankreatitis kronik sangat sulit dilakukan, karena dari pemeriksaan
klinis tidak ada gejala yang spesifik, terutama pada awal pankreatitis kronik.
Diperlukan pemeriksaan labor dan penunjang serta pemeriksaan canggih untuk
menegakkan diagnosis.4
Pankreatitis kronis predisposisi untuk terjadinya kanker pankreas dan diagnosis ini
harus dipertimbangkan pada pasien dengan eksaserbasi nyeri atau berkembangnya

ikterus obstruktif. Tujuan penatalaksaan adalah untuk menetapkan diagnosis dan


untuk mengelola gejala dan komplikasi.1
Penulisan tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk dapat mendiagnosis pankreatitis
kronis secara tepat dan melakukan penatalaksaan dengan tepat sehingga dapat
mencegah komplikasi dan mortalitas dari pasien ini.
PANKREATITIS KRONIK

2.1. DEFINISI
Pankreatitis kronis merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan
menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta
mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.1,2
2.2.ETIOLOGI
Penyebab dari pankreatitis kronis ini pertama tama dikategorikan atas tiga penyebab
yaitu alkohol, idiopatik dan penyebab lain, tetapi dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, semenjak tahun 2001, etiopatogenesis dari pankreatitis kronis ini
berdasarkan pada sistem klasifikasi TIGAR-O ( Tabel 1 ).
Tabel 1. TIGAR-O klasifikasi 7.
Toxic metabolic

AlkoholTembakau
Hiperkalsemia
Gagal ginjal kronik
Racun

Idiopatik

Onset awalOnset lanjut


Tropis

Genetik

Pankreatitis herediter (cationictrypsinogen


mutation)Mutasi CFTR , Mutasi SPINK-1
Defisiensi Alfa-1 antitripsin

Autoimun
Recurrent and severe AP

Isolated Autoimmune CPSyndromic


autoimmune CP (PSC, Sjogren associated,.
Post nekrotikPankreatitis akut rekuren
Iskemik/ vaskuler

Obstruktif

Pankreas divisumTumor musinous intrapapilari


Adenokarsinoma duktal

Kemudian berkembang lagi sistem klasifikasi M-ANNHEIM , dasar dari sistem ini
bahwa kemungkinan pankreatitis kronis merupakan hasil interaksi banyak faktor
resiko (M), konsumsi alkohol (A), konsumsi Nikotin (N), faktor herediter (H), faktor
duktus pankreatik eferen(E), faktor imunologi ( I ), dan faktor metabolik (M) 8.
Alkohol bertanggung jawab atas 70-80% kasus pankreatitis kronis . Tidak ada
ambang seragam untuk efek racun dari alkohol pada pankreas, namun jumlah dan
durasi konsumsi alkohol berhubungan dengan perkembangan pankreatitis kronis.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa jenis atau pola konsumsi penting. Dikemukakan
bahwa konsumsi 150-200 ml > 40% etanol setiap hari selama 10-15 tahun
menyebabkan perkembangan pankreatitis kronis klinis dengan signifikan, tapi asumsi
lain pasien memiliki penyakit yang dipicu oleh alkohol jika mereka mempunyai
riwayat penggunaan alkohol berat. Bukti ini menunjukkan bahwa pankreas seseorang
mungkin jauh lebih sensitif terhadap alkohol dari pada yang lain, dan bahwa faktor
genetik yang tak dikenal mungkin bertanggung jawab untuk perbedaan ini.1
Penelitian Mullhaupt et al (2005), dari 343 pasien pankreatitis kronis , 265 pasien
disebabkan karena alkohol, 57 pasien idiopatik dan 11 pasien herediter, dengan umur
rata- rata 36 tahun.9
Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis ,
mempunyai hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia
tua.Disamping alkohol, rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya
pankreatitis kronis serta terdapatnya hubungan antara rokok dengan progresifitas
pankreatitis kronis 10
Di India, prevalensi tertinggi pankreatitis kronis yang diamati (830 orang) adalah
pankreatitis tropis, onset usia dini (usia rata-rata, 3313 tahun ), kurangnya paparan
alkohol, dan perkembangan kalsifikasi yang cepat, serta kegagalan kelenjar.Spekulasi
tentang etiologi telah berpusat pada mutasi peptidase serin inhibitor, tipe gen 1
Kazal, SPINK1.5
2.3. PATOFISIOLOGI

Dalam beberapa dekade terakhir telah dimunculkan empat teori utama untuk
menjelaskan patogenesis dari pankreatitis kronik yaitu : toxik- metabolik, stress
oksidatif, obstruksi batu dan duktus, dan nekrosis-fibrosis. Setiap teori ini
memberikan mekanisme yang menjelaskan sekuensi patogenik. Lebih jauh,
perkembangan ilmu pengetahuan yang terakumulasi dalam beberapa tahun terakhir
meliputi mekanisme seluler , genetik serta molekuler fibrosis pankreatitis, dan teori
patogenik baru dikembangkan.6,11

1. a.

Teori Stres Oksidatif

Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah


overaktivitas enzim detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan .
Meskipun enzim-enzim ini membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah,
hasil sampingannya termasuk molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan
oksidatif. Pankreas terekspos oleh stress oksidatif melalui sirkulasi sistemik atau
refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan inflamasi dan kerusakan
jaringan.1,11
Gambar 1. Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam
sel-sel hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus
pankreatikus menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus.
Paparan kronik terhadap stress oksidatif menyebabkan fibrosis.6

1. b.

Teori Toksik Metabolik

Bordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi
toksik bagi sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol
memproduksi lipid sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang
menyebabkan degenerasi lemak, nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang
meluas.6
1. c.

Teori Obstruksi batu dan duktus

Henri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan
penyakit yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut
disebabkan oleh aktivasi tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur,
pankreatitis kronik dimulai dalam lumen duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi
fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas cairan pankreas, menyebabkan
bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel epithelial duktus
menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan

pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai
dampak dari proses obstruksi. 4,6
1. d.

Teori Nekrosis Fibrosis

Sebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan


perkembangan fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis
dari beberapa episode pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah
periduktal yang menyebabkan obstruksi duktus dan berkembang menjadi stasis dalam
duktus dengan pembentukan batu sekunder. Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan
nekrosis6
Gambar 2. Teori nekrosis fibrosis. (A) suatu episode pankreatitis akut menyebabkan
infiltrate sel-sel inflamasi akut dalam periduktal. (B) Fase penyembuhan pankreatitis
akut melibatkan deposisi kolagen yang berefek pada daerah periduktal. (C) kompresi
ekstrinsik duktus oleh kolagen menyebabkan obstruksi kompleks sel asinar. (D)
obstruksi yang memburuk menyebabkan atrofi sel asinar, stasis dan efek sekunder
pembentukan batu.6
Konsep-konsep baru pada fibrogenesis pankreatik berupa hipotesis primary duct
dan Sentinel Acute Pankreatitis Event
Primary duct hypothesis
Cavallini dan kawan-kawan mengajukan sebuah hipotesis yang didasarkan pada
observasi pada pasien pankreatitis kronik nonalkoholik dengan duktus lebar. Faktor
patogenik primer menyebabkan kerusakan duktus sebagai suatu immunologic attack
dari epithelium duktus, yang menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada struktur
duktus. Targetnya mungkin adalah beberapa genetik spesifik atau antigen yang
dibutuhkan pada epithelium duktus. Pada proses ini, pankreatitis kronik merupakan
suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan duktus, yang merupakan
analog dari primary sclerosing cholangitis.6,12
Sentinel acute pankreatitis event hypothesis
Sel-sel stellata pankreas profibrotik
Sel-sel penyimpan vitamin A ini, telah lama diketahui berperan pada fibrosis
pankreas. Yang terbaru, ditemukan pada pankreas tikus dan manusia dan memiliki
peran yang sama dalam fibrosis pankreas. Sel-sel stellata pankreas inaktif berbentuk
segitiga, sel-sel berisi lemak predominan berlokasi di region perivaskular. Ketika
aktif, sel-sel stellata kehilangan droplet lipid dan berubah bentuk menjadi gambaran
bentuk menyerupai fibroblast, bermigrasi ke area periasinar, mengekspresikan

protein-protein spesifik, kehilangan droplet lipid sitoplasmik dan memungkinkan


sintesis kolagen tipe I, III dan fibronektin. 6,12
Beberapa penelitian terbaru menemukan faktor-faktor spesifik yang mencetuskan
transformasi sel-sel stellata menjadi bentuk aktif. Alkohol secara langsung
mengaktivasi sel-sel stellata pankreas terisolasi invitro. Penelitian yang sama
mendemonstrasikan bahwa stress oksidatif secara independen mengaktivasi sel
stellata. 6,12
Sitokin penting dalam fibrogenesis
Telah diketahui bahwa profil sitokin pada penderita pankreatitis kronik berbeda
dengan pankreas normal. Sel stellata pankreas disimulasi oleh berbagai sitokin,
kebanyakan ( PDGF, TGF , IL-1, IL-6, TNF ) muncul selama fase inflamasi
pankreatitis akut. Tampaknya pathogenesis fibrosis pankreas meliputi 11:
1. Infiltrat sel-sel inflamasi kronik seperti sel mononuclear, makrofag
2. Pelepasan sitokin spesifik (terutama TGF-1) oleh sel-sel inflamasi
3. Respon sel stellata pankreas terhadap sitokin,
4. Jalur akhir deposisi kolagen yang distimulasi oleh sel stellata
Jalur SAPE
Whitcomb dkk.(2007) mengajukan sekuensi patogenik. Mekanisme ini menyediakan
suatu jalur umum final untuk berbagai etiologi pankreas. Pentingnya episode
pertama pada pankreatitis akut merupakan tanda waspada untuk perkembangan lanjut
dari pankreatitis kronik.6

DIAGNOSIS PANKREATITIS KRONIK


3.1. Gambaran klinis
Gambaran klinik pankreatitis kronik dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok
klinis yaitu : nyeri abdomen , gagal pankreas (eksokrin dan endokrin) dan
komplikasi .2
3.1.1. Nyeri

Pada kebanyakan pasien pankreatitis kronik, nyeri perut merupakan gejala


predominan dan salah satu yang paling mempengaruhi kualitas hidup. Pada
pankreatitis, ada dua pola nyeri, terus menerus dan intermiten. Pada nyeri intermiten,
episode nyeri dipisahkan oleh masa bebas nyeri selama beberapa bulan atau tahun.
Klasiknya, nyeri pankreas dirasakan pada epigastrium atau abdomen bagian atas,
dengan penetrasi ke punggung atau menjalar ke regio interkostal kiri. Nyeri
menghilang saat membungkuk atau tidur melengkung dengan paha menekan
abdomen atau lutut dilipat. Intensitas nyeri dapat bervariasi dari ringan hingga berat.
1,3,4

Penyebabnya multifaktorial, dan belum diketahui dengan jelas. Faktor yang berperan
termasuk inflamasi pada kelenjar atau mengenai serabut saraf nyeri yang mensuplai
pankreas melalui plexus seliak, tekanan yang meningkat dalam sistim duktus
pankreatikus atau parenkim kelenjar, dikaitkan dengan komplikasi ekstra pankreas
seperti obstruksi duktus bilier atau duodenum, pseudokista pankreas, dan
hiperstimulasi pankreas akibat gangguan pada kontrol feedback negative pankreas.4
Mullhaupt et al, (2005 ) melaporkan bahwa 240 (95,6%) dari 251 pasien pankreatitis
alkaholik mengalami nyeri yang hilang timbul selama kurang lebih 10 tahun.9
3.1.2.

Malabsorbsi

Steatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga kapasitas
sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak hanya akibat
sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi bikarbonat pada sistem
duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang mempengaruhi pencernaan.
Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi malabsorbsi, tetapi dapat
memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau intake makanan yang tidak
adekuat akibat alkoholisme kronik1.
3.1.3.

Diabetes melitus

Sel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan duktus,
sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus terjadi
terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh episode
hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat dan jarang oleh
ketoasidosis13.
Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat pada
proses inflamasi pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput
retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering
ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena portal
atau splenika disertai varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma arteri, abses
pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas. 1,14

Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien pankreatitis kronik dengan gejala
nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi pankreas 5.
3.2.

Pemeriksaan Fisik

Sangat sedikit pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis atau spesifik pada pankreatitis
kronik. Pasien umumnya tampak bergizi cukup dan nyeri abdomen ringan hingga
sedang. Pada pasien alkoholik kronik dengan stadium lanjut, penurunan berat badan
dan malnutrisi dapat ditemukan, atau ditemukan tanda-tanda stigmata penyakit hati
alkoholik primer. Ikterus dapat ditemukan pada penyakit hati alkoholik atau kompresi
duktus biliaris pada caput pankreas. Pembesaran limpa jarang ditemukan, limpa
membesar pada pasien dengan trombosis vena splenikus. Eritema pada epigastrium
dan punggung dapat ditemukan akibat penggunaan obat topikal untuk mengurangi
rasa sakit. 1,4
3.3.

Pemeriksaan penunjang

Sejumlah besar pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi fungsi dan struktur pankreas
dapat dilakukan.
3.3.1.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium abnormal dapat ditemukan (1) inflamasi pankreas, (2)
insufisiensi eksokrin pankreas, (3) diabetes melitus, (4) obstruksi duktus bilier, (5)
atau komplikasi lain seperti pseudokista atau thrombosis vena splenika.2,3,6
1. Pemeriksaan darah 1,6
Serum amylase dan lipase dapat sedikit meningkat atau tidak melebihi 3x
batas normal pada pankratitis kronik, nilai yang tinggi ditemukan hanya pada
serangan akut pankreatits.Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim
pankreas menyebabkan enzim serum dalam batas normal karena fibrosis pada
pankreas yang berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas.
Konsentrasi rendah serum tripsin relatif spesifik pada pankreatitis kronik
stadium lanjut, tidak cukup sensitif pada pasien derajat ringan hingga sedang.
Pemeriksaan laboratorium kalsium serum dan trigliserida untuk
mengindentifikasi faktor penyebab.
1.

Pengujian feses
Steatorea, jika dicurigai, dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan
Sudan . Karena uji kualitatif tidak cukup peka, test perlu dilakukan dengan
diet tinggi lemak pada pasien. Steatorea juga bisa dinilai secara kuantitatif

dengan menentukan ekskresi lemak tinja dalam 24 jam setelah pasien


memperoleh diet lemak 100-g.Tes biasanya dilakukan selama 72 jam,
dengan ekskresi lebih dari 7 g lemak per hari dianggap diagnostik untuk
malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari 20 g
lemak per hari 2,6
Pengukuran elastase tinja telah diketahui cukup membantu dalam mengevaluasi
disfungsi eksokrin pankreas (Malabsorpsi), pada beberapa studi menunjukkan bahwa
nilai elastase tinja kurang dari 200 mg / g menunjukkan insufisiensi pankreas. Nilai
elastase feses yang rendah, sebagaimana juga terlihat pada 25% sampai 30% dari
pasien dengan kondisi yang melibatkan usus halus, termasuk penyakit celiac,
penyakit Crohn, enteropati protein susu sapi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan,
enteritis dan pada pasien dengan diabetes melitus, merupakan suatu komplikasi
pankreatitis kronik yang umum.6
.
Prevalensi elastase tinja yang rendah telah dilaporkan 46% pada pasien dengan
diabetes tipe 1 dan 30% pada pasien dengan diabetes tipe 2. Sehubungan elastase
feses yang rendah juga dapat dilihat dalam berbagai kelainan usus halus lainnya,
kondisi ini seharusnya tidak digunakan sebagai satu-satunya dasar diagnostik untuk
pankreatitis kronik.2,6
.
1. Tes Fungsi Pankreas
.
Tes fungsi pankreas (PFTs) dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang
mengalami sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan
laboratorium yang normal. Tes fungsi pankreas bisa dilakukan indirek (yakni,
sederhana dan non-invasif) atau direk (yaitu, invasif). Indirek tes mengukur
konsekuensi dari insufisiensi pankreas. Tes ini lebih banyak dilakukan dari
PFTs direk, yang dilakukan hanya di beberapa pusat khusus. Pada PFTs direk,
pankreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog hormon.
Tak lama kemudian, cairan duodenum dikumpulkan dan dianalisis untuk
mengukur isi sekretori pankreas normal . Masalah utama dengan beberapa tes
direk adalah sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan . Hasil PFTs
negatif, tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pankreatitis kronik.13
Uji direk minimal invasif fungsi eksokrin pankreas yang lain adalah uji pancreolauryl
(PLT), dengan menelan senyawa fluorescein dilaurate, sebuah substrat untuk enzim
pankreas kolesterol esterase, waktu sarapan pagi. Fluorescein kemudian diserap dari
usus dan dikeluarkan dalam urin.Pemecahan Enzimatik dari hasil substrat
menghasilkan pelepasan fluorescein sebanding dengan aktifitas kolesterol esterase.
Pengukuran fluorescein dari serum atau dari koleksi urin 24 jam memungkinkan
untuk estimasi secara kuantitatif fungsi eksokrin pankreas.Studi telah mencatat bahwa
sensitivitas PLT berkisar dari 85% untuk insufisiensi pankreas berat sampai dengan
50% untuk insufisiensi yang ringan13.
Uji bentiromide sama prisipnya dengan PLT, tetapi tidak lagi digunakan karena
reagennya telah ditarik dari pasar. Secara umum, manfaat dari tes ini dibatasi oleh

hasil negatif mereka pada tahap awal penyakit dan oleh kurangnya ketersediaan di
sebagian besar center13.
.
Dua hormon digunakan untuk merangsang sekresi pankreas, cholecystokinin (CCK)
dan secretin. Tes CCK mengukur kemampuan sel asinar pankreas untuk
mengeluarkan enzim pencernaan, sedangkan secretin Tes untuk mengukur
kemampuan sel duktus pankreas menghasilkan bikarbonat. Meskipun insufisiensi
pankreas tingkat lanjut melibatkan kelainan asinar maupun sekresi duktus, tidak
diketahui hormon mana lebih sensitif pada penurunan fungsi pankreas
awal13.
. Dari semua PFTs tersedia, uji secretin stimulasi mungkin yang
paling banyak dipelajari dan dengan demikian merupakan standar acuan untuk PFTs
langsung .Ada beberapa versi yang berbeda dari pengujian, tetapi prinsip dasarnya
adalah memerlukan pengumpulan terus menerus cairan duodenum selama 1 sampai 2
jam. cairan tersebut kemudian dianalisa konsentrasi bikarbonat , volume, dan total
output. Baik agen biologis maupun sintetis babi telah digunakan, namun saat ini telah
tersedia secretin sintetis yang berasal dari manusia yang kelihatannya lebih
menguntungkan.
.
Pada tes ini, sebuah tabung double-lumen dimasukkan melalui hidung pasien dan
sampai ke duodenum, atau sampel dikumpulkan secara endoscopi. Dosis uji diberikan
untuk menentukan hipersensitif terhadap salah satu komponen dalam formulasi.
Setelah uji dosis 0,2 mg secretin sintetis, isi duodenum dikumpulkan sebelum dan
sesudah secretin IV sintetik, dengan interval 15 menit selama 1 jam. Konsentrasi
bikarbonat kurang dari 80 mEq / L pada 4 Aliquot merupakan insufisiensi eksokrin
(malabsorpsi). Sayangnya, uji ini memakan waktu (membutuhkan sekitar 1 jam),
tidak menyenangkan untuk pasien, dan tidak cukup sensitif maupun spesifik untuk
mengidentifikasi pankreatitis kronik definitif dini; ada nilai yang tumpang tindih
antara pasien dengan atautanpa pankreatitis kronik13.
Table 2. Tes Fungsi Pankreas13
3.3.2.

Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen


Foto rontgen memperlihatkan kalsifikasi pankreas pada 25 59 % pasien yang
merupakan patognomonik pada pankreatitis kronik. Kalsifikasi primer muncul pada
kalkuli intraduktal baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor.Kalsifikasi
ini paling sering ditemukan pada pankreatitis alkohol tetapi juga terlihat pada bentuk
herediter dan tropis 2.
Gambar .3. Pankreatitis kronik. Foto polos abdomen memperlihatkan kalsifikasi kasar
pada
distribusi pankreas akibat pankreatitis kalsifikasi kronik 2.

b. Pemeriksaan barium
Pada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada
penanganan pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi
biasanya disebabkabkan oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran
pankreas dapat menekan gaster. Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis
vena splenika dapat memberikan gambaran yang sama. 6
Gambar 4. Pankreatitis kronik. Pemeriksaan barium pada traktus gastrointestinal
bagian atas menunjukkan gambar 3 terbalik pada duodenum. Karsinoma pankreas
dapat memberikan gambaran yang sama.6
c. Ultrasonografi
Digunakan sebagai modalitas awal pada pasien dengan gambaran nyeri perut atas,
dapat menentukan penyebab pankreatitis kronik ( penyakit hati alkoholik, penyakit
kalkuli) dan menilai komplikasi penyakit (mis. pseudokista, ascites, obstruksi vena
portal/splenika)6
Gambar 5. Pankreatitis kronik. Sonogram transversal memperlihatkan gambaran
echogenik, pembesaran pankreas disertai dengan multipel focus kecil hiperekoik
tanpa bayangan pada pancreas.6
1. d.

CT Scan

CT sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan


pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan
pada CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan
ukuran, bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan
lebih sensitif dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan
kalsifikasi.Tetapi kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis
kronis dan menentukan tingkat kelainan duktus.1,2
Gambar 6. Pankreatitis kronik. Nonenhanced axial CT scan pada pankreas
memperlihatkan kalsifikasi granular pankreas.2
1. e.

Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik
walaupun invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending
cholangitis.
Gambar 7. Pankreatitis kronik. ERCPgram memperlihatkan duktus bilier berdilatasi
berhubungan

dengan striktur pada bagian bawah duktus bilier dan dilatasi duktus pankreas yang
berkelokkelok. Sebuah stent kemudian diletakkan berseberangan dengan striktur pada duktus
bilier.15

Kegunaan terpenting ERCP adalah untuk menilai kelainan stuktur seperti stenosis
saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi
yang di timbulkannya.6,15
f. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI khususnya MR cholangiopancreatography (MRCP), adalah suatu teknik
noninvasif. MRCP memberikan karakteristik gambaran kelainan pada duktus
pankreatikus dan obstruksi yang disebabkan pankreatitis kronik seperti kolelitiasis,
serta mengevaluasi kelainan parenkim.Kelainan duktus pankreatikus pada
pankreatitis kronik dengan MRCP berdasarkan pada kriteria Cambridge.16,17
Tabel 3. Kriteria Cambridge 16
Gambar 8 . ad. MRCP of a pancreatic duct according to the Cambridge
classification: stage 2 ductal changes include fewer than three side branches (arrow,
a), and stage 3 changes include more than three side branches with preserved main
pancreatic duct diameter (arrows, b). The findings of stage 4 include side branch
ectasias (thin arrow, c) and a dilated main pancreatic duct (thick arrow, c). Stage
5Cambridge changes manifest as a dilated main pancreatic duct (short arrow, d) with
a cyst in the parenchyma (long arrow, d).16
Gambar 9.Pankreatitis kronik. Transaxial T2-weighted MRI scan pada cauda
pankreas
memperlihatkan duktus pankreatikus dilatasi secara berkelokkelok.Dikutip dari kepustakaan 16
1. g.

EUS (Endoskopi Ultrasonografi )

EUS merupakan pemeriksaan pilihan jika pankreatitis kronik di duga tapi tidak
terbukti. EUS memiliki peran diagnostik penting karena sangat sensitif dalam
mendeteksi perubahan patologi awal pankreatitis kronik. 1,18
Diagnosis EUS CP didasarkan pada morfologi saluran dan parenkim. EUS-dipandujarum halus sitologi aspirasi berguna bagi diagnosis pankreatitis kronis dan juga
untuk membantu mengeluarkan kanker pankreas, meskipun mungkin sulit untuk
mendapatkan sampel yang baik dari kelenjar yang sakit.Yang bisa dinilai dari EUS

yaitu fitur parenkim (kelenjar atrofi, fokus hyperechoic, kista terdampar, hyperechoic,
Lobu-larity) dan fitur duktal (penyempitan, dilatasi, ketidakteraturan, bate, dilate si
sidebranch, dinding hyperechoic) 18,19
.
Gambar 10. Selected EUS morphologic features of chronic pancreatitis. A,
Hyperechoic
foci and strands. B, Lobularity. C, Dilated, irregular main pancreatic duct. D,
Hyperechoic duct margin. E, Calcified, shadowing stones.18
Tabel.4. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Endoskopi18

Pemeriksaan Sensitivitas Spesifisitas


(%)
(%)
Foto polos
N/A

N/A

Ultrasonografi
60-70
Contras
enhanced CT
scan

80-90

75-90

85

75-90

90

85

100

ERCP

MRCP

Keterangan

Tidak rutin direkomendasikan. Dapat


ditemukan kalsifikasi
Dapat menentukan penyebab pancreatitis
kronik
Pemeriksaan radiologi awal untuk evaluasi
susp pankreatitis kronik; dapat melihat
kalsifikasi, pseudokista, thrombosis,
pseudoaneurisma, nekrosis dan atrofi
Standar referensi ; invasive dan dikaitkan
dengan komplikasi; utamanya digunakan
untuk diagnosis pankreatitis awal dengan CT
dan tes fungsi pankreas normal
Nonivasif dan nonionisasi radiasi atau media
kontras, kurang sensitive disbanding ERCP
untuk evaluasi cabang duktus; dapat
dikombinasi dengan tes sekretin.

Endoscopy
USG
97

60
Berguna pada evaluasi pankreatitis kronik awal, massa pankreas, dan leski kistik,
dapat dikombinasikan dengan biopsy FNA.
Tabel 5. Penelitian mengenai EUS dibandingkan endoskopi lain18.

PENATALAKSAAN PANKREATITIS KRONIK

Penatalaksaan pankreatitis kronik bertujuan untuk menetapkan diagnosis, mengelola


gejala dan komplikasi, secara medis atau non bedah, endoskopi dan bedah.
4.1. Penatalaksanaan Non Bedah
Tujuan dari penatalaksanaan ini adalah mengubah pola hidup yang dapat
mengeksaserbasi riwayat alami penyakit, memungkinkan pankreas sembuh sendiri,
menentukan penyebab nyeri abdomen dan meringankannya, mendeteksi insufisiensi
kelenjar eksokrin pankreas dan mengembalikan fungsi pencernaan dan absorbsi
normal, serta mendiagnosis dan menangani insufisiensi endokrin.14,15
4.1.1.

Perubahan pola hidup

Berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok tembakau memiliki arti penting.


Pasien yang terus mengkonsumsi alkohol mengalami gangguan fisik dan
memiliki resiko kematian tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berhenti.

Rokok tembakau merupakan faktor resiko morbiditas dan mortalitas yang kuat
dan independen pada pankreatitis kronik alkoholik.1,6

4.1.2

Penanganan nyeri abdomen

Urutan penggunaan analgesik menurut World Health Organization (WHO) dimulai


dengan analgesik non opioid, kemudian opioid ringan , sebelum menggunakan opioid
yang lebih potent. Pada keadaan yang jarang, neurolisis plexux celiac (alkohol atau
fenol) dan blok (bupivacaine dan triamcinolone) dapat diberikan dengan bantuan

radiologi (tuntunan CT) atau endoskopi (EUS) , tetapi tingkat responnya relatif
rendah dan jangka pendek. Intervensi terbaru untuk mengurangi nyeri difokuskan
pada penggunaan octreotide ( untuk mengurangi sekresi pankreas dan
cholesistokinin /CCK) atau proglumide dan loxiglumide (antagonis reseptor CCK),
penekanan pada pentingnya stimulasi berlanjut CCK pada produksi nyeri pankreatik
kronik.6,11,20
Celiac Plexus Blocade (CPB) telah digunakan untuk pengobatan nyeri selama
beberapa tahun, yaitu dengan memberikan kortikosteroid dan anestesi lokal.20
LeBlank et all (2009) ,EUS CPB dengan kortikosteroid cukup bermakna untuk
mengurangi nyeri pada pankreatitis kronik, tetapi tidak ada perbedaan yang
bermagna pemberian 1 atau 2 injeksi kortikosteroid terhadap lama dan kekambuhan
nyeri.21
4.1.3.Kegagalan fungsi endokrin dan eksokrin
1. Steatorea
Terapi untuk steatorea diarahkan pada memberikan jumlah enzim eksogen pankreas
yang cukup ke dalam lumen usus. Penggunaan yang sesuai mengobati diare dan
penurunan berat badan meskipun steatorea biasanya tidak terkoreksi sempurna. .
Dosis enzim pankreas yang diberikan harus cukup tinggi untuk mengobati steatorea,
tapi kenaikan berat badan yang signifikan jarang tercapai. Penanganan yang efektif
biasanya membutuhkan setidaknya 30.000 IU lipase selama periode 4 jam prandial
dan postprandial tetapi dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dengan pompa proton
inhibitor mungkin diperlukan..2,20
Manipulasi diet juga dapat membantu menangani malnutrisi dan malabsorbsi. Diet
setidaknya mengandung jumlah sedang lemak (30%), tinggi protein (24%), dan
rendah karbohidrat (40%). 6
1. Diabetes melitus
Terapi diabetes pada pasien pankreatitis kronik sama dengan penanganan pada pasien
diabetes biasa, pemberian insulin juga dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol
kehilangan glukosa melalui urin dibandingkan upaya mengontrol gula darah. Kontrol
ketat gula darah biasanya diindikasikan pada satu subgroup, pasien dengan
hiperlipidemik pankreatitis. Pada kelompok ini, diabetes merupakan penyakit primer
dan kontrol ketat gula darah memungkinkan kontrol serum trigliserida.6
4.1.4.Diet makanan

Diet makanan rendah lemak dan tinggi protein dan karbohidrat direkomendasikan,
terutama pada pasien dengan steatore. Batasannya tergantung pada keparahan
malabsorbsi lemak, umumnya cukup intake 20 gram atau kurang.6
Defisiensi protein dan lemak bermakna tidak terjaadi hingga fungsi pankreas 90%
hilang. Steatorea biasanya terjadi sebelum defisiensi protein karena penurunan
aktivitas lipolisis lebih proteolisis.1
Rekomendasi spesifik termasuk diet harian 2000-3000 kalori, terdiri dari 1,5 2
g/kgBB protein, 5-6 g/kg karbohidrat , dan 20-25% total kalori berupa lemak (kirakira 50 75 gr) perhari.17
Malabsorbsi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin B-12 mungkin terjadi.
Suplemen oral enzim-enzim direkemondasikan.20
4.1.

Endoskopi

Indikasi terapetik ERCP termasuk penanganan batu, striktur, dan pseudokista.


Dekompresi duktus dengan spincterotomy atau pemasangan stent menghilangkan
nyeri pada kebanyakan pasien. Drainase endoskopi diindikasikan gejala atau
komplikasi; regresi terjadi pada 70 hingga 86 persen pasien. Drainase ERCP
pseudokista memberikan tingkat hilang nyeri serupa dengan pembedahan, dengan
tingkat mortalitas yang sama atau lebih rendah. Pada pasien dengan batu bermakna ,
extracorporeal shock wave lithotripsy , dengan atau tanpa drainase endoskopi duktus
pankreatikus, telah diajukan sebagai teknik yang aman, metaanalisis terbaru
menyimpulkan bahwa teknik ini efektif untuk membersihkan duktus dan
menghilangkan nyeri22.
4.2.

Pembedahan

Sebagian dari semua pasien mengalami pembedahan dalam perjalanan penyakitnya.


Kebanyakan pasien mendapatkan pembedahan ketika penanganan medis dan
endoskopi gagal mengurangi nyeri abdomen23.
Tabel 6. Indikasi pembedahan pada pankreatitis kronik23

Indikasi pembedahan pankreatitis kronik


Striktur bilier atau pancreas
Stenosis duodenum
Fistel (peritoneal atau efusi pleura)

PerdarahanNyeri abdomen kronik


Pseudokista
Curiga neoplasma pankreas
Komplikasi vaskuler
Prosedur dekompresi digunakan pada pasien large duct disease. Lateral
pancreaticojejunostomy paling umum dilakukan dan memberikan hasil pada 61
hingga 90% cystenterostomy diindikasikan pada pasien dengan gejala, pembesaran,
atau komplikasi pseudokista. Memiliki tingkat keberhasilan 90 -100 persen24.
Gambar 11. A. Lateral pancreaticojejunustomy, B. pancreatoduodenectomy (Whipple
procedure), C. pylorus preserving pancreato-duodenectomy, D. Total
pancreatectomy 23
Karena tingkat mortalitas yang tinggi, drainase perkutaneus dilakukan pada pasien
dengan resiko pembedahan tinggi dan yang tidak membaik dengan pendekatan
endoskopi. 2
Prosedur reseksi dipertimbangkan pada pasien dengan massa pankreas atau small
duct disease. Prosedur reseksi termasuk pancreatoduodenectomy (prosedur
Whipple) ,pylorus-preserving, dan pancreatectomy total atau distal.24
Tabel 7. Pilihan penanganan pada pankreatitis kronik2

Jenis penatalaksanaan
Medical

Pilihan
Analgesik (pendekatan bertingkat)

Antidepresan
Menghentikan konsumsi alkohol dan tembakau
Denervasi (blok nervus seliak, transthoracic splanchnicectomy
Insulin (untuk diabetes)
Diet rendah lemak dan makanan kecil
Enzim pankreas dengan proton pump inhibitor atau histamine H2 blocker.

Terapi steroid (pada autoimun pankreatitis)


Supplemen pankreas (A,D,E, K,dan B12)EndoskopiESWL dengan atau tanpa
endoskopi
Pancreatic sphincterotomy dan pemasangan stent untuk mengurangi nyeri
Drainase transampula atau transgaster pseudokistaPembedahan
Dekompresi

ReseksiCystenterostomy
Lateral pancreaticojejunostomy
Sphincterotomy atau sphincteroplasty
Pankreatektomi distal atau total
Pancreatoduodenektomi (Whipple procedure, pylorus preserving, duodenum
preserving)

Tabel 8.Penelitian teknik reseksi Pankreatitis kronik23.

Anda mungkin juga menyukai