PENDAHULUAN
Pneumothoraks adalah kondisi rongga pleura terisi udara.1 Adanya udara pada
rongga potensial di antara pleura viseral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru
terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura tersebut,
semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paruparu menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada
intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen ke
jaringan atau organ, akibat darah yang menuju ke dalam paru yang kolaps tidak
mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.2
Penyebab pneumothoraks di negara barat paling banyak adalah PPOK 69%,
tumor 18%, sarkoidosis 5%, tuberkulosis 2%, infeksi paru lain 3% serta sisanya adalah
penyakit lain. Namun di negara Asia dan negara berkembang tuberkulosis menempati
peringkat pertama sebagai penyebab pneumothoraks. Pada sebuah penelitian didapatkan
urutan penyebab dari 35 kasus pneumothoraks spontan sekunder adalah tuberkulosis 18
kasus (46,15%), keganasan 13 kasus (33,33%), pneumonia 3 kasus (7,69%) dan PPOK
1 kasus (2,56%).2
Insidensi pneumothoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Seaton dkk,
melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumothoraks
sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi pneumothoraks meningkat lebih
dari 90%. Dari hasil penelitian Melton et al selama 25 tahun di Minnesota, AS, dari 141
pasien pneumothoraks spontan tersebut, 77 pasien pneumothoraks spontan primer (PSP)
dan 64 pasien pneumothoraks spontan sekunder (PSS). Pada pasien-pasien
pneumothoraks didapatkan angka insidensi sebagai berikut PSP terjadi 7,4/8,6/100.000
per tahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita., sedangkan insidensi PSS
6,3/100.000 pertahun untuk pria dan 2,0/100.000 per tahun untuk wanita.3
Beberapa
literatur
menyebutkan
klasifikasi
pneumothoraks
berdasarkan
etiologinya menjadi2,4,5:
terlihat
gelisah
akibat
kesulitan
bernapas.
Usaha
dari
tubuh
untuk
mengkompensasi akibat sesak napas yang terjadi adalah bernapas yang cepat (takipneu)
dan denyut nadi yang meningkat (takikardia)6,7.
Pada inspeksi sering didapatkan salah satu sisi dada yang tertinggal akibat
adanya akumulasi udara pada salah satu sisi paru. Pada palpasi didapatkan fremitus
taktil yang melemah diakibatkan getaran tidak dapat dihantarkan akibat terlalu
banyaknya udara pada rongga pleura. Pada saat diperiksa dengan mengetuk dinding
dada akan terdengar suara hipersonor, akibat akumulasi udara pada rongga pleura.
Kolapsnya paru-paru yang terdesak oleh udara yang berada di rongga pleura ini
menyebabkan proses ventilasi dan oksigenasi berkurang atau malah tidak terjadi,
sehingga jika didengarkan dengan stetoskop suara napas tidak terdengar. Penumpukan
udara yang semakin banyak disana menyebabkan terjadinya pendorongan pada
mediastinum dan trakea ke arah kontra lateral dari paru-paru yang kolaps.6,7
Ada tiga fokus utama yang perlu diperhatikan pada pemberian hidup dasar pada
pneumothoraks yaitu distress pernapasan, penurunan cardiac output, dan perdarahan.
Prioritas utama pada penanganan pneumotoraks sebenarnya sangat diperhatikan pada
breathing penderita. Apabila ada penyakit dasar yang melatarbelakangi, maka harus
ditangani juga. Pengunaan pipa torakostomi/ Water Sealed Decompressiom (WSD)
digunakan pada pneumotoraks dengan gejala klinis sulit bernapas yang sangat berat,
nyeri dada, hipoksia dan gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi. WSD
dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang maksimal dan kebocoran udara sudah
tidak ada6,8.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Agama
: Islam
Suku
: Aceh
Pekerjaan
: Swasta (Pedagang)
Nomor CM
: 1015067
Jaminan
: JKRA
BB
: 45 kg
TB
: 160 cm
IMT
Tanggal Masuk
: 20 Agustus 2014
dirasakan pasien. Nyeri dada lebih berat dirasakan pada dada bagian kanan. Nyeri
dirasakan seperti perih dan tertekan. Pasien juga merasakan penurunan nafsu makan dan
mual saat masuk makanan. Pasien juga mengaku sulit BAB. BAB hanya 3 hari sekali
dan terasa keras. Sebelumnya saat pasien masuk IGD RSUZA dilakukan pemasangan
WSD dan sejak itu, sesak dan batuk sudah jauh berkurang. Sebelumnya pasien
mendapatkan OAT selama 12 hari namun putus obat karena menurut pasien kondisi
pasien semakin lemah semenjak meminum obat OAT.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada bulan Mei lalu, pasien sudah pernah dirawat selama 11 hari di RS Sigli
dengan diagnosa TB Paru.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit ini. Adik pasien sering
batuk-batuk juga.
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya di RS Sigli pasien mendapatkan obat OAT selama 12 hari, namun
pasien merasa semakin lemas semenjak minum obat, lalu putus obat.
Riwayat Kebiasaan Sosial
Di sekeliling pasien tidak ada yang mempunyai penyakit serupa. Tempat tinggal
kurang terjaga kebersihannya. Ventilasi tidak terlalu baik.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Laju Pernapasan
: 32 x/menit
Suhu
: 37,4 C
Berat Badan
: 45 kg
Tinggi Badan
: 160 cm
Kulit
Warna
: sawo matang
Parut/skar
: tidak dijumpai
Sianosis
: tidak dijumpai
Ikterus
: tidak dijumpai
Pucat
: tidak dijumpai
Kepala
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
: serumen(-/-), normotia
Hidung
Mulut
Bibir
Lidah
: beslaq (-)
Tonsil
: T1-T1
Faring
Leher
Inspeksi
Palpasi
Thorax
Inspeksi
Pulmo Dextra
Pulmo Sinistra
Bentuk : asimetris
Bentuk : asimetris
Gerakan
dinding
Gerakan
dinding
dada : asimetris
dada : asimetris,
paru kiri tertinggal
Retraksi : +
Retraksi : +
Inspeksi Thorax Posterior Pulmo Dextra
Pulmo Sinistra
Statis / diam (tidur)
Bentuk : asimetris
Bentuk : asimetris
Dinamis (bergerak / duduk)
Gerakan
dinding
Gerakan
dinding
dada : asimetris
dada : asimetris,
paru kiri tertinggal
Retraksi : Retraksi :
Palpasi
Pulmo Dextra
SF normal
SF normal
SF normal
Pulmo Dextra
SF normal
SF normal
SF normal
Pulmo Sinistra
SF menurun
SF menurun
SF menurun
Pulmo Sinistra
SF menurun
SF menurun
SF menurun
Pulmo Dextra
Sonor
Redup
Redup
Pulmo Sinistra
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
Pulmo Dextra
Sonor
Redup
Redup
Pulmo Sinistra
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
Perkusi
Auskultasi
Pulmo Dextra
Pulmo Sinistra
Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : + (basah
Rhonki : + (basah
10
kasar)
kasar)
Wheezing : Wheezing : Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : + (basah
Rhonki : + (basah
kasar)
kasar)
Wheezing : Wheezing : Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : + (basah
Rhonki : + (basah
kasar)
kasar)
Wheezing : Wheezing : Pulmo Dextra
Pulmo Sinistra
Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : +
Rhonki : +
Wheezing : Wheezing : Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : + (basah
Rhonki : + (basah
kasar)
kasar)
Wheezing : Wheezing : Bronkhial
Vesikuler
Rhonki : + (basah
Rhonki : + (basah
kasar)
kasar)
Wheezing : Wheezing :
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hepar
Lien
Ginjal
: Ballotement (-/-)
11
Perkusi
: timpani (+)
Auskultasi
28/8 29/8
9,8
50,6
36
0/0/1/95/2/2
4,6
368
115
2,19
2,11
36
30
3,3
2,7
6,7
79
27
34
19,4
31
2/0/84/7/7
3,7
552
4/9
8,8
16,2
28
4/0/77/10/9
3,4
1,07
0,53
19
11
12
13
2.4 RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak
2 hari sebelum masuk RS. Sesak dirasakan tidak menentu waktu, lebih berat jika setelah
beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Namun jika tidur berbaring lebih sesak
dibandingkan pada posisi duduk. Batuk kering (+) sejak 2 bulan yang lalu batuk
berdarah 1x dengan jumlah darah setengah sendok teh. Batuk lebih sering dirasakan
pada pagi dan malam hari. Nyeri dada(+), lebih berat dirasakan pada dada bagian kiri.
Penurunan nafsu makan dan mual(+). Pasien sudah pernah dirawat selama 11 hari di RS
Sigli dengan diagnosa TB Paru dan mendapatkan OAT selama 12 hari namun putus obat
karena menurut pasien kondisi pasien semakin lemah semenjak meminum obat OAT.
Tempat tinggal kurang terjaga kebersihannya. Ventilasi tidak terlalu baik.
Dari hasil pemeriksaan fisik paru, inspeksi saat dinamis paru kiri tampak
tertinggal, ada retraksi otot pernapasan. Palpasi dijumpai adanya penurunan stem
fremitus pada lapangan paru kiri pada pemeriksaan paru anterior dan posterior. Suara
perkusi hipersonor juga didapatkan pada lapangan paru kiri. Dan suara vesikuler
lapangan paru kiri menurun bila dibandingkan dengan suara bronkhial di lapangan paru
kanan. Suara nafas tambahan ronkhi basah kasar ditemukan dilapangan paru kanan dan
kiri. Pemeriksaan fisik jantung, abdomen dan lainnya dalam batas normal. Dari hasil lab
dijumpai peningkatan leukosit dan peningkatan enzim-enzim fungsi hati. Hasil foto
thoraks tanggal 25 Agustus 2014, tampak TB paru dengan kolaps paru sinistra parsial
serta pneumothoraks sinistra dengan pleural peal di hemithoraks dekstra.
14
O2 2-4 Liter/menit
Edukasi
1. Penjelasan mengenai keadaan pasien
2. Penjelasan mengenai OAT yang harus diminum setiap hari tidak boleh putus dan
beberapa efek samping OAT
3. Membatasi aktivitas agar tidak mudah lelah, mengurangi sesak dan mengurangi
nyeri dada.
4. Jika batuk ditutup mulutnya agar tidak menularkan ke orang lain
5. Edukasi mengenai pentingnya asupan makanan yang cukup agar membantu proses
penyembuhan.
2.7 PLANNING
1. Cek Sputum BTA
2. AGDA
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Quo ad sanactionam
: dubia ad malam
15
BAB III
ANALISA KASUS
Penegakan diagnosis pneumothoraks dapat dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan adanya
16
gejala sesak napas, batuk lebih dari 2 bulan dan sempat batuk berdarah 1x sebanyak
setengah sendok teh, demam naik turun tidak menentu waktu, nyeri dada terutama pada
dada sebelah kanan, penurunan nafsu makan dan mual saat diberikan makanan serta
sulit BAB.9
Hal ini sesuai dengan teori dimana gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala
sistemik. Gejala respiratori adalah batuk minimal 2 minggu, batuk darah, sesak napas,
dan nyeri dada dan ditambah dengan gejala sistemik berupa demam. Gejala sistemik
lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.9
Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan fisik paru didapatkan dada
yang asimetris, dada kiri tertinggal, dijumpai retraksi, penurunan stem fremitus pada
dada sebelah kiri bagian anterior maupun posterior dibandingkan dengan dada sebelah
kanan bagian anterior maupun posterior. Pada perkusi didapatkan suara hipersonor pada
dada sebelah kiri bagian anterior dan posterior dan suara redup didapatkan pada dada
sebelah kanan bagian anterior maupun posterior. Pada auskultasi didapatkan suara nafas
atau suara vesikuler yang menurun atau melemah pada dada sebelah kiri bagian anterior
dan posterior, disertai suara napas tambahan ronki basah kasar di seluruh lapangan paru
kiri dan kanan. Suara bronkhial masih terdengar di dada sebelah kanan bagian anterior
dan posterior.
Hal ini hampir sama dengan teori mengenai tuberkulosis yang sudah disertai
dengan komplikasi pneumotoraks, dimana keluhan utama yang diungkapkan penderita
adalah nyeri dada disertai sesak nafas yang timbul secara mendadak dan dapat juga
ditemukan batuk. Rasa nyeri bersifat menusuk di daerah hemithoraks yang terserang
dan bertambah berat pada saat bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke
arah bahu, hipokondrium atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan yang
terjadi akibat robekan pleura viseralis dan darah menimbulkan iritasi pada pleura
viseralis. Sesak nafas makin lama makin hebat akibat pengempisan paru yang terkena
dan gangguan pengembangan paru yang sehat. Penderita dapat mengalami kegagalan
pernafasan akut, terutama bila penyakit yang mendasari timbulnya pneumothoraks
adalah asma atau penyakit paru obstruktif menahun. Batuk pada umumnya tidak
produktif, terutama pada pneumothoraks spontan idiopatik. Keluhan lain yang dapat
17
18
terdorong ke sisi yang sehat. Apabila disertai darah atau cairan, maka akan tampak garis
batas mendatar yang merupakan batas antara udara dan cairan.11
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan fungsi hati,
peningkatan SGOT. Hal ini dapat disebabkan karena pasien mendapatkan obat OAT
4FDC yang terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa efek samping utama dari pirazinamid ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus) dengan gambaran
peningkatan enzim-enzim hati.9
Pada tatalaksana, pasien mendapatkan OAT obat lepas Rifampisin 1x450 mg/
hari, INH 1x300 mg dan Etambutol 1x1000 mg. Hal ini sesuai dnegan teori bahwa
pengobatan TB lini pertama dapat diberikan
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg
BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin:15mg/kgBB atau
19
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Pada pasien juga dilakukan pemasangan selang WSD untuk dekompresi dari
pneumothoraks pada dada sebelah kiri, hal ini sesuai dengan teori a pabila penderita
datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin bertambah kita
harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD
(Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita
harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat
menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita
gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang
paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan
ke dalam botol yang berisi air. Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (kurang
dari 20% paru yang kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya
untuk mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD. Setelah paru
mengembang, yang ditandai terdengarnya kembali suara nafas dan dipastikan dengan
foto toraks, maka selang WSD diklem selama 13 hari. Pengembangan paru secara
sempurna selain dapat dilihat pada foto toraks biasanya dapat diperkirakan jika sudah
tidak terdapat undulasi lagi pada selang WSD. Apabila setelah diklem selama 13 hari
paru tetap mengembang, maka WSD dapat dicabut. Pencabutan selang WSD dilakukan
dalam keadaan ekspirasi maksimal.12
BAB IV
KESIMPULAN
20
Pneumothoraks adalah kondisi rongga pleura terisi udara. Adanya udara pada
rongga potensial di antara pleura viseral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru
terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura tersebut,
semakin banyak udara yang masuk ke dalam rongga pleura akan menyebabkan paruparu menjadi kolaps. Penegakan diagnosis pneumothoraks dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis biasa
dijumpai adanya batuk, sesak nafas dan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya bagian dada yang tertinggal, penurunan fremitus taktil, suara ketukan hipersonor
pada daerah yang diduda pneumothoraks dan adanya suara nafas yang melemah.
Pneumothoraks spontan sekunder paling banyak di Indonesia penyebabnya adalah
infeksi tuberkulosis. Mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan sekunder adalah
akibat peningkatan tekanan alveolar melebihi tekanan interstisial paru dan
menyebabkan udara dari alveolus berpindah ke rongga interstisial kemudian menuju
hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. OAT harus diberikan sesuai dengan
kategori masing-masing pasien, untuk pneumothoraksnya sendiri, penanganan yang
lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Bila alat-alat WSD tidak
ada, dapat kita gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura
ditempat yang paling sonor waktu diperkusi.
21