PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal
manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian, al-Kindi tidak sependapat dengan para AlKindi adalah filosof Islam pertama yang berupaya mempertemukan ajaran Islam dengan filsafat
Yunani.Sebagai seorang filosof, al-Kindi lebih mengandalkan kemampuan akal untuk memperoleh
pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk
mencapai pengetahuan filosof Yunani dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam.Misalnya, tentang kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tidak ada.Al-kindipun
berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi.
Oleh karena itu, al-Kindi bukan termasuk filosof yang dikritik al-Ghazali dalam kitabnya: Tahafut alFalasifah (Serangan terhadap para filosof ALKINDI.
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari
manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih
utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari
filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat
sangat memerlukan filsafat untuk memperkuat alas an-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah antara hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat AlQuran.Pemecahan Al-kindi terhadap masalah ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa
mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti sebenarnya). Arti majazi ini hanya
dinyatakan dengan jalan takwil ( penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama
dan ahli pikir.
DAFTAR ISI.....................................................................................
A. Biografi al-Kindi...................................................................................
B. Teori Pengetahuan dan Pemikirannya..................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI AL-KINDI
Nama aslinya adalah Abu Yusuf Bin Ishak dan terkenal dengan sebutan
filosof Arab, keturunan Arab asli dan silsilahnya sampai kepada Yaqub bin
Qahthan, yaitu nenek pertama suku Arabia selatan. Ayahnya, Al-Kindi,
pernah menjadi gubernur Kufah pada pemerintahan Al-Mahdi dan Harun ArRasyid, dan nenek-neneknya adalah raja di daerah kindah dan sekitarnya
(Arabia selatan).1
Al-Kindi mendapat kedudukan yang tinggi dari Al-Mamun Al-Mutasim dan
anaknya, yaitu Ahmad, ahkan menjadi gurunya. Karena berkecimpung dalam
lapangan filsafat, ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli
hadist, yaitu Abu Jafar bin Muhammad Al-Balakhy. Al-kindi mengalami
kemajuan pikiran islam dan menerjemahkan buku-buku asing kedalam
bahasa Arab, bahkan ia termasuk pelopornya. Bermacam-macam ilmu telah
dikajinya, terutama filsafat, dalam suasana yang penuh pertentangan agama
dan majhab, dan di banjiri oleh golongan mutazilah serta ajaran-ajaran
Syiah.2
Jumlah karangannya sebenarnya sukr ditentukan, karena dua sebab.
Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah
karangan tersebut. Ibn An-Nadim dan Al-Qafghi menyebut 238 risalah
(karangan
pendek),
dan
Shaid
Al-Andalusi
menyebutkan
50
buah,
karangan-karangannya
yang
sampai
kepada
kita
ada
yang
memuat
Pemikiran Al-Kindi
Menurut sejarah dibeberapa buku, seperti; Al-Tarikh Al-Islami, Tarikh
Falasifah Al-Islam, Tarikh Al-Fikr Al-Arabi, dan Lainnya menyatakan bahwa alKindi adalah seorang filosof Islam yang pertama dari bangsa Arab yang
berusaha memadukan antara ajaran filsafat Yunani dengan ajaran Islam.
Atas perpaduan antara ajaran filsafat yunani dengan Ajaran Islam, maka ini
terbukti bahwa mempelajari filsafat tidaklah memusnahkan keyakinan
agama yang dimiliki umat Islam selama umat Islam tersebut sudah kokoh
berpegang pada dasar-dasar Islam. Selama eksisnya dalam mempelajari
filsafat, al-Kindi memberikan definisi-definisi singkat dari filsafat itu sendiri. 4
Menurutnya filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan
3 Ibid:hlm. 443.
4
3
lagi
filosof
adalah
orang
yang
berupaya
memperoleh
kebenaran dan hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil. Filosof
yang sejati adalah filosof yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan
mengamalkan kebijaksanaan itu.
164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dalil kedua yang dimunculkannya adalah Q.S Al-Hasyr ayat dua
2. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari
kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kamu tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa
benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah;
Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak
mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati
5
yang
dikumpulkan
dari
bermanfaat.
karya-karya
Kebanyakan
Aristoteles
definisi
dan
filsafat
al-Kindi
kesukaannya
kepada
Aristoteles tidak bisa di abaikan. Bahkan, ketika ia meringkas dari sumbersumber lain yang secara keliru, ia menisbahkan pula kepada Aristoteles.
Subjek dan susunanya sesuai benar dengan sumber Neopolitik. Pada definisi
pertama, Tuhan disebut Sebab pertama mirip dengan Agen Pertamanya
Plotinus, suatu ungkapan yang juga digunakan al-Kindi atau dengan
istilahnya Yang Esa adalah sebab dari segala sebab. Definisi-definisi
berikutnya
dalam
Risalah
al-Kindi
dikemukakan
susunanya
yang
membedakan antara alam atas dan alam bawah. Yang pertama ditandai
dengan definisi-definisi akal, alam, dan jiwa, diikuti dengan definisi-definisi
yang
menandai
alam
bawah,
dimulai
dengan
definisi
badan
(jism),
penciptaan (ibda), materi (hayula), bentuk (shurah). Dari dasar pemikiran alkindi akhirnya timbullah pemikiran Filsafatnya antara lain:
a.
Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan al-Kindi merupakan awal lahirnya perbincangan
tidak akan pernah mati. Dalam al-Quran Surat al-Ikhlas ayat 1 s/d 4 sebagai
bukti keberadaan Tuhan.
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Dalam Islam Sang Khalik atau pencipta dan penguasa segalanya di
buat sebuah penamaan yakni Allah Swt sebagaimana disebutkan dalam
ayat di atas maka, itulah bukti yang paling kongkrit bahwa Allah swt itu ada
dan hidup kekal selamanya, sedangkan manusia adalah Hamba Allah yang
diberikan kehidupan hingga akhirnya mati. Bagaimana kita bisa percaya
akan adanya Allah Swt, maka dari itu sebagai manusia biasa diberikan akal,
hati dan nurani untuk dapat menyakini adanya Allah swt melalui bukti-bukti
kekuasaan Allah Swt.
Agar manusia khususnya umat Islam tidak berselisih paham akan
keberadaan Allah Swt, tentang keberadaan alam, ataupun keberadaan
manusia itu sendiri, maka sebagai seorang filosof, al-Kindi membagi
pengetahuan menjadi dua bahagian, yakni: pertama, pengetahuan Ilahi
( divine science). Pengetahun ini diambil langsung dari yang tercantum
dalam al-Qur-an yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi dari
Tuhan. Sedangkan dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan. Kedua,
pengetahuan manusiawi ( human science) atau falsafat. Dasarnya
ialah pemikiran (ratio-reason).
Argumen-argumen yang dibawa Quran lebih meyakinkan daripada
argumen-argumen yang ditimbulkan falsafat. Tetapi falsafat dan Quran tidak
bertentangan dengan kebenaran yang di bawa falsafat. Mempelajari filsafat
dan berfalsafat tidak dilarang, karena teologi adalah bahagian dari filsafat,
dan umat Islam diwajibkan belajar teologi.
Kebenaran yang sesungguhnya hanya pada Allah Swt. Apa yang
terlintas di akal hingga terjadi dengan sendirinya di luar akal merupakan
sebuah hikmah dalam kehidupan yang mesti kita sadari bahwa terkadang
7
suatu
pelajaran
sudah
kita
anggap
benar
namun
akhirnya
menjadi
menafikan sifat dari Zat Allah. Akan tetapi, ketika Muktazilah menyatakan
bahwa Tuhan itu mengetahui dengan Ilmu-Nya dan Ilmu-Nya adalah Zat-Nya
(Alim biilm wa ilmuh zatuh) berkuasa dengan kekuasaan-Nya dan
kekuasaa-Nya adalah Zat-Nya (qadir bi qudratih wa qudratuh zaituh) al-Kindi
tidak sepaham dengan pandangan ini.
dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak
Pertama sebagai pendapat Aristoteles.
b. Filsafat Alam
Mengenai alam, al-Kindi berbeda pendapat juga dengan para filosof seperti
Aristoteles Plato, dan lainnya yang sebelum dia dengan mengatakan alam
ini kekal, sedangkan al-Kindi mengatakan alam ini tak kekal. Dalam hal ini
ia memberikan pemecahan yang radikal, dengan membahas gagasan
8
c.
Mengenai jiwa dan akal, al-Kindi juga membantah pendapat Aristoteles. Para
filosof muslim menamakan jiwa (al-nafs) seperti yang diistilahkan dalam alQuran yaitu, al-ruh. Kemudian kata ruh ini di indonesiakan menjadi tiga
bentuk, pertama nafsu yaitu dorongan untuk melakukan perbuatan yang
diingini, jika keinginan ini berbentuk negatif maka nafsu ini mendekati
dengan hawa, jadi kalau digabungkan menjadi hawa nafsu (keinginan yang
jelek). Kedua nafas yaitu suatu alat pencernaan udara sebagai tanda
kehidupan seseorang. Ketiga roh atau jiwa yaitu suatu zat yang tidak bisa
dirangkaikan bentuknya. Karena al-Quran telah menginformasikan bahwa
manusia tidak akan mengetahui akan hakikat roh, roh adalah urusan Allah
bukan urusan manusia. Allah menyatakan akan hakikat roh dalam Q.S. AlIsra 17 : 85.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit".
Sedangkan akal merupakan sebuah potensi berupa alat untuk berpikir yang
hanya dimiliki oleh manusia. Setiap manusia yang terlahir ia akan membawa
potensi masing-masing dari akal yang dimilikinya, semakin banyak ia
berpikir semakin banyak pula ia akan mendapatkan pengetahuan, maka
akan nampak sebuah perbedaan seorang yang banyak berpikir dengan
akalnya untu menemukan sebuah ide-ide baru dari pada seorang yang
hanya menerima hasil dari ide orang lain. Muncullah sebuah perbedaan
antara seorang yang berpengetahuan dengan yang tidak berpengetahuan
seperti dikatakan al-Quran pada Surat az-Zumar ayat 9:
10
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
Selanjutnya, Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan
bahwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi
dan bentuk. Materi adalah badan dan bentuk adalah jiwa manusia.
Hubungan dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan materi.
Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan dan
begitu pula sebaliknya materi atau badan tidak pula bisa berwujud tanpa
bentuk atau jiwa. Pendapat ini mengandung arti bahwa jiwa adalah baharu
karena jiwa adalah form bagi badan. Form tidak bisa terwujud tanpa materi,
keduanya
membentuk
satu
kesatuan
yang
bersifat
esensial,
dan
11
mempunyai
arti
penting,
sempurna
dan
mulia.
Substansinya
agen.
Akal
mungkin
menerima
pikiran,
sedangkan
akal
agen
aktual,
keempat;
akal
yang
kita
sebut
akal
kedua.
Yang
mempunyai
sifat
aktuil
jika
tidak
ada
kekurangan
yasng
menggerakkannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada lagi satu
macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bermakna:
akal yang selamanya dalam aktualitas (alaqlu ladzi bil fail abadan). Akal ini,
karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal yang bersifat
potensial dalam roh manusia menjadi aktuil. Bagi al-Kindi manusia disebut
menjadi akil (akal) jika ia telah mengetahui universal, yaitu jika ia telah
memperoleh akal yang di luar itu (idza uktisab hadzal aklul kharaji). Akal
yang selalu bertindak (akal pertama) bagi al-Kindi, mengandung arti banyak,
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal dan
wahyu.Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh
pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk
mencapai pengetahuan metefisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang
mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Pemikiran filsafat alKindi merupakan pemikiran awal dan sebagai pembuka jalan bagi para filosof sesudahnya.
13