Anda di halaman 1dari 19

TUGAS TERSTRUKTUR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

Oleh:
Indah Wulan Sari
Masropah
Kintara Satriavi R
Gianti Dwi Apriani

A1A015046
A1A015047
A1A015048
A1A015049

Dosen: Shofiyulloh, S.HI., M.HI.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016

HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM


Indah Wulan Sari, Masropah, Kintara Satriavi R,
dan Gianti Dwi Apriani
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia

Abstrak
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada diri
setiap manusia. Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata
menekankan pada HAM saja, tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi
manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya. HAM menurut Islam
bersifat theosentris, yaitu berpusat pada Allah, dalam pengertian bukan pada
pelakunya, tetapi pada ajaranya, yaitu al-Quran dan sunah rosul. HAM menurut
islam berprinsip menjunjung tinggi martabat manusia. Di samping itu HAM
menurut islam juga menghendaki adanya persamaan, kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan beragam, dan jaminan sosial. Sedangkan demokrasi Islam
dianggap sebagai system yang mengkukuhkan konsep-konsep islami yang sudah
lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma), dan penilaian
interpretatif yang mandiri (ijtihat). Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi
politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu, perwakilan rakyat dalam sebuah
Negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura).
Kata kunci: demokrasi; HAM; dan Islam
A. PENDAHULUAN
Pada hakekatnya manusia sudah memiiki hak-hak pokok dari lahir
sampai meninggal. Hak-hak pokok tersebut adalah hak asasi manuasia yang
dikenal dengan HAM. Hak asasi manusia bersifat universal. Hak asasi
manusia ( HAM ) dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian
yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SAW pernah
bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas
kamu. Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi
ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial
bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, status sosialnya,
dan juga perbedaan agamanya. Islam tidak hanya menjadikan itu sebagai

kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi


melindungi hak-hak ini.
Disisi lain umat Islam sering kebingungan dengan istilah demokrasi. Di
saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini
masih belum bisa diterima secara utuh. Sebagian kalangan memang bisa
menerima tanpa timbal balik, sementara yang lain, justru bersikap ekstrim.
Menolak bahkan mengharamkannya. Sebenarnya banyak yang tidak mau
bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dari kalangan umat Islam sendiri yang
kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.
B. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Islam
1.

Pengertian HAM
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak asasi diartikan
sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapatkan
perlindungan. Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan daripada
hakekatnya dan karena itu bersifat suci.
Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang
Maha Esa, dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung
tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (Pasal
1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999)1

2. Hak-hak Asasi Manusia dan Sejarahnya


Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW bertujuan untuk membawa rahmat bagi makhluk seisi bumi termasuk
di dalamnya manusia. Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi
objek tapi sekaligus menjadi subjek bagi terciptanya keselamatan dan
kedamaian

itu. Oleh

karena itu, setiap

muslim

dituntut

Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta; Salemba Diniyah,


2003)

pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya. Seorang


muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari
ucapan maupun tindak-tanduknya.
Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada manusia dan
kemanusiaan menjadi perhatian yang paling utama dan prinsipil di dalam
Islam. Penghargaan yang tidak dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit,
kebangsaan dan agama. Misalnya nilai persamaan, persaudaraan, dan
kemerdekaan merupakan nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula
untuk seluruh umat manusia di jagad raya ini. Hal ini tercermin dari
penegasan Allah didalam kitab suci Al-Quran Surah Al-Israa ayat 70:



Artinya: dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka

dengan

kelebihan

yang

sempurna

atas

kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.


Jadi, sesungguhnya manusia lah yang diberikan kebebasan memilih
antara hal-hal yang baik dan yang buruk, benar dan salah, bermanfaat dan
mendatangkan mudarat dan sebagainya. Kunci dari itu semua adalah
manusia dikaruniai akal pikiran dan hati nurani (qalb). Untuk dapat
menjalankan tugas dan fungsi kekhalifahan itu setiap manusia harus
mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan dan sebagainya. Hak-hak tersebut
bukan merupakan pemberian seseorang, organisasi, atau negara tapi adalah
anugerah dari Allah SWT yang sudah dibawanya sejak lahir ke alam dunia.
Hak-hak itulah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi Manusia
(HAM).
Tanpa

memahami

hak-hak

tersebut mustahil

mereka

dapat

menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Tuhan. Setiap

orang termasuk umat Islam belum menyadari akan hak-hak tersebut. Hal
ini mungkin akibat dari rendahnya pendidikan atau sistem sosial politik
dan budaya disuatu tempat yang tidak kondusif untuk anak dapat
berkembang dengan sempurna.
3.

Konsep HAM dalam Islam


Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian
yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SAW pernah
bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram
atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan
diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini. Pengertian Hak Asasi Manusia
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
(hak-hak yang bersifat kodrati) oleh karena itu, tidak ada kekuasaan
apapun yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti
manusia dengan hak-haknya dapat berbuat semaunya.
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah dideklerasikan oleh
ajaran Islam jauh sebelum masyarakat (barat) mengenalnya, melalui
berbagai ayat Al-Quran misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan
warna kulitnya, rasnya, dan tingkat sosialnya. Allah menjamin dan
memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan
dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama
yang diyakininya. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama
manusia. Persamaan artinya Islam memandang semua manusia sama dan
mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh
tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat AlHujurat ayat 13:




Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang
terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga alhuquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam).
Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap
individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama),
hifdzu al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-ird
(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu
al-aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl
(keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus
dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan
yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas
individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat,
masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama
lainnya.
C. Demokrasi dalam Islam
1. Pengertian Demokrasi
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 2 Konsep


demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Secara teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap
berdaulat, rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat
haruslah melaksanakan apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut.
Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah
yang merupakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja syawara, dan kata
syawara mempunyai beberapa makna, antara lain memeras madu dari
sarang lebah; memelihara tubuh binatang ternak saat membelinya;
menampilkan diri dalam perangan makna yang dominan adalah meminta
pendapat dan mencari kebenaran. Secara terminologis, syura bermakna
memunculkan pendapat-pendapat dari orang-orang yang berkompeten
untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat.
2. Demokrasi dan Islam
Dalam Islam kekuasaan mutlak berada ditangan Allah. Manusia
hanyalah sebagai khalifah yang mengemban tugas-tugas kepemimpinan di
muka bumi. Konsep demokrasi dalam Islam tercermin dalam konsep
khalifah

yang

mengukuhkan

konsep-konsep

musyawarah

(syura)

persetujuan (ijma) dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihad).


Prinsip kedaulatan ditangan Tuhan bukan berarti manusia tidak
bisa berkreasi.Kreatifitas dan keputusan yang diambil manusia haruslah
sesuai dengan konsep Tauhid dan garis-garis besar aturan Allah yang
tertuang dalam Al-quran dan sunah Rasul-nya.
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan
manusia. Masalah musyawarah ini dengan jelas disebutkan dalam AlQuran surat Asy-Syura: 28, yang isinya berupa perintah kepada pemimpin
dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang
dipimpinnya denan cara bermusyawarah. Dengan demikian tidak akan
2

Sarbaini Saleh, Pendidikan Kewarganegaraan, (Bandung; Citra Pustaka Media


Perintis, 2008)

terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap rakyat


yang dipimpinnya. Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah
Negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah. Hal ini
disebabkan karena menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan
berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah di muka bumi.
Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka
kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikn dalam menangani
masalah Negara.
Di samping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam
masalah demokrasi, yaitu consensus atau ijma. Sementara itu consensus
diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam. Consensus
memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam
dalam memberikan sumbangan sangat besar kepada korpus hukum atau
tafsir hukum. Namun, hampir sepanjang sejarah Islam consensus sebagai
salah satu sumber hukum Islam cenderung dibatasi pada consensus para
cendekiawan, sedangkan consensus rakyat kebanyakan mempunyai makna
yang begitu penting dalam kehidupan umat Islam.
Dalam pengertian yang lebih luas, consensus dan musyawarah sering
dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern.
Beberapa cendekiawan kontemporer, mengatakan karana tidak ada
rumusan pasti mengenai struktur Negara dalam Al-Quran. Legitimasi
Negara bergantung pada sejauh mana organisasi dan kekuasaan Negara
mencerminkan kehendak umat. Sebab, seperti yang pernah ditekankan
oleh para ahli hukum klasik, legitimasi pranata-pranata Negara tidak
berasal dari sumber-sumber tekstual, tetapi lebih ditentukan oleh prinsip
ijma. Atas dasar inilah, consensus dapat menjadi legitimasi sekaligus
prosedur dalam suatu demokrasi Islam.
Prinsip yang ketiga (ijtihad) juga merupakan prinsip yang sangat
penting dalam pembentukan demokrasi dalam Islam. Upaya ini merupakan
langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan disuatu tempat atau
waktu. Hal ini dengan jelas dikatakan oleh Kurshid Ahmad: Tuhan hanya
mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberikan manusia kebebasan

untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan


semangat dan keadaan zamannya.
Dalam konteks modern, ijtihad dapat berbentuk seruan untuk
mengdakan pembaharuan. Dalam Islam kekuasaan berasal dari kerangka
Al-Quran dan bukan berasal dari sumber manapun. Tugas para
cendekiawan muslim saat ini adalah melakukan ijtihad universal di semua
tingkatan. Prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah
yang menjadi statis. Oleh karna itu sudah selayaknya saat ini melakukan
pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya
eksplorasi, inovasi, dan kreatifitas.3
Bentuk Negara republic merupakan langkah tepat dalam realisasi
demokrasi dalam Islam, karna sistem ini adanya pengalihan wewenang
itjihad dari individu-individu berbagai mahzab kepada suatu majlis
legilatif Muslim. Bahkan Iqbal sendiri sudah pada tataran wajib untuk
membentuk Negar Republik.4
Musyawarah consensus dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sngat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka keesaan
Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Islam
Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan
keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Quran. Misalnya saja
disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159. Dalam praktik
kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana
syura adalah ahl halli wa-laqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga
ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara
atau khalifah.
Jelas bahwa musyawarah

sangat

diperlukan

sebagai

bahan

pertimbangan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan


sebuah keputusan. Dengan begitu, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah
juga merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain
3

Altaf Gauhar, Ayub Khan, (1982)


Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thougt in Islam, (Adam
Publishers and Distributors, 2004)
4

karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan


bersama.
Kedua, al-adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan
hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus
dilakukan secara adil dan bijaksana. Arti pentingnya penegakan keadilan
dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam
beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90; QS. As-Syura: 15;
al-Maidah: 8; An-Nisa: 58, dan seterusnya. Prinsip keadilan dalam sebuah
negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang berbunyi Negara
yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara
yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam.
Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang
merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan
kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap
rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam
suatu pemerintahan demi menghindari hegemoni penguasa atas rakyat.
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang
diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang
jujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undangundang yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung
jawab besar dihadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu
pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku yang dapat
dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama memahami al-musawah ini
sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al-adalah. Diantara
dalil al-Quran yang sering digunakan dalam hal ini adalah surat alHujurat:13.
Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang
diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau
amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan,
pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus
mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung

10

jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan
Allah SWT dalam Surat an-Nisa:58.
Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut
tidak bisa diminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa
prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita
ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus
diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab
bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan
sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah, bahwa penguasa
merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil
umat manusia dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip
pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing orang
berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas.
Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada posisi
sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagaikhadim alummah (pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib
senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh
para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang,
setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan
pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-l-maruf
wa an-nahy an al-munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk
mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan
tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi
tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
Ada beberapa alasan mengapa islam disebut sebagai agama
demokrasi, yaitu sebagai berikut:

11

a. Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam berlaku bagi
semua orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan tertinggi
hingga rakyat jelatah dikenakan hukum yang sama. Jika tidak demikian,
maka hukum dalam islam tidak berjalan dalam kehidupan.
b. Islam memiliki asas permusyawaratan amruhum syuraa bainahum
artinya perkara-perkara mereka dibicarakan diantara mereka. Dengan
demikian, tradisi bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas dan
terbuka diakhiri dengan kesepakatan.
c. Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia tarafnya
tidak boleh tetap, harus terus meningkat untuk menghadapi kehidupan
lebih baik di akhirat.
Jadi, prinsip demokrasi pada dasrnya adalah upaya bersama-sama
untuk memperbaiki kehidupan, kareana itulah islam dikatakan sebagai
agama perbaikan diinul islam atau agama inovasi. Untuk itu, islam selau
menghendaki demokrasi yang merupakan salah satu ciri atau jati diri islam
sebagai agama hukum.
D. HAM dan Demokrasi serta Hubungannya dengan Hukum Islam
Hukum Islam telah mengatur dan melindungi hak-hak asasi manusia,
antara lain sebagai berikut :
1. Hak hidup dan memperoleh perlindungan
Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang
merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum
islam terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan
syariah yang melindungi dan menjunjung tinggi darah dan nyawa
manusia, melalui larangan membunuh, ketentuan qishash dan larangan
bunuh diri. Membunuh adalah salah satu dosa besar yang diancam dengan
balasan neraka, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Nisa ayat 93:


Artinya: dan Barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam,
kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan

12

mengutukinya

serta

menyediakan

azab

yang

besar

baginya.
2. Hak kebebasan beragama
Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM,
termasuk di dalmnya kebebasan menganut agama sesuai dengan
keyakinannya. Oleh karena itu, Islam melarang keras adanya pemaksaan
keyakinan agama kepada orang yang telah menganut agama lain. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 256:



Artinya: tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam);

Sesungguhnya

telah

jelas

jalan

yang

benar

daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang


ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.
3. Hak atas keadilan.
Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin
mutlak untuk menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak
ayat-ayat Al-Quran maupun Sunnah ang mengajak untuk menegakkan
keadilan, di antaranya terlihat dalam Surat Al-Nahl ayat 90:



Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
4. Hak persamaan
Islam tidak hanya mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak di
antara manusia tanpa memandang warna kulit, ras atau kebangsaan,
melainkan menjadikannya realitas yang penting. Ini berarti bahwa

13

pembagian umat manusia ke dalam bangsa-bangsa, ras-ras, kelompokkelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya pembedaan, sehingga
rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan dengan rakyat
yang berasal dari ras atau suku lain.
Al-Quran menjelaskan idealisasinya tentang persamaan manusia
dalam Surat Al-Hujarat ayat 13:



Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
5. Hak mendapatkan pendidikan
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan
kesanggupan alaminya. Dalam Islam, mendapatkan pendidikan bukan
hanya merupakan hak, tapi juga merupakan kewajiban bagi setiap
manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Bukhari : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim.
Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap orang
yang berilmu, di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11:



14

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan


kepadamu:

"Berlapang-lapanglah

dalam

majlis",

Maka

lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan


untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
6. Hak kebebasan berpendapat
Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan
pendapatnya dalam batas-batas yang ditentukan hukum dan norma-norma
lainnya. Artinya tidak seorangpun diperbolehkan menyebarkan fitnah dan
berita-berita yang mengganggu ketertiban umum dan mencemarkan nama
baik

orang

lain.

Dalam

mengemukakan

pendapat

hendaklah

mengemukakan ide atau gagasan yang dapat menciptakan kebaikan dan


mencegah kemungkaran. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan
pendapat juga dijamin dengan lembaga syura, lembaga musyawarah
dengan rakyat, yang dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38:

Artinya:

dan


(bagi)
orang-orang yang menerima

(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,


sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.
7. Hak kepemilikan
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apa pun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan
haknya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188:


15

Artinya: dan janganlah sebahagian kamu memakan harta


sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui.
8. Hak mendapatkan pekerjaan dan Memperoleh Imbalan
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga
sebagai kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin,
sebagaimana sabda Nabi SAW : Tidak ada makanan yang lebih baik
yang dimakan seseorang dari pada makanan yang dihasilkan dari
tangannya sendiri. (HR. Bukhari)
Sehubungan dengan hak bekerja dan memperoleh upah dari suatu
pekerjaan dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-Quran menyatakan
sebagai berikut:
a. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami
berikan kepada mereka ganjaran dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan (Q.S.An-Nahl/16:97).
b. Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah
disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya. Dan hanya
kepada Nya lah kamu kembali (Q.S.Al-Mulk/67:15).
c. Katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan (keahlian) nya
(Q.S.Al-Israa/17:84).
Ayat-ayat

di

atas

menunjukkan

bahwa

Islam

memberikan

kesempatan kepada manusia untuk bekerja dan berusaha serta memperoleh


imbalan berupa upah dari apa yang dikerjakannya untuk mendapatkan
penghidupan yang layak bagi dirinnya. Pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh seseorang hendaklah yang sesuai dengan bidang
keahliannya. Sebab, seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan yang
bukan

bidang

keahliannya

bukan

saja

tidak

bisa

16

dipertanggungjawabkannya bahkan dapat mendatangkan bencana bagi


orang lain.
Demokrasi dalam Islam dapat diartikan sebagai musyawarah (syuro)
untuk mufakat. Maka arti musyawarah (syuro) disini adalah demokrasi yang
sesuai dengan ajaran islam baik konsep maupun praktik walaupun tidak
harus menyebutnya demokrasi islam.
Sebenarnya konsep syuro sudah ada pada masyarakat Arabia praIslam. Waktu itu, para pemuka suku atau kota menjalankan urusan bersama
melalui permusyawaratan setelah Nabi Muhammad SAW wafat ketika itu
Abu Bakar sebagai Khalifah pertama melakukan pidato pelantikannya di
balai Bani Saidah, ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat
dari rakyat yang memintanya melaksanakan Al-Quran dan Sunnah. Abu
Bakar juga mengatakan bahwa selama ia melaksanakan ketentuan AlQuran dan Sunnah, ia perlu didukung terus. Tetapi bilamana ia melakukan
pelanggaran berat maka ia harus diturunkan5
Kohesi antara islam dengan demokrasi terketak pada prinsip
persamaan yang didalam islam dimanifestasikan oleh tauhid sebagai satu
gagasan kerja dalam kehidupan sosio-politik umat islam. Hakikat tauhid
sebagai suatu gagasan kerja ialah persamaan, solidaritas dan kebebasan.
Hukum, HAM dan demokrasi merupakan tiga hal yang selalu tekait.
Syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum
dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu
rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan
pemenuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum
ditegakkan. Dengan demikian, ketiganya diperlukan.
E. Implementasi HAM dan Demokrasi
HAM dan Demokrasi dalam implementasinya di kehidupan sehari-hari
antara lain:

M Syafii Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, (Paramadina; Jakarta,


1995), hlm. 224

17

1. Menahan diri apabila terjadi pertengkaran diantara sesama rekan


mahasiswa

atau

dosen dan

karyawan

di

kampus,

menyelesaikan

pertengkaran tersebut dengan baik dan terhormat, serta tidak main hakim
sendiri, jika melakukan main hakim sendiri akan berakaitan dengan
hukum.
2. Melakukan kegiatan kemahasiswaan tidak mengganggu ketenangan dan
ketertiban teman-teman di lingkungan kampus dan warrga yang berada di
sekitar lingkungan kampus.
3. Mentaati tata tertib lingkungan hidup sehari-hari di lingkungan mahasiswa
masing-masing.
4. Menghindari pertengkaran atau adu fisik karena masing-masing merasa
dirinya benar.
F. KESIMPULAN
1. HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam
kandungan.
2. HAM dalam Islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu
dan kewajiban bagi negara dan individu tersebut untuk menjaganya.
3. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
4. Demokrasi menurut islam dapat

diartikan

seperti

musyawarah,

mendengarkan pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan


mengedepankan nilai-nilai keagamaan
G. SARAN
1. Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara
demokrasi di Indonesia dan demokrasi Islam dan dapat melihat sisi baik
dan buruknya.
2. Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya
HAM dalam kehidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M Syafii. 1995. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia. Paramadina,
Jakarta.
Gauhar, Altaf. 1982. Ayub Khan.
Iqbal, Muhammad. 2004. The Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Adam Publishers and Distributors.
Khairazi, Fauzan. 2015. Implementasi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Jurnal Inovatif. Vol. 8. No. 1. Hlm. 72-94
Kosasih, Ahmad. 2003. HAM dalam Perspektif Islam. Salemba Diniyah, Jakarta.
Saleh, Sarbaini. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Citra Pustaka Media.
Tasar, Mohd. 2014. Demokrasi dalam Islam. Jurnal JIPSA. Vol. 14. No. 1.

19

Anda mungkin juga menyukai