Anda di halaman 1dari 8

PEMETAAN TITIK RAWAN LONGSOR DAN KARAKTERISTIK

BIOGEOGRAFISNYA DI KAWASAN WISATA PUSUK


I Gde Dharma Atmaja, ST., M.Sc1, Ni Putu Ety Lismaya Dewi, ST., MT2
1
Fakultas Teknik, Universitas Nusa Tenggara Barat
email: gde.dharmaatmaja@gmail.com
2
Fakultas Teknik, Universitas Nusa Tenggara Barat
email: etylismayadewi@gmail.com

Pusuk tourist area located in the administrative region of North Lombok, nowadays the conditions are a
lot of environmental damage caused by illegal logging activities. This leads to the occurrence of
landslides in the rainy season. The aim of this research was to determine the landslide prone points in
the tourist area Pusuk North Lombok, knowing the geographical and ecological characteristics of the
vulnerable points of landslides in the tourist area Pusuk. In this study, digitization of the landslide
prone points will be generated the map of landslides distribution points in the Pusuk area, vegetation
analysis was also performed in this study. Data were analyzed descriptively and shown as images,
tables and graphs. The result of this study showed that the landslide-prone points in Tourism Regions
Pusuk located in coordinates (9064525, 399 632) at an altitude of 297 m above sea level with steep
slope more than 60% . the soil condition with thin surface layer of soil and vegetation cover types such
as shrubs.
Keywords: mapping, landslide, Pusuk tourist area.
1. PENDAHULUAN
Degradasi lahan yang diakibatkan oleh
bencana alam cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, sehingga dampak negatif yang diakibatkan
menjadi semakin besar. Salah satu bencana alam
yang sering terjadi adalah tanah longsor. Longsor
adalah suatu pergerakan massa tanah pada bidang
kelerengan, dari elevasi rendah dalam suatu
waktu (Yudianto, 2006). Menurut data Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
curah hujan di wilayah Nusa Tenggara Barat
dapat mencapai 50 mm/hari yang berpotensi
memicu tanah longsor dan banjir bandang
terutama pada sungai yang menjadi muara aliran
air hujan. Daerah rawan bencana longsor di Pulau
Lombok adalah Sembalun dan Belanting
(Lombok Timur), Pusuk (Lombok Utara) dan
Sekotong (Lombok Barat).
Kawasan wisata Pusuk merupakan
kawasan wisata yang termasuk dalam wilayah
administrasi Kabupaten Lombok Utara dan
berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok

Barat. Kawasan wisata ini memiliki daya tarik


wisata berupa bentang alam yang indah (tebing
dan lembah yang ditutupi tumbuhan kayu keras)
dan satwa primata berupa monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis) dan lutung (Trachipitecus
auratus). Akan tetapi, akhir-akhir ini banyak
terjadi kerusakan habitat diakibatkan oleh
aktivitas penebangan liar hutan di sekitar
kawasan wisata Pusuk. Hal ini menyebabkan
terjadinya longsor pada musim penghujan. Akibat
longsor yang sering terjadi, akses jalan ke kota
Tanjung terhambat dan bahkan sering ditutup.
Akibat yang paling fatal adalah wisatawan yang
akan mengunjungi kawasan ini mengalihkan
pilihannya ke lokasi yang lain. Kondisi ini
menyebabkan pariwisata di daerah ini tidak
berkembang dari waktu ke waktu.
Selain mengurangi daya tarik wisata di
kawasan wisata Pusuk sendiri, kerusakan akses
jalan (longsor) di kawasan ini menghambat
aktivitas pariwisata lainnya. Salah satu pariwisata
yang terkenal dalam skala internasional di KLU

adalah Gili Matra. Penanganan longsor yang


lambat dan lemah di daerah ini sering
menyebabkan permasalahan menjadi semakin
berat. Berbagai upaya pemerintah daerah dalam
mengatasi masalah ini antara lain dengan
membuat tanggul-tanggul buatan di beberapa
daerah yang sering longsor. Akan tetapi, fakta
yang terjadi di lapangan adalah titik-titik longsor
selalu bertambah dan sulit diprediksi titik-titik
yang memiliki tingkat keparahan dan kerawanan
longsor yang tinggi.
Sampai saat ini data dan informasi mengenai
titik-titik longsor tersebut belum pernah
diidentifikasi dan dipetakan secara lengkap.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk
memetakan titik-titik rawan longsor di kawasan
wisata Pusuk serta mengidentifikasi faktor-faktor
penting dan utama yang mempengaruhi terjadinya
longsor. Dengan mengetahui titik-titik rawan
longsor dan karakteristik geografis dan ekologis
akan dapat dilakukan pencegahan meluasnya
daerah longsor di kawasan wisata Pusuk. Selain
itu juga, dengan mengetahui faktor-faktor penting
yang berpengaruh, pemerintah dapat melakukan
tindakan yang tepat, efektif dan efisien serta
ramah lingkungan dalam melakukan penanganan
longsor.
2. KAJIAN LITERATUR
Tanah longsor adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah atau material campuran tersebut,
bergerak ke bawah atau keluar lereng
(www.esdm.go.id). Secara teoritis tanah longsor
juga dikenal sebagai gerakan massa (mass
movements) yang secara umum diartikan sebagai
suatu gerakan tanah dan atau batuan secara besarbesaran menuruni lereng, baik dalam tempo cepat
atau lambat dari tempat asalnya oleh pengaruh
gaya berat (gravitasi). Besarnya pengaruh gaya
gravitasi terhadap massa tersebut ditentukan
terutama oleh besarnya sudut kemiringan lereng
(slope), dimana semakin besar kemiringan lereng,
akan semakin besar kemungkinan terjadi gerakan
massa, begitu juga sebaliknya (Alhasanah, 2006).

2.1 Jenis Tanah Longsor


Terdapat 6 jenis tanah longsor yaitu
longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan
blok, runtuhan batu, rayapan tanah dan aliaran
bahan rombakan. Di Indonesia yang paling
banyak terjadi adalah jenis longsoran translasi
dan rotasi.Sedangkan yang paling banyak
memakan korban adalah aliran bahan rombakan.
Berbagai jenis longsoran dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Longsoran Translasi
Adalah bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk rata
atau menggelombang landai.
b. Longsoran Rotasi
Adalah bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.
c. Pergerakan Blok
Adalah perpindahan batuan yang bergerak
pada bidang gelincir berbentuk rata.
Longsoran ini disebut juga longsoran
translasi blok batu.
d. Runtuhan Batu
Runtuhan Batu terjadi ketika sejumlah
besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas yang
umumnya terjadi pada lereng yang terjal
hingga menggantung terutama di daerah
pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
e. Rayapan Tanah
Adalah jenis tanah longsor yang bergerak
lambat pada daerah yang jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah
longsor ini hampir tidak dapat dikenali,
akan tetapi dalam waktu yang cukup lama
longsor jenis ini bias menyebabkan tiangtiang telepon, pohon dan rumah miring ke
bawah.
f. Aliran Bahan Rombakan
Longsor jenis ini terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh air yang kecepatan
alirannya bergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air serta jenis
materialnya. Gerakannya terjadi di

sepanjang lembah dan mampu mencapai


ratusan meter jauhnya.
2.2 Penyebab Terjadinya Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi apabila gaya penahan
pada lereng lebih kecil daripada gaya pendorong
pada lereng.yang mempengaruhi gaya penahan
adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis
tanah batuan. Penyebab tanah longsor (Mutia dan
Firdaus, 2011) antara lain:
a. Curah Hujan
Meningkatnya intensitas curah hujan
yang dimulai pada bulan Nopember
biasanya meningkatnya resiko tanah
longsor. Hujan lebat pada awal musim
dapat menimbulkan longsor karena tanah
yang merekah akan dimasuki oleh air dan
terakumulasi di bagian dasar lereng
sehingga menimbulkan gerakan lateral.
b. Kemiringan Lereng
Aliran permukaan dan erosi dipengaruhi
oleh dua unsur topografi yaitu kemiringan
dan panjang lereng yang dinyatakan
dalam derajat atau persen. Kecuraman
lereng 100 persen sama dengan
kecuraman lereng 45 derajat. Semakin
curam lereng akan memperbesar jumlah
aliran permukaan dan kecepatan aliran
permukaan sehingga akan memperbesar
energi angkut air.
Dalam pemetaan daerah rawan
longsor, klasifikasi kemiringan lereng
dapat dibagi menjadi lima kriteria yaitu:
1) lereng datar dengan kemiringan 0-8%,
2) landai berombak sampai bergelombang
dengan kemiringan 8-15%, 3) agak curam
berbukit dengan kemiringan 15-25%, 4)
curam sampai dengan sangat curam
dengan kemiringan 25-40%, sangat
curam sampai dengan terjal dengan
kemiringan 40%. Wilayah yang stabil
terhadap kemungkinan longsor adalah
yang memiliki kemiringan lereng antara
0-15%, sedangkan yang memiliki

kemiringan lereng di atas 15% memiliki


potensi yang semakin besar untuk terjadi
longsor pada kawasan rawan gempa.
c. Jenis Tanah
Jenis tanah yang berpotensi untuk
mengalami longsor terutama apabila
hujan adalah jenis tanah yang kurang
padat yaitu tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dann
sudut lereng lebih dari 220.
d. Perubahan Penutup Lahan
Penggunaan lahan seperti persawahan
maupun tegalan dan semak belukar,
terutama pada daerah-daerah yang
mempunyai kemiringan lahan terjal
umumnya dapat meningkatkan resiko
tanah longsor. Minimnya penutupan
permukaan tanah dan vegetasi, sehingga
perakaran yang berfungsi sebagai
pengikat tanah menjadi berkurang dan
menyebabkan keretakan tanah pada
musim kemarau.Di musim penghujan,
lapisan tanah menjadi jenuh karena air
masuk melalui retakan tanah. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya tanah longsor
(Wahyunto, 2010).
Daerah-daerah rawan longsor biasanya
berada pada kondisi lereng yang curam, memiliki
tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi,
tumbuhan jarang (lahan terbuka) dan tanahnya
tersusun oleh material yang kurang kompak.
2.3 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
teknologi informasi spasial atau geografi yang
berorientasi pada penggunaan teknologi computer
yang berkaitan dengan operasi pengumpulan,
penyimpanan dan manipulasi data (Barus dan
Wiradisastra, 2000). Terdapat tiga komponen
utama SIG yaitu: 1) komponen keras meliputi
peralatan pemasukan data, peralatan untuk
menyimpan dan pengolahan dan peralatan untuk
mencetak hasil, 2) komponen perangkat lunak
meliputi persiapan dan pemasukan data,
manajemen, penyimpanan dan pemanggilan data,

manipulasi dan analisis, dan pembuatan produk


SIG, 3) komponen organisasi.
Sebagian besar data yang ditangani dalam
sistem informasi geografis merupakan data
spasial yaitu sebuah data yang berorientasi
geogragis, memiliki sistem koordinat tertentu
sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua
bagian penting yang membuatnya berbeda dari
data lain yaitu informasi lokasi (spasial) dan
informasi deskriptif (atribut). Dalam menangani
data yang bereferensi geografis, SIG memiliki
empat kemampuan yaitu masukan, keluaran,
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan
data), analisis dan manipulasi data. Oleh sebab
itu,
SIG
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasikan daerah-daerah yang rawan
terhadap bencana (Prahasta, 2005).
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April
sampai September 2014 di Kawasan Wisata
Pusuk Kabupaten Lombik Utara.
0
0
9
9
9
3

1
7
7
9
9
3

2
4
6
9
9
3

PETA TITIK SAMPLING PENELITIAN

1
0
7
4
6
0
9

mendeskripsikan hal-hal yang terkait dengan


Pemetaan Titik-Titik Rawan Longsor dan
Karakteristik Biogeografisnya di Kawasan Wisata
Pusuk, Kabupaten Lombok Utara.
3.1 Marking dan Digitasi Kontur Titik-titik
Rawan Longsor
Untuk membuat peta sebaran daerah rawan
longsor, dilakukan marking pada titik-titik
yang akan diamati dengan menggunakan GPS.
Data
yang
dihasilkan
oleh
GPS
direpresentasikan dalam bentuk data vektor.
Data ini kemudian akan di digitasi dengan
menggunakan software Arc View sehingga
akan menghasilkan peta titik-titik rawan
longsor di Kawasan Wisata Pusuk, Kabupaten
Lombok Utara.
3.2 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan setelah kegiatan
pengamatan selesai.
Analisis vegetasi
dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat dengan ukuran 10 m x 10 m untuk
mengetahui
kerapatan
jenis
dan
keanekaragaman jenis flora.

    
 =
      
  


= / ln


Keterangan :
: Batas Kecamatan
: Batas Desa
: Jalan

1
0
7
4
6
0
9

: Pertanian
: Perkebunan
: Kawasan Lindung
: Data Titik Sampling Penelitian

Kec. Pemenang
Kab. Lombok Utara

(Kusmana, 1997)
2
7
5
4
6
0
9

Kec. Tanjung
Desa Pemenang Timur
Desa Malaka

2
7
5
4
6
0
9

Desa Pemenang Bar at

Kec. Batu Layar

Pulau Lombok

40

40 Meters

Kab.Lombok U tar a

Kab. Lombok B arat

Kab. Lombok T m
i ur

Matar am

Kab. LombokT en
gah

0
0
9
9
9
3

1
7
7
9
9
3

2
4
6
9
9
3

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


Parameter yang akan diamati dalam
penelitian ini adalah parameter-parameter fisik
faktor penyebab terjadinya tanah longsor serta
titik-titik rawan longsor yang berada di Kawasan
Wisata Pusuk.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan penelitian
deskriptif. Rancangan penelitian ini akan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian


ini berupa data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh di lapangan
melalui
dokumentasi
dalam
pengamatan
langsung. Sedangkan data sekunder meliputi data
fisiografis daerah penelitian, kemiringan lereng,
penggunaan lahan, curah hujan dan data lainnya.
Data diperoleh melalui kajian pustaka dari
berbagai sumber. Proses pemetaan dikerjakan
dengan software Arc View 3.2 untuk menyajikan
informasi visual tentang sebaran titik-titik rawan
longsor di Kawasan Wisata Pusuk, Kabupaten
Lombok Utara serta surfer untuk pemetaan
kontur di lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
Kegiatan penelitian pemetaan titik-titik
rawan longsor dan kondisi biogeografis di
Kawasan Wisata Pusuk tahap I dan tahap II telah
dilaksanakan. Periode pengambilan data tahap I
dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2014 dan tahap
II dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2014.
Pengambilan data yang telah dilakukan yaitu
marking di beberapa titik rawan longsor yang ada
di Kawasan Wisata Pusuk dengan menggunakan
GPS (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 3. Marking titik-titik rawan longsor di


Kawasan Wisata Pusuk
4.1.1 Jenis Vegetasi

Gambar 2. Titik Rawan Longsor di Kawasan


Wisata Pusuk

Selain itu juga dilakukan pengamatan


kerapatan vegetasi dan keanekaragaman jenis
vegetasi yang ada di titik-titik yang diamati.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
ditemukan beberapa jenis vegetasi yang ada
pada titik-titik yang diamati.
Hasil analisis vegetasi di titik A
menunjukkan bahwa ada 4 (empat) spesies
tumbuhan yang ada yaitu kumbi, gamal, dadap
hutan dan kelicung. Hasil perhitungan densitas
relatif menunjukkan bahwa tumbuhan senggapur
mendominasi vegetasi yang ada di titik A (40%),
diikuti oleh tumbuhan gamal (33,33%),
kemudian dadap hutan dan kelicung (13,33%).
Di titik B juga ada 4 (empat) spesies
tumbuhan yaitu kumbi, fikus, kelicung dan satu
spesies yang belum teridentifikasi. Tumbuhan
fikus berdasarkan hasil perhitungan densitas
relatif mendominasi vegetasi yang ada di titik B

(26,67%), diikuti oleh kumbi dan spesies 1


(13,33%), dan kelicung (6,67%).
Sementara di titik C ada 6 spesies yang ada
yaitu kumbi, kelicung, dadap hutan, dan 3 spesies
lain yang belum diidentifikasi. Kumbi dan spesies
2 mendominasi vegetasi yang ada di titik C
(20%), diikuti kelicung (13,33%), kemudian
dadap hutan, spesies 1 dan spesies 3 (66,67%).
4.1.2 Keadaan Kontur Daerah Penelitian
Berdasarkan hasil marking titik dan olah data
menggunakan program surfer didapatkan hasil
sebagai berikut:
1. Titik A
Elevasi terendah di titik A pada marking di
koordinat (9064496,399622), ketinggian
muka tanah berada di ketinggian 289 m di
atas permukaan laut. Elevasi tertinggi di
titik A pada marking koordinat di titik
(9064525, 399632), ketinggian muka tanah
berada di ketinggian 297 m di atas
permukaan laut. Adapun hasil dari olah
data kontur di titik A ditampilkan pada
Gambar 4 berikut.

berada di ketinggian 278 m di atas


permukaan laut. Adapun hasil dari olah
data kontur di titik B ditampilkan pada
Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Peta Kontur di Titik B


3. Di titik C
Elevasi terendah di titik C pada marking di
koordinat (9064652, 399883), ketinggian
muka tanah berada di ketinggian 246 m di
atas permukaan laut. Elevasi tertinggi di
titik C pada marking koordinat di titik
(9064673, 399884), ketinggian muka tanah
berada di ketinggian 250 m di atas
permukaan laut. Adapun hasil dari olah
data kontur di titik C ditampilkan pada
Gambar 6 berikut.

Gambar 4. Peta Kontur di Titik A


2. Di titik B
Elevasi terendah di titik B pada marking di
koordinat (9064671, 399804), ketinggian
muka tanah berada di ketinggian 274 m di
atas permukaan laut. Elevasi tertinggi di
titik B pada marking koordinat di titik
(9064690, 399724), ketinggian muka tanah

Gambar 6. Peta Kontur di Titik C

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan
bahwa di titik A kemiringan lerengnya terjal
berbatu dengan kemiringan di atas 60% dengan
kondisi lapisan permukaan tanah yang tipis.
Elevasi terendah di titik A berada di ketinggian
289 m di atas permukaan laut dan elevasi
tertinggi berada di ketinggian 297 m di atas
permukaan laut. Tipe perakaran dominan yang
ada di titik A adalah tipe perakaran tunggang
dimana spesies yang mendominasi adalah
tumbuhan senggapur dengan densitas relatif 40%.
Kemiringan lereng yang terjal dan jenis
tumbuhan yang berupa semak menyebabkan di
titik A rawan terjadi longsor. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dari Mutia dan Firdaus di
tahun 2011 yang menyatakan bahwa daerah yang
sangat rawan longsor berada di daerah perbukitan
dengan kemiringan lereng agak terjal yakni 2540% dan kemiringan 40%.
Kondisi kemiringan lereng di titik B agak
curam berbukit dengan kemiringan 30%. Elevasi
tertinggi berada di ketinggian 278 m di atas
permukaan laut, sedangkan elevasi terendah 274
m di atas permukaan laut. Spesies yang
mendominasi di titik B adalah tumbuhan Ficus
dengan tipe perakaran tunggang. Kondisi lapisan
permukaan tanahnya relatif baik dan didominasi
oleh pohon-pohon besar sehingga di titik B tidak
terjadi longsor.
Di titik C kondisi kemiringan lerengnya
adalah lereng datar dengan kemiringan lereng
kurang dari 8%. Elevasi terendah di titik C berada
di ketinggian 246 m di atas permukaan laut dan
elevasi tertinggi berada di ketinggian 250 m di
atas permukaan laut.
Tumbuhan yang
mendominasi adalah kumbi dengan tipe
perakaran tunggang. Kerapatan vegetasi yang
mendominasi di titik ini adalah tergolong rendah
yaitu 20%. Kondisi kemiringan lereng yang datar
dan didominasi oleh pohon-pohon besar
walaupun dengan indeks kerapatan rendah
menyebabkan jarang terjadi longsor.
Secara keseluruhan di Kawasan Wisata
Pusuk yang memiliki intensitas curah hujan yang
tinggi, tanah longsor terjadi pada daerah dengan

kemiringan lereng terjal dengan tutupan lahan


yang minim dan didominasi oleh tumbuhan
semak. Sedangkan pada daerah dengan
kemiringan yang agak curam dan lereng datar
serta didominasi oleh pohon-pohon besar, tanah
longsor jarang terjadi karena perakaran dari
pohon-pohon mampu berfungsi sebagai pengikat
tanah.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas
dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Titik rawan longsor di Kawasan Wisata
Pusuk berada di koordinat (9064525,
399632) dengan ketinggian muka tanah
berada di ketinggian 297 m di atas
permukaan laut.
2. Titik rawan longsor di Kawasan Wisata
Pusuk memiliki kemiringan lereng terjal
berbatu dengan kemiringan di atas 60%
dengan kondisi lapisan permukaan tanah
yang tipis dan jenis tumbuhan yang berupa
semak.
6. REFERENSI
Asdak, Chay. 2001. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Bowles, JE.,1989. Sifat-sifat Fisik &
Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, 562 hal.
Dinata, IWHI et al. 2013. Pemetaan Daerah
Rawan Bencana Longsor di Kecamatan
Sukasada,
Kabupaten
Buleleng.
http://ejournal.undiksha.ac.id. Diakses tanggal 30
Nopember 2013 pukul 10.00 WITA
Gaol, ANL. 2010. Pemetaan Daerah Rawan
Longsor Kabupaten Karo Provinsi Sumatera
Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral. 2008. Pengenalan Gerakan Tanah.
http://www.esdm.go.id/publikasi/lainlain/doc_do
wnload/489-pengenalan-gerakan-tanah.html
.
Diakses tanggal 27 nopember 2013 pukul 11.30
Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi.
PT. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nandi, 2007. Longsor. Jurusan Pendidikan


Geografi, FPIPS-UPI
Nuning Mutia, Firdaus.2011. Pemetaan
Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kota
Kendari. Jurnal Aplikasi Fisika Volume 7 Nomor
1 Februari 2011
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi
Geografis. Edisi Revisi, Cetakan Kedua.
CV.
Informatika. Bandung.
Priyono, K. D., Y. Priyana, dan Priyono.
2006. Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah di
Kecamatan
Banjarmangu
Kabupaten
Banjarnegara. Forum Geografi 20:175-189.
http://eprints.ums.ac.id/253/1/6._KUSWAJI_DW
I_P.pdf [27 Nopember 2013]
Wahyunto, H. 2010. Kerawanan Longsor
Lahan Pertanian. Balai Penelitian Tanah: Bogor.
http://73fr37.blogspot.com/2011/12/pusuklombok-monkey-forest-your.html diakses tanggal
27 nopember 2013 pukul 11.30
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1
23456789/59998/BAB%20II%20Tinjauan%20Pu
staka.pdf?sequence=3 diakses tanggal 30
nopember 2013 pukul 10.00
http://www.antarantb.com/print/23870/pubenahi-ruas-jalan-mataram-tanjung-lintas-pusuk
diakses tanggal 30 Nopember 2013 pukul 11.00

Anda mungkin juga menyukai