Anda di halaman 1dari 6

1

PRURITUS
Definisi
Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman pada kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk
daerah tertentu untuk mendapatkan kelegaan. Pruritus bersinonim dengan gatal, dan memiliki prevalensi yang
meningkat pada orang tua. Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai kelainan
kulit, maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine material. Penyebab pasti pruritus tidak diketahui secara
jelas. Rasa gatal yang timbul melibatkan suatu proses rumit yang melibatkan kerja saraf yang merespon
terhadap mediator tertentu, seperti histamine, dan proses yang melibatkan pemrosesan sinyal saraf di otak.
Pruritus dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman dan frustasi; pada kasus yang berat, pruritus dapat
menyebabkan tidur yang terganggu, rasa gelisah, dan depresi. Garukan yang konstan atau terus menerus untuk
mendapatkan kelegaan dapat merusak kulit (ekskoriasi, likenifikasi) dan dapat mengurangi keefektivan kulit
sebagai lapisan pelindung.

Klasifikasi Gatal
Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya, inflamasi, kering, dan kerusakan kulit.
Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau sentral. Misalnya, pada herpes dan
tumor.
Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun terdapat transmitter yang merangsang
gatal. Misalnya, morphin dan penyakit sistemik (ginjal kronis, jaundice)
Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.

Jaras Sensoris Kulit


Pada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang merupakan reseptor nyeri (nosiseptor). Ujung saraf bebasnya bisa
mencapai bagian bawah epidermis. Ujung saraf bebas terbagi menjadi dua jenis serabut saraf. Serabut saraf A
bermielin yang merupakan nosiseptor dan serabut saraf C tidak bermielin. Serabut saraf C terdiri dari 80%
mekanosensitif yang merupakan polimodal nosiseptor dan 20% mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor
merupakan serabut saraf yang merespon terhadap semua jenis stimulus mekanik dan kimiawi. Sedangkan
mekanoinsensitif tidak merespon terhadap stimulus mekanik, namun memberi respon terhadap stimulus
kimiawi. Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan pruritoseptor yaitu reseptor yang menimbulkan rasa
gatal, terutama dipengaruhi oleh histamine. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang cepat.
Kecepatan hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan serabut saraf C merupakan penghantar sinyal saraf
yang lambat. Kecepatan hantarannya hanya 12m/detik, terlebih lagi pada serabut saraf C mekanoinsensitif yang
hanya 0,5m/detik. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang dapat merasakan rasa gatal beberapa saat setelah
stimulus terjadi. Bandingkan saat tangan kita terkena benda panas.
Gatal dapat timbul apabila pruritoseptor terangsang dan reseptor lainnya tidak terangsang. Tidak mungkin pada
penghantaran sinyal, terdapat dua reseptor sekalgus yang terangsang oleh satu stimulus. Saat pruriseptor
terangsang, seseorang akan mulai merasakan sensasi gatal sehingga timbul hasrat untuk menggaruk. Saat
menggaruk, polimodal nosiseptor akan terangsang sehingga pruritoseptor akan berhenti terangsang. Hal ini
memberikan penjelasan mengapa ketika seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan
menghilang. Setelah garukan dihentikan, yang artinya polimodal nosiseptor berhenti terangsang, pruritoseptor
sangat mungkin untuk kembali terangsang sehingga gatal akan timbul kembali. Polimodal nosiseptor juga dapat
menimbulkan gatal, misalnya pada baju baru yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi gatal.Stimulus

2
pada serabu saraf C melalui ganglion dorsal dan menyilang pada saraf tulang belakang ke sisi kontralateral dan
masuk ke jalur spinotalamikus lateral menuju thalamus dan akhirnya mencapai korteks serebri sensori.

Mediator Penyebab Gatal pada Kulit


Histamin
Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan sensasi gatal, namun injeksi
yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan
tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin
tersebut. Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal adalah H1.
Serotonin
Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel mast manusia. Serotonin dapat
menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal.
Endopeptidase
Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel
mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh triptase, dari kerja proteinaseactivated receptor-2 (PAR-2) pada terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida
pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam
menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut
berperan dalam timbulnya gatal.
Neuropeptida
Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel mast pada
PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel
mast melalui reseptor NK-1. Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan
prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf tulang belakang atau ganglia
dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat menyebakan gatal segmental.
Eicosanoid
Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat dalam mediator inflamasi tapi
tidak secara langsung menyebabkan gatal. Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain.
Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja
histamin pada area tersebut.

Patofisiologi Pruritus
Pruritogen menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian
menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis
susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang
menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk
menggaruk bagian tertentu tubuh.

Etiologi

3
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab pruritus dapat
diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
1. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu di tubuh. Penyebabnya beragam, Beberapa
Penyebab Pruritus Lokal
Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut
Punggung : Notalgia paraesthetica
Lengan : Brachioradial pruritus
Tangan : Dermatitis tangan
dll
2. Gangguan sistemik
Beberapa Gangguan Sistemik Penyebab Pruritus
Gangguan ginjal seperti Gagal ginjal kronik
Gangguan hati seperti Obstruksi biliaris intrahepatika atau ekstrahepatika
Endokrin/Metabolik seperti Diabetes, hipertiroidisme, Hipoparatiroidisme, dan Myxoedema
Gangguan pada Darah Defisiensi seng (anemia), Polycythaemia, Leukimia limfatik, dan Hodgkin's disease

3. Gangguan pada kulit


Penyebab pruritus yang berasal dari gangguan kulit sangat beragam. Beberapa diantaranya, yaitu dermatitis
kontak, kulit kering, prurigo nodularis, urtikaria, psoriasis, dermatitis atopic, folikulitis, kutu, scabies, miliaria,
dan sunburn.

4. Pajanan terhadap factor tertentu


Pajanan kulit terhadap beberapa factor, baik berasal dari luar maupun dalam dapat menyebabkan pruritus. Faktor
yang dimaksud adalah allergen atau bentuk iritan lainnya, urtikaria fisikal, awuagenic pruritus, serangga, dan
obat-obatan tertentu (topical maupun sistemik; contoh: opioid, aspirin).

5. Hormonal
2% dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya gangguan dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi
oleh estrogen dan terkadang terdapat hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama terjadi pada trimester ketiga
kehamilan, dimulai pada abdomen atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada kalanya pruritus disertai
dengan anoreksi, nausea, dan muntah. Pruritus akan menghilang setelah penderita melahirkan. Ikterus kolestasis
timbul setelah penderita mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh karena terdapat
garam empedu di dalam kulit. Selain itu, pruritus juga menjadi gejala umum terjadi menopause.

4
Setidaknya 50% orang berumur 70 tahun atau lebih mengalami pruritus. Kelainan kulit yang menyebabkan
pruritus, seperti scabies, pemphigoid nodularis, atau eczema grade rendah perlu dipertimbangkan selain
gangguan sistemik seperti kolestasis ataupun gagal ginjal. Pada sebagian besar kasus pruritus spontan, penyebab
pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit akibat penuaan kulit. Pruritus pada lansia berespon baik terhadap
pengobatan emollient.

6. Psikologik
Pruritus lokal, terutama pruritus anogenital, adalah manifestasi umum dari kecemasan kronik, walaupun
kandidosis dan faktor lainnya harus dieksklusikan. Parasitophobia merupakan kasus yang cukup serius. Pasien
terus menerus menganggap dirinya terkena infeksi kulit walaupun pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya
parasit. Manifestasi klinis pada pruritus akibat gangguan psikologis adalah tampak lebih sedikit efek garukan
dan tidak dijumpai gangguan tidur.

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pruritus ialah tanda-tanda garukan dan ekskoriasis. Pada garukan akut dapat timbul urtika,
sedangkan pada garukan kronik dapat timbul perdarahan kutan dan likenifikasi. Garukan dengan kuku
menyebabkan ekskoriasi linear pada kulit dan laserasi pada kukunya sendiri. Keinginan perasaan gatal dengan
garukan hanya akan ada, bila kausa pruritus terletak di alat sentral.

Respons psikologik
Respons psikologik pada pruritus bergantung pada berat pruritus dan status emosional penderita. Bila stimulus
pruritus berlangsung sering, lama, dan tanpa diketahui penyebabnya, maka akan berakibat timbulnya perasaan
takut, tegang, dan cemas. Lambat laun dapat timbul perubahan pada personalitas penderita.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri. Sementara pemeriksaan untuk
mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan
perasaan lega pada penderita, yaitu:

Pengobatan topical:
Dinginkan kulit dengan kain basah atau air hangat
Losion calamine. Losion ini tidak dapat digunakan pada kulit yang kering dan memiliki batasan waktu dalam
pemakaiannya karena mengandung phenols.
Losion menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi dingin.
Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering.
Kortikosteroid topical sedang untuk periode waktu yang pendek.

5
Antihistamin topical sebaiknya tidak digunakan karena dapat mensensitisasi kulit dan menimbulkan alergi
dermatitis kontak.

Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal cukup parah dan menyebabkan tidur
terganggu:
Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau prostaglandin, tapi dapat memperburuk
rasa gatal pada beberapa pasien.
Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang efektif. Antidepresan tetrasiklik
dapat membantu rasa gatal yang lebih parah.
Antihistamin: antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki antipruritus. Antihistamin penenang
dapat digunakan karena efek penenangnya tersebut.
Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa jenis pruritus kronik.
Antagonis opioid terbukti efektif pada pasien yang menderita pruritus yang berkepanjangan.

Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus, diantaranya mencegah factor pengendap, seperti pakaian
yang kasar, terlalu panas, dan yang menyebabkan vasodilatasi jika dapat menimbulkan rasa gatal (mis. Kafein,
alcohol, makanan pedas).

Jika kebutuhan untuk menggaruk tidak tertahankan, maka gosok atau garuk area yang bersangkutan dengan
telapak tangan.

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2007; hal: 321-323
Freddberg IM, Elsen AZ, Wolff K, et al: Fitzpatricks Dermatology General Medicine, 6th edition. New York:
McGraw-Hill, 2003.
Anonymous: Pruritis (itch). Diunduh dari: http://dermnetnz.org/systemic/itch.html. Tanggal akses: 2 November
2009, Pk. 17.35 WIB

Patofisiologi Psoriasis
Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti. Namun predisposisi genetik mungkin bisa
menjadi pemicu terjadinya psoriasis. Karean adanya peningkatan prevelensi penyakit ini pada
anggota keluraga. Psoriasis berkaitan dengna antigen manusia spesifik. Psoriasis secara jelas
melibatkan proliferasi berlebih dari keratinosit. Dan pada dasarnya menguarngi waktu yang
diperlukan untuk pembelahan sel sel epidermal yang terjadi dalam plak psoriasik. Psoriasis

6
mungkin jua melibatkan perubahan mekanisme imun karena sel T teraktivasi. Serta
Upregulation
molekul adhesi yang dimediasi imun pada kreatinosit telah diobservasi.
Psoriasis berhubungan dengan petanda peradangan sistemik seperti peningkatan kadar CRP (Creactive protein). Gangguan imunologik yang terjadi pada penderita psoriasis diperkirakan
meningkatkan risiko penyakit lain yang berhubungan dengan gangguan imunologik tersebut. Hal
ini bisa terjadi karena aktifasi sel T, sitokin dan peningkatan petanda peradangan sistemik seperti
CRP, yang berhubungan dengan proses artheroskelrosis dan pada akhirnya berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular seperti infark miokard.
Patofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Perjalanan alamiah
penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya penebalan epidermis dan
stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel
basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan
cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang
cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik yang
berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain
disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal, terutama adenosin monofosfat (AMP)
siklik dan guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum dapat
dimengerti secara jelas

Anda mungkin juga menyukai