Bab Iiifix
Bab Iiifix
BAB III
DASAR TEORI
melawan
tekanan
bumi
yang
sebanding
dengannya,
sehingga
kesetimbangannya terjaga.
3.1.2 Tekanan Batuan Atau Efek Tekanan Batuan
Apabila dilakukan penggalian terowongan di dalam batuan, maka adakalanya
batuan tidak dapat menahan tekanan bumi, sehingga atap menekuk, timbul retak dan
kemudian ambruk., dinding samping roboh, dan kalau lantainya lunak akan
menggelembung dan mencuat keluar. Tekanan yang mengakibatkan hal tersebut
lazim disebut sebagai tekanan batuan atau efek tekanan batuan yang membebani
penyangga.
Tekanan batuan dapat dibagi menjadi tekanan statis dan tekanan dinamis. Yang
dimaksud tekanan statis adalah yang biasa disebut sebagai beban mati, yaitu beban
yang bekerja pada penyangga karena batuan yang lepas dari batuan induknya, yang
25
hanya berupa berat batuan lepas itu sendiri. Tekanan yang timbul akibat batuan yang
runtuh dari dinding sekitar terowongan semuanya termasuk tekanan statis.
Sedangkan tekanan dinamis adalah beban akibat gerakan batuan, termasuk di
dalamnya adalah tekanan berat akibat amblasnya atap permuka kerja, tekanan
terhadap terowongan akibat penurunan atap dan pemuaian lantai di sekitar permuka
kerja.
Batuan yang membentuk kerak bumi mempunyai sifat elastis dan plastis,
dimana kalau diberikan gaya, akan terjadi deformasi elastis, dan kalau melampaui
batas elastis, akan terjadi deformasi plastis. Sifat tersebut berbeda menurut sifat
materi dari masing-masing batuan.
Elastisitas adalah sifat material yang bila diberi gaya akan mengalami
deformasi yang sebanding dengan gaya, dan kalau gayanya dihilangkan, akan
kembali ke bentuk semula.
Plastisitas adalah sifat material yang jika diberi gaya akan terjadi deformasi,
namun walau gayanya dihilangkan tidak akan kembali ke bentuk semula.
3.1.3 Tekanan Bumi di Sekitar Lubang Bukaan
Sebelum suatu pembuatan lubang bukaan dilakukan, tekanan bumi pada batuan
mengalami keseimbangan. Tetapi saat pembuatan lubang bukaan mulai dilakukan,
tekanan bumi yang disangga oleh batuan pada posisi awalnya akan di pindahkan ke
batuan di sekitar lubang bukaan. Hal ini umumnya disebut sebagai redistribusi
tekanan. Tekanan batuan maksimum yang bekerja di sekitar lubang bukaan dikenal
sebagai kubah tekanan (pressure dome) atau tekanan membusur (pressure arch),
sedangkan area yang mengalami relaksasi atau pelepasan dari tekanan dalam batuan
ini disebut zona bebas tegangan (stress relief zone) yang diilustrasikan pada gambar
3.1.
3.1.4 Tekanan Bumi dan Penyanggaan Pada Permuka Kerja
Sepert halnya yang terjadi pada panggalian maju, redistribusi tekanan juga
terjadi pada batuan di sekitar permuka kerja penambangan batu bara, dalam hal ini
pada metode penambangan longwall, sehingga terbentuk zona konsentrasi tegangan
dan zona bebas tegangan. Zona konsentrasi tegangan disebut juga sebagai kubah
26
Gambar 3.1
Kubah Sekunder Pada Atap 7)
tekanan atau tekanan membusur yang mempunyai tingkat tekanan terbesar di depan
permuka kerja dan akan terus bergerak maju secara simultan seiring dengan
kemajuan penambangan. Selain itu di sekitar permuka kerja, tepatnya pada batuan
atap langsung (immediate roof) yang terdapat di dalam zona bebas tegangan akan
membentuk kondisi cantilever, sehingga titik topangnya akan menerima konsentrasi
tekanan.
Tekanan bumi di sekitar permuka kerja ini dapat dikendalikan dengan cara
pengaturan permuka kerja atau sistem penyanggaan serta pengaturan kecepatan maju
permuka kerja. Dengan melakukan pengaturan yang tepat terhadap permuka kerja,
keamanan permuka kerja dapat ditingkatkan.
3.2 Strata Mekanika Batuan Pada Permuka Kerja Longwall
3.2.1 Pergerakan Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Ketika kegiatan penambangan dengan metode longwall telah mencapai suatu
lebar dan panjang tertentu, lapisan batuan di atas batubara akan mengalami gangguan
mulai dari atap langsung (immediate roof) hingga permukaan (surface). Dalam hal
ini, zona yang terganggu akibat aktifitas penambangan bawah tanah metode
27
longwall terbagi menjadi 3 zona (Gambar 3.2), yaitu zona runtuhan, zona patahan
dan zona deformasi lanjutan (Peng dan Chiang, 1984).
1. Zona Runtuhan (Caved Zone)
Zona runtuhan yang belum mengalami pergerakan (runtuh) disebut sebagai
atap langsung (immediate roof). Zona ini mempunyai ketebalan 2 hingga 8 kali dari
ketinggian panel penambangan (mining height). Pada zona ini, lapisan runtuh di atas
lantai panel penambangan dan kemudian selanjutnya hancur menjadi bentuk yang
tidak beraturan namun berlapis dalam berbagai ukuran. Akibat proses tersebut,
batuan itu kemudian mengalami pertambahan volume dari volume batuan asli
sebelum mengalami deformasi dan runtuh. Perbandingan antara volume batuan yang
hancur terhadap volume batuan aslinya sebelum mengalami kehancuran dan
keruntuhan pada lapisan yang sama kemudian disebut rasio pengembangan
(expansion ratio) atau disebut juga sebagai bulking factor. Oleh karena volume dari
batuan yang telah hancur selalu lebih daripada volume batuan aslinya, maka bulking
factor selalu bernilai lebih dari satu. bulking factor merupakan faktor yang cukup
menentukan untuk mengetahui ketinggian dari zona runtuhan atau atap langsung.
2. Zona Patahan (Fractured Zone)
Zona patahan terletak di atas zona runtuhan. Pada zona ini, lapisan mengalami
kerusakan dalam bentuk blok oleh karena terjadi keretakan hingga patahan dengan
arah vertikal dan/atau subvertikal dan celah horizontal pada batas lapisan. Ketebalan
zona runtuhan ini berkisar antara 28 hingga 42 kali dari ketinggian panel
penambangan, sehingga dapat diperkirakan ketinggian zona runtuhan dan zona
patahan berkisar antara 30 hingga 50 kali dari ketinggian panel batubara.
3. Zona Deformasi Lanjutan (Continuous Deformation Zone)
Zona ini terletak di antara zona patahan dan permukaan (surface). Pada zona
ini, lapisan mengalami deformasi namun tidak mengakibatkan terjadinya rekahan
atau patahan yang memotong di sepanjang ketebalan lapisan seperti halnya pada
zona rekahan. Sejatinya, zona ini hanya bertindak sebagai medium penerus terhadap
energi yang dihasilkan oleh lapisan di bawahnya.
28
Gambar 3.2
Pembagian Zona Overburden Pada Penambangan Metode Longwall
7)
29
Gambar 3.3
Kedudukan Atap Pada Permuka Kerja Penambangan Metode Longwall
7)
Terdiri atas carbonaceous shale lemah atau lunak dan sandy shale yang
terkekarkan dengan baik
Atap pada area gob runtuh dengan segera setelah kemajuan penyangga tanpa
terjadi batuan gantung (overhang). Fragmentasi runtuhan kecil.
Terdiri atas serpih keras (hard shale), sandy shale dan sandstone lemah.
Kekar dan rekahan sulit ditemukan.
Pada umumnya, atap akan runtuh sesaat setelah penyangga bergerak maju.
Fragmentasi batuan yang runtuh berukuran besar. Runtuhan terkadang
memasuki area permuka kerja.
30
Atap langsung cukup tebal dan terdiri atas serpih pasiran (sandy shale) atau
batupasir, sehingga dapat tetap menggantung tanpa penyanggaan lebih dari 5
hingga 8 jam. Atap dalam area gob runtuh secara teratur dalam bongkah yang
besar, sehingga jika runtuh di dekat penyangga dapat mengganggu kestabilan
penyangga.
Atap langsung sangat tebal dan terdiri atas batupasir keras atau konglomerat.
Atap tidak hanya akan menggantung secara meluas (hingga 65007440 m 2),
tetapi juga akan menggantung hingga waktu yang cukup lama. Hal ini akan
membahayakan karena pada saat runtuh, dapat mengakibatkan dampak yang
signifikan terhadap penyangga dan permuka kerja.
Atap langsung terdiri berupa gamping atau batupasir keras dan lebih tebal
dari ketinggian panel penambangan. Terdapat kekar dan rekahan sehingga
membentuk beidang lemah sepanjang pecahnya batuan. Seiring dengan
kemajuan penambangan, akan terjadi pelendutan secara berangsur dan batuan
akan pecah membentuk blok.
31
32
Gambar 3.4
Urutan Keruntuhan Pada Atap Permuka Kerja 7)
33
Gambar 3.5
Distribusi Tekanan Vertikal Pada Penambangan Metode Longwall
2)
34
Lebar dari tumpu depan tidak hanya tergantung pada kedalaman overburden,
tetapi juga tergantung pada posisinya sepanjang permuka kerja. Tekanan puncak
tumpu depan terjadi umumnya pada pojok panel saat batuan immediate roof dalam
kondisi lemah. Kondisi immediate roof yang lemah ini tidak menghasilkan berat
yang menimbulkan dampak signifikan terhadap tumpu depan karena immediate roof
langsung runtuh di belakang penyangga. Tekanan puncak tumpu depan akan tersisa
pada sudut panel apabila dampak pembebanan dari main roof tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dimungkinkan terjadi akibat kondisi, yaitu :
pertama, lokasi main roof sangat jauh di atas lapisan batubara (lapisan immediate
roof tebal) sehingga pergerakannya tidak berdampak pada permuka kerja; kedua,
permuka kerja berlokasi pada periode tanpa pembebanan.
2. Tekanan Tumpu Samping
Tekanan tumpu samping mempunyai nilai terbesar pada penyangga gallery
material dan gallery produksi dan kemudian akan menurun secara eksponensial
menjauh dari panel penambangan.
3. Tekanan Gob (Mined Out Area)
Saat batuan atap runtuh untuk pertama kali di area gob, berat dari batuan yang
runtuh dan kemudian saling menimpa satu sama lainnya tersebut akan membentuk
tekanan gob. Kemudian batuan yang runtuh tersebut akan memperoleh beban
lanjutan dari lapisan di atasnya. Tekanan gob maksimum kemudian akan menjadi
tekanan overburden yang terjadi saat gob menerima sepenuhnya beban dari
overburden.
Apakah kemudian tekanan gob sebanding dengan berat dari overburden
tergantung dari lebar panel penambangan. Jika panel terlalu dekat, lapisan atas yang
tidak terdeformasi akan terjembatani oleh tumpu samping menghasilkan tekanan gob
yang bebannya dapat mengurangi atau menambah beban dari tinggi runtuhan
(caving height).
35
Gallery
Produksi
GOB
Working Face
Gallery
Material
Barrier Pillar
Cross Cut
Raise
Gambar 3.6
Barrier Pillar Pada Panel Penambangan
Dimensi dari barrier pillar yang cukup aman untuk melindungi cross cut
umumnya dihitung menggunakan rumus yang didasarkan dari hasil pengalaman di
lapangan (Peng, 1986). Rumus empiris desain barrier pillar yang umum digunakan
adalah berdasarkan Mine Inspectors formula, yaitu :
Wbp
dimana : Wbp
= 20 + 4h + 0,1H ......................................................................(1)
= lebar barrier pillar, meter
3.3 Penyanggaan Hydraulic Prop dan Link Bar Pada Permuka Kerja
36
37
Link Bar
1.80m
Face
PVC trough
Papan 5 x 20 x 120
Hydroulic prop
Tirai bambu
MOA
Sepatu HP
Gambar 3.7
Penyanggaan Hydraulic Prop dan Link Bar Pada Permuka Kerja
3.3.3 Garis Besar Prosedur Penyanggaan Hydraulic Prop dan Link Bar
9)
1. Pemasangannya harus dilakukan dengan akurat dan ketat, dalam hal ini pada saat
injeksi emulsi bertekanan ke dalam hydraulic prop. Jika tekanan tidak
38
8)
39
40
miring, beban atap bisa memberikan kepada lapisan batubara dari berbagai arah,
sehingga pendirian hydraulic prop harus mempertimbangakan hal ini.
3.4 Penentuan Tinggi Runtuhan Atau Tebal Atap Langsung
Penentuan ketebalan atap langsung (immediate roof) merupakan dasar untuk
merancang pemeliharaan atap permuka kerja. Ketebalan atap langsung sendiri tidak
bersifat konstan walaupun pada lapisan stratigrafi yang telah diketahui, terlebih
ketebalannya akan bervariasi seiring dengan rangkaian perlapisan dan metode
penambangan.
3.4.1. Teori Song dan Deng (1984)
7)
Menurut teori Song dan Deng, keruntuhan berawal dari lapisan terendah dari
atap langsung dan akan beruntun menarik hingga zona patahan dan akan mengisi
area gob. Proses keruntuhan pada tiap lapisannya akan mengakibatkan terjadinya
pelendutan (sagging) pada atap yang tidak runtuh dan tersangga oleh runtuhan atap
langsung di area gob.
Untuk menentukan tinggi runtuhan menurut formula Song dan Deng
ditentukan sebagai berikut :
H d = him(K 1) ....(2)
d d0
dimana :
him
= bulking factor
d0
Dari persamaan tersebut di atas, tinggi runtuh dapat ditentukan dengan persamaan :
him
H d
K 1 ..(3)
41
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penggunaan rumus tersebut di atas
yang dapat mempengaruhi tinggi runtuh :
1. Tinggi lubang bukaan permuka kerja, H
Berdasarkan persamaan (3), tinggi runtuh berbanding lurus terhadap tinggi
permuka kerja. Hubungan ini dapat digunakan untuk mengontrol tinggi runtuh,
namun harus diketahui bahwa tinggi runtuh tidak akan berubah secara drastis
segera setelah tinggi permuka kerja berubah.
2. Maksimum pelendutan yang diijinkan, do
Dari persamaan (3), rumus d d0 memberi dampak yang signifikan terhadap
tinggi runtuh. Singkatnya, jika d = d 0 = H, maka him = 0, dimana tidak akan
terjadi runtuhan, dengan kata lain atap akan melendut secara perlahan hingga
menyentuh lantai. Jika d = d0 = 0, maka persamaan (3) akan menjadi :
him
H
K 1 ....(4)
Persamaan (4) mengasumsikan bahwa lapisan akan pecah dan runtuh tanpa
terjadinya pelendutan. Persamaan ini digunakan untuk memperkirakan tinggi
runtuh terbesar dan telah lebih dahulu dikemukakan oleh Wilson pada tahun
1964.
3. Bulking Factor, K
Bulking factor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume batuan
yang telah hancur terhadap volume batuan aslinya. Karena volume batuan yang
hancur selalu lebih dari volume batuan aslinya, maka biasanya nilai bulking
factor selalu lebih besar dari satu.
Bulking factor dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran fragmen batuan, cara
tersusunnya fragmen batuan di area gob. Fragmen batuan yang langsung runtuh
di belakang penyangga biasanya mempunyai nilai bulking factor yang lebih besar
karena minimnya tekanan dari batuan di atasnya, kondisi ini disebut sebagai
original bulking factor, K0. Selanjutnya saat batuan tersebut semakin jauh di
42
belakang gob, maka runtuhan akan semakin banyak dan akan bertumpuk di
atasnya mengakibatkan volumenya berkurang, kondisi ini disebut semiresidual
bulking factor, Kro. Pada saat runtuhan semakin berumpuk di area gob, maka
kemudian beban dari lapisan tanah penutup akan bekerja di atasnya. Pada kondisi
ini maka volume runtuhan akan berada pada kondisi minimum dan mengalami
kompaksi dengan baik. Pada lokasi ini akan terjadi residual bulking factor, Kr.
Tabel nilai bulking factor dari beberapa batuan dapat dilihat pada tabel 3.1
berikut ini.
Tabel 3.1
7)
Nilai Bulking Factor Pada Beberapa Batuan
Jenis Batuan
Pasir
Lempung
Batubara Pecah
Lempung Serpih
Lempung Pasiran
Batupasir
Bulking Factor
Original, Ko
Residual, Kr
1.06 - 1.15
1.01 - 1.03
< 1.20
1.03 - 1.07
< 1.30
1.05
1.4
1.1
1.60 - 1.80
1.25 - 1.35
1.50 - 1.80
1.30 - 1.35
7)
Selain berdasarkan urutan dari lapisan yang terlemah hingga terkuat di atas
lapisan batubara dan bulking factor dari runtuhan, tinggi runtuhan juga dipengaruhi
oleh ketebalan batubara kedalaman lapisan tanah penutup. Kedalaman lapisan tanah
penutup dapat mengakibatkan keruntuhan yang lebih besar seiring dengan
membesarnya tekanan lapisan tanah penutup.
Kaitan antara ketebalan batubara, kedalaman lapisan tanah penutup dan tinggi
runtuhan diperlihatkan pada gambar 3.8 dimana tiap kurva mewakili hubungan
antara tinggi runtuh dan kedalaman lapisan tanah penutup pada suatu ketebalan
lapisan tanah penutup. Selain dengan menggunakan grafik, tinggi runtuh juga
disajikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
him = h0,439 H1,5444 (5)
43
dimana :
him
= tinggi runtuhan, ft
`
Gambar 3.8
Kurva Korelasi Antara Tinggi Runtuhan, Kedalaman Overburden
dan Ketebalan Batubara 7)
44
1)
dengan :
s k
....(7)
k
= m
k
.....(8)
s k
45
runtuh, perhatian khusus diarahkan untuk membuatnya runtuh guna mengisi gob.
Jika jarak immediate roof tidak tidak runtuh cukup besar, maka berat pada muka
penyangga akan semakin besar pula. Dalam kasus ini, sistem stowing dapat
digunakan untuk mengisi gob secara keseluruhan dengan memakai sistem pneumatic
atau hydraulic
MAIN ROOF
h = m/K-1
IMMEDIATE ROOF
t = s h
GOB /
m
Gambar 3.9
Penampang Immediate Roof Terhadap Permuka Kerja
Berdasarkan rumus (4) hingga (8) di atas, maka dapat diperoleh tekanan
immediate roof sebagai berikut :
t h s ..(9)
dengan :
46
t m 1 2 3
1
K 1
..
(10)
Vt Va
0.5h tan
1
Vt
l
..(11)
V1
Vt
......
(12)
dengan :
= faktor pengembangan
Vt
Va
V1
V2
47
Va
h
Vt
vt v a
vt
(a)
V1
Vt
Vt
V1
(b)
Gambar 3.10
TabelPada
3.2 Lapisan Atap
Penampang Tekanan
1)
Tabel 3.2
Faktor Keruntuhan (Caving) Berdasarkan Kondisi Geometris Atap 1)
Roof Condition
Easily caved roof rock
(Category 1)
Regularly caved
sometimes delayed
(Category 2)
Strong roof rock
naturally caved with
difficulty
(Category 3)
Geometrical
Dimension
x=0
=0
x = 0,5 m
= 40
m < 1,5 m
x = 1,7 m
= 15
m > 1,5 m
1 1
0,5 2,5 m
l
1 1
0,5 0,8 m
l
48
= 10
1 1
m > 1,5 m
Tabel 3.3
1)
Faktor Penyanggaan Diri Batuan
Immediate Roof
Condition
Lithology
Easily caved
Regularly caved
sometimes delayed
Strong roof, hardly caved
1,7 0,9 m
l
Stowing of Gob
Caving
0,75
Pneumatic
0,40
Shaly silt
Caving
0,50
Pneumatic
0,35
Caving
0,40
Pneumatic
0,35
B
K tan
..
(13)
B B1 m tan 45o
2
..
(14)
dengan :
B1
49
Pn. k . N
n
..(16)
D
N
La
...
(17)
dengan :
Pn
50
Tabel 3.4
Faktor Efisiensi Prop 1)
Beban Nominal
(Ton)
Faktor Efisiensi
(k)
Friction
40
0,45
Hydraulic
40
0,82
Hydraulic
30
0,89
Hydraulic
20
0,92
Jenis Prop
dengan :
Pn k
sf .......................................................................................... (18)
F
Pn
sf
51
3.7.
Klasifikasi Geomekanika
Klasifikasi massa batuan diperlukan dalam suatu rancangan terowongan pada
tambang bawah tanah, dimana perhitungan sifat-sifat teknis dari massa batuan
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Untuk mencapai hal tersebut, deskripsi
secara kualitatif dinilai tidak mencukupi untuk dipergunakan dalam pehitungan
rancangan sehingga kemudian harus dikembangkan secara kuantitatif dalam bentuk
nilai (bobot) tertentu. Salah satu sistem klasifikasi massa batuan yang umum
digunakan saat ini adalah klasifikasi geomekanika atau dikenal juga dengan sistem
RMR (Rock Mass Rating). Sistem ini telah dikembangkan dan dimodifikasi oleh
Bieniawski selama tahun 1972-1973 sehingga dapat memenuhi standar dan prosedur
internasional
RMR merupakan hasil total penjumlahan dari pembobotan yang dilakukan
untuk setiap parameternya. Ada 6 parameter yang digunakan untuk klasifikasi ini,
yaitu :
1) Kuat Tekan Uniaksial
2) Rock Quality Designation (RQD)
3) Spasi Diskontinuitas
4) Kondisi Diskontinuitas
5) Orientasi Diskontinuitas
6) Kondisi Air Tanah
Setiap parameter tersebut di atas mempunyai rentang bobot tertentu
(Tabel 3.5). Sehingga setiap parameter dengan kondisi tertentu memiliki bobot
(rating) tertentu pula, yang besarnya ditentukan dengan interpolasi atau secara grafis.
Pembobotan / rating dari keenam parameter RMR tersebut akan mengklasifikasikan
massa batuan menjadi lima kelas massa batuan, dimana tiap kelas mempunyai
estimasi stand-up time dan rekomendasi penyanggaan masing-masing. Selanjutnya
setelah diberikan data RMR, keluaran dari klasifikasi geomekanika adalah stand-up
time dan span batuan maksimum seperti terlihat pada gambar 3.11, atau dapat juga
mengklasifikasikannya secara langsung berdasarkan tabel 3.6.
52
Tabel 3.5
5)
Pembobotan Parameter Klasifikasi Dalam Sistem RMR
A. PARAMETER KLASIFIKASI DAN PEMBOBOTANNYA
Parameter
1.
2.
3.
4.
Kekuatan
Batuan
Utuh
Selang Nilai
Indeks Kekuatan
Point Load (MPa)
>10
4 - 10
2-4
1-2
>250
100 - 250
50 - 100
25 - 50
15
90 - 100
20
>2m
20
Permukaan
sangat
kasar, tidak
menerus
tidak renggang dan
tidak lapuk
12
75 - 90
17
0.6 - 2m
15
Agak
kasar,
rengangan
<1mm,
agak
lapuk
7
50 - 75
13
0.2 - 0.6m
10
Agak kasar
,
renggangan
<1mm,
sangat
lapuk
4
25 - 50
5
60 - 200mm
8
Slickensides/gouge
<5mm,
renggangan 1 5mm, menerus
1
0
<25
3
<60mm
5
Gouge lemah, tebal
>5mm atau renggangan
5mm, menerus
30
25
20
10
Tidak ada
<10
10 - 25
25 - 125
>125
0
kering
15
<0.1
lembab
10
0.1 - 0.2
basah
7
0.2 - 0.5
menetes
4
>0.5
mengalir
0
Pembobotan
Rock Quality Designation (%)
Pembobotan
Spasi Rekahan
Pembobotan
Kondisi Rekahan
Pembobotan
5.
Air
Tanah
Keadaan Umum
Pembobotan
1-5
<1
20 - 45
Menguntungkan
45 - 90
Sedang
20 - 45
Tidak
menguntungkan
Kemiringan 0-20
tidak memperhatikan
kemiringan
20 - 45
Sedang
Tidak
menguntungkan
Terowongan
Pondasi
Lereng
Sangat
menguntungkan
Menguntungkan
Sedang
Tidak
menguntungkan
Sangat tidak
menguntungkan
0
0
0
-2
-2
-2
-5
-7
-25
-10
-15
-50
-12
-25
-60
40 - 21
IV
jelek
<21
V
sangat jelek
100 - 81
I
sangat jelek
80 - 61
II
baik
60 - 41
III
sedang
I
20 tahun untuk
II
6 bulan untuk
III
1 minggu
IV
10 jam untuk
V
30 menit untuk
53
span 15 m
Kohesi massa batuan (kPa)
Sudut geser dalam massa batuan ()
>400
>45
span 8 m
300 - 400
35 - 45
untuk span
5m
200 - 300
25 - 35
span 2.5 m
span 1 m
100 - 200
15 - 25
Gambar 3.11
Hubungan Antara Stand-Up Time dan Span Untuk Berbagai Massa Batuan
Tabel 3.6
Deskripsi Kelas Massa Batuan Menurut Sistem RMR
Deskripsi Batuan
3)
Bobot
Kelas
81 - 100
Sangat Baik
61 - 80
II
Baik
41 - 60
III
Sedang
21 - 40
IV
Buruk
<20
Sangat Buruk
<100
<15
7)