RUBELLA KONGENITAL
Oleh :
Narulita Anggasari
G99141099 / H-82-2014
G99141097 / H-62-2014
Anita Rachman
G99131016 / I-10-2014
Pembimbing:
H. Rustam Siregar, dr., Sp.A
BAB I
PENDAHULUAN
ditemukan
seperti
glaucoma
congenital,
retinopati,
paten
duktus
lahir dapat menjadi kelanjutan infeksi rubella.1 Penggunaan vaksin hidup MMR
(measles, mumps, dan rubella) memang membatasi insidensi penyakit ini pada
negara maju, namun sindrom rubella kongenital masih menjadi masalah kesehatan
yang penting di negara berkembang.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Rubella Kongenital
Sindrom rubella kongenital adalah suatu penyakit yang merupakan
akibat dari infeksi virus rubella selama kehamilan.3
B. Epidemiologi
Secara internasional, jumlah kasus rubella dan kasus rubella
kongenital tetap tinggi di negara-negara berkembang, termasuk di kepulauan
Pasifik, di mana tidak tersediannya vaksinasi rutin untuk anak-anak atau
hanya baru-baru ini tersedia.4,37
Di seluruh dunia, diperkirakan bahwa lebih dari 100 000 bayi
dilahirkan dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) setiap tahun.5
Hubungan antara katarak kongenital dan infeksi rubella maternal
pertama kali ditemukan pada tahun 1941 oleh dokter mata Australia, Norman
Gregg, yang melihat jumlah yang tidak biasa dari bayi dengan katarak yang
menyertai epidemi rubella pada tahun 1940. Tanpa adanya vaksinasi, rubella
merupakan penyakit endemik dengan epidemi setiap 6 sampai 9 tahun. Jika
infeksi rubella terjadi di kalangan wanita hamil tanpa imunitas yang baik,
kasus CRS dapat terjadi. Selama 1962-1965 pandemi rubella global,
diperkirakan
12,5
juta
kasus
rubella
terjadi
di Amerika
Serikat,
inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan
oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah,
panas dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap pembekuan,
pencairan atau sonikasi.6
Gambar 1. Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak dan inti
dengan RNA7
Virus Rubella (VR) terdiri atas dua subunit struktur besar, satu
berkaitan dengan envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan
nucleoprotein core.7
2. Isolasi dan Identifikasi
Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan
(kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode
serologis yang cepat dan praktis. Berbagai jenis jaringan, khususnya
ginjal kera paling baik digunakan untuk mengasingkan virus, karena
dapat menghasilkan paras (level) virus yang lebih tinggi dan secara
umum lebih baik untuk menghasilkan antigen. Pertumbuhan virus tidak
dapat dilakukan pada telur, tikus dan kelinci dewasa.7
3. Antigenitas
Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan
dengan pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah
anak ayam yang baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4 oC
dan 25oC dan bukan pada suhu 37oC. Baik sel darah merah maupun
serum penderita yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah nonspesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas
komplemen berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun
beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik
hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan
(deteksi) melalui pemeriksaan serologis.7
4. Replikasi Virus
Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus
replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari
tahapan: 1 perlekatan, 2 penetrasi, 3 uncoating, 4 biosintesis, 5
pematangan dan pelepasan. Meskipun ini merupakan siklus yang umum,
tetapi akan terjadi beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam
nukleat virus.7
Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel
virus terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion
dalam beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pemasukan virus ke
dalam sel inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu: 1
penggabungan envelope virus dengan membran sel inang (host), 2
pemasukan langsung ke dalam membrane, 3 interaksi dengan tempat
penerima membrane sel, 4 viropexis atau fagositosis.7
Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah
terlepas dari pembungkusnya, (uncoating) atau terlepas dari kapsulnya.
Proses mengawasalut (uncoating) ini terjadi di permukaan sel dalam
virus. Secara umum, ini merupakan proses enzimatis yang menggunakan
pra keberadaan (pre-existing) ensim lisosomal atau melibatkan
pembentukan ensim yang baru. Setelah proses pengawasalutan
(uncoating), maka biosintesis asam nukleat dan beberapa protein virus
merupakan hal yang sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam
inti maupun di dalam sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam
nukleat virus dan kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus
Rubella, sintesis ini terjadi di dalam sitoplasma, sedangkan pada
kebanyakan virus DNA, asam nukleat virus bereplikasi di inti sel inang
sedangkan protein virus mengalami replikasi pada sitoplasma. Tahap
terakhir replikasi virus yaitu proses pematangan partikel virus. Partikel
yang telah matang ini kemudian dilepaskan dengan bertunas melalui
membrane sel atau melalui lisis sel.7
D. Patogenesis Sindrom Rubella Kongenital
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami
replikasi di nasofaring serta di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi
antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruang
tertutup, virus rubella bisa menular ke setiap orang yang berada di ruangan
yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 1421 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat hari setelah permulaan
(onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat menular.8,9,10
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia
berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses
pembelahan terhambat. Dalam faring dan urin bayi dengan CRS, terdapat
virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan
langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga
beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran.8,11
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh
kerusakan sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus.
Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu, menyebabkan area nekrosis yang
tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini
mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, mengindikasikan
bahwa virus rubella masuk ke dalam peredaran darah janin sebagai emboli sel
endotel yang terinfeksi. Hal tersebut mengakibatkan infeksi dan kerusakan
organ janin. Selama kehamilan muda, mekanisme pertahanan janin belum
matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya
nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan.8
Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ
janin dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada
bayi yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan
dengan cara apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama
kehamilan, frekuensi dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara
drastic. Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan
respon imun janin yang progressif, baik yang bersifat humoral maupun
seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan secara pasif.1,12
Pada penelitian yang dilakukan Hviid et al.13, teridentifikasi bahwa
kelahiran dengan keturunan yang menderita sindrom rubella bawaan atau
genetik berkaitan dengan risiko autisme pada anak tersebut. Oleh karena itu,
wanita hamil dengan klinis rubella harus terus dipantau untuk mendeteksi
infeksi bawaan, termasuk aborsi spontan atau lahir mati yang mungkin terjadi
setelah infeksi rubella pada awal kehamilan.14
E. Resiko Terjadinya Sindrom Rubella Kongenital pada Kehamilan
1. Infeksi pada Trimester Pertama
Kisaran kelainan berhubungan dengan umur kehamilan. Risiko
terjadinya kerusakan apabila infeksi terjadi pada trimester pertama
kehamilan mencapai 8090%. Virus rubella terus mengalami replikasi
dan diekskresi oleh janin dengan CRS dan hal ini mengakibatkan infeksi
pada persentuhan (kontak) yang rentan. Gambaran klinis CRS
digolongkan menjadi transient, permulaan yang tertangguhkan (delayed
onset, dan permanen).
Kelainan pertumbuhan seperti ketulian mungkin tidak akan
muncul selama beberapa bulan atau beberapa tahun, tetapi akan muncul
pada waktu yang tidak tentu. Kelainan kardiovaskuler seperti periapan
(proliferasi) dan kerusakan lapisan seluruh (integral) pembuluh darah
dapat menyebabkan kerusakan obstruktif pada arteri berukuran medium
dan besar dalam sistemperedaran (sirkulasi) pulmonerdanbersistem
yang
pernah
kontak
dengan
rubella.
Beberapa
penelitian
yang tinggi dari titer IgM adalah karakteristik utama diagnosis rubella akut
pada kehamilan. Jika seorang wanita telah terkena atau kontak dengan kasus
rubella atau jika infeksi dicurigai karena ruam atau demam, pemeriksaan
serologi terutama dengan pasangan sampel akut dan konvalesen dapat
mendiagnosa infeksi akut jika ada seoconversion. Isolasi virus dari
tenggorokan atau darah sebagai konfirmasi.
Tes serologi yang sangat banyak digunakan adalah tes inhibisi
hemaglutinasi (HAI) yang dikembangkan pada tahun 1966. Dua sampel
darah pertama dalam waktu 5 hari dari paparan atau timbulnya penyakitdan
yang kedua 2 minggu kemudian harus diperiksa. Kenaikan empat kali lipat
dari HAI Ab dalam serum ini dipasangkan atau adanya IgM dalam sampel
serum tunggal merupakan diagnostik dari infeksi rubella akut. Tes serologi
yang lebih sensitif adalah uji ELISA dan radio-immune-assay.
Wanita yang kebal terhadap rubella setelah infeksi alami atau vaksinasi
menunjukkan antibodi IgG seumur hidup. Kehadiran kekebalan alami (IgG +
ve) adalah parameter perlindungan dari infeksi selama kehamilan, sama
seperti yang ditawarkan oleh vaksinasi. Oleh karena itu, skrining dari semua
wanita hamil dan demonstrasi kekebalan tinggi menunjukkan seorang wanita
yang relatif tidak berisiko terinfeksi rubella selama kehamilan.
Jika infeksi rubella primer terjadi selama kehamilan, virus rubella akan
menembus plasenta, dan menginduksi infeksi janin tergantung pada waktu
kehamilan. Sekitar 90% dari total infeksi yang terjadi pada 12 minggu
pertama kehamilan menyebabkan infeksi rubella kongenital, dengan hampir
100% berisiko cacat bawaan. Jika infeksi terjadi pada minggu ke-13 hingga
17, risiko infeksi adalah sekitar 60%, dan risiko cacat sekitar 50%. Infeksi
pada minggu ke-18 sampai 24 risiko infeksi adalah sekitar 25%, dan hampir
tidak ada risiko cacat bawaan.22
H. Kriteria Klinis dan Laboratoris Sindrom Rubella Kongenital
Diagnosis sindrom rubella kongenital dapat ditegakkan melalui
kriteria klinis dan laboratoris sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Klinis dan Laboratoris Sindrom Rubella Kongenital
Kriteria Klinis
Katarak
Glaukoma kongenital
Penyakit jantung bawaan (PDA
Kriteria Laboratoris
1. Isolasi virus rubella
2. Deteksi antibodi IgM spesifik
stenosis)
Gangguan pendengaran
Retinopati pigentosa
Purpura
Hepatosplenomegaly
Ikterus
Mikrosepal
Gangguan perkembangan
Meningoencephalitis
Radiolucent bone disease
rubella
3. Kadar antibodi rubella bayi yang
tetap tinggi dan dalam waktu
lebih dari yang diharapkan untuk
waktu transfer pasif antibodi
maternal (misalnya titer rubella
yang tidak turun sebanyak 2x
setiap bulannya)
4. Spesimen PCR-positif untuk
virus rubella.
Bayi dengan minimal satu kriteria klinis dan satu kriteria laboratoris
telah dapat didiagnosis dengan sindrom rubella kongenital.3,35
I. Penggolongan (Klasifikasi) Kasus sindrom Rubela Kongenital22
Kategori Kasus
Kasus Dugaan
Definisi
Bayi berusia <1 tahun dengan > 1 temuan klinis
kriteria
klinis
Terkait Epidemiologi
Dibuang
rubella
yang
terkonfirmasi
secara
riwayat
terkonfirmasi
maternal
secara
rubella
laboratorium
yang
selama
kehamilan
J. Penatalaksanaan
1. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simptomatis.
Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro
dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan.
2. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubella congenital
dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada
wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin
telah digunakan dengan hasil yang terbatas.
berada pada
ketajaman
sindrom rubella kongenital yang dilaporkan pada hanya 20 kasus pada tahun
1994. Namun imunisasi ini tidak mengakibatkan penurunan presentase wanita
usia subur yang rentan terhadap rubella.23,25,26
L. Pencegahan Sebelum Kehamilan
Sebelum hamil pastikan bahwa Anda telah memiliki kekebalan
terhadap virus Rubella dengan melakukan pemeriksaan anti-Rubella IgG dan
anti-Rubella IgM.
Jika hasil keduanya negatif, sebaiknya Anda ke dokter untuk
melakukan vaksinasi, namun Anda baru diperbolehkan hamil 3 bulan setelah
vaksinasi.
Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan
anti-Rubella IgG positif, dokter akan menyarankan Anda untuk menunda
kehamilan.
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi
dan antibodi yang terdapat dalam tubuh Anda dapat melindungi dari serangan
virus Rubella. Bila Anda hamil, bayi Anda pun akan terhindar dari Sindroma
Rubella Kongenital.
Bila Anda sedang hamil dan belum mengetahui apakah tubuh Anda
telah terlindungi dari infeksi Rubella maka Anda dianjurkan melakukan
pemeriksaan anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM : Jika Anda telah
memiliki kekebalan (anti-Rubella IgG positif), berarti janin Anda pun
terlindungi dari ancaman virus Rubella.27,28
M. Cara Mencegah Rubella Pada Kehamilan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan
terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin
kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan
gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella). Vaksin
Rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan
pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun,
harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak
dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil. 8
RESUME
Sindrom rubella kongenital adalah suatu penyakit yang merupakan
akibat dari infeksi virus rubella selama kehamilan. 3 Secara internasional,
jumlah kasus rubella dan kasus rubella kongenital tetap tinggi di negara-
serum tunggal merupakan diagnostik dari infeksi rubella akut. Tes serologi
yang lebih sensitif adalah uji ELISA dan radio-immune-assay. 22
Penatalaksanaan
1. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simptomatis.
Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro
dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan.
2. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubella congenital
dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada
wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin
telah digunakan dengan hasil yang terbatas.
3. Pada Bayi yang dilakukan tergantung kepada organ yang terkena :
Gangguan pendengaran diatasi dengan pemakaian alat bantu dengar, terapi
wicara dan memasukkan anak ke sekolah khusus Lesi jantung diatasi
dengan pembedahan Gangguan penglihatan sebaiknya diobati agar
penglihatan
anak
berada
pada
ketajaman
yang
terbaik
Jika
imunisasi.
Kebijakan
imunisasi
sekarang
telah
berhasil
kehamilan.
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi dan
antibodi yang terdapat dalam tubuh Anda dapat melindungi dari serangan
virus Rubella. Bila Anda hamil, bayi Anda pun akan terhindar dari
Sindroma Rubella Kongenital.
5. Bila Anda sedang hamil dan belum mengetahui apakah tubuh Anda telah
terlindungi dari infeksi Rubella maka Anda dianjurkan melakukan
pemeriksaan anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM : Jika Anda telah
memiliki kekebalan (anti-Rubella IgG positif), berarti janin Anda pun
terlindungi dari ancaman virus Rubella. 27,28
Cara Mencegah Rubella Pada Kehamilan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap
serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang
sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal
sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella). Vaksin Rubella diberikan pada
usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila
belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur 11-12
tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah
hamil.
1. Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya
memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi
TORCH lainnya.
2. Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi atau
sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda tidak mungkin terkena Rubella
lagi, dan janin 100% aman.
3. Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan antiRubella IgG positif, berarti anda baru terinfeksi Rubella atau baru
divaksinasi terhadap Rubella. Dokter akan menyarankan Anda untuk
menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu selama 3-6 bulan.
4. Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak
mempunyai kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter
11. Bagi wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk Rubella.
Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika si ibu sedang hamil atau kepada
orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi
kortikosteroid maupun penyinaran. Jika tidak memiliki antibodi, diberikan
imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikan. 28,29
Prognosis
Komplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang
kadang terjadi. Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah.
Ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada rubeola yang terjadi
pada sekitar 1/6.000 kasus. Prognosis rubella anak adalah baik; sedang prognosis
rubella kongenital bervariasi menurut keparahan infeksi. Hanya sekitar 30% bayi
dengan ensefalitis tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom
autistik. Kebanyakan penderitanya akan sembuh sama sekali dan mempunyai
kekebalan seumur hidup terhadap penyakit ini. 30,31
Namun, dikhawatirkan adanya efek teratogenik penyakit ini, yaitu
kemampuannya menimbulkan cacat pada janin yang dikandung ibu yang
menderita rubella. Cacat bawaan yang dibawa anak misalnya penyakit jantung,
kekeruhan lensa mata, gangguan pigmentasi retina, tuli, dan cacat mental.
Penyakit ini kerap pula membuat terjadinya keguguran. 30,31
DAFTAR PUSTAKA
(CRS)
in
India:
systematic
review.
Indian
Pediatrics
6. Handojo I. 2004. Imunoasai untuk penyakit infeksi Virus. Dalam: Imunoasai
Terapan pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya, Airlangga University
Press; pp: 17688
7. Matuscak R. 2005. Rubella Virus Infection and Serology. In:
Clinical
Immunolgy
Principles
and
Laboratory
Diagnosis.
14.
and
prevention.
2014.
Rubella.
26.
38.