Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Ny.N, 61 tahun, Lemah, memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala, mata berkunang-kunang, mudah
lelah dan Mual, muntah(+).
Tujuan:
o Mampu mendiagnosis dan memberikan terapi awal pada kasus diabetes Mellitus tanpa Komplikasi
o Mampu memberikan edukasi kepada pasien yang mengalami kasus diabetes Mellitus
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Diskusi
Presentasi dan diskusi
E-mail
Pos
Data pasien:
Nama: Nurmala Lubis
Nomor Registrasi: 102347
Nama klinik: RSUD Sabang
Telp: Terdaftar sejak: 11 Desember 2014
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang dalam keaadan lemah, tidak nafsu makan. Kesadaran menurun (-), sesak (-), mual (+), muntah (+) 5 kali, nyeri
kepala sebelumnya (+), nyeri perut, mata berkunang-kunang (-). Pasien diagnosa penyakit Diabetes Millitus oleh dokter sejak satu
tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin kontrol dan minum obat yang teratur,pasien juga tidak menjaga pola diet.
2. Riwayat Pengobatan: tidak teratur mengkonsumsi obat DM, Glimepirid 1 x 2mg, Metaformin 3 x 500 mg, Omeprazole 1 x 20 mg
3. Riwayat Kesehatan/ penyakit:
102
4.
5.
6.
7.
Leher
Thorax:
pulmo :
Cor
11-12-14
12.6
7900
33.9
308000
-
13-12-14
15 12- 14
223
232
98
209
324
4.7
12.20
0.70
559
118
55
480.4
4.3
12.53
10.53
104
PLANNING
Pasang infus
Cek KGDS
Cek KGDP, KGD 2 PP, RFT, LFT, Ureum Creatinin. Urin rutin
PENATALAKSANAAN
O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
Captopril 25 mg Sublingual 1 kali
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Domperidon 4 mg/8jam
Inj. Novomix 12 - 0 12
Aspilet 1 x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
105
THM
: dbn
Leher
: dbn
Thorax :
Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Domperidon 4 mg/8jam
Inj. Novomix 12 - 0 12
106
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
17 Desember 2014
Omeneuron 1 x 1 tab
S/ lemas berkurang
O/ Kes = CM
Vs TD : 140/90 mmHg
N : 86 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36.oC
Mata
THM
: dbn
Leher
: dbn
Thorax :
Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
107
Omeneuron 1 x 1 tab
S/ Keluhan tidak ada
O/ Kes = CM
Vs TD : 110/70 mmHg
N : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36.2oC
Mata
THM
: dbn
Leher
: dbn
Thorax :
Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
108
Omeneuron 1 x 1 tab
S/ keluhan tidak ada
O/ Kes = CM
Vs TD : 120/80 mmHg
N : 86 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36oC
Mata
THM
: dbn
Leher
: dbn
Thorax :
Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ DIET MB 1500 Kalori
Inj. Novomix 12 - 0 12
109
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Omeneuron 1 x 1 tab
Pasien boleh pulang
DAFTAR PUSTAKA:
1. American Diabetes Association. Medical Management of Type 2 Diabetes. ADA Clinical Series. American Diabetes Association.
1998.
2. Konsensus
Pengelolaaln
dan
Pencegahan
Diabets
Melitus
Tipe
di
Indonesia
2006
http://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus%20Pengelolaaln%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus
%20Tipe%202%20di%20Indonesia%202006.PDF
3. American Diabetes Association. Supplement 1 American Diabetes Association: Clinical Practise Recommendations 2006. Diab
Care. 2006;29 (Suppl.1).
4. American Diabetes Association. Supplement 1 American Diabetes Association: Clinical Practise Recommendations 2007. Diab
Care. 2007;30(Suppl.1).
5. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of Endocrinology. The American Association of
Clinical Endocrinologists medical guidelines for the management of Diabetes Mellitus: the AACE system of intensive diabetes
self-management-2002 Update. Endo Practice. 2002;8(suppl. 1):40-82.
6. Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Medika FK UGM, Yogyakarta. 2000.
7. Asia-Pasific Type 2 Diabetes Policy Group Type 2 Diabetes Practical Target Treatments. Health Communication Australia. 2002.
8. Asia-Pasific Type 2 Diabetes policy Group. Type 2 Diabetes practical targets and treatments. 4 ed. In Vivo Communications
(Asia) Pte Limited, Singapore. 2005.
Hasil pembelajaran:
1. Definisi dan Etiologi
2. Gejala Klinis
3. Edukasi dan Pencegahan
110
Rangkuman
1. Subjektif:
Pasien datang dalam keaadan lemah, nafsu makan (-), mual dan muntah (+) 5 kali, nyeri kepala sebelumnya (+), nyeri perut
(+). Riw. Diabetes Millitus 1 tahun yang lalu dan Hipertensi 2 tahun yang lalu, tidak terkontrol teratur. Pasien hanya
mengkonsumsi obat oral, Glimepirid 1 x 2 mg dan Metaformin 3 x 500 mg.
2. Objektif:
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan: kesadaran Compos mentis, BB 56 kg, TB 150 cm. Vital sign (TD 191/95
mmHg, N 79 kali/menit, RR 20 kali/ menit dan suhu 37.6 oC serta pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium di dapatkan KGDS 324 mg/Dl, Kolesterol 559 mg/Dl dan LDL 480,4 mg/Dl
3. Asessment (penalaran klinis):
DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO
1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalamsatu jawaban yang dan singkat tapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
PATOFISIOLOGI
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin
111
yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga
merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi
sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi
insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar
glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa
darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka
kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati
khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada
puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya
massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain
sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja
insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin
merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.
Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya
kegemukan dan resistensi insulin.
Diabetes Mellitus Tipe 2 dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada
pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM
ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari
112
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive
insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport
glukosa.
KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Melitus dapat dilihat pada tabel berikut
Tipe 1
Tipe 2
Tipe lain
113
Kendali Glukosa
Diet/gaya hidup sehat
Latihan jasmani
Obat / insulin
DIAGNOSIS
Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM seperti tersebut di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskansebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
114
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan
TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2jam setelah beban antara 140-
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Plasma Vena
Plasma Kapiler
Plasma Vena
Plasma Kapiler
Bukan DM
< 100
< 90
< 100
< 90
Belum pasti DM
100-199
90-199
100-125
90-99
DM
200
200
126
100
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >
45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
4. Plan:
Diagnosis: Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
Pengobatan:
116
Tujuan penatalaksanaan
darah
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,
melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Evaluasi medis secara berkala
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
PEMERIKSAAN
Glukosa Darah Puasa (GDP)
Glukosa Darah Post Prandial (GDPP)
Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
HbA1C
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin/globulin dan ALT
Kolesterol total, LDL, HDL dan Trigliserida
EKG
Sinar X dada
Funduskopi
WAKTU PEMERIKSAAN
1 bulan/kali
1 bulan/kali
1 bulan/kali
6 bulan/kali
1 tahun
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
117
Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan
selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
118
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
Protein
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umumnya yaitu tidak lebih dari
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Pemanis tidak bergizi termasuk aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
119
Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol (isomalt, lactinol, maltinol, mannitol, sorbitol dan xylitol) dan fruktosa
(fruktosa tidak dianjurkan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah). Dalam penggunaannya, pemanis
bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intek).
Kebutuhan kalori
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus broca yaitu
IMT=
BB(kg)
TB(m 2)
<90cm (Pria)
<80cm (Wanita)
>90cm (Pria)
>80cm (Wanita)
Risk of co-morbidities
120
BB Kurang
<18,5
BB Normal
18,5-22,9
BB Lebih
>23,0 :
Dengan risiko : 23,0-24,9
Obes I
: 25,0-29,9
Obes II
: 30
Rendah
Rata-rata
Rata-rata
Meningkat
Meningkat
Sedang
Berat
Sedang
Berat
Sangat berat
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.
TERAPI FARMAKOLOGI
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat,
cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini
bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya
digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid)
122
Lamanya jam
60
12-24
16-24
14-16
6-12
Dosis lazim/hari
1
1-2
1-2
1-2
1-3
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai
123
Sulfonilurea
Meningkatkan
sekresi insulin
Glinid
Meningkatkan
sekresi insulin
Metformin
Menekan produksi
glokosa dihati dan
menambah
sensitivitas
terhadap insulin
Menghambat
absrosi glukosa
Dispepsia,
1,0-2,0%
diare, asidosis
laktat
Flatulens,
tinja lembek
0,5-0,8%
Menambah
sensitivitas
terhadap insulin
Edema
0,5-1,4%
Penghambat
glukosidasealfa
Tiazolidindion
Insulin
1,5-3,5%
Keuntungan
kerugian
Sangat efektif
2. Insulin
124
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi
peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid) atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).
Terpai insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respon individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Hipoglikemia
Efek samping lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixedcombination dalam bentuk tablet tunggal) harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
126
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pad
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti diatas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka obat hiperglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 2 jam post prandial secara berkala sesuai
kebutuhan.
Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi yang disebut juga sebagai glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C,
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk
menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
Prosedur Pemantauan
Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan
memantau timbulnya hipoglikemia.
128
Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi, pada keadaan krisis atau pada pasien yang sulit
mencapai target terapi, dan pada saat perubahan dosis terapi.
Kriteria pengendalian DM
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
Ket:
BAIK
80 - <100
80 100
< 6,5
<200
<100
Pria: >40
Wanita: >50
<150
18,5-<23
130/80
SEDANG
100 125
145 - 179
6,5 8
200-239
100-129
BURUK
126
180
>8
240
130
150-199
23-25
>130-140/ >80-90
200
>25
> 140/90
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
129
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72
jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM
usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena.
Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan
hipoglikemia berat. Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu
sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal
intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
130
muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik.
Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi
Intoleransi Glukosa
Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa
dilaporkan terus mengalami peningkatan. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of Health and
Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan
intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi diabetes. intoleransi
glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa
ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :
berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
3) Makanlah dengan waktu yang teratur.
4) Hindari makan makanan manis dan gorengan.
5) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
6) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
7) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
8) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
9) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kec
134
EDUKASI
135
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani teratur (3 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging,
berenang.
Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:
1) Continous: berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30 menit.
2) Rhytmical: olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan
kaki.
3) Interval: dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselangi jalan.
4) Progresive:
a)
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan sampi sedang selama mencapai 30 60
menit.
b)
Sasaran HR = 75 85 % dari maksimal HR. Maksimal HR = 220 (umur).
5). Endurance: Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan jogging. Latihan dengan prinsip
seperti di atas minimal dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olah raga
kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran yang sangat penting dalam menangani diabetes, manfaat manfaat
utamanya sebagai berikut:
a) Olah raga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi berat badan.
b) Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat insulin bisa melekatkan diri.
c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot jantung.
d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol baik dan mengurangi kadar kolesterol jahat.
e) Olah raga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress, dan ketegangan, sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.
136