Anda di halaman 1dari 35

Kasus 5

Topik: Diabetes Mellitus


Tanggal (kasus):
Tanggal (presentasi):

Presenter :dr. Nururrahmah


Pembimbing : dr. Magda Lusiana Sp.PD
Pendamping : dr. Husnaina Febrita

Tempat Presentasi : Obyektif Presentasi:


Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Tinjauan Pustaka
Istimewa

Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Ny.N, 61 tahun, Lemah, memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala, mata berkunang-kunang, mudah
lelah dan Mual, muntah(+).
Tujuan:
o Mampu mendiagnosis dan memberikan terapi awal pada kasus diabetes Mellitus tanpa Komplikasi
o Mampu memberikan edukasi kepada pasien yang mengalami kasus diabetes Mellitus
Bahan bahasan:

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara membahas:
Diskusi
Presentasi dan diskusi
E-mail
Pos
Data pasien:
Nama: Nurmala Lubis
Nomor Registrasi: 102347
Nama klinik: RSUD Sabang
Telp: Terdaftar sejak: 11 Desember 2014
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang dalam keaadan lemah, tidak nafsu makan. Kesadaran menurun (-), sesak (-), mual (+), muntah (+) 5 kali, nyeri
kepala sebelumnya (+), nyeri perut, mata berkunang-kunang (-). Pasien diagnosa penyakit Diabetes Millitus oleh dokter sejak satu
tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin kontrol dan minum obat yang teratur,pasien juga tidak menjaga pola diet.
2. Riwayat Pengobatan: tidak teratur mengkonsumsi obat DM, Glimepirid 1 x 2mg, Metaformin 3 x 500 mg, Omeprazole 1 x 20 mg
3. Riwayat Kesehatan/ penyakit:
102

4.
5.
6.
7.

Riw. DM dan HT 2 tahun yang lalu.


Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga dan juga bekerja sebagai buruh di kebun
Lain-lain: Pasien tidak pernah berolah raga, menurut pasien pekerjaan yang dilakukan sehari-hari sudah lebih dari olah raga
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran
: Compos mentis
BB
: 56 kg
TB
: 150 cm
Vital sign:
TD : 191/95 mmHg
N
: 79 kali/menit
RR : 20 kali/ menit
T
: 37.6 oC
Mata
: konjungtiva inferior pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
THM

: Dalam batas normal

Leher

: Dalam batas normal

Thorax:
pulmo :

I : simetris, bentuk normal, retraksi interkostal (-/-)


P : pergerakan dinding dada simetris, Stem Fremitus dekstra dan sinistra normal
P : sonor pada semua lapangan paru
A : Vesikuler (+/+) pada seluruh parenkim paru , Ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Cor

I : Ictus cordis tidak terlihat


P : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral linea midclavicula Sinistra
P : Batas atas

: ICS III mid clavicula sinistra


103

Batas kanan : Linea parasternalis dekstra


Batas Kiri

: ICS V 2 cm linea mid clavicula sinistra

A : HR x/menit, regular, bising (-), BJ I > BJ II


Abdomen : soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba,
Extremitas : Superior dan Inferior : Petechee (-/-), pucat dan dingin (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal/ Pukul
Hemoglabin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
KGD Puasa
KGD 2 jam PP
KGDS
As. Urat
Ureum
Creatinin
Kolesterol
Trigliserida
HDL
LDL
Albumin
SGOPT
SGPT
DIAGNOSA KERJA

11-12-14

12.6
7900
33.9
308000
-

13-12-14

15 12- 14

223
232

98
209

324
4.7
12.20
0.70
559
118
55
480.4
4.3
12.53
10.53

Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency

104

PLANNING
Pasang infus
Cek KGDS
Cek KGDP, KGD 2 PP, RFT, LFT, Ureum Creatinin. Urin rutin
PENATALAKSANAAN
O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
Captopril 25 mg Sublingual 1 kali
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Domperidon 4 mg/8jam
Inj. Novomix 12 - 0 12
Aspilet 1 x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
PROGNOSIS

Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

105

RAWATAN PASIEN DI RUANGAN


16 Desember 2014

S/ Lemas, nafsu makan kurang


O/ Kes = CM
Vs TD : 130/70 mmHg
N : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36.5oC
Mata

: Conjunctiva inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

THM

: dbn

Leher

: dbn

Thorax :

pulmo : simetris, pergerakan dinding dada simetris, sonor, Vesikuler,


Rh (-/-), wh (-/-)
Cor

: BJ I > BJ II, bising (-)

Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Domperidon 4 mg/8jam
Inj. Novomix 12 - 0 12
106

Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
17 Desember 2014

Omeneuron 1 x 1 tab
S/ lemas berkurang
O/ Kes = CM
Vs TD : 140/90 mmHg
N : 86 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36.oC
Mata

: Conjunctiva inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

THM

: dbn

Leher

: dbn

Thorax :

pulmo : simetris, pergerakan dinding dada simetris, sonor, Vesikuler,


Rh (-/-), wh (-/-)
Cor

: BJ I > BJ II, bising (-)

Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ O2 2 Liter/i
DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
107

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam


Inj. Novomix 12 - 0 12
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
18 Desember 2014

Omeneuron 1 x 1 tab
S/ Keluhan tidak ada
O/ Kes = CM
Vs TD : 110/70 mmHg
N : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36.2oC
Mata

: Conjunctiva inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

THM

: dbn

Leher

: dbn

Thorax :

pulmo : simetris, pergerakan dinding dada simetris, sonor, Vesikuler,


Rh (-/-), wh (-/-)
Cor

: BJ I > BJ II, bising (-)

Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ DIET MB 1500 Kalori
IVFD NaCl 0,9% 20 tts/i
108

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam


Inj. Novomix 12 - 0 12
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
19 Desember 2014

Omeneuron 1 x 1 tab
S/ keluhan tidak ada
O/ Kes = CM
Vs TD : 120/80 mmHg
N : 86 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36oC
Mata

: Conjunctiva inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

THM

: dbn

Leher

: dbn

Thorax :

pulmo : simetris, pergerakan dinding dada simetris, sonor, Vesikuler,


Rh (-/-), wh (-/-)
Cor

: BJ I > BJ II, bising (-)

Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, peristaltik dbn
Extremitas superior/inferior : petechee (-/-), akral hangat.
A/ Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
P/ DIET MB 1500 Kalori
Inj. Novomix 12 - 0 12
109

Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x20 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Omeneuron 1 x 1 tab
Pasien boleh pulang
DAFTAR PUSTAKA:
1. American Diabetes Association. Medical Management of Type 2 Diabetes. ADA Clinical Series. American Diabetes Association.
1998.
2. Konsensus

Pengelolaaln

dan

Pencegahan

Diabets

Melitus

Tipe

di

Indonesia

2006

http://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus%20Pengelolaaln%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus
%20Tipe%202%20di%20Indonesia%202006.PDF
3. American Diabetes Association. Supplement 1 American Diabetes Association: Clinical Practise Recommendations 2006. Diab
Care. 2006;29 (Suppl.1).
4. American Diabetes Association. Supplement 1 American Diabetes Association: Clinical Practise Recommendations 2007. Diab
Care. 2007;30(Suppl.1).
5. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of Endocrinology. The American Association of
Clinical Endocrinologists medical guidelines for the management of Diabetes Mellitus: the AACE system of intensive diabetes
self-management-2002 Update. Endo Practice. 2002;8(suppl. 1):40-82.
6. Asdie AH. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Medika FK UGM, Yogyakarta. 2000.
7. Asia-Pasific Type 2 Diabetes Policy Group Type 2 Diabetes Practical Target Treatments. Health Communication Australia. 2002.
8. Asia-Pasific Type 2 Diabetes policy Group. Type 2 Diabetes practical targets and treatments. 4 ed. In Vivo Communications
(Asia) Pte Limited, Singapore. 2005.
Hasil pembelajaran:
1. Definisi dan Etiologi
2. Gejala Klinis
3. Edukasi dan Pencegahan
110

Rangkuman
1. Subjektif:
Pasien datang dalam keaadan lemah, nafsu makan (-), mual dan muntah (+) 5 kali, nyeri kepala sebelumnya (+), nyeri perut
(+). Riw. Diabetes Millitus 1 tahun yang lalu dan Hipertensi 2 tahun yang lalu, tidak terkontrol teratur. Pasien hanya
mengkonsumsi obat oral, Glimepirid 1 x 2 mg dan Metaformin 3 x 500 mg.

2. Objektif:
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan: kesadaran Compos mentis, BB 56 kg, TB 150 cm. Vital sign (TD 191/95
mmHg, N 79 kali/menit, RR 20 kali/ menit dan suhu 37.6 oC serta pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium di dapatkan KGDS 324 mg/Dl, Kolesterol 559 mg/Dl dan LDL 480,4 mg/Dl
3. Asessment (penalaran klinis):
DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO
1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalamsatu jawaban yang dan singkat tapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
PATOFISIOLOGI
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin
111

yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga
merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi
sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi
insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar
glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa
darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka
kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati
khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada
puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya
massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain
sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja
insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin
merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.
Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya
kegemukan dan resistensi insulin.
Diabetes Mellitus Tipe 2 dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada
pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM
ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari
112

sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive
insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport
glukosa.

KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Melitus dapat dilihat pada tabel berikut
Tipe 1

Tipe 2

Tipe lain

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke definisi insulin absolut


Autuimun
Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sidrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus gestasional

113

Pengelolaan Penyakit Diabetes Melitus

Kendali Glukosa
Diet/gaya hidup sehat
Latihan jasmani
Obat / insulin

Manajemen Diabetes Melitus Tipe 2


Kelainan Komorbid
Penapisan/Pengelolaan Komplikasi
Dislipidemi
Diet/gaya hidup sehat
Hipertensi
Latihan jasmani
Obesitas
Obat /insulin
Penyakit jantung koroner

DIAGNOSIS
Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM seperti tersebut di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskansebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
114

mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan
TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


Tabel Karakteristik Diagnosis Diabetes Melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir
2. Gejala Klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Kriteria diagnostik DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel diatas. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT terganggu dari hasil yang diperoleh.
115

TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2jam setelah beban antara 140-

199 mg/dl (7.8-11.0 mmol/L)


GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa di dapatkan antara 100-125 mg/dl (5.6
6.9 mmol/L).

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )


Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
Riwayat keluarga DM
Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
Riwayat dm pada kehamilan
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Kadar Glukosa darah


sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa darah
puasa (mg/dl)
Catatan:

Plasma Vena
Plasma Kapiler
Plasma Vena
Plasma Kapiler

Bukan DM
< 100
< 90
< 100
< 90

Belum pasti DM
100-199
90-199
100-125
90-99

DM
200
200
126
100

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >
45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
4. Plan:
Diagnosis: Diabetes Mellitus type II + Hipertensi Urgency
Pengobatan:
116

Tujuan penatalaksanaan

Secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes


Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapai target pengendalian glukosa

darah
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,

melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Evaluasi medis secara berkala
No
.
1.
2.
3.
4.
5.

PEMERIKSAAN
Glukosa Darah Puasa (GDP)
Glukosa Darah Post Prandial (GDPP)
Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
HbA1C
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin/globulin dan ALT
Kolesterol total, LDL, HDL dan Trigliserida
EKG
Sinar X dada
Funduskopi

WAKTU PEMERIKSAAN
1 bulan/kali
1 bulan/kali
1 bulan/kali
6 bulan/kali
1 tahun

Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
117

2. Terapi nutrisi medis


3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervevsi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segara diberikan secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Setelah 4 pilar dilakukan, maka perlu dilakikan monitoring berupa pemantauan
berkesinambungan terhadap target pengendalian serta apa yang sudah dilakukan.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat

Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi.


Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan
Makan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetas dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
Sukrosa tidak boleh dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily

Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan
selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
118

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging

berlemak dan susu penuh (whole milk).


Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.


Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumu, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah

lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.


Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan
65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umumnya yaitu tidak lebih dari

3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.


Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik

untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Pemanis tidak bergizi termasuk aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
119

Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol (isomalt, lactinol, maltinol, mannitol, sorbitol dan xylitol) dan fruktosa
(fruktosa tidak dianjurkan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah). Dalam penggunaannya, pemanis

bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intek).

Kebutuhan kalori
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus broca yaitu

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg


Bagi pria dengan TB < 160 cm dan wanita < 150 cm, menjadi:
BBI
= (TB dalam cm - 100) x 1 kg
BB normal = BB ideal 10%
(kurus = < BBI 10%
Perhitungan BBI menurut indeks massa tubuh

IMT=

& Gemuk = >BBI + 10%)

BB(kg)
TB(m 2)

Klasifikasi IMT (Asia Pasific)


Lingkar Perut
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)

<90cm (Pria)
<80cm (Wanita)

>90cm (Pria)
>80cm (Wanita)

Risk of co-morbidities

120

BB Kurang
<18,5
BB Normal
18,5-22,9
BB Lebih
>23,0 :
Dengan risiko : 23,0-24,9
Obes I
: 25,0-29,9
Obes II
: 30

Rendah
Rata-rata

Rata-rata
Meningkat

Meningkat
Sedang
Berat

Sedang
Berat
Sangat berat

Faktor yang menentukan kebituhan kalori antara lain:


1. Jenis kelamin : wanita sebesar 25 kal/kg BB dan pria sebesar 30 kal/kg BB.
2. Umur
: > 40 tahun dikurangi 50%, 40-59 tahun dikurangi 10%, 60tahun dikurangi 20%
3. Aktivitas fisik atau pekerjaan : + 10% pada keadaan istirahat, +20% pada pasien dengan aktivitas ringan, +30% dengan
aktivitas sedang dan +50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat badan : kegemukan - 20-30%, bila kurus +20-30%. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kkal/hari untuk wanita dan 1200-1600 kkal/hari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang
(30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.
Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali /minggu 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifataerobik seperti: jalan kaki bersepeda santai, joging dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
121

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.

Aktivitas fisik sehari-hari


Kurangi aktivitas
Hindari aktivitas sebentar
Persering aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik
tinggi pada waktu liburan
Aktivitas harian
Kebiasaan bergaya hidup sehat

Misalnya, menonton televisi, menggunakan


internet, main game komputer
Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda,
sepak bola
Misalnya, berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, jalan dari tempat parkir

TERAPI FARMAKOLOGI
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat,
cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini
bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya
digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid)
122

Penambah sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion)


Penghambat glukoneogenesis (Metformin)
Penghambat Glukoside Alfa (Acarbose)

Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral


Obat
Klorpropamid (diabinise)
Glizipid (glucotrol)
Gliburid (diabeta, micronase)
Tolazamid (tolinase)
Tolbutamid (orinase)

Lamanya jam
60
12-24
16-24
14-16
6-12

Dosis lazim/hari
1
1-2
1-2
1-2
1-3

Cara pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai

dosis hampir maksimal


Sulfonil urea generasi I dan II: 15-30 menit sebelum makan
Glimepirid: sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat/sebelum makan
Metformin: sebelum/pada saat/sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

123

Cara kerja utama

Efek samping Reduksi


utama
A1C
Berat badan 1,0-2,0%
naik,
hipoglikemia
Berat badan 0,5-1,5%
naik,
hipoglikemia

Sulfonilurea

Meningkatkan
sekresi insulin

Glinid

Meningkatkan
sekresi insulin

Metformin

Menekan produksi
glokosa dihati dan
menambah
sensitivitas
terhadap insulin
Menghambat
absrosi glukosa

Dispepsia,
1,0-2,0%
diare, asidosis
laktat

Flatulens,
tinja lembek

0,5-0,8%

Menambah
sensitivitas
terhadap insulin

Edema

0,5-1,4%

Penghambat
glukosidasealfa
Tiazolidindion

Insulin

Menekan produksi Hipoglikemi,


glukosa
hati, BB naik
stimulasi
pemanfaatan
glukosa

1,5-3,5%

Keuntungan

kerugian

Sangat efektif

Meningkatkan berat badan ,


hipoglikemia (glibenclamide
dan klorpropamide)
Sangat efektif
Meningkatkan berat badan,
pemberian
3x/hari,
harnganya
mahal
dan
hipoglikemia
Tidak ada kaitan Efeksamping
dengan berat badan
grastrointestinal,
kontraindikasi
pada
insufisiensi renal
Tidak ada kaitan Sering menimbulkan efek
dengan berat badan
grastrointestinal, 3x/hari dan
mahal
Memperbaiki profil Retensi cairan, congestive
lipid
(pioglitazon). heart
failure,
fraktur,
Berpotensi
berpotensi
menimbulkan
menurunkan infrak infrak miokard dan mahal
miokard (pioglitazon)
Dosis tidak terbatas, Injeksi 1-4x/hari, harus
memperbaiki profil dimonitor,
meningkatkan
lipid
dan sangat berat badan, hipoglikemia
efektif
dan analognya mahal

2. Insulin
124

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi

insulin yang fisiologis.


Defesiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan

hiperglikemia setelah makan.


Terapi insulin untuk substansi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi
Sasaran pertama terhadap terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini
dapat dicapai dengan terapi oral atau insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah

insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang)


Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat inap dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila

sasaran terapi belum tercapai


Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai selama 3-4 bulan, sedangkan A1C belum mencapai target, maka
dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran gliukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal
125

dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk:


1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau
1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus) atau
1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus)
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat

peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid) atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).
Terpai insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respon individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Efek samping terapi insulin

Hipoglikemia
Efek samping lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin kerja campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixedcombination dalam bentuk tablet tunggal) harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
126

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pad
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti diatas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka obat hiperglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahi apakah sasaran terapi telah tercapai


Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 2 jam post prandial secara berkala sesuai
kebutuhan.
Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi yang disebut juga sebagai glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C,
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk
menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

Alogaritma pemberian kombinasi insulin dan OHO


127

OHO (Obat Hipoglikemik Oral) tunggal atau kombinasi


Sasaran Tak Tercapai
OHO + 6-10 unit insulin kerja menengah/insulin kerja panjang sebelum tidur malam hari
OHO dapat
dihentikan bila
pasien sudah nyaman
dengan terapi insulin

Bila jumlah insulin >30/hari, hentikan OHO

Bila perlu, sesuaikan


dosis 2-4 unit serelah
hari ke 3-4

- Insulin kombinasi (basal + prandial)


Insulin campuran (premixed) 2/3 dosis diberikan pagi dan 1/3 dosis malam

Prosedur Pemantauan

Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan)


- Sebelum makan
- 2 jam sesudah makan
- Sebelum tidur malam dilakukan pada jam 22.00 wib
Pasien dengan kendali buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari
Pasien dengan kendali baik/stabil sebaiknya tes tetap dilakukan secara rutin. Pemantauan dapat lebih jarang (minggu
sampai bulan) apabila pasien terkontrol baik secara konsisten.

Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan
memantau timbulnya hipoglikemia.
128

Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi, pada keadaan krisis atau pada pasien yang sulit
mencapai target terapi, dan pada saat perubahan dosis terapi.

Kriteria pengendalian DM
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
Ket:

BAIK
80 - <100
80 100
< 6,5
<200
<100
Pria: >40
Wanita: >50
<150
18,5-<23
130/80

SEDANG
100 125
145 - 179
6,5 8
200-239
100-129

BURUK
126
180
>8
240
130

150-199
23-25
>130-140/ >80-90

200
>25
> 140/90

Angka di atas adalah hasil pemeriaan plasma vena.


Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler ke plasma vena
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa
(puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada
batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah
kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
129

Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72
jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM
usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena.
Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan
hipoglikemia berat. Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu
sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal
intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
130

muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik.
Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi
Intoleransi Glukosa
Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa
dilaporkan terus mengalami peningkatan. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of Health and
Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan
intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi diabetes. intoleransi
glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa
ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :

Glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dL


Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL.
Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko
131

yang dapat dimodifikasi.


Pencegahan
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena,
tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang
belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga
badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Faktor risiko diabetes
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

Ras dan etnik


Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur. Intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;

Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).


Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan
132

rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.


Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
Sindrom metabolik, Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM.
Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah
satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang
diabetes. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan Skrinning.
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskule dan Orang-orang yang gemuk
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan
kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
133

berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
3) Makanlah dengan waktu yang teratur.
4) Hindari makan makanan manis dan gorengan.
5) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
6) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
7) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
8) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
9) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kec

Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

134

EDUKASI

135

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani teratur (3 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging,
berenang.
Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:
1) Continous: berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30 menit.
2) Rhytmical: olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan
kaki.
3) Interval: dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselangi jalan.
4) Progresive:
a)
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan sampi sedang selama mencapai 30 60
menit.
b)
Sasaran HR = 75 85 % dari maksimal HR. Maksimal HR = 220 (umur).
5). Endurance: Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan jogging. Latihan dengan prinsip
seperti di atas minimal dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olah raga
kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran yang sangat penting dalam menangani diabetes, manfaat manfaat
utamanya sebagai berikut:
a) Olah raga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi berat badan.
b) Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat insulin bisa melekatkan diri.
c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot jantung.
d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol baik dan mengurangi kadar kolesterol jahat.
e) Olah raga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress, dan ketegangan, sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.

136

Anda mungkin juga menyukai