Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pengelolaan Tanaman Pangan Dan Perkebunan

TEKNIK PEMANENAN DAN PENANGANAN


PASCA PANEN KEDELAI

Nama Anggota :
Raina Muzlifa

1405108010024

Al-qarana

1405108010034

Muhammad Luthfy

1405108010040

Muhammad Naufal

1405108010060

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Teknik Pemanenan Dan Penanganan Pasca Panen Kedelai ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Dosen mata kuliah Pengelolaan Tanaman Pangan Dan Perkebunan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Darussalam, Oktober 2016

Penyusun

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pertanaman kedelai pada lahan kering di Indonesia saat ini baru mencapai
40% dari total luas panen keseluruhan, sedangkan sisanya ditanam di lahan sawah.
Luas areal kedelai di Propinsi Lampung adalah 5.139 ha dengan rata-rata
produktivitasnya sebesar 1,05 ton/ha. Kedelai merupakan salah satu
komoditastanaman pangan yang sudah sangat dikenal di Indonesia, karena kedelai
dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia seperti tempe, tahu, dan kecap. Untuk mendapatkan hasil
olahan kedelai yang bermutu tinggi dibutuhkan biji kedelai yang bermutu baik
pula, sementara kedelai termasuk biji-bijian yang sangat mudah rusak, sehingga
penanganan pasca panennya harus dilakukan secara lebih seksama, karena
kehilangan dan kerusakan pasca panen kedelai terjadi sejak saat panen sampai
siap diperdagangkan atau disimpan. Selain penanganan pasca panen yang tepat,
umur panen yang optimal juga menentukan jumlah dan mutu produksi kedelai,
sebab panen yang terlalu awal akan menyebabkan banyaknya biji muda yang akan
menjadi butir keriput dalam kondisi kering dan mudah rusak selama
penyimpanan. Penanganan pasca panen kedelai, pada umumnya bertujuan untuk
mendapatkan kualitas biji kedelai dengan mutu tinggi, mengefisienkan tenaga
dalam pelaksanaan pemenenan dan perontokan serta memperkecil kehilangan
hasil (Nugraha dkk, 1993).
Kedelai tidak hanya memiliki manfaat sebagai pangan fungsional yang
bergizi tinggi, tetapi juga meningkatkan pendapatan bagi petani di beberapa
daerah sentra produksi kedelai. Kedelai merupakan produk yang tergolong tidak
mudah rusak, jika dibandingkan dengan produk hortikultura, akan tetapi
pemanenan dan penanganan pascapanen tetap harus dilakukan dengan sebaik
mungkin. Dengan demikian, efisiensi produksi dapat dicapai dengan tetap
terjaganya mutu dan rendahnya kehilangan hasil yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan petani kedelai.

2. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana teknik pemanenan dan penanganan pasca
panen tanaman Kedelai.

ISI

A. PANEN KEDELAI
Pemanenan merupakan kegiatan yang sangat menentukan baik atau
buruknya hasil serta berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya hasil, sehingga
akan mempengaruhi pendapatan usaha tani secara ekonomi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemanenan adalah umur panen, waktu panen, dan cara
pemanenan.
1. Umur Panen
Kematangan kedelai hingga siap dipanen sangat bergantung pada varietas
dan ketinggian tempat. Akan tetapi saat pemanenan juga bergantung kepada
tujuan penggunaan. Berdasarkan varietasnya terdapat varietas umur pendek atau
genjah yaitu kedelai yang sudah dapat mencapai umur panen kurang dari 80 hari,
kedelai umur sedang yaitu dapat mencapai umur panen pada 80-85 hari, dan
kedelai umur dalam yang mencapai umur panen lebih dari 86 hari. Ketinggian
tempat mempengaruhi kematangan fisiologis. Pada daerah yang semakin tinggi
dari permukaan laut pada umumnya kematangan fisiologis tertunda, sedangkan
semakin rendah daerahnya akan semakin cepat mencapai kematangan fisiologis.
Perbedaan umur panen antara daerah dataran tinggi dengan daerah dataran rendah
sekitar 10-20 hari. Tujuan penanaman kedelai menentukan umur panen. Kedelai
yang akan digunakan untuk bahan konsumsi dipanen pada umur 75-100 hari,
sedangkan untuk dijadikan benih dipanen pada umur 100 110 hari. Dengan
adanya berbagai varietas dan tujuan penanaman maka untuk mengetahui kedelai
siap panen dapat dilihat dari ciri-ciri tanaman, agar panen dapat dilakukan pada
saat yang tepat.
Gambar kedelai yang siap untuk dipanen:

Adapun kedelai yang sudah matang secara fisiologis, cirinya adalah


sebagian besar daun (90-95%) sudah menguning kecoklatan lalu gugur, tetapi

bukan karena serangan hama atau penyakit. Batang-batangnya sudah


kering,demikian juga buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning
kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna
kuning agak coklat dan gundul.
Pemanenan kedelai yang terlalu awal yakni stadium belum cukup umurnya
atau polongnya masih hijau dapat mengakibatkan kuantitas dan kualitas produksi
menurun. Selain itu, pemanenan yang terlalu awal dapat menyebabkan polong
mudah busuk, bercendawan, dan berkeriput sehingga mutu bijinya kurang baik.
Jika biji dipergunakan untuk benih akan rendah daya kecambahnya.
Pemanenan yang tertunda, pada musim kemarau, menyebabkan polongnya
akan semakin tua, kering, pecah, dan biji keluar jatuh sebelum panen dan selama
panen sehingga banyak kehilangan hasil dan menurunkan produktivitasnya.
Kehilangan hasil dapat terjadi di kebun dan selama pengangkutan dari
kebun ke tempat pengumpulan brangkasan. Disamping itu, kehilangan hasil dapat
terjadi karena tangkai buah lepas dari cabangnya. Sedangkan penundaan panen,
jika musim hujan, akan menyebabkan banyak biji yang membusuk ditumbuhi
cendawan.
2. Cara dan Waktu Panen
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit bergerigi atau sabit biasa.
Penggunaan sabit bergerigi lebih efisien. Untuk seluas 100 m, dengan sabit
bergerigi membutuhkan waktu 40 menit, sedangkan sabit biasa 60 menit.
Pangkal batang dan akar tanaman kedelai tetap ditinggalkan dalam tanah
karena mengandung rhizobium sebagai sumber nitrogen dan penyubur tanah.
Pemotongan harus dilakukan dengan hari-hati karena kedelai yang sudah tua
mudah rontok.
Hasil pemotongan dalam bentuk brangkasan harus segera dikumpulkan pada
suatu tempat dan dipisahkan menurut tingkat kematangan polong. Dari tempat
pengumpulan ini, selanjutnya hasil panen diangkut ke tempat penjemuran dengan
alat bantu karung atau bakul.
Pemanenan kedelai sebaiknya dilakukan pada pagi hari pada saat cuaca
cerah, dan kedelai masih agak segar sehingga tidak mudah pecah. Pemanenan
yang dilakukan pada saat hujan menyebabkan biji dapat rusak setelah dilakukan
pengumpulan dan penumpukan.
Sebelum pemanenan unuk memperkirakan hasil panen dilaksanakan
kegiatan taksasi Hasil (menaksir hasil). Menaksir hasil dilakukan dengan teknik
ubinan atau sampel. Kegunaan ubinan adalah untuk menentukan rata-rata hasil
hektar. Petak ubinan dibuat dengan cara sebagai berikut:
2.1. Buat garis diagonal di lahan.
2.2. Tentukan 3 tempat di tengah-tengah diagonal.
2.3. Buat tata letak bujursangkar di tempat tadi dengan ukuran 2,5 x 2,5 m.

2.4. Gunakan tali, ajir, dan meteran untuk menetapkan tanda lokasi ubinan.
Dari petak ubinan seluas 6,25 m tersebut, misalnya diperoleh hasil biji kedelai
1,2 kg. Maka, ditaksir produksinya adalah 1,92 ton per hektar.

B. PASCAPANEN KEDELAI
Kegiatan pascapanen kedelai dimulai dari pemanenan, penanganan lanjutan
(menjemur, merontok dan seterusnya sampai penyimpanan).
Penanganan
pascapanen juga merupakan kegiatan yang sangat penting karena penanganan
pascapanen yang tidak benar dapat menyebabkan: terjadinya susut jumlah hasil,
menurunkan mutu hasil panen secara cepat, dan menurunkan harga jual dan
pendapatan petani. Tahapan pascapanen adalah sebagai berikut :
1. Pengeringan Brangkasan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengeluarkan sebagian air dari biji
sampai batas aman untuk disimpan atau memudahkan penanganan selanjutnya.
Penjemuran dilakukan sesegera mungkin. Brangkasan tidak boleh ditumpuk sebab
dapat menimbulkan panas yang akan berakibat kepada menurunnya kualitas biji,
terutama biji untuk keperluan benih. Tata laksana pengeringan dapat dilakukan
sebagai berikut:
1.1.

Penjemuran

Penjemuran dilakukan di bawah terik matahari dengan cara dihamparkan di


atas lantai semen atau menggunakan alas dari anyaman bambu, tikar atau plastik.
Penjemuran dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Brangkasan kedelai dihamparkan di atas alas setebal 25 cm, atau sedapat
mungkin didirikan. Dengan didirikan pengeringan dapat lebih merata.
b. Lakukan pembalikan brangkasan, terutama jika brangkasan dihamparkan.
c. Lakukan penjemuran sampai kadar air biji 17% yang ditandai dengan polong
sangat mudah pecah bila ditekan dengan jari. Penjemuran pada cuaca baik
memerlukan waktu sekitar 1-2 jam.
Pengeringan brangkasan kedelai jangan sampai terlambat atau tertunda
karena dapat menimbulkan kerusakan hasil. Lama penundaan pengeringan 2 hari
dapat menyebabkan kerusakan kedelai hingga 32%, sedangkan penundaan 3, 4,
dan 5 hari, masing-masing dapat menyebabkan kerusakan hasil kedelai sebesar
35%, 48%, dan 48,6% .
1.2.

Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan dilakukan pada saat panenan bertepatan dengan musim


hujan. Hal ini perlu dilakukan karena brangkasan yang dipanen harus segera

dilakukan agar tidak mengalami penurunan kualitas. Pengeringan buatan


dilakukan dengan mesin pengering dengan suhu maksimun 60 C.

2. Perontokan Biji
Perontokkan biji kedelai yang tidak tepat dapat menyebabkan kehilangan
hasil yang tinggi. Perontokan yang dilakukan pada tingkat kadar air masih tinggi
menyebabkan banyaknya biji yang rusak atau pecah. Sedangkan keterlambatan
perontokan dapat menyebabkan polong menjadi basah kembali sehingga
menyulitkan pembijian atau pengupasan. Perontokan biji kedelai dari polongnya
dapat dilakukan secara tradisional, dengan pedal theser, dan dengan mesin.
2.1.

Perontokan secara tradisional

Kadar air biji kedelai untuk dirontokkan secara tradisional adalah 12 13


%. Perontokan dengan cara tradisional dilakukan dengan cara memukul-mukul
tumpukan brangkasan, dengan menggunakan gebuk yang terbuat dari kayu atau
pelepah kelapa sampai batang kedelai dan kulit polong hancur.
Selanjutnya batang dan kulit polong dipisahkan dari biji- biji dengan cara
ditampi menggunakan nyiru atau tampah. Biji yang busuk, cacat, kerikil dan tanah
harus dibuang. Kelemahan perontokan secara tradisional adalah, antara lain,
kehilangan hasil tinggi, mutu fisik biji menjadi rendah, banyak biji yang patah dan
rusak, tenaga kerja yang digunakan banyak, memerlukan waktu yang lama dan
biaya tinggi. Besarnya kehilangan hasil dengan cara perontokkan tradisional dapat
mencapai 8 %. Tingkat produktivitas tenaga kerja sekitar 10 kg biji bersih per jam
per orang. Dengan demikian, pada tingkat hasil kedelai 1 ton per hektar
dibutuhkan tenaga kerja perontok sebanyak 20 orang. Dengan cara tradisional, biji
utuh yang diperoleh dari hasil perontokkan adalah 69,99%.

2.2.

Perontokan dengan Pedal

Perontok kedelai dengan pedal dapat dilakukan dengan pedal injak atau
dengan pedal kontinyu. Dengan pedal memberikan hasil lebih baik jika
dibandingkan secara tradisional, baik ditinjau dari kapasitas kerja maupun mutu
fisik biji. Kapasitas kerja perontok pedal injak adalah 11,6 kg per jam per orang
dan perontok pedal kontinyu adalah 11 kg per jam per orang. Dengan
menggunakan perontok pedal injak kehilangan hasil mencapai 16,32% dan biji
utuh 80,9 %. Sedangkan menggunakan pedal kontinyu kehilangan hasil men capai
17,14 % dan biji utuh 81,9 %.

2.3.

Perontokan dengan mesin Power Thresser

Perontokan kedelai dengan Power Threser dilakukan pada kadar air biji 1415% dan dengan kecepatan putar silider 600-700 rpm. Perontokan dengan mesin
dapat mempertahankan mutu kedelai, kehilangan hasil lebih rendah, tenaga kerja
yang diperlukan sedikit, menghemat waktu, hemat biaya, dan dapat meningkatkan
produktivitas. Kapasitas mesin perontok kedelai bervariasi dari yang rendah
(17,42 kg/jam) sampai dengan yang tinggi (80,40 kg/jam). Dengan menggunakan
mesin perontokan 80,40 kg/jam/orang akan menghasilkan biji utuh 98 % atau
biji rusak 2 %, dan persentase kotoran 6,5 %. Cara penggunaannya adalah
sebagai berikut:

a. Siram dengan air terlebih dulu brangkasan kedelai yang sudah dikeringkan.
Tujuannya untuk mencegah biji-biji pada saat dirintok tidak pecah.
b. Siapkan ember penampung biji kedelai dan letakkan di bawah saluran
pengeluaran.
c. Masukkan brangkasan kedelai dalam corong penampungan.
d. Hidupkan mesin, maka kedelai akan terkupan dan biji kedelai akan keluar
melalui saluran pengeluaran.
Biji yang diperoleh selanjutnya dibersihkan dengan ditampi atau
menggunakan kipas (blower). Pembersihan ini dimaksudkan untuk memisahkan
kotoran yang berupa sisa-sisa kulit polong, batang, daun, dan kotoran-kotoran lain
yang ringan. Untuk kotoran berupa tanah kerikil yang tidak terpisah dari biji harus
dibuang.
3. Pembersihan dan sortasi
Pembersihan dapat dilakukan dengan manual atau dengan mesin. Biji yang
terpilih adalah bebas dari kotoran, biji seragam ukuran maupun warna biji.

4. Pengeringan biji

Pengeringan biji dilaksanakan setelah perontokan dengan menggunakan alas


seperti plastik. Pengeringan dilakukan di bawah terik matahari dengan cara
sebagai berikut:
a. Hamparkan biji kedelai di atas tikar atau plastik, atur jarak untuk
menghindari percampuran fisik antar jenis biji, terutama jika untuk
keperluan benih.
b.Lakukan pembalikan secara periodik agar kering merata, dan jika
suhu melebihi 40 C tutup atau angkat ke gudang untuk menghindari
kerusakan akibat terlalu panas.
c. Keringkan biji hingga kadar air 10% dan biji dari kotoran lain dan terus
dikeringkan hingga mencapai kadar 9% untuk mendapatkan biji yang baik
untuk disimpan.

5. Pengemasan
Biji kedelai yang telah kering dengan kadar air dibawah 10 % dapat
dikemas. Pengemasan dilakukan dengan karung koni, kantong plastik, kaleng,
karung plastik. Pengemasan biji dapat dilakukan secara sendiri dalam satu macam
kantong, misalnya hanya menggunakan karung goni atau kantong plastik saja.
Berdasarkan penelitian, biji kedelai yang disimpan pada kadar air 9% lebih baik
dibandingkan dengan kadar air lebih dari 10%.
Pengemasan dengan
menggunakan karung goni yang di dalamnya dilapisi plastik ternyata lebih baik
jika dibandingkan dengan karung goni atau kantong plastik saja. Pengemasan
dengan karung goni berlapis plastik dapat menekan kerusakan dan
mempertahankan kadar air awal selama enam bulan penyimpanan dalam suhu
kamar.
Pengemasan kedelai dengan karung goni, karung plastik atau kantong
plastik saja pada umumnya dilakukan jika kedelai segera akan dijual. Cara
mengemas biji dengan satu kantong atau adalah sebagai berikut: biji kedelai
dimasukkan ke dalam kantong sebanyak 20-50 kg kemudian kantong ditutup
dengan sistim rapat udara, dijahit atau diikat kuat. Apabila menggunakan kantong
rangkap goni dan plastik, caranya adalah: biji dimasukkan kantong plastik
Polyetilen terlebih dahulu sebanyak 50 kg, kemudian ditutup dengan sitim rapat
udara. Selanjutnya kantong plastik yang sudah diisi dimasukkan ke dalam
karung goni kemudian dijahit rapat.

6. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan yang penting terutama dalam upaya


mengawetkan dan menjaga mutu hasil.

Dalam penyimpanan biji kedelai beberapa hal yang perlu diperhatikan


adalah: tempat penyimpanan, suhu, kelembaban, keadaan biji ( kadar air dan
kebersihan biji ), dan tata cara penyusunan. Tempat penyimpanan dapat dilakukan
dalam ruangan yang berlantai semen. Biji kedelai yang sudah dikemas disimpan
di ruangan tersebut dengan beralaskan kayu. Hindarkan kemasan biji bersentuhan
langsung dengan lantai atau dinding untuk mengindari agar tidak mempengaruhi
kelembaban biji.
Suhu ruangan yang baik untuk penyimpanan biji kedelai adalah suhu 18-20
C dan kelembaban sekitar 55 %. Kondisi suhu dan kelembaban ini dapat
mempertahankan daya simpan biji kedelai dapat mencapai satu tahun lebih
dengan daya kecambah di atas 85 %. Biji kedelai yang disimpan harus berkadar
air di bawah 10 %. Dengan kadar air seperti ini biji dapat terhindar dari cendawan
dan hama gudang. Biji kedelai yang disimpan lama kadar airnya dapat meningkat
melebihi kadar air awal. Jika kadar air mencapai 14 % biji mudah terserang hama
bubuk kedelai (Bluchus sp). Hama tersebut berupa kumbang kecil berwarna hitam
yang memakan biji kedelai. Oleh karena itu, untuk menjaga kadar air dilakukan
penjemuran secara periodik tiga bulan sekali, sedangkan untuk mengendalikan
hama gudang dapat digunakan fungisida, pembersihan gudang, dan biji yang
rusak segera di gudang.

PENUTUP

Dalam melakukan panen kedelai, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:


1. Waktu dan cara panen yang dapat menekan kehilangan hasil di kebun
maupun selama pengangkutan.
2. Memperhatikan penanganan pascapanen dengan menerapkan teknologi
yang lebih efisien dan lebih menjamin mutu hasil dan menekan kehilangan
hasil. Dengan demikian, panen dan penanganan pascapanen yang baik
diharapkan dapat memberikan andil dalam peningkatan produksi dan
mutu kedelai.

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Cahyono. 2007. Kedelai, Tehnik Budidaya dan Analisis Usahatani.
Semarang: CV Aneka Ilmu.
Rachman Hidayat, dkk, 2000. Teknologi Produksi Benih Kedelai. Pusat Penelitian
Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Nugraha, S, A.Setyono, dan R. Thahir. 1993. Perbaikan Sistem Panen Dalam
Usaha Menekan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan. Prosiding
Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta. Hal 863-872.

Anda mungkin juga menyukai