Pendahuluan
Masyarakat Kota Denpasar adalah masyarakat yang juga terdiri dari berbagai
etnik. Keberagaman etnik di kota Denpasar tidak hanya disebabkan karena
mobilitas geografi penduduk dari daerah lain, misalnya dengan adanya program
kolonialisasi pada masa penjajahan atau program sejenis lainnya, tetapi juga
karena derasnya migrasi swakarsa penduduk dari pulau jawa maupun pulau-pulau
lainnya seiring dengan berkembangnya Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata.
Perumahan Monang Maning adalah salah satu dari banyaknya perumahan
yang ada di Kota Denpasar, namun di perumahan ini ada fenomena tersendiri,
yakni penghuni perumahan ini terdiri dari berbagai etnik sehingga memunculkan
ranah realitas social yang sangat menarik untuk dikaji.
Berkumpulnya berbagai macam suku bangsa, agama, adat yang berbeda di
perumahan Monang Maning Denpasar membutuhkan manajemen konflik yang
cukup bagus. Karena dengan adanya perbedaan tersebut membuat masyarakat
menjadi rentan terhadap munculnya gesekan-gesekan sosial di masyarakat yang
dapat menimbulkan kondisi sosial yang tidak nyaman bagi kehidupan sosial di
daerah tersebut. Dengan demikian diperlukan manajemen konflik yang bagus
supaya masyarakat tidak mudah terpicu oleh hal-hal yang dapat merugikan semua
pihak.
Model Pengelolaan Konflik Terpendam
Secara historis masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali
pada khususnya memiliki tradisi hidup saling tolong menolong. Tradisi ini berakar
dari kehidupan nenek moyang yang telah dipraktekkan berabad-abad. Karena itu,
[1]
bangsa Indonesia.
Tradisi gotong royong ini sangat tercermin dalam kehidupan keseharian
masyarakat Monang Maning meskipun saat ini masyarakat Monang Maning telah
berkembang menjadi masyarakat perkotaan. Gotong royong ini terlihat dalam
bentuk kerja bakti dalam membersihkan lingkungan perumahan. Dimana dalam
setiap gang di perumahan hingga hari ini mempunyai jadwal sendiri-sendiri dalam
melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan. Dalam kemasan kerja bakti ini
masyarakat saling berinteraksi di antara waktunya beraktivitas dalam memenuhi
kebutuhan pribadi mareka, dengan demikian hubungan dengan tetangga dan
warga perumahan khususnya warga dalam satu gang bisa terjalin lebih intensif
khususnya dalam mencapai tujuan bersama yaitu menciptakan lingkungan
perumaha yang bersih.
Selain kegiatan kerja bakti, gotong royong juga terlihat ketika ada warga yang
sedang mempunyai hajat. Misalkan ada warga yang sedang menikahkan anaknya.
Tanpa memandang latar belakang dari warga yang mempunyai hajat, dari etnis
apa, beragama apa, semua warga di sekitar akan membantu mempersipkan
keperluan yang dibutuhkan dalam melangsungkan acara.
Selain gotong royong, di perumahan Monang Maning juga dikembangkan
konsep toleransi, saling menghargai, saling menghormati dan saling menyadari
tentang sebuah perbedaan.
Pelaksanaan dari konsep toleransi, saling menghargai, saling menghormati ini
terlihat ketika berlangsungnya hari besar agama. Dimana warga yang berbeda
agama mengunjungi warga yang sedang merayakan hari besar agamanya untuk
memberikan ucapan. Hal sederhana namun penuh makna dalam menciptakan
kerukunan serta harmonisasi dalam suatu masyarakat.
Keterlibatan langsung secara fisik di dalam berbagai perilaku sosial baik antar
individu maupun antara individu dengan kelompok masyarakat di perumahan
Monang Maning, lebih dihargai sebagai manifestasi adanya kesungguhan untuk
menjalin hubungan baik dengan pihak lain, daripada hanya tertahan di dalam
pikiran atau pandangan melalui lisan atau hanya dalam bentuk sumbangan materi.
[2]
Dalam hal keterlibatan materi seperti memberikan sesuatu kepada tetangga dekat,
mengadakan acara selamatan (misalnya seperti resepsi pernikahan, kelahiran bayi)
dengan tidak mengundang tenaga, tetapi hanya mengantar makanan dan minta doa
restu , maupun di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti siskamling, rukun
kematian, kesenian yang semuanya hanya partisipasi dalam bentuk sumbangan
materi, hanya mempunyai nilai jalinan hubungan rendah dalam kehidupan
kemasyarakatan. Meskipun partisipasi dalam hal materi sudah memenuhi syarat
minimal dalam hubungan kemasyarakatan, namun sebenarnya yang dikehendaki
oleh masyarakat adalah adanya kemauan dalam melakukan hubungan antar warga
secara langsung. Namun kesemuanya tersebut baik yang hanya berpartipasi dalam
hal materi maupun yang berpartisipasi secara langsung merupakan bentuk pola
hubungan yang mampu menimbulkan dampak bahwa aturan normatif yang
disepakati bersama telah dilaksanakan.
Pola-pola hubungan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dengan
dipatuhinya
aturan-aturan
normatif
ini
merupakan
suatu
usaha
untuk
[3]
[4]
[5]
Dengan
pembicaraan
pribadi
seperti
ini
biasanya
membantu
[6]
Setelah menghasilkan suatu keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak
yang terlibat konfli, dilanjutkan dengan penanda tanganan surat persetujuan
perdamaian yang disertai oleh saksi-saksi dan diketahui oleh aparat pemerintahan
setempat. Kemudian dilanjutkan dengan saling memaafkan dihadapan semua yang
hadir. Bagi mereka yang tinggi hati proses ini tidak begitu berkenan di hatinya,
meskipun mereka menyadari dirinya salah. Pihak yang salah, walaupun dengan
berat hati akhirnya harus melakasakan hal tersebut, karena disuruh atau dipaksa
oleh tokoh masyarakat atau tokoh yang lain. Masyaraakt juga akan merasa puas
jika proses saling memaafkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik dapat
dilaksanakan dengan baik.
Penyelesaian damai tidak terbatas pada apa yang terlibat tetapi juga meliputi
keluarga inti dan keluarga luas dari masing-masing pihak, karena penyelesaian
antar pihak yang berkonflik saja dirsakan belum cukup. Bisa terjadi bahwa untuk
menyelesaikan ini, tokoh masyarakat setempat meminta nasehat dan partisipasi
kepada tokoh etnik masing-masing yang terlibat konflik. Peranan mereka ini
sangat menentukan berhasilnya suatu penyelesaian konflik. Tujuannya agar
pertimbangan mereka bijaksana, diikuti dan dapat menghindarkan perpecahan.
Jadi, masyarakat dalam hal ini mementingkan keutuhan dan kedamaian hidup
bersama diatas kepentingan individu warganya.
Daftar Pustaka
Ardana, I Ketut, dkk, 2011. Masyarakat Multikultural Bali, Tinjauan Sejarah,
Migrasi dan Integrasi. Denpasar : Pustaka Larasan.
Sunato, Kamanto 2004. Hubungan Antarkelompok, Pengantar Sosiologi, (Edisi
Revisi.; Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI,)
Wisnumurti,Anak Agung Gede Oka. Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama
Dalam Memelihara Dan Memantapkan Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten
Tabanan. http://www.yayasankorpribali.org diakses tanggal 18 September 2011
[7]