Anda di halaman 1dari 7

PENGELOLAAN HUBUNGAN ANTAR ETNIK

(Tinjauan Sosiologis Tentang Pengelolaan Konflik di Perumahan MonangManing Kota Denpasar)


Dwi Bambang Santosa
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bali, NTB, NTT
shotokan_solo@yahoo.com

Pendahuluan
Masyarakat Kota Denpasar adalah masyarakat yang juga terdiri dari berbagai
etnik. Keberagaman etnik di kota Denpasar tidak hanya disebabkan karena
mobilitas geografi penduduk dari daerah lain, misalnya dengan adanya program
kolonialisasi pada masa penjajahan atau program sejenis lainnya, tetapi juga
karena derasnya migrasi swakarsa penduduk dari pulau jawa maupun pulau-pulau
lainnya seiring dengan berkembangnya Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata.
Perumahan Monang Maning adalah salah satu dari banyaknya perumahan
yang ada di Kota Denpasar, namun di perumahan ini ada fenomena tersendiri,
yakni penghuni perumahan ini terdiri dari berbagai etnik sehingga memunculkan
ranah realitas social yang sangat menarik untuk dikaji.
Berkumpulnya berbagai macam suku bangsa, agama, adat yang berbeda di
perumahan Monang Maning Denpasar membutuhkan manajemen konflik yang
cukup bagus. Karena dengan adanya perbedaan tersebut membuat masyarakat
menjadi rentan terhadap munculnya gesekan-gesekan sosial di masyarakat yang
dapat menimbulkan kondisi sosial yang tidak nyaman bagi kehidupan sosial di
daerah tersebut. Dengan demikian diperlukan manajemen konflik yang bagus
supaya masyarakat tidak mudah terpicu oleh hal-hal yang dapat merugikan semua
pihak.
Model Pengelolaan Konflik Terpendam
Secara historis masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali
pada khususnya memiliki tradisi hidup saling tolong menolong. Tradisi ini berakar
dari kehidupan nenek moyang yang telah dipraktekkan berabad-abad. Karena itu,
[1]

tak heran jika istilah gotong royong

telah menjadi cermin dalam kehidupan

bangsa Indonesia.
Tradisi gotong royong ini sangat tercermin dalam kehidupan keseharian
masyarakat Monang Maning meskipun saat ini masyarakat Monang Maning telah
berkembang menjadi masyarakat perkotaan. Gotong royong ini terlihat dalam
bentuk kerja bakti dalam membersihkan lingkungan perumahan. Dimana dalam
setiap gang di perumahan hingga hari ini mempunyai jadwal sendiri-sendiri dalam
melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan. Dalam kemasan kerja bakti ini
masyarakat saling berinteraksi di antara waktunya beraktivitas dalam memenuhi
kebutuhan pribadi mareka, dengan demikian hubungan dengan tetangga dan
warga perumahan khususnya warga dalam satu gang bisa terjalin lebih intensif
khususnya dalam mencapai tujuan bersama yaitu menciptakan lingkungan
perumaha yang bersih.
Selain kegiatan kerja bakti, gotong royong juga terlihat ketika ada warga yang
sedang mempunyai hajat. Misalkan ada warga yang sedang menikahkan anaknya.
Tanpa memandang latar belakang dari warga yang mempunyai hajat, dari etnis
apa, beragama apa, semua warga di sekitar akan membantu mempersipkan
keperluan yang dibutuhkan dalam melangsungkan acara.
Selain gotong royong, di perumahan Monang Maning juga dikembangkan
konsep toleransi, saling menghargai, saling menghormati dan saling menyadari
tentang sebuah perbedaan.
Pelaksanaan dari konsep toleransi, saling menghargai, saling menghormati ini
terlihat ketika berlangsungnya hari besar agama. Dimana warga yang berbeda
agama mengunjungi warga yang sedang merayakan hari besar agamanya untuk
memberikan ucapan. Hal sederhana namun penuh makna dalam menciptakan
kerukunan serta harmonisasi dalam suatu masyarakat.
Keterlibatan langsung secara fisik di dalam berbagai perilaku sosial baik antar
individu maupun antara individu dengan kelompok masyarakat di perumahan
Monang Maning, lebih dihargai sebagai manifestasi adanya kesungguhan untuk
menjalin hubungan baik dengan pihak lain, daripada hanya tertahan di dalam
pikiran atau pandangan melalui lisan atau hanya dalam bentuk sumbangan materi.

[2]

Dalam hal keterlibatan materi seperti memberikan sesuatu kepada tetangga dekat,
mengadakan acara selamatan (misalnya seperti resepsi pernikahan, kelahiran bayi)
dengan tidak mengundang tenaga, tetapi hanya mengantar makanan dan minta doa
restu , maupun di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti siskamling, rukun
kematian, kesenian yang semuanya hanya partisipasi dalam bentuk sumbangan
materi, hanya mempunyai nilai jalinan hubungan rendah dalam kehidupan
kemasyarakatan. Meskipun partisipasi dalam hal materi sudah memenuhi syarat
minimal dalam hubungan kemasyarakatan, namun sebenarnya yang dikehendaki
oleh masyarakat adalah adanya kemauan dalam melakukan hubungan antar warga
secara langsung. Namun kesemuanya tersebut baik yang hanya berpartipasi dalam
hal materi maupun yang berpartisipasi secara langsung merupakan bentuk pola
hubungan yang mampu menimbulkan dampak bahwa aturan normatif yang
disepakati bersama telah dilaksanakan.
Pola-pola hubungan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dengan
dipatuhinya

aturan-aturan

normatif

ini

merupakan

suatu

usaha

untuk

meminimalisir munculnya konflik terpendam.


Pengelolaan konflik terpendam juga bisa di munculkan dengan keterlibatan
pihak lain, seperti oleh pemerintah dan para tokoh masyarakat setempat dalam
berbagai kegiatan bersama, dalam kegiatan kemasyarakatan. Peran tokoh
masyarakat baik formal maupun non formal dalam hal ini cukup besar bukan saja
dalam pengelolaan konflik terpendam melalui transformasi dan sosialisasi nilainilai bersama, namun juga dalam proses penyelesaian konflik terbuka.
Dalam menjaga munculnya konflik terpendam ini, tokoh masyarakat
diharapkan mampu menjalankan peran ganda. Tokoh masyarakat dituntut untuk
mampu sebagai penghubung antara kelompok etnisnya dengan kelompok etnis
lain, sekaligus sebagai pelindung keberadaan dan kelestarian kelompoknya
etnisnya sendiri. Mereka harus mampu menafsirkan dan mengaplikasikan nilainilai kelompok etnisnya dan dituntut keterbukaan terhadap masuknya nilai-nilai
luar yang dipadukan untuk diterapkan dalam hubungan antar etnik. Peran yang
disandang tokoh masyarakat ini karena mereka mempunyai kewibawaan yang
disandangnya dengan menggunakan kekuasaan yang bersifat personalitas dan

[3]

karena itu mempunyai kekuatan pengaruh, dapat bertindak selaku pelindung,


pendidik sekaligus menjadi sumber nilai bagi anggota masyarakatnya yang
mempunyai hubungan ketergantungan dengannya. Disinilah peran tokoh
masyarakat cukup besar sebagai katalisator, fasilitator dan dinamisator untuk
mencapai tujuan bersama yang bukan hanya pada sosialisasi nilai dan norma
bersama, tetapi juga pada proses penanganan konflik antar etnik yang terjadi.
Keberadaan lembaga sosial di tengah masyarakat serta berbagai kegiatan
bersama mempunyai arti penting dalam membina kerukunan antar anggota
masyarakat. Dimana lembaga sosial dan kegiatan bersama tersebut merupakan
wadah untuk saling berkomunikasi, dengan komunikasi yang lancar maka
etnosentrisme diantara anggota masyarakat dapat dilebur menjadi kekuatan
tersendiri yang mampu menghalau munculnya gesekan-gesekan yang dapat
mengganggu ketemtraman bersama.

Model Pengelolaan Konflik Terbuka


Di lingkungan perumahan Monang Maning, umumnya menunjukkan bahwa
konflik-konflik yang terjadi di dalam masyarakat yang dimunculkan karena
perbedaan struktur kepentingan tidak sampai merusak sistem sosial masyarakat
tersebut, karena selalu saja dapat diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan,
misalnya masih ada hubungan kekerabatan, melalui adat tradisi serta peran tokoh
masyarakat setempat maupun melalui penyelesaian secara formal.
Peran pemerintah sebagai pihak luar dan para tokoh masyarakat dari masingmasing pihak yang berkonflik sebagai pihak dalam nampak masih cukup efektif
untuk menyelesaikan konflik antar etnik yang terjadi. Kemudian, sebagai tindak
lanjutnya diperlukan berbagai upaya lain untuk dapat menjaga supaya konflik
tidak muncul. Strtegi ini ditempuh dengan jalan menciptakan berbagai kelompok
sosial yang dianggap efektif untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Pada dasarnya penanganan konflik terbuka yang terjadi antar warga
cenderung diserahkan kepada masing-masing pihak yang sedang berkonflik dan
atau kepada orang lain yang masih ada kaitan keluarga. Kalau tahap

[4]

pengyelesaian ini tidak berhasil , penyelesaian selanjutnya diserahkan kepada


tokoh masyarakat setempat, baik tokoh formal maupun tokoh non formal. Dalam
kenyataan selama ini konflik-konflik yang terjadi antar warga di Perumahan
Monang Maning (khususnya yang bernuansa ke etnikan) cukup diselesaikan
hingga ke tingkat dusun dan paling tinggi bentuk perjanjian secara tertulis. Cara
penanganan seperti ini dirasakan cukup efektif dan manusiawi dibandingkan
dengan cara formal (melalui pengadilan) bahwa terdapat kesan bahwa penyelesian
konflik melalui jalur formal. Bahkan terdapat kesan bahwa penyelesaian konflik
melalui jalur formal yang melibatkan pihak- pihak kepolisian dipandang terlalu
berbelit-belit, lamban dan kurang efektif maupun efisien. Di lain pihak, kepolisian
sendiri juga tetap masih mempercayakan kepada warga dan tokoh-tokoh
masyarakat setempat dalam upaya mendamaikan mereka yang sedang berkonflik
sejauh masih dianggap mampu.
Proses penyelesaian damai diawali dari pihak yang merasa dirugikan
melakukan pengaduan dan melaporkan peristiwanya secara terperinci kepada
tokoh masyarakat setempat dengan harapan dapat menyelesaikan secara baik
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Laporan ini dapat disampaikan secara langsung oleh fihak yang berkonflik,
oleh keluarganya atau oleh orang lain yan diutus sebagai wakil. Kecuali itu, setiap
anggota masyarakat berhak menyampaikan pemberitahuan tentang suatu kejadian
konflik kepada tokoh masyarakat. Laporan tersebut merupakan landasan bagi
tokoh masyarakat dalam mencari upaya-upaya penyelesaian konflik yang terjadi.
Pengaduan yang menjadi dasar pertimbangan memuat hari, tanggal, jam serta
tahun kejadian, pihak yang terlibat, saksi-saksi dan ukti-bukti lain, serta kemauan
masing-masing anggota masyarakat yang sedang berkonflik untuk tentang cara
penyelesaiannya. Selain itu, tokoh masyarakat juga mencari informasi segala
sesuatu yang berhubungan denga konflik tersebut, untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam menghadapi konflik yang sama dikemudian hari, dan juga
melakukan konsultasi dengan mereka yang dianggap mampu untuk memberikan
masukan cara penyelesaian.

[5]

Selanjutnya tokoh masyarakat tersebut meminta agar semua pihak yang


sedang berkonflik dapat menyadari kedudukan mereka masing-masing. Sikap
saling bermusuhan tidak dibenarkan diteruskan karena akan menghambat
penyelesaian. Tokoh masyarakat mengharap pula agar semua pihak tidak
mempertajam perselihan yang sedang terjadi dan saling hasut keluarga mereka,
apabila meneruskan perkaranya ke pihak kepolisian yang urusannya bisa lebih
panjang. Hal ini bukan hanya akan semakin mempersulit para pelaku konflik,
tetapi juga memberikan citra buruk bagi masyarakat dan para tokoh masyarakat
setempat juga merasa malu bahwa mereka dianggap sudah tidak mampu
menyelesaikan konflik antar warganya sendiri.
Pembicaraan pribadi antara tokoh masyarakattersebut dengan pihak-pihak
yang berkonflik bermanfaat bagi usaha untuk mempercepat proses penyelesaian
konflik.

Dengan

pembicaraan

pribadi

seperti

ini

biasanya

membantu

memperlancar proses penyelesaian konflik.


Ada kalanya dalam pembicaraan ini juga dengan menghadirkan pihak
keluarga, saudara atau famili terdekat masing-masing, supaya konflik itu sekaligus
dapat diselesaikan dalam waktu yang bersamaan. Setelah berhasil memadamkan
amarah kedua belah pihak yang terlibat konflik, kemudian didekati pula pihak lain
yang ikut terlibat (kalau ada) dan berpesan agar mereka tidak mempersulit
penyelesaian konflik ini.
Umumnya penyelesaian dilakukan di rumah tokoh masyarakat, karena tempat
tersebut dianggap netral dalam hubungan sosial dan mempunyai nilai psikologis
tersendiri yang mendukung penyelesaian konflik. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dilakukan di tempat lain, baik di rumah kediaman anggota
masyarakat setempat maupun di kantor desa tergantung kepada keadaan pihakpihak yang sedang bersengketa serta akibat dari konflik itu sendiri.
Sebelum dilakukan proses perdamaian, biasanya dilakukan seperangkat
nasehat yang menyangkut dasar-dasar kehidupan bersama (dengan merujuk pada
kaidah-kaidah ajaran agama dan nilai-nilai falsafah hidup bermasyarakat). Hal ini
bermanfaat, karena bisa mempengaruhi kontak batin yang dapat menyadarkan
semua pihak, sehingga penyelesaian konflik tidak sulit.

[6]

Setelah menghasilkan suatu keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak
yang terlibat konfli, dilanjutkan dengan penanda tanganan surat persetujuan
perdamaian yang disertai oleh saksi-saksi dan diketahui oleh aparat pemerintahan
setempat. Kemudian dilanjutkan dengan saling memaafkan dihadapan semua yang
hadir. Bagi mereka yang tinggi hati proses ini tidak begitu berkenan di hatinya,
meskipun mereka menyadari dirinya salah. Pihak yang salah, walaupun dengan
berat hati akhirnya harus melakasakan hal tersebut, karena disuruh atau dipaksa
oleh tokoh masyarakat atau tokoh yang lain. Masyaraakt juga akan merasa puas
jika proses saling memaafkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik dapat
dilaksanakan dengan baik.
Penyelesaian damai tidak terbatas pada apa yang terlibat tetapi juga meliputi
keluarga inti dan keluarga luas dari masing-masing pihak, karena penyelesaian
antar pihak yang berkonflik saja dirsakan belum cukup. Bisa terjadi bahwa untuk
menyelesaikan ini, tokoh masyarakat setempat meminta nasehat dan partisipasi
kepada tokoh etnik masing-masing yang terlibat konflik. Peranan mereka ini
sangat menentukan berhasilnya suatu penyelesaian konflik. Tujuannya agar
pertimbangan mereka bijaksana, diikuti dan dapat menghindarkan perpecahan.
Jadi, masyarakat dalam hal ini mementingkan keutuhan dan kedamaian hidup
bersama diatas kepentingan individu warganya.
Daftar Pustaka
Ardana, I Ketut, dkk, 2011. Masyarakat Multikultural Bali, Tinjauan Sejarah,
Migrasi dan Integrasi. Denpasar : Pustaka Larasan.
Sunato, Kamanto 2004. Hubungan Antarkelompok, Pengantar Sosiologi, (Edisi
Revisi.; Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI,)
Wisnumurti,Anak Agung Gede Oka. Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama
Dalam Memelihara Dan Memantapkan Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten
Tabanan. http://www.yayasankorpribali.org diakses tanggal 18 September 2011

[7]

Anda mungkin juga menyukai