Earthquake did not kill people, but the bad building did it. Gempa bukan bencana yang
mematikan, tapi bangunan yang buruklah yang membunuh manusia.
Data- data terakhir yang berhasil direkam menunjukkan bahwa rata- rata setiap
tahun ada 10 gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di
Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah
pemukiman. Pada daerah pemukiman yang cukup padat, perlu adanya suatu
perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat akibat
goncangan gempa. Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail konstruksi
yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan jiwa menusia dapat dikurangi.
Gempa
yang
terjadi
dikelompokkan
gempa ringan, sedang, dan besar.
menjadi 3
bagian,
yaitu
Gempa ringan yang terjadi tidak mengakibatkan efek yang berarti pada struktur,
Dan untuk gempa yang besar, sudah mengakibatkan kerusakan pada struktur,
tapi strukturnya masih tetap berdiri dan tidak roboh. Itulah pentingnya perencanaan
bangunan tahan gempa, agar bangunan yang kita tempati aman, stabil, dan tidak mudah
roboh saat terjadi gempa.
Berikut ini ada prinsip- prinsip yang dipakai dalam perencanaan bangunan tahan
gempa :
1. Pondasi :
Gambar
1.
Desain
Pondasi
yang
Digabungkan
2. Desain Kolom
Gambar
2.
Desain
Gedung
dengan
Kolom
Menerus
3. Denah Bangunan
Gambar
3.
Denah
Bangunan
yang
Dibuat
Terpisah
2 atau beberapa gedung yang dilatasi akan mempunyai waktu getar alami yang
berbeda, sehingga akan menyebabkan benturan antar gedung,
Ketidak efektifan dalam pemasangan interior, seperti : plafond, keramik, dll
Perlunya konstruksi khusus (balok korbel).
Konstruksi Balok Korbel untuk dilatasi struktur adalah sebagai berikut.
Gambar
5.
Konstruksi
Bangunan
dengan
Kayu
Berat bahan bangunan adalah sebanding dengan beban inersia gempa. Sebagai contoh
5.
Struktur
Atap
Jika tidak terdapat batang pengaku (bracing) pada struktur atap yang menahan beban
gempa dalam arah horizontal, maka keruntuhan akan terjadi seperti, diperlihatkan pada
gambar berikut:
Gambar
6.
Konstruksi
Bangunan
dengan
Pengaku
(Bracing)
Perbesaran penampang.
Gambar
7.
Konstruksi
Bangunan
dengan Capasity
Design
Tiap Negara mempunyai desain sendiri dalam merencanakan tingkat daktilitas untuk
keamanan bangunan yang mereka bangun, hal ini tergantung dari letak geologi negara
masing- masing. Misalnya Jepang yang menerapkan tingkat daktilitas 1. Dengan desain
ini, bangunan di desain benar- benar kaku (full elastic). Berikut ini adalah macammacam tingkat daktlitas beserta kondisi yang ditimbulkan :
a. Daktilitas 1 : Keadaan elastis, dengan konsep ini tulangan di desain besar- besar
untuk membuat bangunan menjadi kaku (full elastic). Contohnya : Jepang.
Konsekuensinya, saat gempa melebihi rencana, maka Gedung akan langsung roboh
tanpa memberi tanda (peringatan) terlebih dahulu. Kalo kata Dosen saya, ini Konsep
desain bangunan yang 'menantang' kekuatan Tuhan. Hhehehehehe...
b. Daktilitas 2 : Keadaan Plastis (intermediete)
c. Daktilitas 3 : Keadaan plastis dengan struktur yang daktil, perecanaan struktur
dengan metode Capasity Design. Nah, ini dia yang menjadi dasar perencanaan
bangunan tahan gempa di Indonesia, yaitu dengan pembentukan sendi plastis di balok,
sehingga saat ada gempa Bangunan akan memberi 'tanda' atau peringatan terlebih
dahulu, sehingga orang- orang dalam gedung mempunyai waktu untuk menyelamatkan
diri.
Berikut ini contoh kegagalan bangunan akibat kolom yang lemah (soft story) :
Gambar 8. Kasus Konstruksi Bangunan karena Soft Story. Bayangkan... Ini terjadi di
Kantor DPU Padang looh... (Kantornya orang- orang ahli bangunan)
Gambar 9. Kasus Konstruksi Bangunan karena Soft Story (Desain kolom yang terlalu
kecil)
Soft story adalah istilah yang sering digunakan dalam pembahasan tentang
struktur gedung tahan gempa. Soft story kalo diterjemahkan mentah-mentah ya artinya
lantai lunak. Maksudnya? Apakah berarti ada juga istilah Hard Story? Hehehe... Sekedar
analogi, kita bisa misalkan gedung bertingkat sebagai lapisan-lapisan batu bata yang
ditumpuk di atas sebuah meja. Tiap lapisan batu bata merinpresentasikan lantai gedung.
Sementara itu ada tumpukan batu bata lain. Tapi di tengah- tengah tumpukan tersebut,
ada satu lapisan yang batu batanya mempunyai rongga yang cukup besar di dalamnya.
Kasus kegagalan bangunan di atas terjadi saat Gempa di Padang beberapa tahun lalu,
terlihat kan...? bahwa bangunannya memang kurang direncanakan dengan matang.
Seperti iniloh ilustrasinya...
Sekarang, misalkan kita guncang meja tersebut ke arah horizontal secara acak
dan bolak balik. Dengan goncangan yang sama, ternyata kedua tumpukan batu
mempunyai perilaku yang berbeda. Tumpukan pertama bisa saja masih bertahan
selama goncangan berlangsung. Akan tetapi tumpukan kedua sudah runtuh akibat
lapisan batu bata "palsu" yang ada di tengah-tengah tadi yang tidak kuat menahan gaya
dorong
"fiktif"
yang
bekerja
secara
lateral
dan
bolak
balik.
Lapisan batu bata lunak ini bisa di interpresentasikan sebagai soft story. Jika lapisan
lunak ini berada di lantai paling atas, tentu bukan masalah. Justru yang jadi masalah
adalah kalau lantai lunak ini berada pada lapisan atau lantai yang paling bawah. Dan..
kenyataannya memang seperti ini yang banyak dijumpai di lapangan. Mengapa
demikian?
Berikut ini kami coba berikan dua contoh faktor yang menyebabkan keruntuhan karena
pengaruh soft
story.
A.
Kekakuan
Dinding
Bata
Diabaikan.
2.
Karena ingin luas, maka di lantai lobi, penggunaan dinding bata relatif lebih sedikit
daripada di lantai-lantai atas yang memang membutuhkan dinding-dinding sekat antar
ruangan.
Akibatnya, seperti yang terlihat pada gambar di atas, lantai paling bawah menjadi
lantai yang paling lunak (kurang kaku) dibandingkan lantai di atasnya. Salah satu
solusinya adalah menambah ukuran kolom sebesar mungkin sehingga bisa
mengimbangi kekakuan- kekakuan lantai di atasnya.
Gambar 12. Adanya Rotasi yang Menyebabkan Perilaku Jepit Menjadi Tidak Sempurna
Yang paling ideal adalah, kekakuan dinding bata juga sebaiknya dimasukkan ke
dalam perhitungan. Akan tetapi di Indonesia khususnya, belum ada pedoman mengenai
hal ini, apalagi dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Sebenarnya boleh saja kita
tidak memasukkan kekauan dinding bata ke dalam perhitungan, akan tetapi hal ini
berarti dalam pelaksanaannya nanti dinding bata tersebut harus "terlepas" (tidak diikat)
dari struktur utama. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dinding tersebut sewaktuwatu bisa rubuh dan menimpa orang yang ada di dekatnya.
ikuifaksi ( liquifaction), longsoran tanah, Tsunami, dan bahaya sekunder (arus pendek, gas bocor
yang menyebabkan kebakaran, dll).
Sedangkan faktor-faktor yang mengakibatkan kerusakan akibat gempabumi: 1) kekuatan
gempabumi, 2) kedalaman gempabumi, 3) jarak hiposentrum gempabumi, 4) lama getaran
gempabumi, 5) kondisi tanah setempat, dan 6) kondisi bangunan.
Getaran dan Likuifaksi
Likuifaksi (liquefaction) adalah suatu proses atau kejadian berubahnya sifat tanah dari keadaan
padat menjadi keadaan cair, yang disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi gempa
sehingga tekanan air pori meningkat mendekati atau melampaui tegangan vertikal. Peristiwa
likuifaksi juga mengakibatkan amblasnya bangunan, miring, dan melongsor, seperti yang terjadi di
Niigata, Jepang dan di Maumere, Indonesia, tahun 1994.
yang harus dikeluarkan untuk menahannya. Bila membuat bangunan yang dapat merespon gaya
gempa dengan baik, maka bangunan akan meliuk mengikuti gerak gempa.
Apapun namanya, tetap saja akibat gempabumi intensitas kuat tidak boleh terjadi kerusakan pada
gedung yang membahayakan nyawa penghuni. Sedangkan untuk intensitas kecil yang terjadi
beberapa kali, daya kuat gedung tidak boleh terjadi retak dan kerusakan struktural.
Di Indonesia semua bangunan mulai dari yang tidak bertingkat sampai bertingkat harus
memperhitungkan gaya gempa yang akan terjadi dan mengguncang gedungnya. Untuk itu, gedung
harus memperhatikan kekakuan, stabilitas, dan elastisitas pada struktur bangunan.
Menurut Heinz Frick dan Tri Hesti Mulyani, gedung tahan gempa dapat dicapai terutama dengan
memilih bentuk dan struktur yang menguntungkan, serta konstruksi yang sederhana dan membagi
struktur menjadi bagian yang menerima beban dan yang tidak menerima beban.
Sumber
gambar: http://rumahpengetahuan.web.id/konstruksi-bangunan-standar-kobe-perkokoh-
sendai
Hartono Poerbo dibukunya, mengatakan bangunan anti gempa seratus persen tidak ada, karena
kemampuan manusia terbatas, masih ada yang lebih menentukan dan lebih kuasa. Lebih lanjut,
sebagai ahli kita tidak perlu takabur dan sombong dengan mengatakan atau menjamin bahwa
bangunan yang dirancang adalah anti atau tahan gempa.
Perbandingan antara momen penahan tumbang (counteracting moment) gedung tersebut minimal
1,5 kalinya dari momen tumbang gedung akibat beban gempa. Dapat dijelaskan begini: mengapa
harus 1,5 kalinya? bila kita berdiri dan didorong oleh teman dengan kekuatan yang sama seperti
kekuatan kita mempertahankan diri, apa yang terjadi? ada dua kemungkinan pertama: masih tetap
berdiri atau kemungkinan kedua: justru tumbang. Tetapi bila kita memiliki kekuatan setengah kali
lebih
besar
dibandingkan
kekuatan
dorongnya,
maka
pastinya
kita
akan
lebih
kuat
mempertahankan posisi. Nah.begitu juga gedung yang memiliki besar momen penahan tubang
sama dengan momen tumbangnya, maka gedung tersebut masih belum dikatakan kuat. Maka
momen penahan tumbangnya harus lebih besar 1,5 kali dari momen tumbang.
Momen penahan tumbang suatu gedung dipengaruhi oleh: 1) sistem struktur yang digunakan, 2)
bentuk gedung, 3) material yang digunakan untuk membangun gedung, 4) fungsi bangunan, dan 5)
lokasi gedung tersebut.
Sistem struktur portal bertingkat dengan inti struktural berbeda dengan sistem struktur tabung
dalam tabung. Sistem struktur portal bertingkat dengan inti struktural memiliki volume struktur
beton bertulang 0,35m3/m2 lebih kecil dibandingkan struktur tabung dalam tabung 0,4m3/m2.
Fungsi gedung mempengaruhi beban hidup yang digunakan. Tentu berbeda beban hidup
apartemen dengan perpustakaan.(Peraturan Pembebanan Gedung). Begitu juga untuk lokasi
gedung tersebut dibangun. Indonesia memiliki 6 zona gempa, masing-masing zona memiliki
struktur tanah yang berbeda pula dan keenam zona tersebut memiliki koefisien gempa dasar.
Gedung yang terlalu tinggi sehingga optimasi terhadap gempa tidak mencukupi atau momen
penahan tumbang kurang dari 1,5 kali momen tumbang akibat gempa maka gedung ini perlu gaya
pemberat biasanya dengan menambahkan podium dan basemen. Podium dan basemen
membantu memperbesar momen penahan tumbang.
Sistem penahan gaya lateral Pada struktur bangunan tinggi, hal ini penting untuk stabilitas
dan kemampuanbya menahan gaya lateral, baik disebabkan oleh angin atau gempa bumi. Beban
angin lebih terkait pada massa bangunan.
Gaya External
Gaya external adalah gaya yang berasal dari luar bangunan. Gaya yang berasal dari luar
bangunan seperti :
-Gaya angin
-Gempa bumi
-Gaya Internal
Gaya internal adalah gaya yang berasal dari dalam bangunan seperti beban bangunan itu
sendiri. Beban yang ada pada bangunan terbagi dua yaitu beban mati dan beban hidup. -Beban
hidup : berat manusia, lemari, dan benda benda yang dapat dipindahkan. -Beban mati : berat
pondasi, kolom, dinding, dan sebagainya.
Mengontrol Kuat Geser 1 Arah Kerusakan akibat gaya geser 1 arah terjadi pada keadaan
dimana mula- mula terjadi retak miring pada daerah beton tarik (seperti creep), akibat distribusi
beban vertikal dari kolom (Pu kolom) yang diteruskan ke pondasi sehingga menyebabkan bagian
dasar pondasi mengalami tegangan. Akibat tegangan ini, tanah memberikan respon berupa gaya
reaksi vertikal ke atas (gaya geser) sebagai akibat dari adanya gaya aksi tersebut. Kombinasi
beban vertikal Pu kolom (ke bawah) dan gaya geser tekanan tanah ke atas berlangsung
sedemikian rupa hingga sedikit demi sedikit membuat retak miring tadi semakin menjalar keatas
dan membuat daerah beton tekan semakin mengecil. Dengan semakin mengecilnya daerah beton
tekan ini, maka mengakibatkan beton tidak mampu menahan beban geser tanah yang mendorong
ke atas, akibatnya beton tekan akan mengalami keruntuhan
Kerusakan Pondasi Akibat Gaya Geser 1 arah Kerusakan pondasi yang diakibatkan oleh
gaya geser 1 arah ini biasanya terjadi jika nilai perbandingan antara nilai a dan nilai d cukup kecil,
dan karena mutu beton yang digunakan juga kurang baik, sehingga mengurangi kemampuan beton
dalam menahan beban tekan.
Keretakan Pondasi Akibat Gaya Geser 1 arah Mengontrol Kuat Geser 2 Arah (Punching
Shear) Kuat geser 2 arah atau biasa disebut juga dengan geser pons, dimana akibat gaya geser ini
pondasi mengalami kerusakan di sekeliling kolom dengan jarak kurang lebih d/2. Berikut ini
ilustrasinya : Gambar 3. Kerusakan Pondasi Akibat Gaya Geser 2 arah Beban yang bekerja pada
pondasi adalah beban dari reaksi tegangan tanah yang bergerak vertikal ke atas akibat adanya
gaya aksi vertikal kebawah (Pu) yang disalurkan oleh kolom. Tulangan pondasi dihitung
berdasarkan momen maksimal yang terjadi pada pondasi dengan asumsi bahwa pondasi dianggap
pelat yang terjepit dibagian tepi- tepi kolom. Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan pondasi telapak
berbentuk bujur sangkar harus disebar merata pada seluruh lebar pondasi. Perhatikan, meskipun
terlihat cukup banyak element vertikal tetapi yangberupa kolom struktur satu, yaitu yang ke dua
dari sebelah kanan, yang lain adalah kolom praktis yang benar-benar praktis tidak memberi
perlawanan terhadap gaya lateral gempa.
B. PEMBEBANAN PADA BANGUNAN (TINGGI)
Penyaluran Beban Pada bagian diatas telah diketahui gaya yang bekerja pada suatu
bangunan. Gaya tersebut akan mengalami penyaluran beban. Beban-beban tersebut di antaranya:
1. Beban mati: Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang
bersifat tetap, termasuk segala bagian tambahan, mesin-mesin serta perlengkapan tetap yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangunan itu.
2. Beban hidup: Beban hidup adalah beban yang sifatnya dapat beubah-ubah atau
begerak sesuai dengan penggunaan bangunan (ruangan) yang bukan bagian dari konstruksi
bangunan. Beban hidup dapat menopang pada beban mati yang dapat berubah dalam jangka
waktu pendek sesuai pergerakan atau pemindahan benda dan dapat juga berubah dalam jangka
waktu panjang. Adapun jenis beban hidup yang ada pada bangunan meliputi: manusia, furniture,
kendaraan, dan gerakan yang terjadi seperti ledakan.
3. Beban angin: Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau
bagian bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban agin diperhitungkan
karena angin besar dapat menekan bangunan dan mempengaruhi kekuatannya. Bila kecepatan
angin di suatu daerah rata-rata konstan, maka hal ini dapat disebut statis. Apabila perubahannya
besar maka termasuk tekanan dinamis. Tekanan dinamis ini dipengaruhi oleh factor-faktor
lingkungan seperti kekasaran dan bentuk kerampingan bangunan, dan letak bangunan yang
berdekatan satu sama lain.
4. Bebangempa: Beban gempa adalah semua beban static ekivalen yang bekerja pada
bangunan atau bagian bangunan yang menirukan pengaruh dari pergerakan tanah akibat gempa
itu. Pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan analisa dinamik, maka yang diartikan
dalam beban gempa yaitu gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh tanah akibat
gempa itu.
5.Beban additional: Beban additional adalah beban yang memiliki nilai yang lebih besar
dari nilai beban mati atau beban hidup dan merupakan bagian dari struktur yang harus ditinjau.
Diantara beban additional adalah tendon air di atas bangunan, kuda-kuda, tangga, dan lift.
Selain beban yang disebutkan diatas ada juga sifat beban yang ada pada bangunan, jenis
beban tersebut ialah beban vertical dan beban horizontal
1. Beban Vertikal
Pada struktur post and beam, struktur akan memikul beban beban vertikal dan
selanjutnya beban diteruskan ke tanah. Pada struktur jenis ini, balok terletak bebas di
atas kolom. Sehingga pada saat beban menyebabkan momen pada balok, ujung-ujung
balok berotasi di ujung atas kolom. Jadi, sudut yang dibentuk antara ujung balok dan
ujung atas kolom berubah. Kolom tidak mempunyai kemampuan untuk menahan rotasi
ujung balok. Ini berarti tidak ada momen yang dapat diteruskan ke kolom,sehingga
kolom memikul gaya aksial. Apabila suatu struktur rangka kaku mengalami beban
vertikal seperti di atas, beban tersebut juga dipikul oleh balok, diteruskan ke kolom dan
akhirnya diterima oleh tanah. Beban itu menyebabkan balok cenderung berotasi. Tetapi
pada struktur rangka kaku akan terjadi rotasi bebas pada ujung yang mencegah rotasi
bebas balok. Hal ini dikarenakan ujung atas kolom dan balok berhubungan secara kaku.
Hal penting yang terjadi adalah balok tersebut lebih bersifat mendekati balok berujung
jepit, bukan terletak secara sederhana. Seiring dengn hal tersebut, diperoleh beberapa
keuntungan, yaitu bertambahnya kekakuan, berkurangnya defleksi, dan berkurangnya
momen lentur internal. Akibat lain dari hubungan kaku tersebut adalah bahwa kolom
menerima juga momen lentur serta gaya aksial akibat ujung kolom cenderung
memberikan tahanan rotasionalnya. Ini berarti desain kolom menjadi relatif lebih rumit.
Titik hubung kaku berfungsi sebagai satu kesatuan. Artinya, bila titik ujung itu berotasi,
maka sudut relatif antara elemen-elemen yang dihubungkan tidak berubah. Misalnya,
bila sudut antara balok dan kolom semula 900, setelah titik hubung berotasi, sudut akan
tetap 900. Besar rotasi titik hubung tergantung pada kekakuan relatif antara balok dan
kolom. Bila kolom semakin relatif kaku terhadap balok, maka kolom lebih mendekati
sifat jepit terhadap ujung balok, sehingga rotasi titik hubung semakin kecil.
Bagaimanapun rotasi selalu terjadi walaupun besarannya relatif kecil. Jadi kondisi ujung
balok pada struktur rangka kaku terletak di antara kondisi ujung jepit (tidak ada rotasi
sama sekali) dan kondisi ujung sendi-sendi (bebas berotasi). Begitu pula halnya dengan
ujung atas kolom. Perilaku yang dijelaskan di atas secara umum berarti bahwa balok
pada sistem rangka kaku yang memikul beban vertikal dapat didesain lebih kecil
daripada balok pada sistem post and beam. Sedangkan kolom pada struktur rangka
kaku harus didesain lebih besar dibandingkan dengan kolom pada struktur post and
beam, karena pada struktur rangka kaku ada kombinasi momen lentur dan gaya aksial.
Sedangkan pada struktur post and beam hanya terjadi gaya aksial. Ukuran relatif kolom
akan semakin dipengaruhi bila tekuk juga ditinjau. Hal ini dikarenakan kolom pada
struktur rangka mempunyai tahanan ujung, sedangkan kolom pada post and beam tidak
mempunyai tahanan ujung. Perbedaan lain antara struktur rangka kaku dan struktur
post and beam sebagai respon terhadap beban vertikal adalah adanya reaksi horisontal
pada struktur rangka kaku. Sementara pada struktur post and beam tidak ada. Pondasi
untuk rangka harus didesain untuk memikul gaya dorong horisontal yang ditimbulkan
oleh beban vertikal. Pada struktur post and beam yang dibebani vertikal, tidak ada gaya
dorong horisontal, jadi tidak ada reaksi horisontal. Dengan demikian, pondasi struktur
post and beam relatif lebih sederhana dibandingkan pondasi untuk struktur rangka. Ini
merupakan salah satu kerusakan tipikal bangunan-bangunan lama, yang mana
fokusnya masih pada pembebanan vertikal. Perhatikan tembok satu batu saja dengan
ringannya dapat terbelah oleh gempa, juga balok kayu di atas, meskipun masih utuh,
tetapi tidak ada peranannya dalam memikul gaya lateral akibat gempa. Itu merupakan
konstruksi simple beam, sedangkan tembok seperti kolom kantilever, bahkan mungkin
seperti sendi-bebas (tidak stabil terhadap beban lateral).
2. Beban Horisontal
Perilaku struktur post and beam dan struktur rangka terhadap beban horisontal sangat
berbeda. Struktur post and beam dapat dikatakan hampir tidak mempunyai kemampuan
sama sekali untuk memikul beban horisontal. Adanya sedikit kemampuan, pada
umumnya hanyalah karena berat sendiri dari tiang / kolom (post), atau adanya
kontribusi elemen lain, misalnya dinding penutup yang berfungsi sebagai bracing. Tetapi
perlu diingat bahwa kemampuan memikul beban horisontal pada struktur post and beam
ini sangat kecil. Sehingga struktur post and beam tidak dapat digunakan untuk memikul
beban horisontal seperti beban gempa dan angin. Sebaliknya, pada struktur rangka
timbul lentur, gaya geser dan gaya aksial pada semua elemen, balok maupun kolom.
Momen lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (angin dan gempa) seringkali
mencapai maksimum pada penampang dekat titik hubung. Dengan demikian, ukuran
elemen struktur di bagian yang dekat dengan titik hubung pada umumnya dibuat besar
atau diperkuat bila gaya lateralnya cukup besar. Rangka kaku dapat diterapkan pada
gedung besar maupun kecil. Secara umum, semakin tinggi gedung, maka akan semakin
besar pula momen dan gaya-gaya pada setiap elemen struktur. Kolom terbawah pada
gedung bertingkat banyak pada umumnya memikul gaya aksial dan momen lentur
terbesar. Bila beban lateral itu sudah sangat besar, maka umumnya diperlukan
kontribusi elemen struktur lainnya untuk memikul, misalnya dengan menggunakan
pengekang (bracing) atau dinding geser (shear walls).
Efek Kondisi Pembebanan Sebagian Seperti yang terjadi pada balok menerus,
momen maksimum yang terjadi pada struktur rangka bukan terjadi pada saat rangka itu
dibebani penuh. Melainkan pada saat dibebani sebagian. Hal ini sangat menyulitkan
proses analisisnya. Masalah utamanya adalah masalah prediksi kondisi beban yang
bagaimanakah
yang
menghasilkan
momen
kritis.
Persyaratan / Syarat IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal s/d 8 lantai)
Untuk membuat IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal (s/d 8 lantai) pemohon harus melengkapi
beberapa syarat mengurus IMB berupa :
Gambar rancangan arsitektur (terdiri atas gambar situasi, denah, tampak, potongan, sumur
resapan) direncanakan oleh arsitek yang memiliki IPTB, diberi notasi GSB, GSJ dan batas tanah)
Gambar konstruksi serta perhitungan konstruksi dan laporan penyelidikan tanah (direncanakan
oleh perencana konstruksi yang memiliki IPTB)
IPTB (Izin Pelaku Teknis Bangunan) arsitektur, konstruksi dan instalasi ( legalisir asli )
Tahap Pengajuan IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal s/d 8 lantai)
Pertama pemohon datang ke loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kota Administrasi
dimana Anda tinggal, kemudian mengisi formulir yang diajukan, setelah itu menyerahkan syarat-syarat
atau dokumen yang dibawa, kemudian berkas akan diteliti dan akan di survey ke lokasi.
Setelah di survey kemudian petugas akan menghitung besaran retribusi atau biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemohon, kemudian pemohon membayar retribusi yang ditetapkan di bank DKI dan
meminta bukti pembayaran dan kemudian menyerahkannya ke loket PTSP kota Administrasi. Setelah itu
baru IMB dapat diambil oleh pemohon.
Lama Proses Pembuatan IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal (8 Lantai)
Lama pembuatan IMB sendiri adalah 25 hari kerja, sejak dokumen teknis disetujui. Jika sudah jadi
IMB bisa langsung diambil di loket PTSP Kota Administrasi setempat.
Menyertakan Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB/
Blokplan) dari BPTSP
Mencantumkan fotokopi Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) dari Gubernur,
apabila luas tanah daerah perencanaan 5.000 M2 atau lebih.
Gambar rancangan arsitektur (terdiri atas gambar situasi, denah, tampak, potongan, sumur
resapan) direncanakan oleh arsitek yang memiliki IPTB, diberi notasi GSB, GSJ dan batas tanah)
Rekomendasi hasil persetujuan Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK), apabila luas bangunan 9
Lantai atau lebih,
Persetujuan Hasil Sidang TPKB, apabila ketinggian bangunan 9 lantai atau lebih dan atau
bangunan dengan basement lebih dari 1 lantai, atau bangunan dengan struktur khusus.
Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD apabila luas bangunan 2.000 sampai dengan 10.000 M2,
atau Rekomendasi AMDAL apabila luas bangunan lebih dari 10.000 M2.
Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari Pemilik
Bangunan.
Alur Membuat IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal) 9 Lantai atau lebih
Untuk mengurus IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal) 9 lantai ini, setiap pemohon yang
berdomisili di Jakarta terlebih dahulu mengisi formulir pendaftaran di loket Badan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (BPTSP) Kantor Provinsi DKI Jakarta.
Di sana pemohon juga diwajibkan untuk menyertakan persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan, kemudian berkas-berkas yang telah masuk akan diteliti dan disidangkan oleh Tim Penasehat
Arsitektur Kota (TPAK). Setelah lulus maka akan disidangkan kembali berdasarkan Pencanaan Struktur
oleh Tim Penasehat Konstruksi Bangunan (TPKB) dan Perencanaan Instalasi dan M&E ke Tim Penasehat
Instalasi Bangunan (TPIB).
Kemudian petugas akan menghitung besarnya retribusi/biaya IMB, setelah itu pemohon harus
segera membayar biaya retribusi IMB melalui Bank DKI dan meminta tanda bukti pembayaran yang
kemudian diserahkan ke loket BPTSP di kantor Provinsi DKI Jakarta, setelah itu maka berkas permohonan
IMB dapat diterbitkan.
IMB yang telah diterbitkan akan diinformasikan melalui SMS atau telepon kepada pemohon dan
IMB dapat diambil oleh pemohon di loket PBTSP.
Persyaratan :
(1) Surat Permohonan Pemilik bermaterai Rp. 6000
(2) Foto copy surat ijin yang dimiliki Rumah Sakit
(3) Surat pernyataan dari pemilik bahwa sanggup mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang
kesehatan
(4) Dokumen UKL/UPL
(5) Ijin Undang-undang gangguan (HO/SITU)
(6) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
(7) Rekomendasi dari :
- Dinas Kesehatan Kab/Kota
- PERSI
- Bupati/Walikota
(8) Struktur organisasi
(9) Daftar ketenagaan medis, paramedis dan non medis
(10 Data Kepegawaian Direktur RS
)
- Ijazah Dokter
- Surat Penugasan (SP/STR)
- Surat selesai melaksanakan masa bakti
: 37,50 are
: 18,75 are
Persyaratan :
(1) Surat permohonan pemilik bermaterai Rp. 6000,Foto copy surat ijin yang dimiliki Rumah Sakit PMA :
(2) - Badan Koordinasi Penanaman Modal
- Badan Penanaman Modal Provinsi Bali
(3) Surat pernyataan dari pemilik bahwa sanggup mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku di
bidang kesehatan
(4) Dokumen UKL / UPL
(5) Ijin Undang-undang gangguan (HO)
(6) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
(7) Rekomendasi dari :
- Dinas Kesehatan Kab/Kota
- PERSI
- Bupati/Walikota
(8) Struktur organisasi
(9) Daftar ketenagaan medis, paramedis dan non medis :
- 65 % tenaga lokal / dalam negeri
- Minimal 13 jenis spesialisasi
- Semua tenaga purna waktu
- Tenaga medis asing mendapat persetujuan dari konsil kedokteran
Indonesia (KKI)
- Tenaga kesehatan asing (TKKA) lainnya mendapat persetujuan dari Menkes RI c.q. Dirjen
Bina Yanmedik Spesialistik
(10 Data Kepegawaian Direktur (tenaga lokal)
- Ijasah Dokter
- Surat Penugasan (SP)
- Surat selesai melaksanakan masa bakti
- Surat Ijin Praktek
- Surat lolos butuh / pensiun
- Surat pengangkatan sebagai Direktur oleh pemilik
- Surat tidak keberatan sebagai Direktur dan penanggungjawab
- Surat pernyataan tunduk, taat pada peraturan, sanggup bekerja full timer dan tidak
bekerja sebagai tenaga purna waktu di tempat lain
Keterangan : Rencana pengangkatan dan pemberhentian Direktur atas sepengetahuan Dirjen
Yanmedik
(11 Data Kepegawaian Lokal
- Ijasah dokter
- Surat Penugasan (SP)
- Surat ijin praktek (SIP)
- Surat Ijin Tempat Praktek (SITP)
- Surat pengangkatan sebagai tenaga dokter purna waktu di RS dari pemilik (unutk tenaga
purna waktu)
- Surat ijin atasan langsung untuk tenaga paruh waktu
Data Kepegawaian Dokter Asing
- Ijasah dokter dari negara asal
- STR sementara / bersyarat dar KKI
- Dokumen lain (f.c. paspor, IMTA, RPTKA)
(12 Data Kepegawaian Paramedis dan Non Madis Lokal
- Ijasah paramedis perawat/Bidan
- SIP Perawat/Bidan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
- Pelayanan Penunjang
Ruang RM
Laboratorium
Radiologi
Farmasi
Pelayanan Sterilisasi
Resepsionis
Kamar Jenazah
Ruang Admin
Ruang Radiologi
Ruang Dapur Sajii
(7) Ruang Genzet
(8) Incinerator
(9) Instalasi air bersih
- PDAM
- Sumur
(10) Listrik
- Rumah Sakit mampu menyediakan listrik selama 24 jam secara terus menerus
- Tersedia cadangan tenaga listrik / genzet
(11) Pembuagan air limbah
- Kamar operasi
- Laboratorium
- Radiologi
- Septik Tank Khusus
10.
Mekanisme sarana kesehatan untuk mendapatkan izin menggunakan tenaga asing
(1) Sarana pelayanan kesehatan yang berijin (Permenkes No 920/Menkes/Per/XII/86 mengajukan
permohonan penggunaan tenaga kerja asing ke Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi untuk
memperoleh rencana penggunaan tenaga kerja asing (RTPKA)
(2) Calon TKKA mengurus kartu ijin tinggal terbatas (KITAS) ke Dirjen Imigrasi
(3) Adaptsi calon TKKA dilakukan di institusi pendidikan yang ditunjuk Menkes selama 3-6 bulan
(4) Surat tanda registrasi (STR) didapatkan setelah lulus uji kompetensi
(5) STR digunakan sebegai kelengkapan permohonan rekomendasi penggunaan TKKA ke Dinas
Kesehatan provinsi setempat
(6) Sarana pelayanan Kesehatan pengguna TKKA mengajukan permohonan rekomendasi penggunaan
TKKA ke Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melengkapi persyaratan :
- Biodata TKKA
- Pasfoto ukuran 4 x 6 (2 lembar)
- Foto copy paspor / KTP yang masih berlaku
- Foto copy sertifkat / ijazah yang dilegalisir oleh instansi yang berwenang di negaranya
- Rekomendasi dari organisasi profesi di negaranya
- Rekomendasi dari Depkes / Instansi kesehatan minimal tingkat provinsi di negaranya
- Surat keterangan praktek yang diterbitkan oleh institusi tempat bekerja
- Deskripsi keahlian
- Rencana alih teknologi
- Surat pernyataan sanggup melaksanakan alih teknologi
- Surat ijin yang dimiliki oleh instansi perekrut TKKA
- Surat pernyataan sanggup sebagai pendamping
- Foto copy surat ijin yang dimiliki oleh tenaga pendamping
- Surat tanda terdaftar sebagai anggota di asosiasi sejenis di Indonesia
- Semua dokumen diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia oleh institusi
terdaftar
(7) Permohonan penggunaan TKKA diajukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi ke Menteri Kesehatan c.q.
Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kerja Luar Negeri (Puspronakes LN) dengan tembusan
Sekretaris Jenderal, Direktur Bina Pelayanan Medik, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
(8) Dokumen akan dinilai bersama dan dibahas dalam Tim verifikasi (lintas program terkait Depkes RI)
kemudian akan mengusulkan pemberian rekomendasi bagi TKKA yang memenuhi persyaratan
kepada Sekretaris Jenderal Depkes RI. Rekomendasi / Surat persetujuan Menkes RI bagi TKKA akan
dikirimkan ke sarana pelayanan kesehatan yang mengajukan permohonan.
(9) Selanjutnya sarana pelayanan kesehatan mengajukan permohonan ke Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk mendapatkan ijin mempekerjakan tenaga kesehatan asing (IMTA) baru dengan
melengkapi persyaratan terlampir
(10 Menakertrans mengeluarkan ijin bekerja bagi TKKAS yang telah mendapatkan persetujuan Menkes
)
RI
11.
Izin Operasional Klinik Khusus
(Permenkes RI No. 920/menkes/Per/XII/86)