Seakan merupakan tugas hidup yang tak pernah berhenti, malam hari ini Cak Nun dan
KiaiKanjeng berada di kompleks Pondok Pesantren Nurul Ummahat Kotagede Yogyakarta untuk
Maiyahan bersama para santri dan masyarakat Kotagede. KH. Abdul Muhaimin selaku pengasuh
ponpes sengaja mengundang Cak Nun dan KiaiKanjeng untuk menjadi sumur utama dalam acara
yang bermaksud memeringati Haul Gus Dur ke-6. Itulah sebabnya, Sinau Bareng malam ini
bertema Belajar Kepada Manusia Gus Dur. Juga sudah hadir pada malam ini adalah Alissa
Wahid, putri Gus Dur.
Lainnya
Sinau Bareng Masjid Al-Falah Philadelphia
yang kedua adalah punokawan. Mbah Hasyim, Gus Dur dll itu masuk pada kategori yang
pertama. Nah saya masuk ke golongan yang kedua, yaitu Punokawan bersama Cak Durasim,
Asmuni, dan Gombloh. Di situlah maqam saya. Selain itu Cak Nun juga akan lebih banyak
melalulintaskan acara dengan memberi kesempatan yang cukup kepada narasumber dan para
jamaah untuk mengungkapkan refleksi, pemahaman, atau apa saja yang terkait dengan Gus Dur.
Jika ada pandangan yang perlu direspons, Cak Nun akan coba merespons, menggarisbawahi,
atau menarik benang merah.
Tetapi Mbak Alissa relatif memahami posisi Cak Nun. Sedari bertemu di rumah Pak Yai
Muhaimin tadi, Mbak Alissa sudah curhat dan mengemukakan kegelisahan akan kondisi negeri
ini. Juga situasi NU. Cak Nun merespons dengan jelas dan tegas, bahwa NU harus segera
berbenah dan diperbaiki. Mendapatkan kesempatan pertama berbicara, Mbak Alissa
mengungkapkan, Saya senang, dalam acara yang sangat cair ini, justru tersampaikan banyak
makna. Saya mau menangis, saat Cak Nun mengatakan anak-anak muda mulai bersemi. Karena
tadi saya mengeluh kepada Cak Nun sebagai kakak saya dan sebagai orang yang pernah berjuang
bersama Gus Dur, mau dibawa kemana negeri ini. Rakyat kalah terus. Kanan-kiri penuh masalah.
Doa al-Fatihah yang dipimpin Cak Nun untuk Gus Dur dan para lelulur menurut saya lebih dari
gelar pahlawan. Gelar pahlawan adalah gelar materi. Sedangkan al-Fatihah adalah bekal atau
sangu di alam barzakh.
Kemudian mbak Alissa menggambarkan sosok Gus Dur. Gus Dur tidak membela kelompok
manapun, beliau hanya berjuang melaksanakan surat al-Maidah ayat 8. Gus Dur juga tak perlu
dipuja-puji. Beliau adalah seorang guru, tetapi juga mengambil dari guru-guru lain. Dan semua
ini adalah implementasi dari semangat yang ditanamkan oleh Mbah Hasyim Asyari dan MbahMbah lain saat meletakkan aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) sebagai dasar bagi NU, yaitu sikap
tasammuh dan tawassuth.
Kyai Muhaimin sebagai memang mengundang sejumlah tokoh dari agama-agama lain, dan
hampir semuanya menyatakan kebahagiaannya melihat kebersamaan pada Sinau Bareng ini.
Tokoh-tokoh ini diminta menyampaikan pesan, kesan, dan pandangannya mengenai Gus Dur.
Tampaknya mereka baru kali ini menghadiri Maiyahan secara langsung. Berbagai ungkapan
disampaikan. Ada satu yang mengawali uraiannya dengan menyapa hadirin dengan salam dari
beberapa agama. Tentang hal ini, Cak Nun sejenak menarik ke inti dengan menguraikan
kandungan makna salam atau assalamualaikum arahmatullahi wabarokatuh. Itu adalah
komitmen dari yang mengucapkan salam untuk saling mengamankan, serta agar semua bisa
menjelma rahmat dan barokah. Islam itu tatanan dari Allah di antaranya dengan memerintahkan
manusia jadi khalifah sehingga mereka harus saling menyelamatkan. Salam itu karenanya
relevan diucapkan kepada siapapun saja. Pahami dulu salam tanpa lembaga. Anda mengerti dulu
esensinya.
Merasakan aura dan suasana Maiyahan malam ini, beberapa tokoh agama lain menyatakan,
Dengan cara yang cair, pengajaran iman menjadi bisa diwartakan. Saya rasa saya lebih ingin
mendengarkan Cak Nun, walaupun ada sedikit yang ingin saya sampaikan mengenai Gus Dur.
Secara umum beliau-beliau ini mengungkapkan apresiasi dan penghargaan kepada Gus Dur
sebagai salah satu tokoh bangsa Indonesia. Di akhir memandu para narasumber itu, Kyai
Muhaimin sempat menyinggung mengenai pluralisme yang banyak diplesetkan.