MODUL: DEMAM
DEMAM
68
MODUL : DEMAM
Tujuan Pembelajaran
Umum
Mahasiswa diharapkan
dapat:
Menjelaskan definisi,
etiologi, diferensial
diagnosis,
patomekanisme
demam
Mengetahui
penatalaksanaan dan
pencegahan demam
Tujuan Pembelajaran
Khusus
Mahasiswa diharapkan dapat:
Menjelaskan
patomekanisme demam
Melakukan
anamnesis
dan pemeriksaan fisis
untuk
menetapkan
diagnosis
Melakukan interpretasi
hasil
pemeriksaan
penunjang
untuk
diagnosis
Menetapkan
diagnosis
banding
Mengusulkan
pemeriksaan penunjang
untuk
menegakkan
diagnosis
mengetahui tatalaksana
demam
mengetahui prognosis
Metode
BST
CRS
69
70
PANDUAN PRESEPTOR
DEMAM
Definisi
Demam didefinisikan sebagai keadaan kenaikan suhu tubuh. Batas kenaikan suhu
adalah 100F (37,8C) bila diukur secara oral atau di atas 101 nF (38,4C) pada
pengukuran di rektal. Suhu tubuh normal pada anak berkisar antara 36,1-37,8C
(97-100F) atau (37 + 1-1,5)C. Kepustakaan lain membatasi demam menurut
tempat pengukuran yaitu pada pengukuran rektal batas suhu normal sampai 38C
(100,4F), oral 37,6C (99,7F), aksila 37,2C (99F) atau aksila 37C dan rektal
37,2-37,5C. Dikenal variasi diurnal pada tubuh, yaitu suhu terendah di pagi hari
pukul 02.00-06.00 sebelum bangun tidur dan suhu tertinggi di sore hari pukul
17.00-19.00, perbedaan kedua waktu pengukuran dapat mencapai 1C (1,8F),
fluktuasi ini lebih besar pada anak daripada orang dewasa terutama selama episod
demam. Lorin membatasi suhu tubuh normal tertinggi 38,5C (101F) pada
pengukuran rektal di sore hari atau setelah berolah raga. Dengan demikian untuk
menetapkan seorang anak menderita demam atau tidak harus diperhatikan kondisi
pengukuran, waktu dan di bagian tubuh mana suhu tubuh tersebut diukur.
Hiperpireksia didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh 41C atau lebih.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi berat, kerusakan hipotalamus atau
perdarahan SSP dan memerlukan terapi. Sedangkan demam tanpa kausa jelas atau
fever of unknown origin (FUO) adalah kedaan temperatur tubuh minimal 37,838C terus menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu tanpa
diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Lorin dan
Feigin mendefinisikan, demam tanpa kausa jelas sebagai timbulnya demam 8 hari
atau lebih pada anak setelah dilakukan anamnesis dengan teliti dan cermat,
sedangkan pada pemeriksaan FISIS serta pemeriksaan laboratorium awal, tidak
ditemukan penyebab demam tersebut. Sedangkan Bherman membatasi demam
berkepanjangan pada anak sebagai demam yang menetap lebih dari 7-10 hari
tanpa diketahui sebabnya. Kepustakaan lain membatasi demam berke-panjangan
pada anak sebagai (1) Riwayat demam lebih dari 1 minggu, (2) Demam tercatat
71
selama perawatan di rumah sakit., (3) Tidak ditemukan diagnosis setelah dicari
penyebabnya selama 1 minggu di rumah sakit.
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.
Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas.
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur, disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada
keadaan mi tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus
berada dalam keadaan normal.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis
pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen
berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam
dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1,
tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah pirogen endogen.
Etiologi
Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada anak,
ialah penyakit infeksi (50%) diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%), neoplasma
(7%), inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi
meliputi sindrom virus, infeksi respiratori atas, respiratori bawah, traktus
urinarius, gastrointestinal, osteomielitis, infeksi susunan saraf pusat, tuberkulosis,
bakteremia, endokarditis bakterialis subakut, mononukleosis, abses, bruselosis,
dan malaria, sedangkan penyakit vaskular-kolagen meliputi artritis reumatoid,
SLE dan vaskulitis. Keganasan yang sering menimbulkan demam tanpa kausa
jelas
adalah
leukemia,
limfoma
dan
neuroblastoma.
Bannister
dkk
72
73
74
Fever without
localizing
source
Fever of
Unknown
Origin
Fever with
Rash
Definisi
Gejala demam akut disertai
fokus infeksi yang dapat
didiagnosis berdasarkan
anamnesis & pemeriksaan
fisis
Gejala demam akut tanpa
disertai fokus infeksi
setelah dilakukan
anamnesis & pemeriksaan
fisis
Demam minimal setelah 3
minggu, namun diagnosis
belum dapat ditegakkan
setelah 1 minggu dilakukan
pemeriksaan di rumah sakit
Gejala demam
disertai/diikuti ruam
Penyebab
terbanyak
Infeksi saluran
respiratori atas
Lama Demam
< 1 minggu
< 1 minggu
Infeksi, Juvenil
Rheumatoid Arthritis
(JRA)
> 1 minggu
Infeksi virus
(morbili, varisela,
rubela), infeksi
bakteri (demam
skarlatina)
< 1 minggu
Penunjang
Meningitis
Otitis media
Mastoiditis
Osteomielitis
Artritis septik
Pneumonia
Batuk dengan nafas yang cepat, retraksi pada dinding dada bagian
bawah, demam, pada auskultasi: crackles, hidung kemerahan,
75
grunting
Infeksi saluran
respiratori atas
karena infeksi virus
Abses tenggorokan
Sinusitis
Nyeri tekan atau nyeri perkusi pada area sinus, bau nafas pada
hidung
Dengue
Penunjang
Malaria
Septikemia
Demam Tifoid
Infeksi saluran
kemih
Demam yang
disebabkan infeksi
HIV
Penunjang
Measles/Morbili
Infeksi virus
76
Infeksi Streptokokus
Demam relaps
Demam tifoid
Dengue
Perdarahan
hidung/
gusi/
saluran
hepatosplenomegali, syok, nyeri abdomen
cerna,
petekie,
Penunjang
Demam tanpa fokus infeksi yang jelas (abses dalam), masa
berfluktuasi, nyeri lokal, tanda spesifik tergantung lokasi:
subphrenic, psoas, retroperitoneal, paru, ginjal, dll
Infeksi salmonella Anak dengan sickle-cell disease, osteomielitis/ artritis pada bayi,
(non thypoidal)
anemia yang disebabkan malaria
77
Demam reumatik
Infeksi Endokarditis
Tuberkulosis milier
Berat
badan
menurun,
anoreksia,
keringat
malam,
hepatosplenomegali, batuk, tes tuberkulin (-), Riwayat keluarga
TB (+), foto torak: gambaran miliari
JRA
SLE
Keganasan
78
Untuk mencari etiologi demam tanpa kausa jelas, seorang dokter perlu
memiliki wawasan luas dan melakukan pendekatan yang terorganisasi dengan
rnempertimbangkan usia anak, tipe demam, daerah tinggal anak atau pernahkah
bepergian ke daerah endemis penyakit tertentu, dan sebagainya. Pendekatan
tersebut memerlukan anamnesis lengkap dan rinci. Dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisis lengkap dan teliti serta berbagai pemeriksaan penunjang yang
dimulai dengan pemeriksaan rutin seperti darah tepi, feses dan urin lengkap.
Behrman membuat beberapa tahapan algoritmik dalam penata-laksanaan demam,
yaitu:
1. Tahap pertama, anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium tertentu.
Setelah itu dievaluasi untuk menentukan apakah ada gejala dan tanda spesifik
atau tidak.
2. Tahap kedua, dapat dibagi 2 kemungkinan, yaitu :
a. Bila ditemukan tanda dan gejala fokal tertentu maka dilakukan
pemeriksaan tambahan yang lebih spesifik yang mengarah pada penyakit
yang dicurigai.
b. Bila tidak ada tanda dan gejala fokal, maka dilakukan pemeriksaan ulang
darah lengkap. a dan b kemudian dievaluasi untuk dilanjutkan dengan
tahap 3.
3. Tahap ketiga, terdiri dari pemeriksaan yang lebih kompleks dan terarah,
konsultasi ke bagian lain dan tindakan invasif dilakukan seperlunya.
Lorin dan Feigin melakukan pendekatan melalui dua tahap, yaitu evaluasi
klinis dan laboratorium. Evaluasi klinis mengutamakan anamnesis dan
pemeriksaan fisis lengkap dan serinci mungkin yang dilakukan dengan cermat dan
berhati-hati serta berulang-ulang. Pemeriksaan fisis juga perlu diulang karena
kemungkinan berubah setelah beberapa hari setelah terdapat tanda atau gejala
klinis yang jelas yang sebelumnya tidak ada. Evaluasi laboratorium harus
dikerjakan langsung, selengkap mungkin, mengarah ke diagnosis yang paling
mungkin dan diulang seperlunya. Dengan cara ini diperoleh sejumlah data yang
digunakan sebagai data dasar dan dievaluasi untuk menentukan tindakan diagnosis
selanjutnya. Bila anak dalam keadaan kritis pemeriksaan harus dilakukan
secepatnya. Kadang-kadang demam telah hilang sebelum diagnosis pasti
ditegakkan dan sebelum prosedur diagnosis invasif dilakukan. Lorin dan Feigin
79
menulis tentang petunjuk diagnosis pada anak dengan FUO. Untuk menegakkan
diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan selengkap mungkin, sedangkan
pemeriksaan laboratorium di-lakukan secara bertahap. Jacobs dkk mengusulkan
pendekatan diagnosis FUO dengan melakukan pencatatan timbulnya demam
untuk memastikan bahwa demam tersebut tidak disengaja. Anamnesis dilakukan
selengkap mungkin, pemeriksaan fisis terinci dan berulang-ulang mungkin dapat
menemukan hal yang sebelumnya tidak ditemukan dan merupakan kunci
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan secara bertahap dari yang rutin
sampai yang paling canggih seperti CT scan dan MRI. Dari literatur di atas jelas
terlihat bahwa seorang anak yang datang berobat ke rumah sakit dengan demam
lebih dari satu minggu pernah sekali menjalani pemeriksaan yang sangat teliti,
sesuai dengan tatalaksana tertentu.
Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan selengkap dan seteliti mungkin serta berulang kali
dalam beberapa hari oleh karena seringkali pasien atau orangtua mengingat suatu
hal yang sebelumnya lupa diberitahukannya.
Usia
Usia harus diperhatikan, oleh karena pada anak di bawah 6 tahun sering menderita
infeksi saluran kemih (ISK), infeksi lokal (abses, osteomielitis) dan juvenile
rheumatoid arthritis (JRA). Sedangkan anak yang lebih besar sering menderita
tuberkulosis, radang usus besar, penyakit auto-imun dan keganasan.
Karakteristik Demam
Karakteristik demam (saat timbul, lama dan pola/ tipe) dan gejala non-spesifik
seperti anoreksia, rasa lelah, menggigil, nyeri kepala, nyeri perut ringan dapat
membantu diagnosis. Pola demam dapat membantu diagnosis, demam intermiten
terdapat pada infeksi piogenik, tuberkulosis, limfoma dan JRA, sedangkan demam
yang terus menerus dapat terjadi pada demam tifoid. Demam yang relaps dijumpai
pada malaria, rat-bite fever, infeksi borelia dan keganasan. Demam yang rekurens
80
lebih dari satu tahun lamanya mengarah pada kelainan metabolik, SSP atau
kelainan pada pusat pengontrol temperatur dan defisiensi imun
Data Epidemiologi
Riwayat kontak dengan binatang (anjing, kucing, burung, tikus) atau pergi ke
daerah tertentu perlu ditanyakan, demikian pula latar belakang genetik pasien
perlu diketahui serta terpaparnya pasien dengan obat (salisilism).
Pemeriksaan Fisis
Pada kasus FUO diperlukan pemeriksaan fisis lengkap, kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Sumber demam mungkin terlihat
dengan melakukan palpasi pada sendi yang bengkak. Pemeriksaan fisis tidak
hanya pada hari pertama, tetapi sebaiknya diulang sampai diagnosis dapat
ditegakkan. Pembesaran kelenjar getah bening regional dapat timbul akibat proses
infeksi lokal, sedangkan pembesaran kelenjar getah bening umum mungkin
disebabkan infeksi sistemik meliputi keganasan dan berbagai proses inflamasi.
Adanya artralgia, artritis, mialgia atau sakit pada anggota gerak mengarah
pada penyakit vaskular-kolagen. Apabila ditemukan kelainan bunyi jantung harus
dipikirkan endokarditis, gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, adanya darah
pada tinja, diare atau kehilangan berat badan mengarah pada inflamasi di usus
besar. Nyeri perut atau adanya massa mungkin timbul menyertai ruptur apendiks.
Ikterus mengarah kepada hepatitis, sedangkan ruam menunjukkan penyakit
vaskular-kolagen, keganasan atau infeksi. Faringitis, tonsilitis atau abses peritonsil
dapat disebabkan oleh bakteri atau infeksi mononukleosis, CMV, tularemia atau
leptospirosis.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang untuk menegakkan
penyebab demam sangat diperlukan. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan
tidak serentak. Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan derajat
penyakit pasien.
81
Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi
bila penyakit lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara
bertahap. Pemeriksaan awal dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung
jenis, trombosit, feses lengkap dan urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah,
biakan darah, biakan urin, kalau perlu dilakukan hapusan tenggorok.
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,
apalagi bila disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan
darah perifer perlu dikonsultasikan kepada ahli hematologi/ onkologi serta
dilakukan pungsi sumsum tulang. Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung
jenis mengarah pada mononukleosis atau infeksi virus sedangkan neutropenia
berat pada pasien yang sakit ringan sampai sedang bisa disebabkan oleh berbagai
infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED menunjukkan adanya infeksi
dan penyakit vaskular-kolagen. Anemia hemolitik bisa terdapat pada penyakit
vaskular-kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non-hemolitik mengarah
pada penyakit kronik atau keganasan. Piuria dan bakteriuria menunjukkan infeksi
saluran kemih, hematuria menunjukkan kemungkinan endokarditis.
Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan foto
mastoid dan sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi
tertentu. Uji untuk HIV seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik
lain dapat dilakukan untuk shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi
mononukleosis, CMV, tokso-plasmosis dan beberapa infeksi jamur. CT-scan dapat
membantu meng-identifikasi lesi di kepala, leher, dada, rongga peritoneum, hati,
limpa, kelenjar getah bening intra abdominal dan intra toraks, ginjal, pelvis dan
mediastinum. CT-scan atau USG juga dapat membantu dalam melakukan biopsi
atau aspirasi pada daerah yang dicurigai terdapat lesi. Cara ini dapat mengurangi
laparotomi eksplorasi atau torakostomi. Biopsi kadang-kadang dapat membantu
menegakkan diagnosis FUO.
Sumber Pustaka:
1.
82
2.
3.
4.
Isaacs D, May M. Rash and fever. Dalam: Field DJ, Isaacs D, Stroobant J,
penyunting. Tutorials in paediatric differential diagnosis. Edisi ke-2.
Philadelphia: Elseiver Churchill livingstone; 2005. hlm. 234-44.
5.
Powell KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, penyunting. Nelson textbooks of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:
WB Sauders; 2007. hlm. 1084-93.
I. ANAMNESIS
1
2
3
4
83
84
1
2
3
4
5
85
8
9
10
1
2
3
4
5
1
2
3
4
1
2
3
4
pembesaran KGB?
Dada (toraks): gerakan simetris/tidak?, retraksi
interkostal?
Jantung: murmur?, redup?
Paru: slem?, crackles?, wheezing?
Abdomen:
retraksi
epigastrium?
nyeri
epigastrium? hepatosplenomegali?
Ekstremitas: pembengkakan sendi? akral hangat?
capillary refill time?
Kulit: ada ruam?
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap, MDT, diffcount, apus
darah tebal
Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan fungsi hati, DIC profile
Spesifik: anti dsDNA, ANA test, ASTO, kultur
darah
IV. DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil anamnesis sebutkan!
Berdasarkan pemeriksaan fisis sebutkan!
Hasil pemeriksaan Lab, serologis
Diagnosis kerja!
V. TATALAKSANA KASUS
Sampaikan
penjelasan
mengenai
rencana
pengobatan kepada pasien atau keluarga pasien
Umum: simtomatik & suportif
Khusus
Follow-up pasien, evaluasi hasil pengobatan,
adakah komplikasi atau membaik?
86