Anda di halaman 1dari 96

DAFTAR ISI

Halaman
ASUHAN KEPERAWATAN TUJUH DIAGNOSA
KEPERAWATAN JIWA
1. Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial

2. Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi


18
3. Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

37

4. Asuhan Keperawatan Perubahan Proses Pikir Waham


5. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

65i

6. Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri

79

7. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri

89

DAFTAR PUSTAKA

94

50

ISOLASI SOSIAL
I. DEFINISI
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian,
dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain
( Balitbang, 2007 )
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpresonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah percobaan menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. (Keliat, budi
anna 1998)
Kesimpulan : isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana indifidu
tidak mau mengadakan interaksi terhadap komunitas disekitarnya,
atau sengaja menghindari untuk berinteraksi yang dikarnakan orang
lain atau keadaan disekitar diangap mengancam bagi indifidu tersebut.

II. TANDA DAN GEJALA


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.

Mengisolasi diri
Aktivitas menurun
Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
Asupan makanan dan minuman terganggu
Kurang energi ( tenaga )
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Kurang spontan
Ekspresi wajah kurang berseri
Rendah diri
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya
padaposisi tidur)

III. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Factor predisposisi

1. Faktor tumbuh kembang


Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang
sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh
kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang
harus dilalui indifidu dengan sukses, karna apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat
perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih
sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi
akan membari rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya.
2. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, fakor
genetic dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive
ada bukri terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam
perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
3. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya
angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang
lain.
4. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
b. Factor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
indifidu untuk brhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
1. Stressor sosial kultur

Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar


dan berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan
orang terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas
tinggi.

IV.

MEKANISME KOPING

Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi


kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri
adalah proyeksi dan represi :
Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi
,mencurahkan emosi kepada oranglain. Karena kesalahan yang
dilakukan sendiri.
Regresi adalah menghindari setres,kecemasan dengan
menampilkan prilaku kembali seperti pada perkembangan anak
Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang
menyakitkan atau komflik atau ingatan dari kesadaran yang
cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.

V.

RENTANG RESPON
Manusia adalah mahluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang
positif, hubungan interfersonal yang sehat terjadi. Jika individu yang
terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas peribadi
masih tetap dipertahankan. Jika perlu untuk membina perasaan saling
tergantung yang merupakan kesimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan Perilaku yang teramati pada
respon sosial maladaptif mewakili upaya individu untuk mengatasi
ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut,
kemarahan,malu,rasa bersalahdan merasa tidak aman. Sering kali
respon yang terjadi meliputi menipulasi , narkisme impulsif.

Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 hal 277)

Keterangan dari rentang respon sosial:


Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaaan yang berlaku dimana individu tersebut
menyelesaikan masalahnya masih dalam bata normal.
Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalahnya.yang sudah menyamping dari normanorma sosial dan kebudayaan suatu tempat.prilaku yang
berhubungan dengan respon sosial maladaptive, adalah
menipulasi, impulsive dan narkisme , prilaku yang brhubungan
dengan respon sosial maladaptive, adalah menipulasi , impulsive
dan narkisme prilaku yang berhubungan dengan respon sosial mal
adaptif
1. Solitut ( Menyendiri )
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan
seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya.
2. Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan ( Mutualisme )
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan
interpersonal.

4. Saling Ketergantungan ( Interdependent )


Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya
perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6.

Menarik Diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan
dengan orang lain atau lingkungannya.

7. Ketergantungan ( Dependent )
Suatu keadaan individu yang tidak menyadari, tergantung pada
orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dengan oraang
lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10.Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaandan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak medukungnya.
VI.

POHON MASALAH
DPD

Gangguan sensori presepsi halusinasi

intoleran aktifitas

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

koping keluarga tidak efektif

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi sosial menarik diri
2. Ganguan konsep diri : harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri; mandi

VIII. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
Tujuan : Setelah tindakan keperawatan,Klien mampu
1)
Membina hubungan saling percaya
2)
Menyadari penyebab isolasi social
3)
Berinteraksi dengan orang lain
Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan

Untuk Pasien
SP 1

untuk keluarga
SP 1

1. Mengidentifikasi

1. Menjelaskan masalah

penyebab isolasi sosial

yang dirasakan keluarga

pasien

dalam merawat pasien

2. Berdiskusi dengan pasien

2. Menjelaskan pengertian,

tentang keuntungan

tanda dan gejala isolasi

berintraksi dengan orang

sosial yang dialami

lain

pasien serta proses

3. Berdiskusi dengan pasien


tentang kerugian tidak

terjadinya
3. Menjelaskan cara

berinteraksi dengan

merawat pasien dengan

orang lain

isolsi sosial

4. Mengajarkan pasien cara


berkenalan dengan satu
orang
5. Menganjurkan pasien
memasukkan kegiatan
latihan berbincangbincang dengan orang
lain dalam kegiatan
harian
SP 2

SP 2

1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan
kepada pasien
mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu

1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
isolasi sosial
2. Melatih keluarga
melakukan cara

orang

merawat langsung

3. Membantu pasien

pasien isolasi sosial

memasukkan kegiatan
berbincang-bincang
dengan orang lain
sebagai salah satu
kegiatan harian
SP 3

SP 3

1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberi kesempatan

1. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah

kepada pasien untuk

termasuk minum obat

berkenalan dengan dua

(dischange planning)

orang atau lebih


3. Menganjurkan pasien

2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang

memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

IX. PENATALAKSANAAN MEDIS


Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit
skizofrenia termasuk isolasi sosial adalah :
Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gejala gangguan jiwa. Yang
tergolong dalam pengobatan psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai
realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak
terkendali tidak mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis,
epilepsy, kelainan jantung, febris, ketergantungan oba.t
2) Haloperidol (HLP)

Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam


fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari hari dengan efek
samping yaitu : penyakit hati, penyakit darah ( anemia, leucopenia,
agranulositosis), epilepsy, kelainan jantung, febris, dan ketergantungan
obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis
dengan efek samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urin. Kontra indikasinya yaitu hipersensitif terhadap
tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan obstruksi
saluran cerna.
Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang
menghasilkan efek samping tetapi dengan menggunakan arus listrik.
Tujuan untuk memperpendek lamanya skizofrenia dan dapat
mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan kekuatan 75 100
volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan terapi
obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan
skizofrenia akut.
Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik terapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering
tetapi singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi
kebutuhan sehari-hari, libatkan klien TAK.
X. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus
pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan
(Keliat, 2005).
Hasil yang diharapkan pada klien, yaitu:

klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang

lain,
klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri,

klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial,


klien dapat melaksanakan hubungan sosial,
klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan

sosial dengan orang lain, kelompok.


Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas

hubungan sosial,
klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronik
3. Defisit perawatan diri (mandi)
ANALISA DATA
DATA
DS : klien
mengatakan
merasa sendiri
dan lebih enak
sendiri serta tidak
mempunyai orang
yang berarti di
dunia ini
DO : Mengisolasi
diri
Afek sedih
Tidak ada kontak
mata
Klien sulit diajak
berinteraksi
Tidak mau
berbicara
DS :
klien mengatakan
kepalanya terasa
gatal namun
dirinya selalu
mandi dan
kramas setiap
hari.
DO :

ETIOLOGI
Riwayat masuk(RSJ)> 6
bulan

MASALAH
KEPERAWATAN
Isolasi sosial

Perawatan di RSJ tidak


dilanjutkan
Pasien merasa dirinya tidak
mempunyai tujuan
hidup/cita-cita
Harga diri rendah
Menyendiri/sulit berinteraksi
Isolasi sosial

Faktor predisposisi (klien


pernah dirawat dan
mendapatkan pengobatan di
RSMM).
Pengobatan pasien di
putuskan oleh suaminya
cenderung menyendiri di
dalam kamar dan sulit

Defisit perawatan
diri (mandi)

klien tampak
kurang rapi, baju
kusut, kulit dan
bibir tampak
kering. Rambut
klien tampak
kurang rapi dan
banyak kutu
dirambutnya

untuk diajak keluar kamar


klien hanya berada
dirumahnya hanya
membantu kegiatan rumah
tangga
klien sering menyendiri dan
lebih enak sendiri serta
tidak mempunyai orang
yang berarti didunia ini
mandi sering tapi kurang
bersih & kurang bisa mandi
sendiri
kepalanya terasa gatal
penampilan klien tampak
kurang rapi, baju kusut, kulit
dan bibir tampak kering.
Rambut klien tampak
kurang rapi dan banyak kutu
dirambutnya
Defisit Self Care Bath

DS:
klien mengatakan
tidak punya citacita,
DO:
klien menyendiri
dan sulit untuk
diajak keluar
kamar, Klien lebih
banyak diam dan
sulit berinteraksi,
Tidak ada kontak
mata

Perasaan negatif terhadap


diri sendiri

Harga diri rendah


kronik

Cenderung menyendiri
Gangguan konsep diri
Harga diri rendah

POHON MASALAH ISOLASI SOSIAL


Resiko perilaku
kekerasan terhadap diri
sendiri
Effect
Ketidakmampuan koping keluarga:

Isolasi social : withdrawl

ketidakmampuan keluarga
merawat
halusinasi
Core klien di rumah

Deficit perawatan diri:


mandi

Harga diri rendah kronis

Causa

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial b.d status mental
2. Deficit perawatan diri (mandi) b.d gangguan kognitif
3. Harga diri rendah kronis b.d ketidakcocokan antara diri sendiri

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosis 1 : Isolasi Sosial Berhubungan Dengan Status Mental
Diagnosa
Keperawatan
Isolasi sosial
berhubungan dengan
status mental harga
diri rendah

Tujuan
TUM :
setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 5x
pertemuan:
- Pasien dapat menyadari
penyebab isolasi sosial
- Pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain serta
lngkungan
TUK 1 :
- Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat
TUK 2:
Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki

Intervensi

Rasional

1. Beri kesempatan klien


1. Dengan mengungkapkan
mengungkapkan
perasannya beban klien akan
perasaannya
berkurang
2. Bimbing klien
2. Lingkungan yang tenang mampu
mengungkapkan perasannya
membantu klien dalam
dengan menggunakan
memfokuskan pikirannya
pertanyaan terbuka)
3. Ciptakan lingkungan yang
tenang dengan cara
mengurangi stimulus
eksternal yang berlebihan
dalam interaksi

Diskusikan kemampuan dan


aspek positif yang dimiliki
klien
Hindari memberi penilaian
negatif
Diskusikan kemampuan yang

1. Memotivasi klien memandang


dirinya secara positif
2. penilain negatif semakin menambah
rasa tidak percaya diri klien
3. Kemampuan dalam melaksanakan
kegiatan meningkatkan harga diri

masih dimiliki klien dalam


melaksanakan kegiatan
sehari-hari
TUK 3:
Tanyakan pendapat pasien
1.
Klien dapat menyadari
tentang kebiasaan
penyebab isolasi sosial,
berinteraksi dengan orang
keuntungan dan kerugian
lain
2.
berinteraksi dengan orang
Tanyakan apa yang
lain
menyebabkan pasien tidak
ingin berinteraksi dengan
3.
orang lain
Diskusikan keuntungan bila
pasien mempunyai banyak 4.
teman dan bergaul akrab
dengan mereka
Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang
lain
TUK 4:
1. Bimbing klien untuk dapat
Klien dapat membuat
menentukan keinginanya
rencana kegaiatan yang
dalam
realistis sesuai kemauan
beraktivitas( berolahraga,me
dan kemampuan klien
rawat diri)
2. Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain
3. Berikan kesempatan pasien

klien

Memberikan informasi tentang respon


sosial dan keyakinan klien sebagai
dasar tindakan koping yang adaptif
Mengetahui respon maladaptif dari
pasien dan berusaha
memperbaikinya
Mengetahui kopinmg dari klien dan
berusaha menguatkan koping yang
adaptif dari pasien
Memperbaiki koping yang maladaptif
dari pasien

1. Memberikan klien gambaran tentang


kemampuannya
2. memberikan role model bagi klien
sehingga mudah bagi klien untuk
melakukan kegiatan/berinteraksi
3. Memberikan klien gambaran tentang
kemampuannya dan penilain
terhadap dirinya

mempraktekan cara
berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan
dihadapan perawat

TUK 5 :
Klien mendapatkan
dukungan keluarga dalam
meningkatkan harga dirinya

1. Anjurkan keluarga untuk


1. Keluarga mempunyai arti yang penting
dapat memotivasi klien
bagi klien
untuk melakukan aktivitas 2. Mendukung klien dalam melakukan
2. Anjurkan agar keluarga
aktivitasnya
dapat menyediakan fasilitas
yang terkait dengan
kegiatan

Diagnosis 2: Deficit Perawatan Diri Dalam Mandi B. D Gangguan Kognitif


Diagnose
Deficit perawatan diri
dalam mandi b/d
gangguan kognitive

Tujuan
Kriteria hasil
TUM:
Setelah di berikan intervensi
selama 2x pertemuan Klien
mampu melakukan
perawatan diri sendiri
TUK 1:
Klien mampu mengakses
kamar mandi

Intervensi

Rasional

1. Tempatkan
1. Untuk memudahkan klien dalam
handuk,sabun,deodorant,
melakukan perawatan diri
perlengkapan cukur,dan
asesories lain yg

TUK 2:
Klien mampu mengambil
persediaan alat-alat mandi

TUK 3:
Klien mampu membersihkan
tubuhnya

dibutuhkan disisi tempat


tidur atau di kamar
mandi
1. Menyediakan benda
benda pribadi yang
dibutuhkan seperti
( deodorant,sikat
gigi,sabun
mandi,sampoo,lotion,and
produk aromaterapi )
1. Memfasilitasi klien mandi
sendiri dengan tepat
2. Sediakan bantuan
sampai pasien benarbenar bisa menerima dan
bisa melakukan
perawatan diri
3. Memelihara kebiasaan
mandi
4. Monitor integritas kulit
klien

1. Dengan adanya support peralatan


perawatan diri,pasien bisa termotivasi
dalam melakukan perawatan diri
dengan mudah dan dapat dijangkau

1. Sebagai indicator bahwa klien telah


mengert dan bisa mandiri dalam mandi
2. Untuk mengawasi pasien apakah sudah
benar-benar bisa melakukan perawatn
diri
3. Agar pasien tetap konsisten dengan
perawatan dirinya
4. Untuk menilai integritas klien tetap
baik

Diagnosis 3 : Harga Diri Rendah Kronis B.D Ketidakcocokan Antara Diri Sendiri
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Harga diri rendah

TUJUAN
KEPERAWATAN
TUM:

TINDAKAN
KEPERAWATAN

RASIONAL

kronis b.d
ketidakcocokan antara
diri sendiri

Setelah diberikan intervensi


keperawatan selama 2X
pertemuan, Klien
mengalami peningkatan
harga diri rendah
TUK 1
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
dengan perawat

TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki

TUK 3 :
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuannya

Beri pendekatan,
kenyamanan, ketenangan
dan jalin hubungan saling
percaya
Dorong untuk mendiskusikan
tentang persepsi diri menurut
klien

Hubungan saling percaya antara perawat


dan klien dapat meningkatkan komunikasi
terapeutik & terbuka antara perawat dan
klien
Memberikan pemahaman penting kepada
klien tentang harga diri

Diskusikan kemampuan dan


aspek positif yang dimiliki
klien.
Hindari pemberian penilaian
negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian
yang realistis.

Membantu meningkatkan harga diri klien

Beri kesempatan mencoba


kegiatan yang telah
direncanakan atau dorong
klien untuk berpartisipasi
dalam pengajaran skill baru
Beri pujian atas keberhasilan

Membantu mengembangakan
kemampuannya

Menambah harga diri klien

TUK 4 :
Dukungan keluarga
terhadap
aktivitas klien

Libatkan keluarga dalam


membuat jadwal kegiatan
karena mereka merupakan
faktor pendukung
Bantu keluarga menyiapkan
lingkunagn dirumah
Beri pendidikan kesehatan pd
keluarga ttg cara merawat
klien

Dukungan dari keluarga memberikan


pengaruh terhadap kemajuan dari
intervensi yang diberikan

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI


1. DEFINISI

Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti


suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern;

persepsi palsu (Lubis, 1993).


Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun
pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan
sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun

histerik (Maramis, 1994).


Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera
tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,

2001).
Sehingga, secara umum pengertian dari halusinasi adalah
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indera tanpa
ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami
seperti suatu persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus
eksternal atau persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana
pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal
yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu
yang nyata oleh klien.

2. ETIOLOGI

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :


1) Faktor Predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut :
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.

Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter


yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
c) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.
2) Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bernusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinann kekambuhan (Kelliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stresor.

3. KLASIFIKASI HALUSINASI
Stuart dan Laria, 1998 mengklasifikasikannya seperti tabel
berikut :
Jenis

Prosenta

Halusinasi
Pendengaran
(Auditorik)

se
70%

Karakteristik
Mendengar suara- suara atau
kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbetuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata- kata yang
jelas berbicara tentang klien bahkan
sampai ke percakapan lengkap antara
2 orang atau lebih tentang orang yang

Penglihatan
(Visual)

20%

mengalami halusinasi.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar kartun, bayangan
yang rumit atau kompleks, bayangan
bisa menyenangkan atau menakutkan

Penghidu
(Olfactory)

seperti melihat monster.


Membaui bau- bauan tertentu seperti
bau darah, urine atau feces.
Umumnya bau- bauan yang tidak

Pengecapan
(Gustatory)
Perabaan
(Tactile)

menyenangkan.
Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine atau feces.
Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau

Cenesthetic

orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah di vena atau arteri, pencernaan

Kinesthetic

makanan, atau pembentukan urine


Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa bergerak

4. MANIFESTASI KLINIK
a) Tahap I

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai


Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Gerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
b) Tahap II
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas

misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah


Penyempitan kemampuan konsentrasi
Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan

realitas
c) Tahap III
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya daripada menolaknya


Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,

ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk


d) Tahap IV
Perilaku menyerang teror seperti panik
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang

lain
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,

agitasi, menarik diri atau katatonik


Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

(Budi Anna Keliat, 1999)

5. RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berbeda dalam rentang neurobiologist (Stuart& Laraia, 2001). Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan),
pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

(Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Purba, 2009)

6. FASE HALUSINASI

Ansietas Sedang (Comforting)


: halusinasi menyenangkan
Ansietas Berat (Condemning)
: halusinasi menjadi menjijikkan
Ansietas Berat (Controling) : pengalaman sensori menjadi

berkuasa
Panik (Consquering)

: mlenjadi melebur ke dalam

halusinasinya

7. PSIKOPATOLOGI HALUSINASI

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan

persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising


atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang
tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat
tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang
dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau
bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti
bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerakgerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak
teori yang diajukan yang menekankanpentingnya faktor-faktor
psikologik, fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam
keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus
yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini
akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang

kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi


yang ada dalam unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam
bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan
adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena
sudah retaknya kepribadian dan rusak daya menilai realitas maka
keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

8. POHON MASALAH HALUSINASI


Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
PSP: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Isolasi Sosial: Menarik Diri
Gangguan Konsep Diri

: Harga Diri Rendah

9. TAHAPAN, KARAKTERISTIK, TAMPILAN HALUSINASI


TAHAP
Tahap I
Memberi rasa

KARAKTERISTIK
a) Mengalami

nyaman tingkat

ansietas, kesepian,

ansietas sedang

rasa bersalah, dan

secara umum
halusinasi
merupakan suatu
kesenangan

ketakutan
b) Mencoba berfokus
pada pikiran yang
dapat
menghilangkan
ansietas
c) Pikiran dan
pengalaman
sensori masih ada
dalam kontrol
kesadaran (jika

PERILAKU PASIEN
a) Tersenyum, tertawa
sendiri
b) Menggerakkan bibir
tanpa suara
c) Pergerakan mata yang
cepat
d) Respon verbal yang
lambat
e) Diam dan
berkonsentrasi

kecemasan
dikontrol)
Tahap II
Menyalahkan,
tingkat
kecemasan berat
secara umum
halusinasi
menyebabkan
rasa antipati

a) Pengalaman
sensori
menakutkan
b) Mulai merasa
kehilangan kontrol
c) Merasa dilecehkan
oleh pengalaman
sensori tersebut
d) Menarik diri dari
orang lain
e) Non psikotik

a) Peningkatan SSO,
tanda- tanda ansietas,
peningkatan denyut
jantung, pernafasan
dan tekanan darah
b) Rentang perhatian
menyempit
c) Konsentrasi dengan
pengalaman sensori
d) Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dan realita

Tahap III
Mengontrol

a) Pasien menyerah

tingkat

dan menerima

kecemasan berat

pengalaman

pengalaman
sensori tidak
dapat ditolak lagi

sensorinya
b) Isi halusinasi
menjadi atraktif
c) Kesepian bila
sensori berakhir
d) psikotik

a) perintah halusimasi
ditaati
b) sulit berhubungan
dengan orang lain
c) rentang perhatian
hanya beberapa detik/
menit
d) gejala sisa ansietas
berat, berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti perintah

Tahap IV
Menguasai tingkat a) pengalaman
kecemasan panik
secara umum
diatur dan
dipengaruhi oleh
waham

sensori menjadi
ancaman
b) halusinasi dapat
berlangsung
selama beberapa
jam atau hari (jika
tidak diintervensi)
c) psikotik

a) perilaku panik
b) potensial tinggi untuk
bunuh diri atau
membunuh
c) tindakan kekerasan,
agitasi, menarik diri,
atau ketakutan
d) tidak mampu
berespon terhadap
perintah yang
kompleks

e) tidak mampu
berespon terhadap
lebih dari satu orang

10.

PENATALAKSANAAN MEDIS HALUSINASI

Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi adalah dengan


pemberian obat- obatan dan tindakan lain, yaitu :
a) Psiko farmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien
skizofrenia adalah obat- obatan anti-psikosis.
Adapun kelompok obat- obatan umum yang digunakan adalah :
KELAS KIMIA

Butirofenon
Dibenzondiazepin

NAMA GENERIK
Asetofenazin (Tidal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazin (Prolixine, Permiti)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tiodazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazine (Vesprin)
Kloprotiksen (Tarctan)
Tiotiksen (Navane)
Haloperidol (Haldol)
Klozapin (Clorazil)

DOSIS HARIAN
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
75-600 mg
8-30 mg
1-100 mg
300-900 mg

e
Dibenzokasazepin
Dihidroindolon

Loksapin (Loxitane)
Molindone (Moban)

20-150 mg
15-225 mg

Fenotiazin

Tioksanten

b) Terapi kejang listrik atau Electro Compulcive Therapy (ECT)


c) Terapi Aktivitas kelompok
(Purba, Wahyuni, dkk; 2009)

11.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN

PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI


Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri
dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat
harus mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal,
menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat

menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan asuhan


keperawatan terhadap klien halusinasi perawat harus bersikap jujur,
empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh
tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan
keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan
evaluasi.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Faktor Predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologi dan genetik yaitu
faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan

kecemasan.
Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang
merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat

klien dibesarkan
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).


Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda

yang bertentangan dan

sering diterima

oleh

anak

akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan

berakhir dengan gangguan orientasi realitas


Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini


b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman/ tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk

koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti


partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek
yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosiospiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangu oleh
sistem
indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan


adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah- olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting
dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu
kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan
sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
e. Mekanisme koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
digunakan untuk melindungi diri.
2. POHON MASALAH

yang

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan
menarik diri
2) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
berhubungan dengan halusinasi
3) Isolasi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
4) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam merawat diri

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Berhubungan Dengan Menarik Diri
Tujuan
TUM :
Klien mampu

mau berjabat

mengontrol

tangan. Dengan

halusinasinya
TUK :
- Klien mampu

perawat mau
menyebutkan

membina

nama, mau

hubungan saling

memanggil nama

percaya
Klien mampu

perawat dan mau

mengenal

menyebutkan

dirinya,

penyebab klien

misalnya

menarik diri
Klien mau

berhubungan

perilaku menarik
diri
Klien mampu
mengadakan
hubungan/
sosialisasi

1.

dengan orang lain


Setelah dilakukan
kunjungan rumah

perilaku menarik diri dan tandatandanya serta beri kesempatan


pada klien mengungkapkan

secara bertahap

Rasional
1. Hubungan terapeutik antara
perawat dan klien dibangun atas
dasar hubungan saling percaya
2. Memberi kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan isi
hati dan perasaan yang
dirasakan

perasaan penyebab klien tidak

mau bergaul atau menarik diri


Jelaskan pada klien tentang
perilaku menarik diri, tanda- tanda

serta penyebab
Beri pujian terhadap kemampuan

klien mengungkapkan perasaan


3. Diskusikan tentang keuntungan

dari berhubungan
Beri pujian atas keberhasilan yang

telah dicapai
Anjurkan klien mengevaluasi

klien dapat
berhubungan

Intervensi
Bina hubungan saling percaya
Buat kontrak dengan klien
Lakukan perkenalan
Panggil nama kesukaan
Ajak klien bercakap- cakap dengan

ramah
2. Kaji pengetahuan klien tentang

duduk bersama
Klien dapat

perilaku menarik

menyebutkan

Kriteria evaluasi
Klien dapat dan

secara mandiri manfaat dari

3. Menjelaskan dan memberi


pengertian kepada klien tentang
manfaat dari berhubungan atau
menjalin interaksi dengan orang
lain

dengan orang

dengan keluarga

lain: perawat

berhubungan
Diskusikan jadwal harian yang

atau klien

dapat dilakukan klien mengisi

secara bertahap
Klien dapat

waktunya
Motivasi klien dalam mengikuti

aktivitas ruangan
Beri pujian atas keikutsertaan

menggunakan
keluarga dalam

4. Mengajak keluarga untuk


berpartisipasi dalam pengobatan
klien.

dalam kegiatan ruangan


4. Lakukan kunjungan rumah, bina

mengembangka
n kemampuan

hubungan saling percaya dengan

berhubungan

keluarga
Diskusikan dengan keluarga

dengan orang

tentang perilaku menarik diri,

lain

penyebab dan cara keluarga

menghadapi
Dorong anggota keluarga untuk

berkomunikasi
Anjurkan anggota keluarga
menengok klien

2. Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri Dan Orang Lain Berhubungan Dengan Halusinasi
Tujuan

Kriteria evaluasi

Intervensi

Rasional

TUM :
Tidak terjadi

Klien dapat :
- Mengungkapkan

perilaku kekerasan

perasaannya

pada diri sendiri

dalam keadaan

dan orang lain


TUK :
- Klien dapat

saat ini secara


-

membina
hubungan saling
-

percaya
Klien dapat

empati
Adakan kontak secara singkat
(waktu disesuaikan dengan kondisi

biasa dilakukan

klien)
Observasi tingkah laku : verbal dan

halusinasi dan

halusinasi dengan menggambarkan

cara yang efektif

halusinasinya
Klien mendapat

bagi klien untuk

tingkah laku halusinasi


Identifikasi bersama klien situasi

halusinasi dengan
cara sering

menggunakan

berinteraksi

obat untuk
halusinasinya

yang menimbulkan dan tidak

digunakan
Menggunakan
mengontrol

halusinasinya
Klien dapat

mengontrol

menimbulkan halusinasi, siis,

keluarga untuk

mengontrol

dengan keluarga
Menggunakan
obat dengan

dasar hubungan saling percaya

dengan halusinasi
Jelaskan pada klien tanda- tanda

mengontrol

keluarga dalam

perawat dan klien dibangun atas

non verbal yang berhubungan

melaksanakan

1. Hubungan terapeutik antara

tetapi sering secara bertahap

cara memutuskan

halusinasinya
Klien dapat

dukungan dari

mengungkapkan perasaannya
Dengarkan ungkapan klien dengan

tindakan yang
saat halusinasi,

mengenal
-

verbal
Menyebutkan

1. Bina hubungan saling percaya


Beri kesempatan klien untuk

waktu, dan frekuensi


Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya saat

mengalami halusinasi
2. Identifikasi bersama klien situasi
yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi, isi, waktu

2. Mengetahui isi, waktu dan


frekuensi halusinasi yang dialami
klien
3. Memberi kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan halusinasi
yang dialami

benar

dan frekuensi
3. Diskusikan cara- cara memutuskan

halusinasi
Beri kesempatan pada klien untuk

4. Mengajak keluarga berpartisipasi


dalam pengobatan klien

mengungkapkan cara memutuskan

halusinasi yang sesuai dengan klien


Anjurkan klien untuk mengikuti

terapi aktivitas kelompok


4. Anjurkan keluarga untuk membantu

klien ketika mengalami halusinasi


Lakukan kunjungan rumah,

5. Memberi pengetahuan kepada

diskusikan dengan keluarga

klien tentang obat halusinasi yang

tentang:
Halusinasi klien
Cara memutuskan kelompok
Cara merawat anggota keluarga

dikonsumsi

halusinasi
Cara memodifikasi lingkungan
untuk menurunkan kejadian

halusinasi
Cara memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan pada saat

mengalami halusinasi
5. Diskusikan dengan klien tentang
manfaat obat untuk mengontrol

halusinasi
Bantu klien menggunakan obat

secara benar

3. Isolasi Sosial Berhubungan Dengan Harga Diri Rendah


Tujuan
TUM :
Klien dapat

positif dari segi


-

koping yang

yang dimiliki
Menilai

dapat
-

yang

dari segi fisik


Diskusikan dengan klien tentang

kemmapuan positif yang ada pada

harapan- harapannya
Diskusikan dengan klien

dipergunakan
Klien dapat

dipergunakan
Klien mampu

di rumah dan rumah sakit


Berikan pujian
2. Identifikasi masalah- masalah yang

sedang dihadapi oleh klien


Diskusikan koping yang biasa

efektivitas koping

digunakan oleh klien


Diskusikan strategi koping yang

yang

efektif bagi klien


3. Bersama klien identifikasi stressor

diri
Klien mampu

dipergunakan
Klien mampu

membuat

mengevaluasi diri
Klien mampu

dirinya

ketrampilan yang menonjol selama

menyebutkan

mengevaluasi
-

dan mengetahui aspek dan

menyebutkan

kemampuan

kemampuan diri

fisik
Klien dapat

Rasional
1. Melatih klien untuk membuka diri

aspek positif yang ada pada dirinya

minimal 2 aspek

dengan orang lain

Intervensi
1. Dorong klien untuk menyebutkan

menyebut

berhubungan
secara bertahap
TUK :
Klien dapat :
- Mengidentifikasi

Kriteria evaluasi
Klien dapat

dan bagaimana penilaian klien

terhadap stressor
Jelaskan bahwa keyakinan klien

perencanaan

membuat

terhadap stressor mempengaruhi

yang realistik

perencanaan

untuk dirinya

yang realistik

pikiran dan perilakunya


Bersama klien identifikasi

2. Melatih klien mengungkapkan


masalah- masalah yang dihadapi

3. Membantu klien menyelesaikan


masalah atau stressor yang
dialami klien
4. Mendorong klien untuk
mengungkapkan kemampuan
positif yang ada pada dirinya
5. Memberi kesempatan klien untuk
membuka diri

Klien mampu

sesuai dengan

bertanggung

kemampuan yang

jawab dalam
tindakan

keyakinan, ilustrasikan tujuan yang

ada pada dirinya


Klien

tidak realistik
Bersama klien identifikasi kekuatan

bertanggung

dan sumber koping yang dimiliki


Tunjukkan konsep sukses dan gagal

dengan persepsi yang cocok


Diskusikan koping adaptif dan

yang dilakukan

maladaptif
Diskusikan kerugian dan akibat

sesuai dengan

respon koping yang maladaptif


4. Bantu klien untuk mengerti bahwa

jawab dalam
setiap tindakan

rencana

hanya klien yang dapat merubah

dirinya bukan orang lain


Dorong klien untuk merumuskan
perencanaan atau tujuan sendiri

( bukan perawat)
Diskusikan konsekuensi dan realita

dari perencanaa/ tujuannya


Bantu klien untuk menetapkan
secara jelas perubahan yang

diharapkan
Dorong klien untuk memulai
pengalaman baru untuk
berkembang sesuai potensi yang

ada pada dirinya


5. Beri kesempatan kepada klien

untuk sukses
Bantu klien mendapatkan bantuan

yang diperlukan
Libatkan klien dalam kegiatan

kelompok
Tingkatkan perbedaan diri pada
klien di dalam keluarga sebagai

individu yang unik


Beri waktu yang cukup untuk

proses berubah
Beri dukungan dan reinforcement
positif untuk membantu
mempertahankan kemajuan yang
sudah dimiliki klien

HARGA DIRI RENDAH


1. DEFINISI
Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tak
langsung (Videback, 2008).
Harga diri merupakan salah satu komponen dari konsep diri.
Dimana, konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan
keyakinan yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dan
harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri.
Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga
diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang
lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek
utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain
(Keliat, 2005).

2. ETIOLOGI
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal (Townsend, 2009).
Menurut Carpenito, L.J (2009) koping individu tidak efektif adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau
lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik,
psikologi, perilaku atau kognitif). Sedangkan menurut Townsend, M.C (2009)
koping individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan

kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan


kehidupan dan peran.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa,
individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan
menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak
dapat memecahkan masalah tuntutan hidup serta peran yang
dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditunjukan
dengan perilaku (Carpenito, 2009); Townsend, M.C, 2009) sebagai
berikut :
a. Data Subyektif
1. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau
menerima bantuan
2. Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan
3. Mengungkapkan ketidakmampuan menjalankan peran
b. Data Obyektif :
1. Perubahan partisipasi dalam masyarakat
2. Peningkatan ketergantungan
3. Memanipulasi orang lain disekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi
4.
5.
6.
7.
8.

keinginan sendiri
Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku
Perilaku distruktif yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain
Memanipulasi verbal/perubahan dalam pola komunikas
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
Penyalahgunaan obat terlarang

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA HARGA DIRI


RENDAH
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah pada individu meliputi
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan
yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis.
2) Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
a. Trauma

seperti

penganiayaan

seksual

dan

psikologis

atau

menyaksika kejadian yang mengancam.


b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustasi. Ada tiga jenis
transisi peran :

I.

Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang


berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk penyesuaian
diri.

II.

Transisi

peran

berkurangnya

situasi
anggota

terjadi

dengan

keluarga

melalui

bertambah

atau

kelahiran

atau

kematian.
III.

Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari


keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.

3) Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy

yang

kurang

diperhatikan

pemeriksaan

fisik

yang

sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan


kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

4. TANDA DAN GEJALA HARGA DIRI RENDAH


Menurut Stuart dan Sundeen, 2006
1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3. Rasa bersalah atau khawatir
4. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat
5. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
6. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
7. Menarik diri dari realitas

8. Merusak diri
9. Merusak atau melukai orang lain
10.Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri
Menurut Keliat, 2005
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan
kurang percaya diri.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal
dalam meraih sesuatu
3. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada
dibawah orang lain
4. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka
menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain
5. Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan
kemampuan yang dimiliki
6. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu
dalam memilih sesuatu
7. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah
disertai harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk
mengakhiri kehidupan
8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
10.Ketegangan peran yang dirasakan
11.Pandangan hidup pesimis.
12.Keluhan fisik
13.Penolakan terhadap kemampuan person

5. RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan


kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak
terbentuk sejak lahir namun dipelajari (Stuart & Sunden, 2006).
Rentang Respon Konsep Diri
Respon Adaptif
Maladaptif

Respon

Aktualisasi Konsep Diri

Harga

Diri

Kerancuan

Depersonalisasi
Diri

Positif

Rendah

Identitas

Respons adaptif adalah respon yang dilakukan oleh individu dalam


menyelesaikan masalah. Dan respon tersebut dapat diterima oleh
norma sosial dan budaya dimana individu tersebut tinggal (Stuart,
2006).
Respon adaptif meliputi :
1. Aktualisasi Diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima. (Stuart &
Sunden, 2006)
2. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang
apa yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya,
harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara
positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi
individu yang sukses. (Stuart & Sunden, 2006)
Sedangkan respons maladaptif adalah respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah. Dan respon tersebut
menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan setempat
(Stuart, 2006).
Respon maladaptif tersebut adalah :
1. Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak
berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun
perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu
mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa
bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan
fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari
realitas. (Stuart & Sunden, 2006)

2. Identitas Kacau
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak kanak ke
dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun
perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu
tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan
mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi,
dan ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain. (Stuart &
Sunden, 2006)
3. Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis
dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau
luar dirinya. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan
dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak
nyata dan asing baginya. (Stuart & Sunden, 2006)

6. PROSES TERJADINYA HARGA DIRI RENDAH


Setiap individu akan menghadapi berbagai stressor disetiap proses
tumbuh kembang sepanjang kehidupannya. Kegagalan yang terjadi
secara terus menerus dalam menghadapi stresor dan penolakan dari
lingkungan sosial akan mengakibatkan individu tidak mampu berpikir
logis. Individu akan berpikir bahwa dirinya tidak mampu atau merasa
gagal menjalankan fungsi dan perannya sesuai tahap tumbuh kembang.
Kondisi ini apabila dibiarkan akan menyebabkan individu mengalami
harga diri rendah yang kronis. Gangguan harga diri rendah di gambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik
diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada
orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri
secara sosial. (Yosep, 2009)

7. PENATALAKSANAAN HARGA DIRI RENDAH


Penatalaksanaan Keperawatan

Keliat (2005) menguraikan empat cara untuk meningkatkan harga diri


individu yaitu :
1)
2)
3)
4)

Memberi kesempatan untuk berhasil


Menanamkan gagasan
Mendorong aspirasi
Membantu membentuk koping

Penatalaksanaan Medis
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan
melakukan aktivitas rutin.
Efek samping : sedasi, gangguan otonomik serta endokrin.
b. Haloperidol (HPL)
Indikasi: berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam
fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari.
Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin.
c. Trihexyphenidyl (THP)
Indikasi: segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca enchepalitis
dan idiopatik.
Efek samping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl, psikosis
berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna.
Terapi Okupasi / Rehabilitasi
Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan
menggunakan aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa
kegiatan yang direncanakan sesuai tujuan (Seraquel, 2004).
Psikoterapi
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif
dan individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan
maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat (Seraquel, 2004).

8. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HARGA DIRI


RENDAH
1) KASUS (MASALAH UTAMA)
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
2) PROSES TERJADINYA MASALAH
Mekanisme Sebab Akibat

Sebab : Koping mekanisme seseorang terhadap stressor yang


diterima oleh seorang individu tidak adekuat menyebabkan
individu malu terhadap dirinya, merasa tidak berguna, tidak
berharga dan pesimis.

Akibat : Gangguan Isolasi sosial : menarik diri


Mekanisme : Harga diri yang rendah menyebabkan klien
merasa malu sehingga klien lebih suka menyendiri dan
menghindari orang lain, klien mengurung diri sehingga hal ini
dapat menyebabkan klien berfikir yang tidak realistik. (Keliat,
2005)

3) POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri
Akibat
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Core

Problem
Tidak efektifnya koping individu
Penyebab
4) DATA YANG PERLU DIKAJI

No

Masalah
Keperawatan

Masalah Utama :

1 Gangguan Konsep

Diri : Harga Diri

Data Subyektif

diakui jati dirinya.


Mengungkapkan tidak ada
Mengungkapkan ingin

Data Obyektif

Merusak diri sendiri.


Merusak orang lain.
Ekspresi malu.

lagi yang peduli.

Mengungkapkan tidak bisa

apa-apa.
Mengungkapkan dirinya

hubungan sosial.
Tampak mudah

tidak berguna.
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.

tersinggung.
Tidak mau makan

Masalah
2 Keperawatan:

Mengungkapkan enggan

Isolasi Sosial;

bicara dengan orang lain.


Klien mengatakan malu

Rendah

dan tidak tidur.

dengan orang lain.

Ekspresi wajah
kosong tidak ada
kontak mata ketika

bertemu dan berhadapan

Menarik Diri

Menarik diri dari

diajak bicara.
Suara pelan dan

tidak jelas.
Hanya memberi
jawaban singkat

(ya/tidak).
Menghindar ketika
didekati.

5) DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI PRIORITAS


a. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Berhubungan Dengan
Tidak Efektifnya Koping Individu
b. Isolasi Sosial : Menarik Diri Berhubungan Dengan Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah.
6) RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
1. Ganggu
an

Tujuan
TUM :
Klien dapat

konsep

menunjukkan

diri :

peningkatan

harga

harga diri

diri

TUK :

rendah
berhub

Intervensi
1. Bina hubungan saling

1. Klien dapat
membina

percaya
Sapa klien dengan ramah
Perkenalkan diri dengan

sopan
Tanyakan nama
Jelaskan tujuan pertemuan
Kontrak( waktu, tempat,

dan topik pembicaraan)


Ciptakan suasana

Rasional
1. Hubungan
terapeutik
antara
perawat dan
klien
dibangun atas
dasar
hubungan

ungan

hubungan

dengan

saling

tidak

percaya

efektifn

dengan

ya

perawat

lingkungan yang tenang


Berikan kesempatan klien

saling
percaya

untuk mengungkapkan

koping

perasaannya
Jujur dan tepati janji
Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa

individu

adanya
2. Tanyakan pada klien
tentang keterampilan

2. Klien dapat

positif yang bisa dilakukan

mengidenti
fikasi
kemampua

menyebutkan kemampuan

n dan
aspek
positif yang

yang bisa dilakukan


Bersama klien membuat
jadwal kegiatan sesuai

dimiliki
klien

oleh klien
Minta klien untuk

kemampuan yang dimiliki


Hindari memberikan
penilaian negatif pada

2. Identifikasi
dilakukan
untuk
mengetahui
seberapa jauh
kemampuan
yang dimiliki
klien

klien, usahakan
memberikan pujian yang

realistic
Tingkatkan derajat
aktivitas yang dilakukan

3. Klien dapat
menilai
kemampua

secara bertahap
Dorong klien untuk
mematuhi jadwal yang

telah dibuat
3. Tanyakan pada klien

3. Membantu
klien
meningkatkan

n yang

tentang kemampuan yang

kepercayaan

dapat

masih dapat digunakan


Diskusikan bersama klien

dirinya dalam

kemampuan yang masih

kegiatan

digunakan

dapat digunakan

melakukan

Diskusikan pula
kemampuan yang dapat

4. Klien dapat
memilih
dan
merencana
kan

dilanjutkan setelah pulang


dirumah
4. Rencanakan kegiatan

kegiatan
sesuai
n yang

dimiliki

dipilih dan

dilakukan setiap hari

direncanakan

kemampuan.
Tingkatkan kegiatan sesuai

kegiatan yang

nya sendiri
5. Memaksimalk
an

dengan toleransi kondisi

kemampuan

klien

yang dimiliki
klien agar

kegiatan yang telah

dipilih

direncanakan
Beri pujian yang wajar
terhadap keberhasilan

jadwal

jawab

aktivitas yang dapat

klien sesuai 5. Bantu klien melatih


kemampua
kemampuannya
Beri kesempatan mencoba
n yang

menyusun

bertanggung
terhadap

5. Melatih

6. Membantu

agar dapat

bersama klien
Rencanakan bersama klien

sesuai dengan

kemampua

4. Melatih klien

klien
Diskusikan kemungkinan

pelaksanaan di rumah
6. Membantu klien menyusun

klien
termotivasi
untuk
melakukan
kegiatannya
dengan baik
6. Mengevaluasi
kepatuhan
klien
terhadap

pelaksanaa

jadwal pelaksanaan

jadwal

kemampuan yang dilatih


Beri kesempatan pada

kegiatan yang

kemampua

klien untuk mencoba

n yang

kegiatan yang telah

dilatih

direncanakan bersama
Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan yang
dapat dilakukan klien

dilatih

setiap hari sesuai daftar


aktifitas yang sudah

disusun
Tingkatkan kegiatan yang
sesuai dengan tingkat
toleransi dan perubahan
setiap aktifitas yang telah

dilakukan klien
Berikan kesempatan klien
mengungkapkan
perasaanya setelah

pelaksanaan kegiatan
Yakinkan klien bahwa
keluarga mendukung
setiap aktifitas yang
dilakukannya

2. Isolasi

TUM :

sosial

Klien tidak

berhub

menunjukkan

ungan

gejala isolasi

dengan

sosial

harga

TUK :

diri

1. Klien dapat

rendah

membina
hubungan
saling

1. Bina hubungan saling

percaya
Sapa klien dengan ramah
Perkenalkan diri dengan

sopan
Tanyakan nama
Jelaskan tujuan pertemuan
Kontrak( waktu, tempat,

dan topik pembicaraan)


Ciptakan suasana

lingkungan yang tenang


Berikan kesempatan klien

percaya

untuk mengungkapkan

dengan
perawat

perasaannya
Jujur dan tepati janji
Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa

adanya
2. Beri kesempatan klien

1. Hubungan
terapeutik
antara perawat
dan klien
dibangun atas
dasar
hubungan
saling percaya

mengungkapkan
2. Klien dapat

perasaannya:
Bimbing klien

mengungkap

mengungkapkan

kan

perasaannya
Gunakan pertanyaan

perasaan

yang saat ini


dirasakanny
a

terbuka
Dengarkan ungkapan klien

2. Dengan
mengungkapka
n perasaannya,

dengan aktif
Beri respon yang tidak

menghakimi
Tidak menyalahkan

akan

pendapat klien
Menerima pendapat klien
Ciptakan lingkungan yang

beban klien
berkurang

tenang dengan cara


mengurangi stimulus
eksternal yang berlebihan
dalam interaksi
3. Diskusikan kemampuan
klien dalam berhubungan

3. Klien dapat

mengembangkan

mengetahu
i
kemampua

interpersonal
Dorong klien dalam

hubungan
Ajak klien berpartisipasi

nnya dalam

dalam kegiatan social


Fasilitasi partisipasi klien

berhubung

dalam kelompok

an dengan

storytelling
Berikan umpan balik

orang lain

3. Kemampuan
dalam

positif ketika klien mau

berhubungan

berinteraksi dengan orang

akan

lain
4. Temani klien untuk
memperlihatkan dukungan

meningkatkan
harga diri klien.

4. Klien

selama aktivitas kelompok

Terapi

merasa

yang mungkin merupakan

kelompok

memiliki

hal yang menakutkan atau

storytelling

teman

sukar untuk klien

dapat

selama

menstimulasi

proses

skill social klien

berinteraks

karena

melibatkan
banyak orang.
4. Kehadiran
seseorang
yang
dipercayai
akan
memberikan
rasa aman
kepada klien

PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM


1) DEFINISI
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak
sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh
(misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia)
atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin, misal,
FBI mengikuti saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah
diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. waham
sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara
kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi
Anna Keliat, 2006: 147)

2. ETIOLOGI
Menurut doengoes,M.E ( tahun 1987, hal 205 ) mengemukakan bahwa
etiologi waham dapat dijelaskan melalui 3 teori, yaitu ;
a. Teori psikodinamika
Perkembangan emosi lambat kurangnya perhatian Ibu yang
menyebabkan kehilangan perlindungan dan gagal membuktikan rasa
percaya dengan orang lain, sehingga individu selalu hati-hati dalam
mengucapkan gangguan harga diri, kehilangan kontrol, takut / cemas,
sikap curiga terhadap orang lain dan sikap umum yang digunakan
yatu proyeksi.
b.

Teori dinamika keluarga


Beberapa teori percaya bahwa orang yang paranoid mempunyai
orang tua yang berkarakter keras, banyak permintaan dan yang ingin
segalanya sempurna, sering marah, mengutamakan kepertingan
pribadi, mencurigai individu, sehingga pengalaman yang didapat dari

dulunya akan mempengaruhi kepribadian seseorang


c. Teori biologi
Muncuk karena adanya berapa kekuatan atau pengaruh dari beberapa
penyakit individu yang keluarganya mempunyai gejala penyakit yang

sama, contohnya : pad anak kemabar, jika salah satu terkena


skizofrenia, maka 58 % kemungkinan akan terkena pada anak yang
satunya.
1) Faktor Predisposisi
Faktor Biologis

a.

Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal

b.

Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik

c.

Gangguan tumbuh kembang

d.

Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur

Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan
skizoprenia

Faktor Psikologis
a.

Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif

b.

Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan

c.

Konflik perkawinan

d.

Komunikasi double bind

Sosial budaya
a.

Kemiskinan

b.

Ketidakharmonisan sosial

c.

Stress yang menumpuk

2) Faktor Presipitasi
Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan
dari kelompok.

Faktor biokimia

Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat


halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita

Faktor psikologi

Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya


kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realiata

3.

JENIS-JENIS WAHAM

Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :


a) Waham kebesaran
individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, Saya ini pejabat di separtemen kesehatan
lho! atau, Saya punya tambang emas.
b) Waham curiga
individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, Saya tidak tahu
seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya.
c) Waham agama
individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.
d) Waham Dosa
Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar,
yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atas
suatu kejadian yang tidak baik, misalnya kecelakaan keluarga,
karena pikirannya yang tidak baik.
e) Waham somatic
individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, Saya sakit kanker.
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit
kanker).
f) Waham nihilistik
Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai

kenyataan. Misalnya, Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada
disini adalah roh-roh.

4. PSIKOPATOLOGI WAHAM
Proses terjadinya waham dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Seseorang merasa terancam oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri,
mempunyai pengalaman kecemasan dan timbul perasaan bahwa
sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi.
b. Seseorang kemudian berusaha terhadap persepsi diri dan obyek
realita melalui manifestasi, lisan terhadap suatu kejadian ayau suatu
keadaan.
c. Dilanjutkan dengan memperoykesikan pikiran dan perasaaan
lingkungannya, sehingga pikiran, perasaan, dan keinginan yang
negatif, dan tidak dapat diterima akan terlihat datangnya dari dirinya.
d. Akhirnya orang tersebut berusahan untuk memberikan alasan atau
rasional tentang interpretasi personal ( diri sendiri ) terhadap realita
kepada diri sendiri dan orang lain.

5. TANDA GEJALA
Perilaku
a. Fisik
Intoksikasi alkohol, kekurangan gizi, hygiene personal buruk, kurang
tidur, gangguan pendengaran.
b. Emosi
Ketakutan m enjadi bnerlebihan, isolasi , pikiran yang dituntut, rasa
curiga yang ekstrim ; bermusuhan atau marah, perasaan rendah diri /
tidak berdaya, rasa malu, rasa selalu ada perasaan mendatar, tumpul
dan tidak sesuai dengan keadaan.
c. Inteleketual
Persepsi yang terpecah : paranoid, sombong, gangguan seksual,
waham agama, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan dan
pandangan denial, proyeksi, regresi, dan disosiasi, ketidakmampuan
berpikir secara abstrak yang dikuasai oleh waham, berpikir bunuh diri,
dikuasai seksual atau rencana untuk membunuh, waham yang
menetap.
d. Sosial

Kegagalan dalam mengungkapkan pikran, kecamasan yang


meningkat, harga diri rendah, persepsi diri yang tidak realistis,
menarik diri dan isolasi, gangguan melakukan peranan sosial, kelas
ekonomi yang rendah, cepat menyalahkan orang lain, kecemasan,
percaya dirinnya sebagai tuhan, atau orang lain yang berkuasa
e. Spiritual
Keagamaan yang berlebihan, percaya bahawa dirinya sebagai tuhan,
sebagai istri nabi, atau orang lain yang berkuasa, kurangnya
kemampuan untuk menikmati kesenangan dalam hidup. Koping yang
digunakan klien dapat bersipat sistematis, yaitu : koping klien tehadap
waham spiritual : keagamaan sesuai dengan isi wahamnya. Koping
yang tidak sistematis terjadi dimana kien tidak memerlukan kegiatan
keagamaan

6. RENTANG RESPON WAHAM

7. MEKANISME KOPING
1) Proyeksi, mempunyai 5 tujuan, yaitu ;

a. menyalahkan orang lain atas kesalahan kekurangan-kekurangan


dan kekeliruan dari orang lain
b. menyalahkan diri sendir atas impuls-impuls, keinginan-keinginan
dir sendiri yang sudah dapat diterima oleh orang lain
c. regresi, ilah kembali tingkata perkembangan yang terdahulu
dengan menggunakan cara-cara yang kurang matang dan
bertingkah laku primitif dan kekanak-kanakan
d. repersi, ilah dengan sudah sadar mencegah jangan jangan
sampai keinginan-keinginan atau kematian yang
mengakinbatkan hati atau yang berbahaya atau msuk kedalam
alam yang sedasi
e. denial ,ialah menolak untuk menerima menghadapai kenyataan
yang tidak enak, baginya dengan mengemukakan berbagai
alasan

8. PENATALAKSANAAN
a.Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada
penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998),
Kaplan dan Sadock (1998) antara lain :
1) Anti Psikotik
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan
waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus
diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien
gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6
minggu, antipsikotik dari kelas lain harus diberikan. Jenis- jenis obat
antipsikotik antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 325
mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis
tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b) Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik


menarik diri. Dosis awal : 31 mg, dan bertahap dinaikkan sampai
50 mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan
mania. Dosis awal : 30,5 mg sampai 3 mg.
2) Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi
ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
3) Anti Depresan
Amitriptylin Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan
keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
Imipramin Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan
depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75
mg/hari.
4) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan
somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk
meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obatobat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital
: 16-320 mg/hari
Meprobamat
: 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida
: 15-100 mg/hari
b. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan
saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok.
Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak
boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus
tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan
yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya
dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan
kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua

kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa


keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri
dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu
dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
c. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien,
sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh
manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

9. EVALUASI
Untuk mengevaluasi intervensi keperawatan pada pasien dengan respon
neurologi yang mal adaptif, perlu mengajukan pertanyaan sebagai berikut
;
1. Apakan klien mau menguraikan perilaku yang menunjukan bahwa ia
akan kabur
2. Apakah klien mampu mengidentifikasi dan menguraikan pengobatan
yang diberikan, alasan minum obat, frekuensi, dan efek yang paling
sering mungkin terjadi
3. Apakah klkien berperan serta dalam berhubungan dengan orang lain
yang dapat membuatnya merasa senang
4. Apakah keluauga klien menyadari karakteristik dan mampu berperan
serta dalam hubungan yang mendukung klien
5. Apakah klien dan keluarga dapat dikaitkan tentang sumber yang
tersedia dikomunitas, seperti adanya program rehabilitasi, memberi
pelayanan kesehatan jiwa, program peran serta apakah mereka
menggunakan sumber tersebut.

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Selama pengkajian, perawat harus mendengarkan, memerhatikan, dan
mendokumentasikan semua informasi, baik melalui wawancara maupun
observasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya. Berikut
merupakan beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham: (Budi Anna Keliat, 153)
1. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
2. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwaia berada di luar tubuhnya?
5. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
6. Apakah pasien merasa bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh
orang lain atau kekuatan dari luar?
7. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakn bahwa orang lain bisa membaca
pikirannya?
Berikut ini format dokumentasi pengkajian dari diagnosis keparawatan
waham:
Berikan tanda () pada kolom yang sesuai dengan data pada pasien
1. Proses Pikir
[ ] Sirkumstansial
[ ] Tangensial
[ ] Flight of ideas
[ ] Bloking
[ ] Kehilangan asosiasi
[ ] Pengulangan Bicara
2. Iisi Pikir
[ ] Obsesi
[ ] Fobia
[ ] Depersonalisasi
[ ] Ide terkait
[ ] Hipokondria
3. Proses Pikir
[ ] Agama
[ ] Nihilistik

[ ] Pikiran magis

[ ] Somatik
[ ] Sisip Pikir

[ ] Kebesaran
[ ] Siar Pikir

[ ] Curiga
[ ] Kontrol Pikir

Pengelompokan Data
Data subjektif
- Klien mengatakan bahwa ia adalah orang luar negeri
- Klien mengatakan bahwa ia memiliki banyak pacar
- Klien mengatakan bahwa kedua orang tuanya tinggal di luar negeri
- Klien mengatakan bahwa dia anak tunggal yang disayangi orang
tuanya
Data objektif
- Pembicaan capat
- Klien sudah mengalami gejala ini 2 tahun yang lalu
- Klien suka bertengkar dengan teman-temannya
- Klien MRS bertengkar dengan teman-temannya
2.

Analisa Data
Data

Masalah
Gangguan Isi pikir :

- Klien mengatakan bahwa ia adalah

waham Kebesaran

Ds :
orang luar negeri
- Klien mengatakan bahwa ia memiliki
banyak pacar
- Klien mengatakan bahwa dia anak
tunggal yang disayangi orang tuanya
Do :
- Pembicaraan cepat
Ds :-Ds

Resiko Tinggi melakukan


- Ds :
Do :
- Klien sudah mengalami gejala ini 2
tahun yang lalu
- Klien suka bertengkar dengan temantemannya
- Klien MRS bertengkar dengan temantemannya

tindak kekerasan

3. Masalah Keperawatan.
1. Gangguan isi pikir : waham kebesaran b.d individu tidak efektif.
2. Resiko tinggi melakukan tindak kekerasan b.d waham kebesaran.
4. Pohon Masalah.

Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan


Gangguan isi pikir : waham kebesaran
Koping individu tidak efektif

ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN

: Nn. Y. S

RUANGAN

Gangguan isi pikir :

Perencanaan Keperawatan
Tujuan/kriteria
Intervensi
hasil
TUM

waham kebesaran b.d

Gangguan isi pikir

2009

individu tidak efektif

waham kebesaran

Jam : 09.15

yang ditandai dengan.

teratasi dalam 3

Ds :

bulan

Diagnosa

No.
I.

: E (Maengket)

keperawatan

- Klien mengatakan
bahwa ia adalah orang
luar negeri

hasil kien dapat

banyak pacar
- Klien mengatakan
bahwa dia anak
tunggal yang
disayangi orang
tuanya

1.

saling percaya

bahwa ia memiliki

menerima
kehadiran perawat

keperawatan
Tgl : 13/10-

1. Bina hubungan
dengan kriteria

Rasional

S:

TUK

- Klien mengatakan

Evaluasi

Bina

1.

Hubungan saling

hubungan saling

percaya sebagai dasar

percaya

interaksi yang
terapeutik perawat

Dorong dan beri

klien
Ungkapkan

Nama saya Y.
S

Saya merasa

senang
- Saya tinggal
di luar negeri
- Ayah saya

kesempatan kien

perasaan klien kepada

untuk

perawat sebagai bakti

mengungkapkan

bahwa klien mulai

perasaannya

mempercayai perawat -

tinggal di
belanda, dana
ibu daya tinggal
di inggris
Saya punya
pacar namanya

Do :

- Pembicaraan capat

Dorong ungkapkan klien dengan empati


2.

Anjurkan

ketakutan dan

tentang dirinya dan

perhatian klien saat

apa yang dipikirkan

ini, tetapi juga


terlihat diskusikan
panjang tentang
waham yang
kompleks

3. Klien dapat
3.

antara khayalan

yang dipikirkan

dan kenyataan

klien

hasil klien
mengenala situasi,

Mengetahui jenis

pasien.
-

mulai tercipta
Klien
kooperatif dan

Mencegah

mau menjawab

pembicaraan

pertanyaan

terlampaui jauh
sehingga pikiran

Hubungan
saling percaya

gangguan pada

pasien lebih

perawat
Klien dapat
menerima

meningkat lagi ke

bahwa ia harus

waham.

membedakan

dengan kriteria

O:
-

2.

penting
Identifikasi

dapat bercerita

tinggal

percaraya.

pertayaan yang

klien dengan
kriteria hasil klien

meningkatkan

D..
- Saya anak

hubungan saling

pertayaan2. Kenali waham

Rasa empati dapat

dirawat di RS.

Tanyakan apa

A:
3.

Menguji daya

Hubungan

ingat dan

saling percaya

mengidetifikasi alam

mulai tercipta

perasaan klien

klien dapat

- Bantu klien

membedakan

membedakan

khayalan dan

khayalan dan

kenyataan

kenyataan

P:-

intervensi
-

Membantu klien
membedakan
khayalan dan
kenyataan

II.

Resiko tinggi

TUM

melekukan tindak

Tidak terjadi tindak

kekerasan b.d waham

kekerasan

kebesaran yang

TUK

ditandai dengan.

1.

Ds :
-

1.1 Hubungan saling


1.1 Bina hubungan
Bina

saling percaya

hubungan saling

Do :
- Klien sudah
mengalami gejala ini

kehadiran

2 tahun yang lalu

perawat

- Klien suka bertengkar

1.2 Dorong dan beri


kesempatan untuk
mengungkapkan
perasaannya

dengan temantemannya
- Klien MRS bertengkar
dengan teman-

interaksi yang
perawat klien

kriteria hasil klien


dapat menerima

percaya sebagai dasar


terapeutik antara

percaya dengan

1.2 Ungkapkan perasaan


klien kepada perawat
sebagai bukti klien
mulai mempercayai
perawat

1.3 Dengarkan
ungkapan klien
dengan empati

Lanjutkan

1.3 Rasa empati dapat


meningkatkan seling

temannya

percaya.

2.1 Indentifikasi

2.1 Tindakan yang

bersama klein

biasanya dilakukan

tindakan apa yang

klien merupakan

mengontrol

dilakukan bila

upaya mengatasi

emosinya dengan

sedang emosi

emosinya

2.

Klien dapat

kriteria hasil klien2.2 Diskusikan cara


tidak marahmarah

mengontrol emosi

2.2 Dengan terkontrolnya


emosi oleh klien mata
resiko kekerasaan
tidak akan terjadi

PERILAKU KEKERASAN
1. DEFINISI
Risiko perilaku kekerasan adalah kondisi ketika individu
pernah atau berisiko melakukan tindakan kekerasan kepada orang
lain ataupun lingkungan (Carpenito, 2009). Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeen, 1996). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan merupakan kondisi maladaptif
seseorang dalam berespon terhadap marah (Townsend, 1998).
Perasaan marah normal bagi setiap individu, namun perilaku
yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1.1) (Sustrami
& Sukmono, 2008).
Respon adaptif

Asertif

Respon maladaptif

Frustasi
Pasif
Agresif
PK
Gambar 1.1 Rentang Respon Marah menurut Stuart dan

Sundeen (1987)
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon
melawan dan menantang merupakan respon maladaptif, yaitu agresif.
Berikut perilaku kekerasan dari yang rendah sampai yang tinggi:
a. Asertif

: Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain

dan merasa lega.


b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak realistis.

c. Pasif

: Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang sedang dialami.


d. Agresif : Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut,
mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata
ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol
perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Kekerasan : Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberikan kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan, dan
yang paling berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak
mampu mengandalikan diri.
Tabel 1.1 Perbandingan antara Pasif, Asertif, dan Agresif menurut Keliat
(2008)
Isi bicara

Pasif
Negatif,

Asertif
Positif, menghargai

Agresif
Berlebihan,

menghina diri

diri sendiri, saya

menghina

sendiri,

dapat/ akan

orang lain,

dapatkah saya

melakukannya

anda selalu/

melakukannya?

tidak pernah

, dapatkah ia
Nada suara

lakukan?
Diam, lemah

Postur/ sikap

dan merengek
Melorot,

tubuh

menundukkan

bersandar ke

Personal

kepala
Orang lain

Meenjaga jarak yang

depan
Memasuki

space

dapat masuk

menyenangkan,

teritorial orang

pada teritorial

mempertahankan

lain

pribadinya

hak tempat/

Minimal, lemah,

teritorial
Memperlihatkan

Mengancam,

dan resah

gerakan yang sesuai

ekspansi

Gerakan

Diatur

Tinggi dan

Tegak dan rileks

menuntut
Tegang dan

gerakan

Kontak mata

Sedikit atau

Sekali-kali sesuai

tidak ada

dengan kebutuhan

Melotot

interaksi

2) ETIOLOGI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan
faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu.
Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah:
a. Faktor biologis
1) Teori dorongan naluri menyatakan bahwa perilaku kekerasan
disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik. Pengalaman marah adalah akibat dari respon
terhadap stimulus eksternal, internal, maupun lingkungan. Dalam hal
ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
freustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terlambat. Keadaan ini dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang
diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah dan di luar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Teori eksistensi
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu dasar manusia
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku
konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.
c. Faktor sosio kultural

1) Teori lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam


mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara
diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
2) Teori belajar sosial
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
Faktor Presipitasi
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut:
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dlam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap tumbuh kembang, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

3) BENTUK PERILAKU KEKERASAN


Suharto (1997) mengklasifikasikan perilaku kekerasan menjadi empat
bentuk, yaitu kekerasan sosial, kekerasan psikologis, kekerasan fisik, dan
kekerasan seksual
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik berupa penyiksaan, pemuulan, dan
penganiayaan dengan atau tanpa menggunakan benda-benda
tertentu yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian. Bentuk
luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau
kekerasan benda tumpul. National Clearinghouse on Child Abuse

and Neglect Information (2004) mendefinisikan kekerasan fisik


sebagai kerugian fisik atau luka fisik (dari luka kecil sampai luka
sangat berbahaya hingga meyebabkan kematian) sebagai akibat
dari pukulan, tendangan, gigitan, guncangan, lemparan, tikaman,
cekikan, hantaman (oleh tangan, stik, tali atau benda lain), dibakar
atau hal lain yang membahayakan.
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis meliputi, penghardikan, penyampaian katakata kasar dan kotor.
c. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah bentuk penyalahgunaan perlakuan yang
bertujuan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan seksual
seseorang. Kekerasan ini dapat berupa perkosaan, eksploitasi
seksual).

4. MENIFESTASI KLINIS
Menurut Stuart & Sundeen (1995) dalam Sustrami & Sukmono (2008) dan
Surya Direja antara lain:

Emosi: Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut,


tidak aman dan nyaman, tidak berdaya, bermusuhan, ingin

mengamuk, menyalahkan menuntut, tidak adekuat, dan cemas.


Fisik: Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat,
sakit fisik, penyalagunaan zat, tekanan darah meningkat, tangan

mengepal, rahang mengatup, serta postur tubuh kaku.


Intelektual: Mendominasi, keraguan, bawel, berdebat, meremehkan,

cerewet dan sarkasme.


Spiritual: Keraguan, kebijakan/ keberanian diri, tidak bermoral, dan

kreativitas terhambat.
Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan

humor.
Perhatian
seksual.

: Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan

5.

MEKANISME PENYESUAIAN MARAH

Menurut Keliat (2008) mekanisme penyesuaian seseorang marah sebagai


berikut:

6. PENATALAKSANAAN
1) Medis

Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien


dengan marah atau perilaku kekerasan adalah:
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam
dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk

menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan


untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi.
b. Buspirone antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants. Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilngkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2)

Keperawatan

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat


membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego yaitu
displacement, sublimasi, proyeksi, represi, denial, dan reaksi formasi.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran
urin dan saliva meningkat, knstipasi, kewaspadaan meningkat, tanga
mengapal, tubuh kaku, dan disertai refleks yang cepat.
d. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang ditampilkan adalah dengan perilaku pasif, agresif dan
asertif.
e. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
f.

perilaku untuk menarik perhatian orang lain.


Perilaku kekerasan
Tindakan amuk atau kekerasan ditunjukkan kepada diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan.

Menurut Yosep (2007) perawat dapat mengimplementasikan


berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif
melalui rentang intervensi keperawatan.
Strategi preventif

Strategi antisipatif

Strategi pengurungan

Kesadaran diri

Komunikasi

Managemen krisis

Pendidikan klien

Perubahan lingkungan

Restrain, Seclusion

Latihan asertif

Tindakan perilaku

Psikofarmakologi

Gambar 6.1 Rentang Intervensi Keperawatan

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa strategi penatalaksanaan


klien dengan perilaku kekerasan meliputi:
a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri. Perawat harus terus-menerus meningkatkan
kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan
antara masalah pribadi dan masalah klien.
2) Pendidikan klien. Pendidikan yang diberikan mengenai cara
berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif. Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki
meliputi:
- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
- Sanggup melakukan komplain.
- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi. Strategi komunikasi dengan klien perilaku agresif antara
lain bersikap tenang, berbicara lembut, bicara tidak dengan cara
menghakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa
hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan
cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan
klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji
yang tidak bisa ditepati.

2) Perubahan lingkungan. Unit perawatan sebaiknya menyediakan


berbagai aktivitas-aktivitas seperti membaca, grup program yang
dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku. Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien
mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima
serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauan sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat
manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan
manset, sprei pengekang.

7. PENGKAJIAN
Menurut Fitria (2009) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu:
1. Data subjektif:
Klien mengancam.
Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
Klien mengatakan dendam dan jengkel.
Klien mengatakan ingin berkelahi.
Klien menyalahkan dan menuntut.
Klien meremehkan.
2. Data objektif:
Mata melotot/ pandangan tajam.
Tangan mengepal.
Rahang mengatup.
Wajah memerah dan tegang.
Postur tubuh kaku.
Suara keras.
Faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)

Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah.


Stimulus lingkungan.
Konflik interpersonal.
Status mental.
Putus obat.

6) Penyalahgunaan narkoba/alkohol.
Pohon Masalah

Masalah Keperawatan
1.
2.

Perilaku kekerasan
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

3.

Perubahan persepsi sensori:


halusinasi

4.
5.
6.
7.

Harga diri rendah kronis


Isolasi sosial
Berduka disfungsional
Penatalaksanaan regimen
terapeutik inefektif

8.

Koping keluarga inefektif

Diagnosa Keperawatan :Perilaku kekerasan

Rencana Keperawatan
Menurut Keliat (2005) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku
kekerasan meliputi:
1. Tujuan
Tujuan umum
: Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
Tujuan Khusus:
Klien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan.
3) Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
4) Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
5) Mengontrol perilku kekersannya dengan cara fisik, sosial/ verbal,
spiritual, terapi psikofarmaka.
Keluarga mampu:
1) Merawat klien di rumah.
2. Kriteria evaluasi dan intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan klien:
1) Kriteria evaluasi: Setelah .....x pertemuan, pasien mampu
mengungkapkan perasaan dan menjelaskan tindakan kekerasan yang
dilakukan.
Intervensi:
Memberikan salam/ panggila nama.
Menyebutkan nama perawat sambil menjabat tangan.
Jelaskan maksud hubungan interaksi.
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
Beri rasa aman dan sikap empati.
Lakukan kontak singkat tetapi sering.
2) Kriteria evaluasi SP 1: Setelah ....x pertemuan, pasien mampu
menyebutkan penyebab, tanda dan gejala, dan akibat perilaku
kekerasan; memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
Intervensi:
Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat perilaku

kekerasan.
Latihan cara fisik 1 dengan tarik nafas dalam.
Memasukkan dalam jadwal harian klien.

3) Kriteria evaluasi SP 2 : Setelah ....x pertemuan, pasien mampu


menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, memperagakan cara fisik
untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Intervensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1).
Latih cara fisik 2: pukul kasur/ bantal.
Masukkan dalam jadwal harian klien.
4) Kriteria evaluasi 3: Setelah ....x pertemuan, pasien mampu
menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, memperagakan cara
sosial/ verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Intevensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2).
Latih secara sosial/ verbal.
Menolak dengan baik.
Meminta dengan baik.
Mengungkapkan dengan baik.
Masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
5) Kriteria evaluasi 4: Setelah ....x pertemuan, pasien mampu
menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, memperagakan cara
spiritual.
Intervensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3).
Latih secara spiritual: berdoa dan sholat.
Masukkan dalam jadwal harian klien.
6) Kriteria evaluasi 5: Setelah ....x pertemuan, pasien mampu
menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, memperagakan cara
patuh obat.
Intervensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP2, SP3, dan SP4).
Latih patuh obat dengan minum obat secara teratur dengan prinsip

5 benar; susun jadwal minum obat secara teratur.


Masukkan dalam jadwal harian klien.

Intervensi keperawatan keluarga


1) Kriteria evaluasi SP1: Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu
menjelaskan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu
memperagakan cara merawat.

Intervensi:
Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
Jelaskan tentang perilaku kekerasan: penyebab, akibat, dan cara

merawat.
Latih cara merawat.
RTL keluarga/ jadwal untuk merawat klien.

2) Kriteria evaluasi SP2: Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu


menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat
serta membuat RTL.
Intervensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat klien.
Latih langsung ke klien.
RTL keluarga/ jadwal untuk merawat klien.
3) Kriteria evaluasi SP3: Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu
menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat
serta membuat RTL.
Intervensi:
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP2).
Latih langsung ke klien.
RTL keluarga/ jadwal untuk merawat klien.
4) Kriteria evaluasi SP 4: Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu
melaksanakan follow up dan rujukan serta mampu menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan.
Intervensi:
Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3.
Latih langsung ke klien.
RTL keluarga: folloe up dan rujukan

RESIKO BUNUH DIRI


1. DEFINISI
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris,
Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:
1.
2.
3.
4.

Bunuh
Bunuh
Bunuh
Bunuh

diri
diri
diri
diri

adalah membunuh diri sendiri secara intensional


dilakukan dengan intensi
dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak

langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang


menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.

2. ETIOLOGI
Menurut Fitria, Nita, 2009 etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadiankejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu

mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam


menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
Faktor Presipitasi
-

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang


dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup
yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu

yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.


Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor
social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga

dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.


Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk

denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme


pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternatif.
Respon adaptif
Peningkatan
Beresiko

Destruktif diri

Respon maladaptif
Pencederaan
Bunuh

diri

tidak langsung

diri

destruktif

diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

3. TANDA DAN GEJALA


1)
2)
3)
4)
5)

Mempunyai ide untuk bunuh diri.


Mengungkapkan keinginan untuk mati.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Impulsif.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat

patuh).
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11) Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier).
12) Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14) Pekerjaan.
15) Konflik interpersonal.
16) Latar belakang keluarga.
17) Orientasi seksual.
18) Sumber-sumber personal.
19) Sumber-sumber social.

20)

Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

4. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
Resiko bunuh diri
Harga diri rendah

5.

PENGKAJIAN RESIKO BUNUH DRIRI

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila


menunjukkan perilaku sebagai berikut :

Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri


Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan

yang bertubi-tubi dan secara bersamaan


Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal

pistol, obat, racun.


Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan

pengobatan
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien


melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
1

SAD PERSONS
Sex (jenis kelamin)

Keterangan
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali
lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita
lebih sering 3 kali dibanding laki laki

Age ( umur)

melakukan percobaan bunuh diri


Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau

lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan


3

Depression

khususnya umur 65 tahun lebih.


35 79% oran yang melakukan bunuh diri

Previous attempts

mengalami sindrome depresi.


65- 70% orang yang melakukan bunuh diri

(Percobaan

sudah pernah melakukan percobaan

sebelumnya)
ETOH ( alkohol)

sebelumnya
65 % orang yang suicide adalah orang

Rational thinking

menyalahnugunakan alkohol
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering

Loss ( Kehilangan

melakukan bunuh diri disbanding general

berpikir rasional)
Sosial support

populasi
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya

lacking ( Kurang

kurannya dukungan dari teman dan saudara,

dukungan social)

pekerjaan yang bermakna serta dukungan

Organized plan

spiritual keagaamaan
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap

( perencanaan yang

bunuh diri merupakan resiko tinggi

teroranisasi)
No spouse ( Tidak

Orang duda, janda, single adalah lebih rentang

10

memiliki pasangan)
Sickness

disbanding menikah
Orang berpenyakit kronik dan terminal

beresiko tinggi melakukan bunuh diri.


Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat
perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan
pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi
secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang
berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal.

Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan


dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di
hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini
akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini
perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu
mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi
akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1.

Riwayat masa lalu :

Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri


Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,

paranoid, antisosial
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka

2.Symptom yang menyertainya


a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diri
Ancaman bunh diri
Percobaan bunuh diri
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan
anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan
resiko bunuh diri.Bila individu menyatakan memiliki rencana

bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan


penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan


Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau
erencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan

rencananya.
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk

merencanakan dan mengagas akan suicide


Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses
oleh klien.

Hal hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang


riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :

Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik


Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan

mendorong komunikasi terbuka.


Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata kata

yang dimengerti klien


Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat

pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Masalah Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Resiko bunuh diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data yang Perlu Dikaji
1

Resiko bunuh diri


Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
Data objektif : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah

mencoba bunuhdiri.
2 Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Data subjektif

1
2
3
4
5

Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya


Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri

b.
1
2
3
4
5

Data objektif
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Intervensi :
1

Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan:

a. Perkenalkan diri dengan klien


b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh

perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.

d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti


penderitaan, kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,

keyakinan, hal hal untuk

diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif

DEFISIT PERAWATAN DIRI


1. DEFINISI
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat dilakukan perawatan diri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis (Poter Perry, 2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tartowo
dan Wartonah, 2000)

2.

TANDA DAN GEJALA


Mandi / Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan

tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi


Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat

yang memuaskna, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.


Makan
Klien menpunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah

makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,


membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukkan ke mulut, melengkapi
makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup

makanan dengan aman


BAB / BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/ BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya diakibatkan karena
stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa
mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus
atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian,
berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi
oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko
tinggi isolasi sosial.

3.

POHON MASALAH

Effect

Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem

Defisit perawatan diri

Harga diri rendah kronis

Causa

Koping individu tidak efektif

Gambar pohon masalah Defisit perawatan diri


Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risiko tinggi isolasi sosial
Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan
Defisit perawatan diri

Data yang perlu dikaji


Subjektif :
Klien mengatakan dirinya malas
mandi karen airnya dingin, atau di
RS tidak tersedia alat mandi
Klien mengatakan dirinya malas
berdandan
klien mengatakan ingin disuapi
makan
Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK/BAB
Objektif :
ketidakmampuan mandi /
membersihkan diri ditandai dengan
rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor
ketidakmampuan berpakaian/
berhias ditandai dengan rambut
acak-acakan, pakaian kotor dan
tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
tidak bercukur (laki-laki), atau tidak

berdandan (wanita)
Ketidakmampuan makan secara
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil
makanan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya
ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai BAB/BAK tidak
pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik
setelah BAB/ BAK
Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
Rencana Asuhan Keperawatan
Nama klien :............................... Dx Medis
:..................................
No RM

:............................... Ruangan

: .................................
Tgl/ No

Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan

Dx

Untuk Pasien
Tujuan :
Pasien mampu :
melakukan kebersihan diri
sendiri secara mandiri
melakukan
berhias/berdandan secara
baik
melakukan makan dengan
baik
melakukan BAB / BAK secara
mandiri

untuk keluarga
Tujuan :
Keluarga mampu merawat
anggota keluarga yang
mengalami masalah kurang
perawatan diri

Kriteria Evaluasi :
Setelah ...x pertemuan, pasien
dapat menjelaskan pentingnya :
kebersihan diri
berdandan / berhias
makan
BAB/ BAK
Dan mampu melakukan cara

Kriteria Evaluasi :
Setelah ....x pertemuan,
keluarga mampu meneruskan
melatih pasien dan mendukung
agar kemampuan pasien dalam
perawatan dirinya meningkat

merawat diri
SP 1
1. Menjelaskan pentingnya
kebersihan diri
2. Menjelaskan cara menjaga
kebersihan diri
3. Membantu pasien
mempraktekkan cara
menjaga kebersihan diri
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan

SP 2
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara makan
yang baik
3. Membantu pasien
mempraktekkan cara makan
yang baik
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara eliminasi
yang baik
3. Membantu pasien
mempraktekkan cara
eliminasi yang baik
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien

SP 1
1. Menjelaskan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala defisit
perawatan diri dan jenis
defisit perawatan diri yang
dialami pasien, serta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan defisit
perawatan diri
SP 2
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
defisit perawatan diri
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien defisit
perawatan diri

SP 3
1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum
obat (dischange planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang

mempraktekkan cara
berdandan
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada
Praktik Klinis/lynda Juall Carpemito; alih bahasa, Kusrini Semarwati
Kadar...[et al]; editor bahasa Indonesia, Eka Anisa Manderlla, Meining
Issuryani. Ed. 9. Jakarta: EGC, hlm. 1151-162.
2. Townsend, Mary C. 1998. Buku saku diagnsa keperawatan pada
keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana
keperawatan/Mary C. Townsend; alih bahasa, Novi Helena C. Daulima;
editor, Monica Ester, - Ed. 3. Jakarta: EGC, hlm. 57-64.
3. Sustrami D & Sukmono AC. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Perilaku Kekerasa. Tidak diterbitkan. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan
4.
5.
6.
7.

Hang Tuah, Surabaya.


Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan

Jiwa. Yogyakarta : Momedia


8. Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
9. Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
10.Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005
2006. Jakarta : Prima Medika.
11.Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
12.Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
13.Herdman, T.Heater, Phd, RN. 2012. NANDA International NURSING
DIAGNOSIS: DEFINITIONS & CLASSIFICATION 2012-2014. United
Kingdom: WILEY-BLACKWELL.

Anda mungkin juga menyukai