Anda di halaman 1dari 18

BAB I

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.A
Umur
: 31 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Suku/ Bangsa
: Tolaki/ Indonesia
Alamat
: Jalan Poros Palangga, Andoolo
No.RM
: 46.58.23
Tanggal masuk
: 12 Februari 2016
B. Anamnesis (Auto dan alloanamnesis)
1. Keluhan utama: Nyeri perut tembus belakang
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien rujukan dari RS Konawe Selatan dengan letak sungsang,
PEB, anemia, trombositopenia, dan hipoalbuminemia. Pasien mengeluh
nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut yang dirasakan hingga
tembus belakang. Keluhan lain yang dirasakan pasien juga mengeluh ada
pelepasan lendir bercampur darah sejak 1 hari SMRS.

Pasien juga

mengeluh pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-). Tidak ada
gangguan penglihatan dan tanda perdarahan spontan. Pasien juga tidak
pernah mengalami kejang selama kehamilan. Demam (-). BAB dan BAK
dalam batas normal.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tidak pernah
melakukan operasi apapun sebelumnya. Riwayat hipertensi (-), asma (-),
diabetes mellitus (-).
4. Riwayat penyakit keluarga:
Dalam keluarga tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Riwayat
hipertensi, asma, diabetes mellitus dalam keluarga tidak ditemukan.
5. Riwayat obstetri:

Siklus haid tidak diketahui oleh pasien, Pasien mengalami haid terakhir
tanggal dilupa, bulan 5 tahun 2015. Pasien belum memiliki anak, tidak ada
riwayat abortus sebelumnya. Pemeriksaan ANC rutin di posyandu dan
telah mendapatkan suntik TT sebanyak 2x.
6. Riwayat KB:
Pasien tidak pernah memasang KB sebelumnya.
C. STATUS GENERALIS
a. Keadaan umum : sakit sedang, compos mentis.
b. Tanda vital :
- Tekanan darah : 150/110
- Nadi
: 89 kali/ menit
- Suhu
: 36.9 C
- Pernapasan
: 20 kali/ menit
c. Status interna
- Kepala : Normosefal
- Kulit
: pucat (+), sianosis (-), ikterus (-)
- Telingan : Otorhea (-)
- Mata
: konjungtiva anemis (+/ +), sclera ikterik (-/-)
- Hidung : Rinorhea (-)
- Bibir
: pucat (+), kering (-)
- Lidah
: kotor (-), tremor (-)
- Mulut
: stomatitis (-), kandidiasis (-)
- Tonsil
: T1/ T1, hipremis (-)
- Leher
: pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru-paru:
-

Inspeksi : simetris kiri = kanan, retsraksi (-)


Palpasi : ICS kiri = kanan, nyeri tekan (-), fraktur (-)
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru belakang kiri setinggi ICS V Th XI
Batas paru belakang kanan setinggi ICS V Th X
Batas paru hepar ICS IV kanan

Jantung
-

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak


Palpasi : iktus kordis tidak teraba
2

Perkusi

: pekak
Batas jantung kiri pada ICS VI linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan pada linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I/ II murni regular, bunyi tambahan (-)

Abdomen
-

Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, distensi (-)


Auskultasi : peristaltik (+)
Palpasi : TFU teraba setinggi 3 jari di bawah prosesus xipoideus
Peristaltik : tympani (+), pekak hepar (+)
Limfa
: tidak teraba
Hati
: tidak teraba
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
Anggota gerak : edema (-/-), kekuatan (5/5)

D. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar:
- TFU teraba setinggi 3 jari di bawah prosesus xipoideus (93 cm)
- Lingkar perut 34 cm
- Tafsiran berat janin = 3162 gram
- L1 : Kepala, L2: Pungggung kanan, L3: Persentase bokong, L4: 5/5.
- DJJ : 143x/ menit, HIS (+) 2 x 10 menit (15, 10)
Pemeriksaan dalam vagina:
-

Vulva/ vagina tidak ada kelainan


Porsio tipis, pembukaan 2 cm
Bagian terdepan bokong, Hodge I
Ketuban utuh
Pelepasan lendir dan darah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin : 12 Februari 2016
Parameter
WBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Hasil
12.4 x 103 L
6.7 g/Dl
21.0 %
42 x 103 L
60.8
19.4
31.9

Interval
4.00 - 10.00
12.0 - 16.0
27.8 - 48.0
150 - 400
80.0 - 97.0
26.5 - 33.5
31.5 - 35.0

Keterangan
H
L
L
L
L
L
N

Darah Rutin 13 Februari 2016


Parameter
WBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Hasil
22.87 x 103 L
8.0g/dl
27.3 %
189 x 103 L
66.7
19.6
29.3

Interval
4.00 - 10.00
12.0 - 16.0
27.8 - 48.0
150 - 400
80.0 - 97.0
26.5 - 33.5
31.5 - 35.0

Keterangan
H
L
N
N
L
L
L

Interval
4.00 - 10.00
12.0 - 16.0
27.8 - 48.0
150 - 400
80.0 - 97.0
26.5 - 33.5
31.5 - 35.0

Keterangan
H
L
L
N
L
L
L

Interval
15 - 40
0.5 1.0
< 31
< 31

Keterangan
N
N
N
N

Darah Rutin 15 Februari 2016


Parameter
WBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Hasil
15.58 x 103 L
7.9 g/dl
26.3 %
261 x 103 L
66.9
20.1
30.0

2. Urin lengkap : 12 Februari 2016


Protein urin = +2
3. Kimia darah : 12 Februari 2016
SGOT = 33
SGPT = 25
13 Februari 2016
Parameter
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT

Hasil
22 mg/ dl
0.8 mg/dl
20 U/ L
15 U/ L

F. DIAGNOSIS
- G1P0A0 gravid aterm
- Letak sungsang
- PEB + Sindrom HELLP parsial
- Anemia
G. RENCANA TINDAKAN
- Cito SC
- O2 5 liter/ menit
- Drips MgSO4 40% 15 cc + 500 ml RL 28 tpm
- Injeksi dexametahson 2 amp/ 12 jam/ iv
- Transfusi whole blood 2 unit
- Darah persiapan PRC 1 unit, whole blood 1 unit.
H. FOLLOW UP
Tanggal
S
13
Nyeri pada
Februar

bekas

i 2016
(04.00

operasi

wita)

O
KU: sakit sedang
Kes:
composmentis
TD: 160/ 100
mmHg
N : 91x / menit
P : 19x / menit
S : 36.7 C
Konjungtiva

A
P
Post SC H0 - Observasi tanda
(partus aterm
vital pasien
+ PEB +
- IVFD 2 jalur :
Sindrom

RL = 2 amp

HELLP

oxytocin 28

parsial +

tpm, RL + 15

Anemia)

cc MgSO4 40
% 28 tpm
- Inj.cefotaxime 1

anemis -/-

gr/ 12 jam/ IV
(skin test)
- Drips
metronidazole
0.5 gram/ 8
jam/ IV
- Inj.ranitidin 1
amp/ 8 jam/ IV
- Inj.tramadol 1
amp/ 8 jam/ IV
- Observasi urin
+ balance
cairan
- Cek Hb
5

13

Nyeri pada

Februar

bekas

i 2016
(10.15

operasi

KU: sakit sedang


Kes:
composmentis
TD: 160/ 100
mmHg
N : 91x / menit
P : 19x / menit
S : 36.7 C
Konjungtiva

wita)

Post SC H0 - Observasi
(partus aterm
keadaan umum
+ PEB +
dan tanda vital
Sindrom
- Lanjut drips
HELLP

MgSO4 40%

parsial +

dalam RL 500

Anemia)

cc 18 tpm
- Injeksi lanjut
- Guyur RL 500

anemis -/Urin 30 cc/ 4 jam

cc
- Observasi
produksi urin
- Cek darah rutin
dan kimia

14

Nyeri pada

Februar

bekas

i 2016

operasi

15

Nyeri pada

Februar

bekas

i 2016

operasi

KU: sakit sedang


Kes:
composmentis
TD: 160/ 100
mmHg
N : 91x / menit
P : 19x / menit
S : 36.7 C
TFU : sejajar pusat
BAK : 300 cc
BAB : (-)
Fluxus : sedikit
Verban : kering
KU : baik
Kes:
composmentis
TD: 150/ 90
mmHg
N : 62x / menit
P : 18x / menit
S : 36.8 C
TFU : 2 jari atas
pusat
BAK : 300 cc
BAB : (-)
Fluxus : sedikit

darah.
Post SC H1 - IVFD RL 12
(partus aterm
tpm
+ PEB +
- Stop MgSO4
- Aff infuse 1
Sindrom
jalur
HELLP
- Inj. Furosemid 1
parsial +
amp/ 8 jam
Anemia)
- Lanjut
antibiotik

Post SC H2 - GV
(partus aterm - Cek lab darah
+ PEB +
Sindrom
HELLP
parsial +
Anemia)

rutin
- Aff infuse dan
kateter
- Stolax supp II
- Cefadroxil 2x1
- Metronidazole
3x1
- As.mefenamat
3x1
- SF 2x1

16
Februar
i 2016

17
Februar
i 2016

18
Februar
i 2016

Verban : kering
KU : baik
Kes:
composmentis
TD:
170/110mmHg
N : 87x / menit
P : 20x / menit
S : 37.2 C
TFU : sejajar pusat
BAK : (+)
BAB : (+)
Fluxus : sedikit
Verban : kering
KU : baik
Kes:
composmentis
TD:
160/110mmHg
N : 89x / menit
P : 20x / menit
S : 36.7 C
TFU : sejajar pusat
BAK : (+)
BAB : (+)
Fluxus : sedikit
Verban : kering
KU : baik
Kes:
composmentis
TD:
170/100mmHg
N : 80x / menit
P : 18x / menit
S : 36.5 C
TFU : sejajar pusat
BAK : (+)
BAB : (+)
Fluxus : sedikit
Verban : kering

Post SC H3 - GV
(partus aterm - Nifedipin 2x1
- Obat lanjut
+ PEB +
Sindrom
HELLP
parsial +
Anemia)

Post SC H4 - Furosemide 1-1(partus aterm


0
+ PEB +
- Lanjut obat oral
Sindrom
HELLP
parsial +
Anemia)

Post SC H5 - Nifedipin 3x1


(partus aterm - Rawat jalan
+ PEB +
Sindrom
HELLP
parsial +
Anemia)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom

HELLP

ialah

preeklampsia-eklampsia

disertai

timbulnya

hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. 1,2,3,4


Sindrom HELLP dapat diklasifikasikan ke dalam sindrom HELLP komplit dan
parsial berdasarkan dari jumlah kelainannya.2
Sindrom HELLP komplit didefinisikan memiliki kelainan laboratorium
sebagai berikut: 2,4
a. Hemolisis: karakteristik smear darah perifer, penurunan hemoglobin dan
hematokrit, bilirubin total 1.2mg/dl, laktat serum dehidrogenase (LDH)
600/ul.
b. Peningkatan enzim hati: aspartat aminotransferase (AST) 70 u / l, alanin
aminotransferase (ALT) 50 u / l.
c. Hitung platelet rendah: kelas 1 HELLP dengan maternal nadir platelet
50000 / cmm, kelas 2 HELLP dengan nadir trombosit antara 50.000 dan
100.000 / cmm dan kelas 3 HELLP dengan > 100000 ke 150000 / cmm.

2.2. Epidemiologi

Angka kejadian dilaporkan sebesar 0.5-0.9% dari seluruh kehamilan, dan


10-20% terjadi pada pasien dengan preeklampsia berat.3,4 Kejadian mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal sangat tinggi di kasus ini. Diagnosis dan
pengelolaan sindrom HELLP mengurangi angka mortalitas dan morbiditas
maternal dan perinatal.4
Sindrom HELLP biasanya terjadi antara minggu ke-27 kehamilan dan
persalinan, atau segera setelah melahirkan pada 15% -30% dari kasus. HELLP
telah terbukti terjadi pada kelompok usia ibu yang lebih tua, dengan usia rata-rata
25 tahun. Sebaliknya, preeklamsia adalah paling umum pada pasien yang lebih
muda (usia rata-rata, 19 tahun).5

2.3. Klasifikasi
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi
pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua
kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga
kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan
wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP
total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang
parsial dapat diterapi konservatif.6
Klasifikasi kedua sindrom HELLP menurut klasifikasi Missisippi
bedasarkan kadar trombosit darah, terdiri dari: 2,4,6

1. Kelas I : kadar trombosit 50.000/ ml, LDH 600 IU/ l, AST dan/ atau
ALT 40 IU/ l.
2. Kelas 2 : Kadar trombosit > 50.000 100.000/ ml, LDH 600 IU/ l,
AST dan/ atau ALT 40 IU/ l.
3. Kadar trombosit > 100.000 150.000/ ml, LDH 600 IU/ l, AST dan/
atau ALT 40 IU/ l.

2.4. Etiologi
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom ini
menyebabkan terjadinya kerusakan endothelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet
intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan
serotonin, dan menyebakan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet,
serta kerusakan endothelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan
terminasi kehamilan.7 Sindrom HELLP adalah varian dari preeklampsia. Terdapat
beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia, diantaranya: 1
1. Iskemia plasenta
Peningkatan deportasi sel trofoblast yang menyebabkan kegagalan invasi
ke arteri spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal adaptasi imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi
selnnnnnnnnnnn trofoblast pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi
endotel di picu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal
bebas.
3. Genetik inpreting
Terjadinya preeclampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.

10

4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity


Preventing Activity)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energy selama kehamilan, asam
lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak nonesterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktifitas
antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika
kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.
Faktor risiko untuk sindrom HELLP meliputi berikut ini:5
-

usia ibu lebih tua dari 34 tahun


multiparitas
ras kulit putih atau keturunan Eropa
sejarah hasil kehamilan yang buruk.

2.5. Patofisiologi
HELLP adalah sindrom yang ditandai oleh trombositopenia, anemia
hemolitik, dan disfungsi hati diyakini hasil dari aktivasi mikrovaskuler endotel
dan cedera sel.5
Patofisiologi sindrom HELLP adalah tidak jelas. Beberapa berteori bahwa,
karena HELLP adalah varian dari preeklamsia, patofisiologi berasal dari sumber
yang sama. Pada preeklamsia, cacat renovasi vaskuler plasenta selama minggu 1622 kehamilan dengan gelombang kedua invasi trofoblas ke dalam hasil desidua di
perfusi plasenta yang tidak memadai. Plasenta hipoksia kemudian melepaskan
berbagai faktor plasenta seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular soluble
reseptor-1 (s VEGFR-1), yang kemudian mengikat faktor pertumbuhan endotel

11

vaskular (VEGF) dan faktor pertumbuhan plasenta (PGF), menyebabkan sel


endotel dan disfungsi plasenta dengan mencegah terjadinya pengikatan reseptor
sel endotel. Hasilnya adalah hipertensi, proteinuria, dan peningkatan aktivasi
platelet dan agregasi.5
Selanjutnya, aktivasi kaskade koagulasi menyebabkan konsumsi trombosit
karena adhesi ke sebuah endothelium rusak dan diaktifkan, selain hemolisis
mikroangiopati disebabkan oleh geser eritrosit karena mereka melintasi melalui
kapiler sarat dengan deposito platelet-fibrin. Cedera multiorgan mikrovaskuler
dan nekrosis hati menyebabkan disfungsi hati berkontribusi pada pengembangan
HELLP.5
Hipotesis lain mengusulkan akut penolakan kekebalan ibu karena
imunokompeten sel ibu datang ke dalam kontak dengan janin genetik berbeda,
mengubah keseimbangan kekebalan tubuh ibu-janin dan menyebabkan disfungsi
endotel, aktivasi platelet dan agregasi, dan hipertensi arteri.5
Teori lainnya termasuk kesalahan metabolisme bawaan oksidatif asam
lemak sekunder untuk panjang dan mutasi asam lemak rantai menengah, yang
menyebabkan kerusakan hati sekunder oksidasi mitokondria cukup dari asam
lemak yang diperlukan untuk ketogenesis.5
Namun teori lain menunjukkan plasenta-menginisiasi kondisi peradangan
akut menargetkan hati.5 Selain itu, disfungsi dalam sistem komplemen melalui
aktivasi berlebihan atau peraturan yang rusak dengan jumlah tertentu cedera
endotel telah diusulkan untuk menyebabkan kerusakan pembuluh hati pada
HELLP.5

12

Banyak hipotesis mencoba untuk menentukan patogenesis sindrom HELLP,


tetapi patologi benar masih merupakan misteri.5
2.5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang paling sering dijumpai pada sindrom HELLP adalah
nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium, malaise, nyeri kepala, gangguan
penglihatan, mual dan muntah. Dapat pula ditemukan penambahan berat badan,
edema, proteinuria dan hipertensi. Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali,
kejang-kejang, jaundice, perdarahan gastrointestinal, dan perdarahan gusi. Sangat
jarang dijumpai hipoglikemia, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta
kortikal, dan diabetes insipidus yang nefrogenik. Edema pulmonal dan gagal
ginjal akut biasa dijumpai pada kasus sindrom HELLP yang onsetnya postpartum
atau antepartum yang ditangani secara konservatif.7

2.6. Diagnosis
Diagnosis sindrom HELLP secara objektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subjektif, kecuali keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, trombositopenia.8
Kriteria diagnosis sindroma HELLP yaitu Hemolysis, Elevated liver
enzymes, dan Low platelets. Hemolisis bila didapatkan minimal 2 dari hasil
pemeriksaa; apusan darah tepi abnormal (schistocytes, burr cell, echinocytes, dll),
peningkatan bilirubin total (biasanya bilirubin indirect) > 1.2 mg/ dl, serum
haptoglobin rendah, anemia hemolisis. Elevated liver enzymes yaitu peningkatan
13

enzim hati (AST dan ALT) > 70 IU/ l, peningkatan lactate dehydrogenase > 600
IU/ l, peningkatan bilirubuin total > 1.2 mg/ dl. Low platelets bila trombosit
<100.000 150.000.7
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium, sindrom HELLP dikelompokkan
berdasarkan subtipe klasifikasi Missisippi dan Tennessee. Klasifikasi sindrom
HELLP menurut klasifikasi Missisippi berdasarkan kadar trombosit darah.
Klasifikasi Tennesee membagi sindrom HELLP menjadi sindrom HELLP komplit
dan inkomplit (parsial).7

2.7. Penatalaksanaan
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi.
Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa
memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta
jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain
menganjurkan pendekatan yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin
dan atau memperbaiki gejala klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi defenitif.9
Tabel 1. Penatalaksanaan sindrom HELLP.9
1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :
a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan
b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar
subkapsular

14

2. Evaluasi kesejahteraan janin:


a. Non Stress Test
b. Profil biofisik
c. Ultrasonografi biometri
3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu
a. Jika paru telah matang, segera lahirkan
b. Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan
Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera
Lahirkan
Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan
segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu
dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila
tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin
pada semua kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan
serviks yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan
serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.9

2.7. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan sindrom HELLP menstabilkan dalam waktu 2448 jam, dengan waktu postpartum pemulihan yang paling berlarut-larut pada
pasien dengan kelas 1 penyakit.5
Tingkat kekambuhan 2% - 27% pada kehamilan berikutnya. Pasien
mengalami peningkatan risiko preeklampsia atau hipertensi akibat kehamilan,
selain kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan janin, dan solusio plasenta pada
kehamilan masa depan.5
15

Wanita dengan sindrom HELLP juga pada peningkatan risiko terkena


hipertensi dan penyakit kardiovaskular.5

BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis sindrom HELLP secara objektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subjektif. Kriteria diagnosis
sindroma HELLP yaitu Hemolysis, Elevated liver enzymes, dan Low platelets.
Hemolisis bila didapatkan minimal 2 dari hasil pemeriksaa; apusan darah tepi
abnormal (schistocytes, burr cell, echinocytes, dll), peningkatan bilirubin total
(biasanya bilirubin indirect) > 1.2 mg/ dl, serum haptoglobin rendah, anemia
hemolisis. Elevated liver enzymes yaitu peningkatan enzim hati (AST dan ALT) >
70 IU/ l, peningkatan lactate dehydrogenase > 600 IU/ l, peningkatan bilirubuin
total > 1.2 mg/ dl. Low platelets bila trombosit <100.000 150.000. Berdasarkan
hasil pemeriksaan pada pasien didapatkan hasil laboratorium yang menunjang
diagnose sindrom HELLP adalah ditemukannya 2 dari 3 kriteria sindrom HELLP
yaitu keadaan trombositopenia pada pasien dengan kadar trombosit 42 x 10 3 l
dan Hb 6.7 g/ dl.

16

Analisa diagnosa menurut klasifikasi Missisippi berdasarkan kadar trombosit


darah, kasus dapat digolongkan pada kelas 1 HELLP dengan maternal nadir
platelet 50000 / cmm, sedangkan berdasarkan klasifikasi Tennesee kasus dapat
digolongkan dalam sindrom HELLP inkomplit/ parsial karena memenuhi 2 dari 3
kriteria sindrom HELLP.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirrorahardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirorahardjo
2. Rakshit, Abhijit., et all. 2014. A Study to Detect HELLP Syndrome and
Partial HELLP Syndrome Among Preeclamptic Mothers and Their Impact
on Fetomaternal Outcome. US National Library of

Medicine Enlisted

Journal; 7 (1): 20-25.


3. Maulydia., Eddy R. 2012. Sindrom HELLP, Eklampsia, dan Perdarahan
Intrakranial. Majalah Kedokteran Terapi Intensif ; 7 (1).
4. Patel, Aesha A., Tushar MS. 2015. A Case Report of HELLP Syndrome.
International Archives of Integrated Medicine; 2 (1).
5. Khan, Huma., et all. 2015. HELLP Syndrome. http.medscape.com. Diakses
27 Februari 2016.
6. Sibai, Baha M. 2004. Diagnosis, Controversies, and Mangement of The
Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, and Low Platelet Count.
The A,erican College of Obstetricans and Gynecologists; 103 (5).
7. Haram, Kjell., Aeinar S., Ulrich A. 2009. The HELLP Syndrome: Clinical
Issues and Management. BMC Pregnancy and Childbirth; 9:8, p.1-15.
8. Homant, KS., Satpathy C., Donald F. 2009. Hellp Syndrome. J Obstet
Gynecol India; 59 (1).
9. Dina, Sarah. 2003. Luaran Ibu dan Bayi pada Penderita Preeklampsia
Berat dan Eklampsia dengan atau tanpa Sindroma HELLP. Sumatera Utara:
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

17

10. Leksana, Ery. 2013. Manajemen Anestetik Sindrom Antifosfolipid dengan


Komplikasi Sindrom HELLP. CDK-206; 40 (7), p.477-499.

18

Anda mungkin juga menyukai