Anda di halaman 1dari 14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Data Penelitian


Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah
Garut Utara hasil pengamatan Tim Geoteknologi LIPI Bandung dengan
menggunakan gravitimeter Lacoste & Romberg G-804 pada tahun 2009 dengan
jumlah titik pengamatan sebanyak 52 titik. Pengolahan data gayaberat dimulai
dengan mengkonversi harga bacaan gravitmeter ke dalam satuan miligal. Setelah
dikonversi, kemudian dilanjutkan dengan koreksi-koreksi gayaberat sehingga
didapat nilai anomali bouguer lengkap. Koreksi-koreksi yang dilakukan adalah
koreksi pasang surut, koreksi apungan, koreksi lintang, koreksi udara bebas,
koreksi bouguer, koreksi medan. Data anomali bouguer kemudian dipetakan
dengan bantuan paket program surfer 8.0. Nilai anomali bouguer lengkap ini
merupakan data awal yang digunakan untuk menentukan posisi dan kedalaman
sesar dengan program dekonvolusi werner yang dibuat dalam bahasa
pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0. Pengolahan data dan analisis hasil
survei gayaberat dilakukan di kantor Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI yang
beralamat di Jl. Sangkuriang-Bandung 40135.

3.2. Instrumen Penelitian


Dalam pengukuran gayaberat, perbedaan percepatan gravitasi bumi di suatu
tempat dengan tempat lainnya relatif kecil, maka diperlukan suatu alat ukur yang

35

36

sangat sensitif untuk mengukur perbedaan tersebut. Alat yang digunakan dalam
pengukuran gayaberat dinamakan gravimeter yang memiliki ketelitian sangat
tinggi, lebih kecil dari 0.01 mgal. Salah satu gravimeter yang menggunakan
prinsip kerja seperti ini adalah gravimeter La Coste & Romberg. Gravimeter
Lacoste & Romberg yang digunakan memiliki skala pembacaan dari 0 hingga
7000 mgal, dengan ketelitian 0.01 mgal dan kesalahan apungan (drift) 1 mgal per
bulan atau 0,03 mgal per hari. Untuk operasi alat ini, gravimeter memerlukan
temperatur yang tetap pada 51C. Oleh karenanya alat ini dilengkapi dengan
thermostat agar suhu alat tetap terjaga. Peralatan lainnya adalah kompas geologi,
altimeter digital Alpil El, mikro barograph, termometer, peta topografi, dan alat
navigasi GPS Navigasi Garmin Vplus.
Proses pengolahan data dalam tugas akhir ini dilakukan dengan
menggunakan program dekonvolusi werner yang dibuat dalam bahasa
pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 berdasarkan formulasi matematis
sehingga didapatkan nilai posisi dan kedalaman profil yang akan dianalisis.

3.3.

Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan


penelitian ini:

37

Forward Modelling

Data Lapangan

Data Sintetik

Koordinat Bujur, Koordinat Lintang,


Ketinggian, Nilai Anomali Bouguer

Konversi Jarak

Regriding

Dekonvolusi Werner

Posisi dan Kedalaman


Informasi Geologi
Analisis

Bagan 3.1 Alur penelitian


Sebagian besar pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
dekonvolusi werner yang dibuat dalam bahasa pemrograman Microsoft Visual
Basic 6.0. Sedangkan untuk peta anomali bouguer dibuat dengan bantuan paket
program surfer 8.0. Sebelum menerapkan pada data lapangan terlebih dahulu
dilakukan pengujian terhadap kebenaran algoritma dan akurasi program
dekonvolusi werner yang telah dibuat.
3.3.1 Penerapan Metode Pada Data Sintetik
Pembuatan model sintetik dimaksudkan untuk menguji kebenaran
algoritma dan akurasi program dekonvolusi werner sebelum diterapkan pada data

38

riil. Metode yang digunakan dalam pembuatan model sintetik ini adalah metode
forward modelling yang mengasumsikan model sebagai dyke vertical. Dalam
pembuatan model sintetik ada empat tahapan yang harus dilakukan yakni:
1. Buat model yang berfungsi untuk menampilkan bentuk model dyke
vertical dari parameter observasi dan parameter model dike yang telah
dimasukkan sebelumnya. Parameter-parameter ini berupa koordinat
observasi, banyak data, spasi data, datum permukaan, posisi model,
ketebalan, kedalaman, dan densitas. Adapun penjelasan mengenai
parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:

koordinat observasi merupakan jarak lintasan pengukuran.

banyak data merupakan banyaknya data yang digunakan.

spasi data merupakan jarak antar titik-titik observasi.

datum permukaan merupakan tinggi permukaan yang diukur dari


sea level dan diasumsikan bahwa tinggi permukaan datar.

Posisi model merupakan titik tengah model.

Ketebalan merupakan tebal model.

Kedalaman merupakan nilai kedalaman model.

Densitas merupakan massa jenis batuan sekitar.

Model sintetik ini dibuat dalam bentuk diagram jarak (x) terhadap
kedalaman (z). Jarak (x) dibuat dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan
dimana nx

1
=

= banyak data

/10

39

delx

= spasi data

X0

= posisi model

(i-1)

= persamaan untuk kedalaman (z) dengan jumlah i yaitu 1


sampai 11

2. Forward berfungsi untuk menghitung nilai anomali bouguer. Nilai


anomali bouguer dihitung dengan menggunakan persamaan forward
modelling gayaberat dengan mengasumsikan benda anomali sebagai
model dike dike vertikal (persamaan (2.18)). Sedangkan untuk sumbu x
yaitu jarak dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan X0
i
delx

( )

= (

= koordinat minimum observasi

= 1 sampai banyak data


= spasi data

3. Save data berfungsi untuk menyimpan data hasil perhitungan forward.


Data disimpan dalam bentuk ASCI file. Output perhitungan forward ini
berupa koordinat observasi, datum permukaan, dan nilai anomali bouguer.
Output ini diplotkan berupa grafik koordinat observasi (jarak) terhadap
anomali bouguer.
4. Setelah ketiga tahap di atas dilakukan tahap selanjutnya adalah melakukan
proses dekonvolusi. Proses dekonvolusi ini merupakan proses pemisahan
bentuk benda penyebab anomali dari data medan potensial gayaberat yang
didasarkan pada pendekatan dari pengukuran anomali gayaberat dalam
suatu jendela bergerak. Dalam jendela tersebut anomali diasumsikan

40

sebagai refleksi dari suatu sumber dengan rapat massa yang seragam
dengan karakteristik posisi dan kedalaman dari sumber anomali lebih
dekat atau yang memberikan efek yang lebih besar. Bentuk benda
penyebab anomali diasumsikan sebagai model dike vertikal. Model dike
vertikal dengan lebar sama dengan spasi pengukuran diletakkan di bawah
titik ukur dimana sumbu model berada tepat melalui titik ukur tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar nilai posisi dan kedalaman yang diperoleh pada
titik ukur tersebut merupakan puncak dari kurva distribusi dalam arah
lateral. Untuk menyelesaikan persamaaan dekonvolusi werner dan untuk
meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan
digunakan solusi least-square (persamaan 2.28). Hasil proses dekonvolusi
werner digambarkan dalam bentuk penampang 2D berupa sebaran titiktitik solusi yang diplotkan dalam grafik jarak terhadap kedalaman.
3.3.2. Penerapan Metode Pada Data Lapangan
Setelah melakukan pengujian terhadap kebenaran algoritma dan akurasi
program dekonvolusi werner dengan menggunakan model sintetik, tahap
selanjutnya adalah penerapan pada data riil. Adapun prosedur yang dilaksanakan
dalam penerapan pada data riil adalah sebagai berikut:
1. Input data yang digunakan berupa koordinat bujur, koordinat lintang,
ketinggian, dan anomali bouguer yang disimpan dalam bentuk text file.
2. Konversi jarak yaitu mengkonversi nilai koordinat bujur dan lintang
menjadi jarak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jarak sebenarnya dari

41

titik-titik pengukuran. Persamaan yang digunakan dalam konversi jarak


adalah sebagai berikut:
X(

+ Y(

dimana X = koordinat bujur, Y = koordinat lintang, S = jarak, i = banyak


data
Tabel 3.1. Kutipan contoh tabel konversi jarak
Station

Koordinat bujur

Koordinat lintang

Jarak

SL01

833397.3

9223717.13

SL02

832968.16

9223371.18

551.2191416

SL03

832466.2

9223053.38

1145.324083

3. Regriding yang berfungsi untuk smoothing data yakni data diperbanyak


secara ekstrapolasi. Input proses regriding merupakan output dari proses
konversi jarak. Persamaan matematis yang digunakan dalam proses
regriding adalah sebagai berikut:
=

)+

dimana H adalah ketinggian, i adalah banyak data, k adalah data sesudah


data ke-i, j adalah data sebelum data ke-i, X adalah jarak. Demikian pula
untuk perhitungan anomali bouguer. Sedangkan spasi grid diperoleh dari
pesamaan berikut:
=

1)

42

Tabel 3.2. Kutipan contoh tabel proses regriding dengan spasi grid 50
Jarak

Ketinggian

Anomali bouguer

532.4

29.8738

50

532.736

30.0548

100

533.071

30.236

Output regriding diplotkan ke dalam grafik jarak terhadap anomali


bouguer.
4. Tahapan selanjutnya adalah proses dekonvolusi werner. Output regriding
digunakan sebagai input dalam proses dekonvolusi. Proses dekonvolusi ini
merupakan proses pemisahan bentuk benda penyebab anomali dari data
medan potensial gayaberat yang didasarkan pada pendekatan dari
pengukuran anomali gayaberat dalam suatu jendela bergerak. Dalam
jendela tersebut anomali diasumsikan sebagai refleksi dari suatu sumber
dengan rapat massa yang seragam dengan karakteristik posisi dan
kedalaman dari sumber anomali lebih dekat atau yang memberikan efek
yang lebih besar. Bentuk benda penyebab anomali diasumsikan sebagai
model dike vertikal. Model dike vertikal dengan lebar sama dengan spasi
pengukuran diletakkan di bawah titik ukur dimana sumbu model berada
tepat melalui titik ukur tersebut. Hal ini dimaksudkan agar nilai posisi dan
kedalaman yang diperoleh pada titik ukur tersebut merupakan puncak dari

43

kurva distribusi dalam arah lateral. Untuk menyelesaikan persamaaan


dekonvolusi

werner

dan

untuk

meminimumkan

selisih

anomali

perhitungan dengan anomali pengamatan digunakan solusi least-square


(persamaan 2.27). Hasil proses dekonvolusi werner digambarkan dalam
bentuk penampang 2D berupa sebaran titik-titik solusi yang diplotkan
dalam grafik jarak terhadap kedalaman.

3.4.

Algoritma

3.4.1. Flow Chart Pembuatan Model Sintetik

Start

Input file
X0,nx,delx,z0,x0,d0,z1,rho

Buat Model

Forward

Save Data
X(i),hh,g(i)
Dekonvolusi Werner

Penampang 2D
X(i), d(i)
End
Bagan 3.2 Flow Chart Pembuatan Model Sintetik

44

Penjelasan Flow Chart Program:


1. Input file X0,nx,delx,z0,x0,d0,z1,rho
Ungkapan ini menyatakan input dalam pembuatan model sintetik. Hal pertama
yang dilakukan dalam pembuatan model sintetik adalah memasukkan data
masukan berupa koordinat minimum observasi (X0), banyak data (nx), spasi
data (delx), datum permukaan (z0), posisi model (x0), ketebalan (d0),
kedalaman (z1), densitas (rho).
2. Buat Model
Sub program ini berfungsi untuk menampilkan penampang model sintetik
berupa dike vertikal. Proses pembuatan model dike vertikal ini dilakukan oleh
sub program (a) (lampiran B.1).
3. Forward
Sub program ini berfungsi untuk menghitung nilai anomali bouguer. Nilai
anomali bouguer ini dihitung dengan menggunakan persamaan (2.18). Proses
forward ini dilakukan oleh sub program (b) (lampiran B.2).
4. Save Data X(i),hh,g(i)
Ungkapan ini menyatakan simpan data yang digunakan untuk menyimpan
data yang berasal dari output sub program forward. Output ini berupa jarak,
datum permukaan dan nilai anomali bouguer yang disimpan dalam bentuk
ASCI file.
5. Dekonvolusi Werner
Ungkapan ini menyatakan proses dekonvolusi werner. Proses ini berfungsi
untuk memisahkan bentuk benda penyebab anomali dari data medan potensial

45

gayaberat yang didasarkan pada pendekatan dari pengukuran anomali


gayaberat dalam suatu jendela bergerak. Bentuk benda penyebab anomali
diasumsikan sebagai model dike vertikal. Dalam proses dekonvolusi werner
ini ada beberapa tahapan yang dilakukan yakni pertama, membaca data dalam
jendela m berupa jarak dan anomali bouguer kemudian membentuknya ke
dalam bentuk matriks b. Kedua, membentuk matriks A yang berfungsi sebagai
operator dekonvolusi kemudian mengalikannya dengan matriks transpose A.
Ketiga, menghitung invers dari hasil perhitungan matriks pada tahapan kedua
kemudian mengalikan invers matriks tersebut dengan matriks transpose A.
Keempat mengkonvolusikan hasil dari tahapan pertama berupa b dengan hasil
dari tahapan ketiga berupa (A.AT)-1.AT agar diperoleh posisi (y0) dan
kedalaman sesar (d0). Solusi least-square digunakan untuk meminimumkan
selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan. Selisih ini
dinyatakan dalam bentuk error kesalahan dengan memasukkan batas toleransi
(tl). Proses dekonvolusi werner ini dilakukan oleh sub program (c) (lampiran
B.3)
6. Penampang 2D X(i), d(i)
Ungkapan ini menyatakan hasil proses dekonvolusi werner yang digambarkan
dalam bentuk penampang 2D berupa sebaran titik-titik solusi yang diplotkan
dalam grafik jarak (X(i)) terhadap kedalaman (d(i)).

46

3.4.2

Flow Chart Penerapan Dekonvolusi Werner Pada Data Lapangan

Start

Input File
X1(k), Y1(k), H1(k), z1(k)

Konversi Jarak
X(i), H1(i), z1(i)

Regriding
X2(i), H2(i), z2(i)

Dekonvolusi Werner

Penampang 2D
X(i), d(i)
End

Bagan 3.3. Flow Chart Program Dekonvolusi Werner


Penjelasan . Flow Chart Program:
1. Input File X1(k), Y1(k), H1(k), z1(k)
Ungkapan ini menyatakan tahapan pertama dalam program dekonvolusi
werner yaitu memasukkan input berupa koordinat bujur (X1), koordinat
lintang (Y1), ketinggian (H1), dan anomali bouguer (z1). Input ini disimpan
dalam bentuk text file.

47

2. Konversi Jarak X(i), H1(i), z1(i)


Ungkapan ini menyatakan setelah input dimasukkan kemudian koordinat bujur
dan lintang dikonversi ke dalam bentuk jarak untuk memperoleh jarak titik
ukur yang sebenarnya. Titik awal pengukuran dimulai dari jarak 0 m. Output
yang diperoleh terdiri dari jarak (X(i)), ketinggian (H1(i)), dan anomali
bouguer (z1(i)). Proses konversi jarak dilakukan oleh sub program (d)
(lampiran B.4).
3. Regriding X2(i), H2(i), z2(i)
Sub program ini digunakan untuk smoothing data. Pada proses ini spasi grid
diperkecil nilainya dengan mengatur jarak maksimum dan banyak data agar
diperoleh data yang lebih smooth. Output dari proses ini kemudian digunakan
dalam proses dekonvolusi werner. Proses regriding dilakukan oleh sub
program (e) (lampiran B.5).
4. Dekonvolusi Werner
Ungkapan ini menyatakan proses dekonvolusi werner. Proses ini berfungsi
untuk memisahkan bentuk benda penyebab anomali dari data medan potensial
gayaberat yang didasarkan pada pendekatan dari pengukuran anomali
gayaberat dalam suatu jendela bergerak. Bentuk benda penyebab anomali
diasumsikan sebagai model dike vertikal. Dalam proses dekonvolusi werner
ini ada beberapa tahapan yang dilakukan yakni pertama, membaca data dalam
jendela m berupa jarak dan anomali bouguer kemudian membentuknya ke
dalam bentuk matriks b. Kedua, membentuk matriks A yang berfungsi sebagai
operator dekonvolusi kemudian mengalikannya dengan matriks transpose A.

48

Ketiga, menghitung invers dari hasil perhitungan matriks pada tahapan kedua
kemudian mengalikan invers matriks tersebut dengan matriks transpose A.
Keempat mengkonvolusikan hasil dari tahapan pertama berupa b dengan hasil
dari tahapan ketiga berupa (A.AT)-1.AT agar diperoleh posisi (y0) dan
kedalaman sesar (d0). Solusi least-square digunakan untuk meminimumkan
selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan. Selisih ini
dinyatakan dalam bentuk error kesalahan dengan memasukkan batas toleransi
(tl). Proses dekonvolusi werner ini dilakukan oleh sub program (c) (lampiran
B.3)
5. Penampang X(i), d(i)
Ungkapan ini menyatakan hasil proses dekonvolusi werner yang digambarkan
dalam bentuk penampang 2D berupa sebaran titik-titik solusi yang diplotkan
dalam grafik jarak (X(i)) terhadap kedalaman (d(i)).

Anda mungkin juga menyukai