Lapsus Kelainan Refraksi Simple Miopia Astigmat
Lapsus Kelainan Refraksi Simple Miopia Astigmat
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS
MEI 2016
KELAIANAN REFRAKSI
SIMPLE MIOP-ASTIGMAT
OLEH :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala Rahmat, Berkat dan Karunia-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini
dengan judul Kelainan Refraksi (simple miop-astigmat) sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami kesulitan
dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya
Refarat ini dapat terselesaikan.
Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam kepada
dr. Rahasia Taufik, Sp. M(K). selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan
tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan refarat ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa yang akan datang. Saya
berharap sekiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata pengantar ..
ii
Daftar isi
iii
Lembar Pengesahan ..
iv
LAPSUS
LAPORAN KASUS ....
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
PENDAHULUAN ....................................................................................
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ......................................................
DEFINISI KELAINAN REFRAKSI ........................................................
KLASIFIKASI KELAINAN REFRAKSI ................................................
PATOFISIOLOGI KELAINAN REFRAKSI ............................................
ETIOLOGI KELAINAN REFRAKSI ......................................................
GEJALA KLINIS .....................................................................................
PENATALAKSANAAN ...........................................................................
8
9
17
18
27
30
34
37
44
HALAMAN PENGESAHAN
3
Pembimbing,
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
4
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
: Muh. Sofyan
: 27 Tahun
: Laki-laki
: Majene
: Islam
: Wiraswasta
: 11 Mei 2016
B. ANAMNESIS
Tipe Anamnesis
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Pengelihatan kabur dan berbayang
Anamnesis
:
Pasien datang ke poli klinik mata dengan keluhan pengelihatan kabur saat melihat
jauh sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sering melihat benda atau objek menjadi
berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan
pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing.
Pasien bekerja di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam di
depan komputer. Saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal
seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien
menjadi kabur dan berbayang.
Pasien baru mengalami hal ini pertama kali. Dan di keluarga pasien tidak ada
yang menderita hal yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit lain tidak ada.
C. STATUS PRESENT
Sakit sedang/ Composmentis
Berat Badan
: tidak diukur
Tinggi badan
: tidak diukur
IMT
: tidak diukur
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 68x/i
Pernapasan
: 20x/i
Suhu badan
: 36,1C
D. STATUS GENERAL
Kepala
: bentuk bulat, simetris, Rambut ikal warna hitam
Mata
: lihat status oftalmologis
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjer getah bening, nyeri tekan (-)
Thoraks
:
Pulmo
: simetris kiri dan kanan, Rh -/-, Wh -/5
Jantung
: dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
E. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS
OD
OS
20/30
Visus
20/30
Sentral
Kedudukan
Sentral
Pergerakan
Ke Segala Arah
Bola Mata
Ke Segala Arah
Lunak perpalpasi
TIO
Lunak perpalpasi
Palpebra
Cilia
Hiperemi (-)
Konjungtiva
Hiperemi (-)
Jernih
Kornea
Jernih
Hiperemi (-)
Sklera
Hiperemi (-)
Normal
COA
Normal
Reguler
Iris
Reguler
Pupil
Lensa
Jerih
Pasien datang ke poli klinik mata dengan keluhan pengelihatan kabur saat melihat
jauh sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sering melihat benda atau objek menjadi
berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan
pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing.
Pasien bekerja di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam di
depan komputer. Saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal
seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien
menjadi kabur dan berbayang.
Pasien baru mengalami hal ini pertama kali. Dan di keluarga pasien tidak ada
yang menderita hal yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit lain tidak ada.Dari hasil
pemeriksaan visus didapatkan:
VOD: 20/30
VOD: 20/20
VOS: 20/30
Ph:
VOS: 20/20
Pengukuran dengan alat refraktometri:
VOD: S - / C - 1.00 X 18
VOS: S - / C - 1,00 X 170
G. DIAGNOSA KLINIS
Simple Miop-Astigmat
H. PENATALAKSANAAN
Dilakukan koreksi menggunakan lensa silindris negatif dimulai dari yang paling
rendah yaitu 0,25 kamudian dinaikkan bertahap sampai penglihatan pasien menjadi jelas
dan terfokus. Sampai di batas penglihatan jelas, yang diambil adalah lensa terendahnya.
Pada pasien ini diberikan kacamata dengan:
OD: S - / C - 0,50 X 10
OS: S - / C 0,50 X 170
Dan diberikan obat untuk mengatasi mata kering dampak dari pekerjaan pasien
dan juga vitamin mata:
R/ Cendo protagenta. ed. mds
4 dd 1 gtt ODS
R/ TGF cendo. tab. No. X
1 dd 2
I. DISKUSI
7
Pada pasien tersebut terdapat keluhan pengelihatan kabur saat melihat jauh sejak
6 bulan yang lalu. Sehingga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pasien menderita
rabun jauh. Selain itu, pasien mengeluh sering melihat benda atau objek menjadi
berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan
pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing. Dari hal-hal yang dikeluhkan
tersebut maka dapat dicurigai pasien selain mengalami rabun jauh, juga mengalami
astigmatisma yang membuat objek terlihat tidak jelas dan berbayang (double). Sejalan
dengan hasil pemeriksaan visus yaitu:
VOD: 20/30
VOD: 20/20
VOS: 20/30
Ph:
VOS: 20/20
Sehingga dapat dilihat bahwa pada pasien ini terdapat kelainan refraksi yang
dimana kelainan refraksinya berupa gangguan melihat jauh (miopia). Kemudian dari hasil
pemeriksaan pengukuran dengan alat refraktometri:
VOD: S - / C - 1.00 X 18
VOS: S - / C - 1,00 X 170
Dari hasil pemeriksaan menggunakan alat refraktometri. Tidak didapatkan
kelainan pada sferisnya. Namun pada cylinder didapatkan kelainan berupa miop-astigmat
pada kedua mata.
Sejalan dengan riwayat kebiasaan dan keluhan pasien yang dimana pasien bekerja
di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam di depan komputer.
Sehingga menyebabkan mata pasien bekerja lebih keras dan menjadi cepat lelah. Dalam
kasus ini, hal inilah yang bisa menjadi penyebab terjadinya kelainan refraksi pada pasien.
Dan juga, saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal
seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien
menjadi kabur dan berbayang. Hal ini juga yang mendasari dsn mendukung diagnosis
pasien sebagai simple miop-astigmat.
Setelah hasil diagnosis diketahui. Maka dilakukan koreksi pada kadua mata
pasien untuk mendapatkan visus normal 20/20 sesuai dengan tatalaksana dari diagnosis
simple miop-astigmat itu sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
KELAINAN REFRAKSI
(Simple Miop-Astigmat)
A. PENDAHULUAN
Gangguan penglihatan adalah salah satu keluhan utama yang menyebabkan
seorang pasien datang ke dokter mata. Gangguan penglihatan tersebut sebagian sangat
erat kaitannya dengan refraksi. Mata dapat dianggap sebagai kamera, yang terdiri dari
media refrakta dengan retina sebagai filmnya. Media refrakta pada mata dari depan ke
belakang terdiri atas kornea, humor aqueos, lensa dan vitreus. Semua media refrakta ini
9
bersifat jernih, memiliki permukaannya sendiri, kurvatura dan indeks bias berlainan, serta
melekat satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang jumlah kekuatan refraksi
totalnya merupakan jumlah masing-masing komponennya.
Sifat bayangan yang terbentuk di retina bersifat nyata, terbalik, diperkecil, hitam
dan dua dimensi. Tetapi setelah impuls dibawa oleh nervus optikus, bayangan yang
dipersepsi di pusat penglihatan di otak tetap tegak, ukurannya sama, berwarna dan tiga
dimensi.
Pada orang normal sususnan pembiasan dimulai oleh media refrakta dan
panjangnya bola mata. Yang demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepa di retinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Dikenal bebrapa titik dalam bidang refraksi, seperti Punktum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punktum
Rometum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik
ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina dan fovea bila mata
istirahat.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Anatomi dan fisiologi media refraksi pada mata1,2:
1. Kornea
Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan
dan avaskuler, dengan bentuk seperti kaca arloji. Bentuk kornea agak elips dengan
diameter horizontal 12,6 mm dan diameter vertikal 11,7 mm. Jari-jari
kelengkungan depan 7,84 mm dan jaro-jair kelengkungan belakang 7 mm.
sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung., sedangkan
tepiannya lebih datar. Tebal kornea bagian pusat 0,6 mm dan tebal bagian tepi 1
mm. kornea melanjutkan diri sebagai sklera ke arah belakang, dan perbatasan
antara kornea dan sklera ini disebut limbus1.
Kornea merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias)
sebesar +43 dioptri. Kalau kornea mengalami sembab karena satu dan lain hal,
maka kornea berubah sifat menjadi seperti prisma yang dapat menguraikan
cahaya sehingga penderita akan melihat halo1.
Berbeda dengan sklera yang berwarna putih, kornea ini jernih. Faktorfaktor yang mempengaruhi kejernihan kornea adalah: letak epitel kornea yang
tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata rapi dan padat, kadar airnya
yang konstan, dan tidak adanya pembuluh darah 1. Kornea terdiri dari lima lapisan
antara lain2:
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih. Satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat motosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan emakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan
11
barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
tebal 40 m.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom
dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari sraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
12
lensa
manusia
dimulai
pada
masa
sangat
awal
suatu vesikel optik dari otak deoan atau diensefalon yang kemudian membesar
dan merapat ke ektoderm permukaan, yaitu sel-sel kuboid selapis. Pada umur 27
hari kehamilan, sel-sel koboid tersebut menebal dan berubah menjadi sel-sel
kolumnar yang disebut lens plate. Setelah itu, pada umur 29 hari kehamilan,
terbentuk fovea lentis (lens pit), cekungan kecil disebelah inferior center lens
plate. Fovea lentis ini semakin cekung karena adanya proses multiplikasi sel.
Semakin cekung fovea lentis, akhirnya sel-sel yang menghubungkan fovea lentis
dengan ektoderm permukaan semakin menegang dan menghilang, dan pada umur
33 hari kehamilan terbentuk selapis sel-sel kuboid dibatasi oleh membran
basement sebagai kapsula lensa disebut lens vesicle. Pada umur kehamilan 35
hari, sel-sel posterior vesikel lensa memanjang, menjadi lebih kolumner yang
selanjutnya disebut serabut primer lensa, dan mendesak lumen vesikel hingga
seluruhnya terdesak pada umur 40 hari. Kemudian nukleus dari serabut primer
lensa akan bergeser dari posterior ke anterior, dan akhirnya menghilang. Pada
proses ini, sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami perubahan. Sel-sel
kuboid selapis ini dikenal sebagai epitel lensa1.
Kurang lebih pada umur 7 minggu kehamilan, terbentuk serabut lensa
sekunder dari epitel lensa di daerah ekuator yang mengalami multiplikasi dan
memanjang secara cepat. Bagian anterior berkembang ke arah kutub anterior
lensa, dan bagian posterior juga mengalami perkembangan ke arah posterior
kutub lensa, namun masih di dalam kapsula lensa. Pada proses ini, serabut baru
terus menerus terbentuk selapis demi selapis. Serabut lensa sekunder yang
terbentuk antara umur kehamilan 2 minggu hingga 8 bulan membentuk nukleus
fetalis1.
14
15
jarak lensa ke retina. Pada anak dan orang muda lensa bisa berubah kekuatan
dioptrinya saat melihat dekat agar mampu menempatkan bayangan tepat pada
retina. Makin tua seseorang maka makin berkurang kekuatan penambahan
dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini akan hilang setelah 60 tahun.
Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya)
disebut dengan daya akomodasi1.
Lensa terus menerus mengalami perkembangan sejak individu dilahirkan.
Panjang lensa manusia pada saat lahir kira-kira 6,4 mm antar ekuator, 3,5 mm
anteroposterior, dan memiliki berat kurang lebih 90 mg. saat dewasa, bentuk lensa
berubah menjadi lebih kurva, ketebalan korteks lensa bertambah, dan ukuran
lensa berubah menjadi 9 mm antar ekuator, 5 mm anteroposterior, dan berat 255
mg. Oleh karena itu, kekuatan refraksi lensa juga semakin bertambah seiring
dengan bertambahnya usia, namun indeks refraksi justru menurun yang mungkin
disebabkan oleh munculnya partikel protein yang tak terlarut1.
Lensa mengandung 65% air dan 35% protein (jaringan tubuh dengan
kadar protein paling tinggi), serta sejumlah kecil mineral terutama kalium.
Komposisi tersebut hampir tidak berubah dengan pertambahan usia. Aspek yang
mungkin memegang peranan terpenting dalam fisiologi lensa adalah mekanisme
kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, yang juga sangat penting terhadap
kejernihan lensa. Gangguan dalam hidrasi seluler dapat dengan cepat
menimbulkan kekeruhan pada lensa karena kejernihan lensa sangat tergantung
pada komponen struktural dan makromolekul1.
4. Vitreus (badan kaca)
Badan kaca merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata yaitu
sebesar 4/5 dari isi bola mata. Badan kaca merupakan massa gelatin dengan
16
volume 4,3 cc. badan kaca bersifat transparan , tidak berwarna, dengan
konsistensi seperti gelatin (agar-agar) dan avaskuler. Badan kaca terdiri dari 99%
air dan 1% kombinasi kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya dapat
mengikat air hingga sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam lialuronatnya
dapat mengikat air hingga 60 kali beratnya sendiri1.
Badan kaca dikelilingi oleh membran hyaloid. Membran hyaloidea
melekat pada kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina, dan papil nervus
II. Badan kaca berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu
media refrakta. Pada bagian tengah badan kaca terdapat kanal hyaloid Cloquet
yang berjalan dari depan papil N II menuju tepi belakang lensa. Ukuran kanal ini
adalah 1-2 mm. badan kaca berhubungan dengan retina dan hanya terdapat
perlekatan yang lemah. Namun demikian badan kaca ini mempunyai perkelatan
erat dengan diskus optikus dan ora serrata. Basis vitreus adalah suatu area pada
vitreus (3-4 mm) yang melekat pada retina tepat di belakang ora serrata1.
C. DEFINISI
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar
atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata
mempunyai panjang kira-kira 2,0 cm. untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan
kekuatan 50,0 dioptri. Lensa berkekuatan 50,0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2,0
cm3.
Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (mata normal) terdapat
dua sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50,0 dioptri. Kornea
mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10
dioptri3.
17
Kelainan refraksi sendiri adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Pada kelainan refraksi,
sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau di belakang retina
dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam
bentuk miopia, hipermetropia dan astigmat3.
ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang
dalam tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus
yang tidak terletak pada retina3.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sina roleh kornea (medatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang
bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan inilah yang
disebut kelainan refraksi2.
a) Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa
akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur.
Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin difokuskan tepat di
retina, tanpa akomodasi. Menurut sebabnya, miopia dibedakan menjadi kelompok
berikut1,4:
i. Miopia aksialis
Disebabkan oleh karena jarak anterior-posterior terlalu panjang. Hal
ini dapat terjadi kongenital pada makroftalmus. Miopia aksial dapatan bisa
terjadi bila anak membaca terlalu dekat, sehingga ia harus berkonvergensi
berlebihan. Muskulus rektus medial berkontraksi berlebihan sehingga bola
mata terjepit oleh otot-otot ekstraokular. Ini menyebabkan polus posterior
mata, tempat yang paling lemah dari bola mata, memanjang. Wajah yang
lebar juga menyebabkan konvergensi berlebihan bila hendak melakukan
19
pekerjaan dekat sehingga menimbulkan hal yang sama seperti yang di atas.
Bendungan, peradangan, atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi
bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi karena penuhnya vena dari
kepala dapat pula menyebabkan tekanan pada bola mata sehingga polus
posterior mata menjadi memanjang1.
Miopia dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari
tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan
ii.
iii.
iv.
20
21
okuli akibat akomodasi ini menjadi hiperemis, juga terdapat hyperemia dari papil
N.II, seolah-olah meradang yang disebut pseudopapilitis atau pseudineuritis1.
Glaukoma merupakan salah satu komplikasi hipermetropia. Sudut COA
yang dangkal pada hipermetropia merupakan predisposisi anatomis untuk
glaukoma sudut sempit. Bila disertai dengan adanya faktor pencetus seperti
membaca terlalu lama, dan penetesan midriatika, serangan glaukoma akut dapat
terjadi. Hipermetropia juga dapat menyebabkan timbulnya strabismus konvergens
akibat akomodasi yang terus menerus disertai dengan konvergensi yang terus
menerus pula. Pada anak kecil hipermetropia yang besar dan dibiarkan, juga dapat
menyebabkan strabismus konvergens1. Ada 3 macam hipermetropia berdasarkan
penyebab, yaitu:
i. Hipermetropia aksial
Disebabkan karena aksis mata yang terlalu pendek (diameter anteroposterior), meskipun media refraksi normal. Dan ini merupakan penyebab
utama hipermetropia. Contoh penyebab kongenital adalah mikroftalmus.
Pada hipermetropia dapatan jarak lensa ke retina pendek seperti pada
ii.
iii.
23
utamanya tidak tegak lurus tapi miring dengan aksis 45 dan 135 4.
Bergantung pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan dengan
retina, astigmatisma diklasifikasikan menjadi 3 tipe4:
Simple astigmatisma
Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat di retina, dan
cahaya pada meridian yang lain terfokus pada titik di depan
retina, disebut simple myopic asticmatisma.
24
ii.
belakang retina.
Contoh: S 4, C + 2 x 90 atau S + 4, C 2 x 90
Astigmat irreguler
Suatu astigmat dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias
tidak teratur. Bisa terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea pada
meridian yang sama sehingga bayangan menjadi irreguler. Astigmat
irreguler ini bersifat/ mempunyai perubahan-perubahan irreguler dari tenaga
refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat multi meridian
yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris hanya sedikit
memperbaiki penglihatan, tetapi dapat diterapi dengan lensa kontak rigid.
Misalnya pada pasien dengan kerateksia1,2,4.
Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau polifaktorial. Kelainan
kornea (90%), perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anteroposterior. Kelainan lensa, kekeruhan lensa, biasanya
katarak insipien atau imatur bisa juga menyebabkan astigmatisma1.
25
26
Mata akan berokomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila
sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi
hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-menerus walaupun letak
bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik2.
Berkaitan dengan akomodasi, penting bagi kita memahami apa yang dimaksud
dengan punctum romentum dan punctum proksimum. Punctum romentum (PR): titik
terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letaknya dititik
tak terhingga. Punctum romentum tergantung pada status refraksi. Punctum proksimum
(PP): titik terdekat yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi maksimal. Punctum
proksismum tergantung pada status refraksi dan daya akomodasi. Daerah akomodasi
adalah jarak antara PP PR.
A = 1/PP 1/PR
Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibuthkan untuk melihat daerah
akomodasi. Dinyatakan dalam dioptri, besarnya sama dengan kekuatan lensa konvex
yang harus diletakkan di depan mata, yang menggantikan akomodasi untuk punctum
proksimum.
1. Emetropia
PR = ~, PP + 20cm. A = 1/PP 1/PR = 1/0,2 1/~ = 5D
2. Miopia
Misalnya pada mata 2 D, PR = 1/2D = 0,5 m = 50 cm, sehingga kalau mata
minus mau membaca dengan mata istirahat atau tana akomodasi, bukunya
dijarakkan 50 cm dari mata.
PP = 20 cm A = 100/20 2D = 3D
Jika A = 5D 5D = 1/PP 1/0,5 m 1/PP = 7D PP = 14,3 cm
Jadi, jika PP miop = PP emetrop, maka A miop < A emetrop
Jika A miop = A emetrop PP miop < PP emetrop
3. Hipermetropia
Misalnya mata + 2 D PR = 50 cm di belakang mata. PP = 20 cm A = 100/20 + 2D
= 7D.
Jika A = 5D 1/PP = 5D 2D =3D PP = 33 cm
Jadi, jika PP hipermetropik = PP emetrop A hipermetropik > A emetrop
27
28
4. Intensitas cahaya.
5. Posisi tubuh.
Etiologi Miopia
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan
makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan
kalsium, kekurangan vitamin)5.
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar
yang masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia
tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina
sehingga bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat
atau sumbu mata terlalu panjang5.
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah
bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab
dari miopia aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat
secara kongenital pada waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila
karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura5.
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan5:
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.
29
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang
dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh yang
membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan.
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan
pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena
lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa5.
Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya
akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein
yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bisa juga terjadi akibat spasme
berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama
melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo
miopia5.
Etiologi Hipermetropia
Pada penderita hipermetropia terjadi gejala sebagai berikut5:
1. Kabur waktu melihat dekat tetapi jelas saat melihat jauh.
2. Keluhan astenopia antara lain sakit kepala.
3. Kecenderungan penderita untuk menyempitkan mata saat melihat dekat.
30
4. Esotropia ( juling kedalam yaitu ke arah nasal ), ini akibat dari bolamata yang
selalu melakukan konvergensi.
5. Eksotropia ( juling keluar yaitu kearah temporal ), ini akibabt perbedaan de-rajat
hypermetropia pada satu mata lebih tinggi daripada lainnya, dan mata yang
pertama tidak dipergunakan sehingga mata menggulir kearah temporal.
6.
31
Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang buram.
32
Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin melihat jauh,
efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas.
Penderita rabuin jauh biasanya suka membaca karena mudah bagi mereka sebagai
spekulasi yang menarik.
b. Menurut Prof. Dr. Sidharta Ilyas dalam bukunya Kelainan Refraksi dan Kacamata,
bahwa gejala myopia adalah:
Bahwa penderita myopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan mengatakan
penglihatannya kabur juka melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak
dekat.
Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat melihat
jauh selalu menyipitkan matanya.
Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan melihat obyek dengan
warna dasar merah lebih terang.
33
Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau biasanya disebut dengan
asthenopia (mata cepat lelah).
Menjulingkan mata.
Ekspresi melotot.
Gejala hypermetropia
34
Esotropia ( juling kedalam yaitu ke arah nasal ), ini akibat dari bolamata yang
selalu melakukan konvergensi.
Eksotropia ( juling keluar yaitu kearah temporal ), ini akibabt perbedaan de-rajat
hypermetropia pada satu mata lebih tinggi daripada lainnya, dan mata yang
pertama tidak dipergunakan sehingga mata menggulir kearah temporal.
Tanda-tanda hypermetropia
Bilik mata depan menjadi dangkal, karena iris terdorong kedepan akibat
akomodasi yang terus menerus.
35
Gejala Astigmatismus
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejalagejala sebagai berikut5,6:
Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan
ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut5,6:
H. PENATALAKSANAAN
36
Terdapat berbagai alat dan cara untuk memperbaiki kelainan refraksi. Seperti
menggunakan kacamata, lensa kontak maupun bedah refraksi3,4.
1. Kacamata dan lensa
Seperti yang diketahui kacamata merupakan alat bantu penglihatan yang paling
banyak dipergunakan oleh karena perawatan yang lebih mudah dan relatif lebih
murah. Tetapi menggunakan kacamata juga terdapat keluhan-keluhan seperti3,4:
Kacamata tidak selalu bersih
Coating kacamata mengurangi kecerahan warna benda yang dilihat
Mengubah wajah
Jika ukuran dioptri/ spheres tinggi lensa tebal
Sering pegal pada pangkal hidung dan telinga
Pada kacamata, lensa merupakan bagian yang paling penting sebab lensa itulan
yang memberikan koreksi penglihatan. Lensa bekerja membelokkan jalan sinar yang
disebut pembiasan atau refraksi. Lensa bersifat menyebarkan atau memusatkan sinar
yang melaluinya3,4.
Untuk membantu koreksi kelainan refraksi, terdapat beberapa jenis lensa. Yaitu3,4:
a. Lensa negatif (lensa divergen / konkaf)
Lensa negatif dapat dengan permukaan plano konkaf, konkaf gand dan konkaf
konveks. Lensa ini tebal pada bagian perifer/tepi lensa dan pada bagian sentral
lensa tipis. Lensa ini digunakan untuk koreksi miopia3,4.
37
Laser Excimer merupakan temuan Dr. Dave Muller PhD yang dibuat di
Cornells University di tahun 1976. Efek-efek fotokimia dan fototermal laser
excimer timbul sebagai akibat absorbsinya oleh elemen-elemen padat, dalam hal
ini stroma kornea. Excimer ini tidak memotong stroma seperti pisau, namun
menguapkan material stroma yang diablasi. PRK sendiri sebenarnya suatu istilah
singkat yang kurang tepat karena tidak spesifik dari suatu istilah yang lebih tepat
bagi prosedur ini, yaitu keratomileusis anterior laser. Prosedur ini bertujuan
menipiskan kornea, dengan penipisan maksimal dilakukan di sentral dan makin ke
perifer makin kurang progresif. Laser yang kita gunakan saat ini memiliki berkas
dengan ukuran titik 1-2 mm, dengan frekuensi pulsasi 50-200 Hz. Tiap pulsasinya
excimer mengablasi jaringan kornea sebanyak 0,22 0,25 m1.
Prosedur PRK dikerjakan dengan mengupas lapisan epitel kornea baik
secara manual dengan keratom, dengan alat surpass separator, Amadeus II (epifree), maupun dengan sikat kornea (Amoilsbrush dan alkohol) dan selanjutnya
ditembakkan sinar laser excimer. Setelah debris pasca ablasi dibersihkan pada
akhir prosedur pasien dipasang lensa kontak bandage selama lima hari. Epitel
kornea akan tumbuh sempurna dalam waktu 2-3 hari1.
Untuk ablasi yang tidak terlalu dalam, zona ablasi dibuat kecil dengan
diameter biasanya 4 mm. dengan diameter ini, pasien mengeluhkan adanya glare
dan Halo. Untuk menghindarinya, diameter ablasi dibuat setidaknya 6 mm,
karena retina mampu menyesuaikan diri terhadap zona ablasi dengan ukuran
tersebut. Apabila tidak diinginkan ablasi yang terlalu dalam, kita bisa melakukan
ablasi zona multipel. Hal ini biasanya dilakukan pada mata dengan miopia tinggi1.
Jika dilakukan PRK, menghadapi tantangan untuk menangani
astigmatisma karena ablasi yang dilakukan harus mampu membentuk kontur torus
39
(silindris) kornea. Masalah ini sekarang teratasi dengan teknologi pindai laser.
Namun PRK dengan tengan teknologi pemindaian laser (scanning laser) masih
belum mampu memberikan solusi yang memuaskan untuk astigmatisma besar1.
Dari uji klinis yang dilakukan di bawah naungan FDA terhadap lebih dari
500 pasien menunjukkan bahwa tajam penglihatan tanpa koreksi 6 bulan sesudah
PRK adalah 6/12 atau lebih baik pada sekitar 93% pasien. Akurasi dalam kisaran
1,00 D pada 6 bulan dicapai oleh 75% pasien dengan miopia praoperasi berkisar
antara -1,50 s.d. -6,00 D1.
Penyulit terburuk yang bisa terjadi adalah luluhnya (melting) kornea.
Risiko timbulnya kabut (haze) sebagai respon penyembuhan meningkat dengan
makin dalamnya ablasi dan makin kasarnya permukaan setelah ablasi. Penyulit
haze ini makin jarang dijumpai dengan penggunaan Mitomicin 0,02%
intraoperatif, dengan meletakkan spons merosel yang sudah ditetesi Mitomicin
0,02% tersebut selama 60 detik pada stroma pasca ablasi. Rasa sakit pasca operasi
diatasi dengan memberikan NSAID (Na-diklofenak) dan pemakaian BSS separuh
beku untuk membilas Mitomicin1.
b. Keratomileusis dengan Laser In Situ (Laser-assisted In Situ Keratomileusis/
LASIK)
Dikembangkan oleh universitas Kreta dan Vardinoyannion Eye Institute of
Crete (VEIC). Teknik ini merupakan kombinasi pembedahan kornea refraktif
lamelar dan fotoablasi kornea laser excimer dibawak flap kornea. Dalam teknik
ini pembuatan flap kornea dilakukan dengan mikrokeratom automatik.
Pemotongan kedua refraksi untuk mengangkat jaringan stroma dilakukan dengan
laser excimer yang memiliki ketepatan hingga tingkat submikron. Dengan
LASIK, membran Bowman dengan integritas anyaman saraf di lapisan superfisial
40
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata, BAB 7 Refraksi. Edisi pertama. Bagian
ilmu penyakit mata. Fakultas Kedokteran Universitas Gadja Mada. Yogyakarta, 2007.
h.169-96.
2. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi
Penglihatan Warna. Edisi ke-3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2004. h. 64-88.
3. www.http//.thesis.binus.ac.idDocBab32007-2-00539%20BAB%20III.pdf.
2007-2-
42