Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benigna Prostate Hiperplasia(BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter(hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa,
prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BPH ?
2. Apa penyebab dari BPH ?
3. Apa patafisiologi dari BPH ?
4. Apa tanda dan gejala dari BPH ?
5. Apa pencegahan dari BPH ?
6. Apa Komplikasi dari BPh ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari BPH ?
8. Apa askep dari BPH ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari BPH ?
2. Untuk mengetahui penyebab dari BPH ?
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari BPH ?
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari BPH ?
5. Untuk mengetahui pencegahan dari BPH ?
6. Untuk mengetahui komplikasi dari BPH ?
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari BPH ?
8. Untuk mengeahui askep BPH ?
BAB II
1

ASKEP BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA(BPH)

A. KONSEP PENYAKIT BPH


1. PENGERTIAN BPH
Benigna Prostate Hiperplasia(BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter(hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002 )
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat
tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan
obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran
kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau
lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat
mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar
ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.

2. ETIOLOGI
2

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya


BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat
perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi
yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia
80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar100% (Purnomo,
2011).
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan
epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel(apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan
factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya
pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar
estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam
prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
3

kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya selsel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih
besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel

stroma

mensintesis

suatu

growth

factor

yang

selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta


mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.nBasic Fibroblast Growth Factor
(bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi
yang lebih besar padapasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat
diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju
poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat
sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru
dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa
prostat.

5. Teori sel stem


Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
4

mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini


sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone
androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi selsel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
3. PATOFISIOLOGI
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa
dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi
secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi
pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal
dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan
aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes,
kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien
mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga
menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya
tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria

( Purnomo, 2011).
5

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila
terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama
kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin,
dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
4. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),
pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
c. .Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan
tanda infeksi atau urosepsis.
d. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun
gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan
prostat didapati membesar, kemerahan, dan nyeri tekan, keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan
6

gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual
yang besar.
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm, sisa urine
kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba, sisa urine 50 100 cc dan beratnya + 20 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine
lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal
seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
5. PENATALAKSANAAN
I.

Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak
terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar
tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan
pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan
kencing terlalu lama) untuk distensi kandung kemih dan hipertrofi
kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan
control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur (Purnomo, 2011).

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan dengan
mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan cara
melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG
setelah miksi.
7

b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
II.

Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-ototnberelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo (2011)
diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau
yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena
secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot
polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi
didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju
pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat.
Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah.
Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari
seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-obat ini
mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
8

Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar
akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan
karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah
6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah
libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
III.

Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin
berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih
dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien
bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut
Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.

a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa


digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi
dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik
demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi
yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedu bedah abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal
9

Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada
periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang
terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat
dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat
terjadi diruang retropubik.

b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan


memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat
dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang
akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran
prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP
yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara
lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal
10

dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak padankandung
kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).

2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume
prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah
keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau
kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%)
(Smeltzer dan Bare, 2002).
3) Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien dengan
resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.Terapi invasive minimal diantaranya
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation
(TUBD), Transuretral Needle Ablation /Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini
hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan
cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan
ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars
prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang
dipakai antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi
(pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan
balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara
ini sekarang jarang digunakan.
11

c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy


dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat
selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang
menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadangkadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).

d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra


prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu
supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati
lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi.
6. KOMPLIKASI
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Hernia
2. Hemoroid
3. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
4. Infeksi saluran kemih
5. Involusi kontraksi kandung kemih
6. Refluk kandung kemih
7. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
8. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
9. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
10. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu
miksi pasien harus mengedan.

12

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1) Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.

c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan


perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak
perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate
specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya
dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2) Radiologis/pencitraan
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan
derajat disfungsi bulibuli dan volume residu urin serta untuk mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat
kegagalan ginjal
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya
kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis.
13

Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya


indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian
distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelokbelok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli-buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa
masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan
mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli

B. ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA(BPH)


1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Tanggal Lahir
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Status perkawinan :
Tanggal masuk RS:
Diagnosa
:
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
14

Pasien biasanya mulai merasakan adalah sering berkemih tapi sedikit ,


sering terbangun pada malam hari untuk miksi, sulit berkemih, pancaran
melemah dan harus mengejan saat berkemih, rasa tidak puas sehabis
miksi, sulit memulai miksi, intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang, nyeri dan terasa panas saat berkemih, merasa
cemas dengan pengobatan yang akan dijalani dan cemas dengan penyakit
yang dialami, klien juga cemas dengan keadaan prostad yang mengalami
pembesaran prostad.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien akan memilki riwayat BPH sebelumnya, adanya riwayat
mengalami kanker prostat. Dan klien biasanya pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.

3. Riwayat kesehatan keluarga


BPH merupakan penyakit yang terjadi akibat proses penuaan pada pria
berumur 50 tahun, jadi ada kemungkinan dari keluarga yang mengalami
BPH, namun untuk memastikannya maka akan dilakukan pengkajian
terhadap adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok
pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik.
2. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan
terasa ingin miksi,klien tampak meringis kesakitan,klien mengalami nyeri tekan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
3. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra,
batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Serta inspeksi adanya pembesaran
15

prostad, adanya kemerahan pada prostad, frekuensi berkemih meningkat, pancaran


urin melemah dan mengalami intermiten.
4. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
5. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher
dapat

diketahui

a).
b).

Derajat
Derajat

derajat

dari

BPH,

beratnya

I
II

beratnya

antara

20

yaitu
20

:
gram.

40

gram.

c). Derajat III = beratnya > 40 gram.

2. ANALISA DATA
NO
1

DATA

ETIOLOGI

DS:
-

Sumbatan .

Biasanya pasien mengeluh frekuensi


berkemih meningkat.

Pasien mengatakan rasa ingin buang


air kecil tidak 16bias di tahan.

Pasien mengatakan tidak puas saat


buang air kecil.

Pasien mengatakan pancaran urin


melemah.

Pasien mengatakan pancaran urin


terputus-putus atau tidak lancer.

Jumlah urine menurun dan jika ingin


berkemih harus menunggu.

Pasien

juga

mengatakan

prostad

mengalami pembesaran.
16

MASALAH
KEPERAWATAN
Retensi urin

DO:

2.

Adanya pembesaran prostad

Adanya kemerahan pada prostad.

Frekuensi berkemih meningkat

Pancaran

urin

melemah

dan

mengalami intermiten.
DS:

Disuria (nyeri

saat berkemih)

Klien biasanya mengeluh nyeri saat

Nyeri akut

berkemih.
-

Klien mengatakan terasa panas saat


berkemih.

Klien

mengeluh

mengejan

saat

berkemih.
DO:

3.

Klien tampak meringis kesakitan.

Klien mengalami nyeri tekan

Nyeri Skala nyeri dari 1-10 :

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat

Nyeri sangat berat

DS:
-

Perubahan

Pasien biasanya mengeluh cemas


dengan

pengobatan

yang

akan

dijalani.
-

Pasien mengatakan cemas dengan


Pasien megatakan

cemas

dengan

penyakit yang di alami


DO:
-

Klien tampak cemas

Klien tampak gelisah

kesehatan dan
pengaruh

keadaan prostad yang membesar.


-

status

17

terhadap ADL

Ansietas

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urin b/d urin tertahan dikandung kemih sehingga urin sulit keluar.
2. Nyeri akut b/d disuria (nyeri saat berkemih).
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan dan pengaruh terhadap ADL.
4. INTERVENSI
NO
1.

Diagnosa

NOC (Tujuan dan kriteria

Keperawatan
Retensi urin b/d urin Tujuan :
tertahan

dikandung -

kemih sehingga urin sulit keluar.

NIC (Intervensi )

hasil )
Urinary

Urinary elimination.

Care

Urinary continence

Retention

Monitor intake dan

Kriteria hasil:

output.

Kendung kemih kosong -

Monitor

secara penuh.

penggunaan

Tidak ada residu urin >

antikolionergik.

100-200 cc.

Monitor

obat
drajat

Bebas dari ISK.

distensi bladder.

Tidak ada spasme bladder. -

Instruksi

Balance cairan seimbang

klien dan keluarga

kepada

klien

untuk

mencatat

output

urin.
-

Sediakan

privacy

untuk eliminasi.
-

Stimulus

reflek

bladder

dengan

kompres

dingin

pada abdomen.
-

Kateterisasi

jika

perlu.
-

Monitor tanda dan


gejala ISK ( panas,

18

hematuria,
perubahan baud an
konsistensi urin)
Urinary Eliminationt
2.

Nyeri akut b/d disuria Tujuan :

Management
Pain Management

(nyeri saat berkemih).

Pain level

Pain control

nyeri

Comfort level

komprehensif.

Kriteria hasil:

Lakukan pengkajian
secara

Observasi

reaksi
dari

Mampu mengontrol nyeri.

nonverbal

Melaporkan

ketidaknyamanan.

berkurang

nyeri
dengan -

Gunakan

manajemen nyeri.

komunikasi

Mampu mengenali nyeri.

terapeutik.

Menyatakan rasa nyaman -

Kaji

setelah yeri berkurang.

mempengaruhi

kultur

ynag

respon nyeri.
-

Kontrol lingkungan
yang

dapat

mempengaruhi
nyeri.
-

Pilih dan lakukan


penangan nyeri.

Kaji tipedan sumber


nyeri.

Berikan
untuk

analgetik
mengurangi

nyeri.
-

Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri.

Tingkatkan istirahat.

Analgesic
Administration
19

Tentukan

lokasi,

karakteristik,
kualitas, dan drajat
nyeri

sebelum

pemberian obat.
-

Cekinstruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.

Cekriwayat alergi.

Pilih analgesic yang


diperlukan

atau

kombinasidari
analgesikketika
pemberian lebih dari
satu.
-

Tentukan

pilihan

analgesic tergantung
tipe dan beratnya
nyeri.
-

Monitor

vital

signsebelum
setelah

dan

pemberian

analgesic

pertama

kali.
-

Berikan

analgesic

tepat waktu.
-

Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan

3.

Ansietas

b/d Tujuan:

perubahan

status -

kesehatan

dan -

pengaruh

terhadap -

ADL.

gejala.
Anxiety

Anxiety self control.

Anxiety level.

kecemaan)

Coping.

Kriteria Hasil:
20

Reduction
penurunan

Gunakan
pendekatan

yang

Klien

mampu

mengidentifikasi
mengungkapkan
-

gejala

Jelaskan

semua

prosedur dan apa


yang

Mengidentifikasi,

selama prosedur.

menunjukkan

dan -

cemas.
mengungkapkan

menenangkan.

dan teknik

dirasakan

Pahami

prespektif

pasien

padasituasi

untuk mengontrol cemas.

stress.

Vital sign dalam batas -

Dengarkan

normal.

penuh perhatian.

Postur

tubuh,

ekspresi -

Identifikasi tingkat

wajah, bahasa tubuh, dan

kecemasan.

tingkat

Instruksikan

aktivitas -

dengan

klien

menunjukkan

menggunakan

berkurangnya kecemasan.

teknik relaksasi.
-

Berikan obat ntuk


mengurangi
kecemasan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna Prostate Hiperplasia(BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
21

menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter(hidroureter) dan ginjal


(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa,
prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
B. Saran
Penulis menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

22

DAFTAR PUSTAKA
http://jtptunimus-gdl-amandatama-6700-2-babii.pdf
https://akperss.files.wordpress.com/2011/01/asuhan-keperawatan-bph.pdf
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-bph-benignaprostat-hiperplasia.html#.VtgViihgHIU
http://andessi.blogspot.co.id/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-bph.html

23

Anda mungkin juga menyukai