Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

MOTORIK HALUS
DI PUSKESMAS LASI KAB. AGAM BUKITTINGGI

OLEH

Mita Yulia, S.Kep


NIM : 1705149010025

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2017/2018
Kemampuan Motorik Halus

1. Pengertian Kemampuan Motorik Halus


Kata motor digunakan sebagai istilah merujuk pada hal, keadaan, dan kegiatan yang
melibatkan otot- otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar- kelenjar dan sekresinya
(pengeluaran cairan atau getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami sebagai
segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan rangsang terhadap kegiatan organ
fisik (Muhibbin Syah, 2003: 13). Motorik halus merupakan bagian dari sensomotorik
yaitu golongan dari rangsang sensori (indra) dengan reaksi yang berupa gerakan-gerakan
otot (motorik) kemampuan sensomotorik terjadi adanya pengendalian kegiatan jasmani
melalui pusat syaraf, urat syaraf dan otot-otot yang terkoordinasi, sedangkan motorik
halus terfokus pada pengendalian gerakan halus jari-jari tangan dan pergelangan tangan.
Menurut Susanto (2011) motorik halus adalah gerakan yang melibatkan gerakan-
gerakan yang lebih halus dilakukan oleh otot-otot kecil. Gerakan halus ini memerlukan
koordinasi yang cermat. Semakin baik gerakan motorik halus sehingga membuat anak
dapat berkreasi, seperti menggunting kertas dengan hasil guntingan yang lurus,
menggambar gambar sederhana dan mewarnai, menggunakan kilp untuk menyatukan dua
lembar kertas, menjahit, menganyam kertas serta menajamkan pensil dengan rautan
pensil. Namun, tidak semua anak memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan ini
pada tahap yang sama. Suyanto (2005) mengatakan bahwa karakteristik pengembangan
motorik halus anak lebih ditekankan pada gerakan tubuh yang lebih spesifik seperti
menulis, menggambar, menggunting dan melipat. Perkembangan motorik halus anak
perlu dilatih atau distimulasi agar dapat berkembang dengan baik. Tindakan pemberian
stimulasi dilakukan dengan prinsip bahwa stimulasi merupakan ungkapan rasa kasih
sayang, bermain dengan anak, dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Menurut Sumantri (2005) tujuan pengembangan motorik halus anak usia dini adalah
untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak. Pengembangan motorik halus akan
berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis, kegiatan melatih koordinasi antara
tangan dengan mata yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun
penggunaan tangan secara utuh belum mungkin tercapai.

2. Tahapan Perkembangan Motorik Halus


Desni (2010), menyatakan bahwa tahapan perkembangan motorik halus
berdasarkan usia, antara lain adalah ;
a. Usia 1-2
Mengambil benda kecil dengan ibu jari atau telunjuk, membuka 2-3 halaman buku
secara bersamaan, menyusun menara dari balok, memindahkan air dari gelas ke
gelas lain, belajar memakai kaus kaki sendiri, menyalakan TV dan bermain
remote, belajar mengupas pisang.
b. Usia 2-3
Mencoret-coret dengan 1 tangan, menggambar garis tak beraturan, memegang
pensil, belajar menggunting, mengancingkan baju, memakai baju sendiri.
c. Usia 3-4
Menggambar manusia, mencuci tangan sendiri,membentuk benda dari plastisin,
membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi.
d. Usia 4-5
Menggunting dengan cukup baik, melipat amplop, membawa gelas tanpa
menumpahkan isinya, memasukkan benang ke lubang besar.\
3. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Motorik Halus
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik halus pada
anak adalah :
a. Stimulasi
Pemberian stimulasi pada tiga tahun pertama kehidupan anak merupakan hal
yang sangat penting bagi kehidupan anak karena tiga tahun pertama otak
merupakan organ yang sangat pesat pertumbuhan dan perkembangan. Stimulasi
juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak,
termasuk perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Peran orang tua
mempengaruhi perkembangan motorik anak. Anak diberikan stimulasi dini maka
kemampuan motorik akan berkembang dengan baik. Namun kemampuan anak
yang luar biasa ini tidak akan muncul, bila kita tidak merangsang sel-sel saraf
otaknya sejak dini secara terus menerus. Stimulasi yang terus-menerus
memungkinkan sel otak membangun sambungan antar sinap yang berperan pada
kemampuan proses belajar dan kecerdasan anak. Semakin banyak sinap, semakin
tinggi kecerdasan intelektual anak. Semakin sering pula sinap-sinap ini digunakan
secara berulang-ulang, sambungannya akan semakin kuat. Saat anak beranjak
dewasa, sambungan yang tidak digunakan akan hancur dengan sendirinya (Bobak,
2005).
b. Nutrisi
Kecukupan zat gizi pada anak merupakan prasyarat yang sangat penting dalam
perkembangan anak termasuk di dalam perkembangan otak. Zat gizi yang
dibutuhkan untuk perkembangan otak bukan hanya zat gizi makro tetapi juga zat
gizi mikro. Anak yan mengalami kurang nutrisi terutama selama periode kritis
pertumbuhan otak akan mempunyai nilai yang lebih rendah pada tes
perbendaharaan kata, pemahaman bacaan, aritmatika dan pengetahuan umum serta
mengalami gangguan perkembangan motorik (Arizal, 2002). Selain itu
kekurangan nutrisi dapat dialami baik saat prenatal maupun pascanatal. Nutrisi
yang inadekuat pada ibu hamil dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan otak
dalam janin serta akan lahir bayi dengan berat lahir rendah. Cacat fisik,
pengulangan kelas dan gangguan belajar lebih sering pada anak dengan berat lahir
rendah begitu juga dengan tingkat inteligensi serta nilai matematika dan bahasa
(Gregor, 2005).
Kekurangan gizi selama periode pascanatal dini menghasilkan perlambatan
bermakna dari laju pertumbuhan sistem saraf pusat, dengan berat otak yanglebih
rendah, korteks serebri yang lebih tipis, jumlah neuron yang lebih sedikit,
kurangnya mielinisasi percabangan dendrit dan yang lainnya. Gangguan gizi pada
anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak
yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apatis, kurang
menunukkan perhatian terhadap sekitar dan lambat bereaksi terhadap satu
rangsangan. Umumnya anak yang mengalami gangguan gizi membutuhkan lebih
banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Anak ini juga lebih
mudah mendapat infeksi sekunder akut atau kronik maupun anemia (Widyawati,
2002).

4. Prosedur Penilaian
Adapun tehnik pengumpulan data dengan tes yang peneliti gunakan adalah
menggunakan Tes kemampuan motorik halus. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kemampuan motorik halus siswa sebelum dan setelah diberi tindakan (Depdiknas,
2004). Tiap item soal memiliki nilai 1 sampai dengan 5, adapun penjelasannya
sebagai berikut :
a. Nilai 1 : Belum dapat, hasilnya tidak sesuai kriteria.

b. Nilai 2 : Belum dapat, walaupun telah dibantu dan hasilnya tidak sesuai kriteria

c. Nilai 3 : Dapat, tetapi hasilnya tidak sesuai kriteria.

d. Nilai 4 : Dapat, hasilnya kurang sesuai dengan kriteria.

e. Nilai 5 : Dapat hasilnya sesuai dengan kriteria.

Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai sebagai berikut :


a. Sangat Baik : Skor 85 - 100

b. Baik : Skor 70 - 84

c. Sedang : Skor 55 - 69

d. Kurang : Skor 30 54

5. Manfaat Kemampuan Motorik Bagi Perkembangan Anak


Anak yang memiliki kemamapuan motorik yang baik akan berpengaruh terhadap
perkembagan anak tersebut. Diantaranya adalah :
a. Kesehatan yang baik.
Kesehatan yang baik sebagian tergantung pada latihan. Apabila koordinasi
motorik sangat jelek maka anak akan memperoleh kepuasan yang sedikit melalui
kegiatan fisik sehingga anak akan cenderung kurang termotivasi untuk latihan
jasmani,
b. Kemandirian.
Semakin sering anak melakukan kegiatan secara mandiri semakin besar pula
kepuasan yang dicapai. Ketergantungan terhadap orang lain akan menimbulkan
kekecewaan dan ketidakmampuan diri,
c. Hiburan diri.
Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh
perasaan senang meskipun tanpa ditmani teman sebaya,
d. Sosialisasi.
Perkembangan motorik turut menyumbang bagi penerimaan anak dan
menyediakan kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial. anak dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia
kelas awal-awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar,
melukis ( Hurlock, 1995: 150 ).

6. Bahaya Dalam Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik yang terlambat berarti perkembangan motorik yang berada
di bawah norma umur anak, akibatnya pada usia tertentu anak tidak dapatmenguasai
ketrampilan motorik sebagaimana yang diharapkan oleh kelompok sosialnya.
Kebanyakan orang tua mengira bahwa keterlambatan keterampilan motorik akan
meyebabkan kekakuan pada aspek motorik anak, tetapi lebih dari itu ada bahaya yang
di timbulkan, diantaranya keterlambatan perkembangan motorik akan berdampak
pada perkembangan konsep diri anak, sehingga akan menimbulkan masalah perilaku
dan emosi. Kedua keterlambatan perkembangan motorik tidak akan dapat
menyediakan landasan bagi ketrampilan motorik. Apabila pembelajaran ketrampilan
motorik tersebut terlambat karena terlambatanya peletakan landasan bagi ketrampilan
tersebut, maka akan mengalami kerugian pada saat anak mulai belajar dengan teman
sebayanya, hal ini akan berdampak pada hubungan social anak tersebut. Adanya
keterlambatan tersebut bisa disebabkan oleh kerusakan otak pada waktu lahir atau
kondisi pasca lahir yang tidak memungkinkan seorang anak untuk mengembangkan
kemampuan motoriknya, akan tetapi tidak dipungkiri seringnya terjadi keterlambatan
tersebut disebabkan oleh tidak adanya kesempatan belajar pada anak, perlindungan
orang tua yang berlebihan atau kurangnya motivasi pada diri anak sendiri, untuk itu
pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan motorik yang dimilki
oleh siswa (Hurlock, 1995: 165).
DAFTAR PUSTAKA

http://jtptunimus-gdl-amandatama-6700-2-babii.pdf
https://akperss.files.wordpress.com/2011/01/asuhan-keperawatan-bph.pdf
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-bph-benigna-prostat-
hiperplasia.html#.VtgViihgHIU
http://andessi.blogspot.co.id/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-bph.html

Anda mungkin juga menyukai