Anda di halaman 1dari 13

A.

Perkembangan Fisik Anak Usia SD

Anak sekolah dasar di Indonesia pada umumnya berada pada rentang usia sekitar 6-12 tahun.
Dalam psikologi perkembangan, rentang usia tersebut lazimnya disebut sebagai masa anak
(middleandiatechilhood), yaitu suatu fase antara masa kanak-kanak (earlychilhood) dan masa
remaja (adolescene). Sebutan lain yang sering digunakan adalah masa usia sekolah. Sebutan ini
mungkin diberikan karena anak pada usia ini mulai memasuki dunia pendidikan formal, yaitu
sekolah.

Pembahasan mengenai perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek tinggi dan berat badan,
serta proporsi tubuh dan dampak-dampak psikologis yang dapat ditimbulkannya. Perkembangan
fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

1. Tinggi dan Berat Badan

Menurut Khairanis (2000: 36) Perkembangan fisik anak usia SD bila dibanding dengan masa
usia remaja dan usia dini cenderung lebih lambat dan bersifat konsisten. Perkembangan ini
berlangsung sampai terjadinya perubahan besar pada awal pubertas. Rata-rata anak usia SD
mengalami penambahan berat badan sekitar 2,5-3,5 kg. dan penambahan tinggi badan 5-7 cm
pertahun

Menurut Mussen, Conger&Kagan dalam Mubin (2006: 91) sampai dengan usia sekitar 6 tahun
terlihat bahwa badan anak bagian atas berkembang lebih lambat dari pada bagian bawah.
Anggota-anggota badan relatif lebih pendek, kepala dan perut relatif lebih besar. Selama masa
akhir masa anak-anak, tinggi bertumbuh sekitar 5 hingga 6 % dan berat bertambah sekitar 10%
setiap tahun. Pada usia 6 tahun tinggi rata-rata anak adalah 46 inci dengan berat 22,5 kg.
Kemudian pada usia 12 tahun tnggi anak mencapai 60 inci dan berat 40 hingga42,5 kg.

Jadi, perkembangan tinggi dan berat badan anak usia SD cenderung lebih lambat dan bersifat
konsisten. Pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang
badannya. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya
ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh lainnya.

2. Proporsi dan Bentuk Tubuh


Menurut Khairanis (2000: 36) "anak SD kelas-kelas awal umumnya masih memiliki proporsi
tubuh yang kurang seimbang. Kekurangseimbangan ini sedikit demi sedikit berkurang sampai
terlihat perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5 atau 6. Pada kelas- kelas akhir SD, lazimnya
proporsi tubuh anak sudah mendekati keseimbangan".

Sementara itu, menurut Desmita (2009: 77) Seiring dengan pertambahan tinggi dan berat badan,
percepatan pertumbuhan pada masa pubertas juga terjadi pada proporsi tubuh. Bagian-bagian
tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa pubertas menjadi besar. Hal ini terlihat
jelas pada perkembangan tangan dan kaki yang sering tidak proporsional. Perubahan proporsi
tubuh yang tidak seimbang ini menyebabkan anak merasa kaku dan canggung, serta khawatir
bahwa badannya tidak akan pernah serasi dengan tangan dan kakinya.

Kondisi dan bentuk tubuh anak dapat memberikan dampak psikologis tertentu kepada anak.
Kondisi proporsi tubuh yang kurang seimbang atau bentuk tubuh yang berkelainan dapat
menumbuhkan sikap-sikap negatif, yakni berupa kekurangpuasan atau bahkan penolakan
terhadap dirinya sendiri (selfrejection). Hal demikian tentunya akan dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak, khususnya dalam pembentukan kesan tentang tubuh (bodi
image) dan konsep dirinya (selfconcept)

Secara langsung perkembangan fisik seorang anak akan menentukan keterampilan anak dalam
bergerak. Seorang anak usia 6 tahun yang bagian tubuhnya sesuai dengan usia tersebut, akan
dapat melakukan hal-hal yang lazim dilakukan oleh anak berumur 6 tahun. Namun apabila ia
mengalami hambatan atau cacat tertentu, sehingga tubuhnya tidak berkembang dengan
sempurna. Maka tidak mungkin mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman sebayanya.

Sedangkan secara tidak langsung, perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana anak
memandang dirinya sendiri dan bagaimana dia memandang orang lain. Ini semua akan tercermin
dari pola penyesuaian diri anak secara umum. Seorang anak misalnya, yang terlalu gemuk akan
menyadari bahwa dia tidak dapat mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Di
pihak lain, teman-temanya akan menganggap anak gendut itu terlalu lamban, dan tidak pernah
lagi diajak bermain. Semula timbul perasaan tidak mampu, selanjutnya akan muncul perasaan
tertimpa nasib buruk.
3. Otak

Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt. Untuk
mengindera dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak ada untuk
mengoptimalkan perilaku, sehingga tubuh mampu menghadapi tantangan dan kesempatan yang
datang setiap saat. Pada saat yang sama, otak juga membangkitkan kewaspadaan. Aktivitas sel
saraf yang terorganisir akan dirasakan sebagai aktivitas mental yang teratur. Jadi, otak lebih dari
sekadar suatu gumpulan keriput dalam tengkorak manusia, tetapi sesungguhnya otak menjalar ke
seluruh tubuh. Tak satu pun organ atau sel dalam tubuh kita yang telepas dari jangkauan otak

Menurut Khairanis (2000: 39) "perkembangan otak dan system syaraf merupakan salah satu
aspek terpenting dalam perkembangan individu. Dalam otak terdapat pusat- pusat syaraf yang
mengendalikan perilaku". Sementara itu, menurut Desmita (2009: 89) "pada usia 5 atau 6 hingga
7 tahun, ukuran otak anak telah mencapai dua pertiga otak orang dewasa, tetapi memiliki 5-7 kali
lebih banyak sambungan antarneuron dari pada otak anak sudah dapat dikatakan sempurna,
tetapi cara kerjanya terperinci di dalam otak masih memerlukan waktu untuk berkembang
penuh".

Bila dibandingkan dengan perkembangan bagian tubuh lain, perkembangan otak dan kepala jauh
lebih cepat. Kematangan otak yang dikombinasikan dengan pengalaman berinteraksi dengan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Dalam hal ini, bukan
sekedar kebutuhan nutrisi yang perlu dipenuhi, melainkan juga diperlukan rangsangan-
rangsangan yang membuat otak anak itu berfungsi. Pertumbuhan otak memiliki keterbatasan
waktu, maka rangsangan otak di usia dini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan
membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru

4. Keterampilan Motorik

Menurut Mubin (2006: 92) Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka selama
masa pertengahan dan akhir anak-anak ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih
terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak- anak lebih cepat dalam berlari,
dan makin pandai meloncat. Anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya.
Penguasaan badan seperti membungkuk, melakukan bermacam-macam latihan senam serta
aktivitas olah raga berkembang pesat
Selain itu, menurut Yusuf (2011: 59) Fase atau usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan
gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal
untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar, dapat
dijelasan sebagai berikut. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu
kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena
itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

Sejak usia 6 tahun, koordinasi antara mata dan tangan yang dibutuhkan untuk membidik,
menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Dari usia 8 hingga 10 tahun, tangan
dapat digunakan secara bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang, dimana
anak sudah dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan lebih rapi. Pada
usia 10 sampai 12 tahun, anak-anak mulai memperhatikan gerakan-gerakan komplek, rumit, dan
cepat, untuk memperhalus keterampilan- keterampilan motorik mereka, anak-anak terus
melakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan yang
diatur oleh mereka sendiri. seperti permainan umpet-umpetan, dimana anak menggunakan
keterampilan motornya. Disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas
permainan olahraga yang bersifat formal, seperti olahraga, senam, berenag dan lain-lain.

B. Perkembangan Perseptual Anak Usia SD

Perkembangan perseptual anak merupakan reaksi dari rangsangan untuk alat indra Baik melalui
penglihatan, pendengaran, sentuhan, atau penciuman yang kemudian akan diteruskan ke otak
untuk diolah menjadi suatu persepsi yang belum diketahui kebenarannya.

Aktivitas perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap


lingkungannya. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu melalui alat- alat
indra yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Informasi tentang objek
penglihatan diterima memalai indra mata, informasi tentang objek pendengan diketahui melalui
indra telinga, objek sentuhan dengan kulit, objek penciuman melalui indra hidung. Tanpa
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indra-indra lainnya, otak manusia akan terasing dari
dunia yang ada di sekitarnya.
Perkembangan perseptual anak erat kaitannya dengan perkembangan sel dan jaringan otak
(Kartadinata. 1997 57). Aktivitas perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan
individu terhadap lingkungannya. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu
melalui alat-alat indra yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Secara
garis besar ada tiga proses aktivitas perseptual yang perlu dipahami, yaitu sensasi, persepsi dan
atensi. Namun dalam prosesnya, sensasi dan persepsi itu mungkin lebih sulit dipisahkan. Artinya,
kedua proses itu merupakan sesuatu yang berlangsung secara bersamaan.

1. Sensasi

Sensasi yaitu peristiwa penerimaan informasi oleh indra penerima. Sensasi terjadi saat adanya
kontak antara informasi dengan indera penerima. Contoh gelombang udara yang bergetar
diterima oleh telinga luar. Dengan demikian, dalam sensasi terjadi proses deteksi informasi
secara indrawi

2. Persepsi

Persepsi berasal dari bahasa Inggris "perseption" yang diambil dari bahasa Latin "perceptio"
yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt, (1978) persepsi dala arti sempit adalah
"penglihatan", yaitu bagaiman cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
persepsi adalah pandangan" yaitu bagaimana seseorang dalam memandang atau mengartikan
sesuatu.

Menurut Khairanis (2000: 40) "persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang ditangkap
oleh indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan informasi lebih lanjut dari aktivitas
sensasi. Misalnya, orang menjadi tahu bahwa yang didengarnya itu adalah suara musik, suara
mobil, suara binatang dan sejenisnya".

Sementara itu, menurut Desmita (2009: 115) Persepsi adalah salah satu aspek kognitif manusia
yang sangat penting yang memungkinkannya untuk mengetahui dan memahami dunia
sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai
berbagai fenomena, informasi atau data yang mengitarinya. Demikian pula halnya dengan
kehadiran peserta didik di sekolah, tidak akan mendapatkan kemanfaatan yang berarti dari
informasi atau materi pelajaran yang disampaikan guru. atau mungkin akan menyesatkan, tanpa
adanya pesepsi yang benar. Hal ini karena persepsi menyangkut masuknya informasi ke dalam
otak manusia.

Dilihat dari keragaman indra penerima informasi, persepsi dapat diklasifikasi ke dalam tiga
kelompok, yaitu:

1. Persepsi Visual

Persepsi Visual adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan. Persepsi ini sangat
mengutamakan peran indra penglihatan (mata) dan proses perseptualannya. Dengan demikian,
proses perkembangannya sangat tergantung kepada fungsi indra mata. Dilihat dari dimensinya,
ada enam jenis persepsi visual yang dapat dibedakan, yaitu:

a. Persepsi Konstanitas Ukuran

Adalah kemampuan individu untuk mengenal bahwa setiap objek memiliki suatu ukuran
yang konstan meskipun jaraknya yang bervariasi. Variasi bayangan ini membuat suatu
objek menjadi lebih besar atau lebih kecil saat diterima oleh retina. Namun dengan
kemampuan persepsi konstansi ukuran, individu dapat mempersepsi bahwa benda itu
ukurannya tetap meskipun kelihatannya lebih kecil karena jaraknya lebih jauh atau atau
lebih besar karena jaraknya lebih dekat Secara lebih kompleks, persepsi jenis ini juga
merupakan kemampuan untuk menimbang atau menilai secara akurat ukuran objek-objek
yang berbeda dengan jarak pandang yang bervariasi pula. Pada umumnya persepsi
penimbangan-penimbangan ini berkembang dan mencapai kematangannya pada rata-rata
usia 11 tahun.

b. Persepsi tentang Objek atau Gambar Pokok dan Latarnya

Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek atau gambar yang
berada atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan. Kemampuan seperti ini
akan terlihat dalam gambar anak. Anak yang belum memiliki kemampuan ini akan
menggambar dengan tidak beraturan. Misalnya, dalam gambar yang dibuatnya semua
objeknya terlihat. Padahal, seharusnya ada bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat
karena tertutup bagian lain.
Kemampuan persepsi visual ini tampak meningkat dengan cepat dalam pertumbuhan
anak, khususnya pada usia 4-6 tahun dan antara 6-8 tahun. Anak scusia ini lazimnya
dapat menempatkan item-item gambar pada suatu latar yang tepat, bila objek-objek
tersebut tidak asing baginya. Namun, ia mendapat kesulitan yang berarti bila gambarnya
berupa bentuk-bentuk geometrik yang abstrak. Akhirnya, perkembangan ketrampilan
anak dalam aspek ini hampir mendekati ketrampilan orang dewasa pada saat kira-kira
berusia delapan tahun.

c. Persepsi Keseluruhan dan Bagian

Persepsi ini merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu objek atau
gambar dari keseluruhannya. Proses ini memungkinkan individu untuk dapat menyadari
suatu objek atau gambar baik secara parsial (bagian-bagian) maupun secara keseluruhan.
Puncak perkembangan keterampilan mengintegrasikan bagian-bagian dan keseluruhan
kedalam gambar secara total ini tercapai pada saat anak berusia menjelang sembilan
tahun.

d. Persepsi ke dalaman

Persepsi ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengukur jarak dari posisi tubuh ke
suatu objek. Persepsi ke dalaman ini memerlukan ketajaman visual yang baik. Proses
perkembangan persepsi ini berawal sejak berumur enam bulan dan mencapai
kematangannya pada sekitar usia sepuluh tahun.

e. Orientasi Tilikan Ruang

Orientasi tilikan ruang merupakan kemampuan penglihatan untuk mengidentifikasi,


mengenal, dan mengukur dimensi ruang. Misalnya, seorang supir memiliki kemampuan
untuk mengepas jalan di saat mengendarai mobil. Kemampuan ini juga sudah
dikembangkan sejak bayi, namun selama usia SD kemampuan persepsi ini juga
dipertajam melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh.

f. Persepsi Gerakan
Persepsi ini melibatkan kemampuan memperkirakan dan mengikuti gerakan atau
perpindahan suatu objek oleh mata. Kemampuan persepsi ini juga sudah mulai
dikembangkan sejak bayi terhadap gerakan horizontal, disusul terhadap gerakan vertikal,
gerakan diagonal dan terakhir terhadap gerakan berpusat. Kematangan akurasi gerakan
anak dalam mengikuti gerakan-gerakan suatu objek ini tercapai pada sekitar usia 5-10
tahun (Haywood, 1977)

2. Persepsi Pendengaran

Pendengaran memberikan suatu kontribusi tersendiri dan cukup penting peranannya dalam
proses perseptual. Persepsi pendengaran merupakan pengamatan dan penilaian terhadap suara
yang diterima oleh bagian telinga. Bagian-bagian telinga tersebut berkembang sejak masa
pranatal, khususnya bagian telinga dalam. Telinga bagian luar dan telinga bagian dalam
terbentuk pada pertengahan kehidupan janin

Pada awal kelahiran, pendengaran bayi sudah siap untuk digunakan. Kemudian persepsi
pendengaran ini berkembang secara cepat pada waktu masa seminggu pertama setelah kelahiran.
Namun perkembangan ketajaman pendengaran selanjutnya terjadi pada masa anak-anak, bahkan
masih berkembang pada masa remaja. Seperti halnya persepsi penglihatan, perkembangan
persepsi pendengaran mencakup beberapa dimensi, yaitu:

a. Persepsi Lokasi Pendengaran

Persepsi ini berkenaan dengan kemampuan mendeteksi tempat munculnya suatu sumber
suara. Misalnya, kalau si anak di panggil dari sebelah kiri, maka ia menengok ke sebelah
kiri, kalau pada langit-langit ada suara menakutkan, maka ia memusatkan perhatiannya
ke arah sumber suara tersebut. Dalam hal ini, anak mempersepsi arah sumber munculnya
suara sehingga ia dapat menghubungkan suara itu dengan sumbernya. Pada usia 4-6
bulan pertama, bayi lazimnya sudah dapat memalingkan kepalanya kearah datangnya
suara, sedangkan pada usia 12-14 bulan, ia sudah dapat melokalisasi suara-suara yang
berjarak Kemampuan ini terus meningkat hingga menjelang usia tiga tahun si anak
mampu melokalisasi arah suara-suara secara umum. Namun aspek-aspek lokalisasi suara
secara lebih detail, seperti tingkat ambang suara dan lokalisasi sumber-sumber suara yang
banyak, belum dapat dikuasai secara akurat pada masa anak.
b. Persepsi Perbedaan

Terkadang anak dibingungkan oleh dua suara yang mirip dalam hal nada, kekerasan, atau
cara pengucapannya seperti antara "d" dan "I" atau antara "b" dan "p". Bayi yang berusia
1-4 bulan sudah mampu membedakan suara-suara dasar, tetapi usia 3-5 tahun merupakan
masa peningkatan akurasi dari pengenalan- pengenalan suara yang berbeda. Pada usia 8-
10 tahun, umumnya anak sudah memperoleh peningkatan yang sangat besar dalam
kemampuan mereka untuk mendeteksi perbedaan suara-suara yang mirip, namun anak
masih terus memperhalus keterampilan membedakan suara itu hingga sekurang-
kurangnya berusia 13 tahun.

c. Persepsi Pendengaran Utama dan Latarnya

Terkadang kita perlu memperhatikan suara-suara tertentu, sambil mendengarkan suara-


suara lain yang tidak berhubungan. Kemampuan inilah yang dimaksud dengan persepsi
pendengan utama dan latarnya. Misalnya, kita perlu mendengarkan suara guru yang
sedang mengajar (a figuresound), sambil mengabaikan suara-suara gaduh yang datang
dari luar kelas (backgroundsounds).

Dalam proses pendidikan, kemampuan persepsi ini tentunya penting. Namun, proses
perkembangan persepsi ini belum banyak diketahui.

Jadi, persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya,


bagaimana ia mengerti dan menginterpretasikan rangsangan yang ada dilingkungannya
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya, kemudian ia memproses hasil
penginderaanya itu, sehingga timbullah makna tentang objek itu.

Persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas belum tentu sesuai dengan benda
atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga, pribadi-pribadi yang berbeda akan
mempersepsikan sesuatu yang berbeda pula.

3. Atensi

Menurut Khairanis (2000: 40) "atensi mengacu kepada selektivitas persepsi. Dengan atensi,
kesadaran seseorang bisa hanya tertuju kepada suatu objek atau informasi dengan mengabaikan
objek-objek lainnya". Sementara itu menurut Desmita (2009: 126) atensi atau perhatian juga
merupakan salah satu aspek perkembangan kognitif yang penting dalam perspektif pemrosesan
informasi. Tanpa adanya atensi dari peserta didik maka informasi yang disampakan guru
mustahil dipahami oleh peserta didik. Sebaliknya. peserta didik yang memberikan atensi atau
perhatian penuh dalam proses pembelajaran, akan mudah memahami dari guru dan mudah pula
menyimpannya dalam sistem memorinya. Jadi, atensi adalah suatu perhatian yang dikhususkan
untuk suatu objek dengan mengabaikan objek yang lain.

C. Implikasi bagi Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar

Meskipun tidak sepesat pada usia dini, perkembangan fisik anak terus berlangsung selama usia
SD. Begitu pula perkembangan perseptual anak terus mengalami penajaman dan penghalusan.
Bahkan hampir semua aspek perseptual tersebut baru mencapai puncak perkembangannya pada
usia SD tersebut.

Hal lain yang perlu disadari kembali bahwa perkembangan fisik dan perseptual anak itu memiliki
keterjalinan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya. Artinya permasalahan- permasalahan
yang terjadi dalam perkembangan fisik dan perseptual anak bisa berdampak negatif terhadap
aspek-aspek perkembangan lainnya.

Dua pemikiran di atas menyarankan agar pendidik benar-benar memberikan perhatian yang
cukup terhadap aspek perkembangan fisik dan perseptual anak. Perhatian pendidik terhadap
aspek ini bukan sekedar untuk kepentingan perkembangan fisik semata, melainkan untuk
kepentingan perkembangan dan aktivitas belajar secara keseluruhan.

Pemahaman kita tentang karakteristik perkembangan fisik anak serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dan konsekuensi-konsekuensi yang dapat ditimbulkannya, akhirnya membawa
beberapa implikasi praktis bagi penyelenggaraan pendidikan di SD. Implikasi- implikasi tersebut
khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara umum, pemeliharaan
kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan
pembiasaan berperilaku sehat.

Anak usia SD sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya dari anak pada usia sebelumnya.
Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih lama terhadap
kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun perlu di ingat bahwa kondisi fisik
mereka masih jauh dari matang dan masih terus berkembang fisik mereka masih memerlukan
banyak gerak baik untuk kepentingan peningkatan dan pengayaan keterampilan- keterampilan
motoriknya maupun untuk pemenuhan kebutuhan akan gerak dan kesenangan mereka. Begitu
pun kondisi perkembangan perseptualnya masih mengalami penajaman dan penghalusan. Aspek-
aspek perseptual ini akan berkembang dengan baik kalau dirangsang dan di fungsikan melalui
interaksi dengan lingkungan.

Berikut beberapa srategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik
mengembangkan proses-proses kognitifnya:

1. Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan ganguan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengemukakan tujuan pembelajaran, mengemukakan tentang pentingnya
materi bagi mereka. Kemukakan juga kepada peserta didik betapa pentingnya memfokuskan
perhatian ketika ia harus mengingat sesuatu. Beri mereka latihan memfokuskan perhatian tanpa
adanya gangguan.

2. Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu
yang penting. Caranya bisa dengan memperkeras suara, mengulangi sesuatu dengan penekanan,
berjalan keliling ruangan, menunjuk, dan sebagainya.

3. Bantu peserta didik untuk membuat isyarat untuk petunjuk sendiri atau memahami suatu
kalimat yang perlu mereka perhatiakan. Beri variai dari bulan ke bulan dan menu opsi untuk
dipilih, seperti "perhatian", "fokus" atau "ingat". Biarkan mereka mengungkapkan kata-kata
tersebut atau mengucapkannya dalam hati pada diri mereka untuk memfokuskan kembali fikiran
mereka yang mungkin tidak konsentrasi.

4. Gunakan komentar instruksional, seperti "baik, mari kita diskusikan sekarang perhatikan."

5. Buat pembelajaran menjadi menarik. Caranya mungkin dengan menghubungkan suatu gagasn
dengan minat siswa sehingga meningkatkan perhatian mereka, seskali beri latihan yang tidak
biasa dan menarik. Bangkitkan rasa ingin tahu mereka dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seperti; "Apa yang akan terjadi jika....?" dan pertanyaan- pertanyaan dramatis lain
untuk memperkenalkan berbagai topik yang akan diajarkan.
6. Gunakan media dan teknologi secar efektif sebagai bagian dari penagajran di kelas.

7. Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajran menjadi lebih
menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.

8. Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah pada
satu setting berbeda.

9. Ubah jalur indrawi dengan memberi suatu pelajaran yang mengharuskan peserta didk
menyentuh, membaui atau merasakan.

10. Hindari perilaku yang membingungkan, seperti mengayun-ayunkan pensil atau menyentuh
rambut di kepala.

11. Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan
mengingat sepintas lalu. Anaka akan mengingat informasi dengan lebih baik dalam jangka
panjang apabila mereka memahami informasi tersebut, bukan sekedar mengingat tanpa
pemahaman.

12. Bantu peserta didk menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori. Penataan ini
dianggap penting karena peserta didik akan mengingat informasi dengan lebih baik jika mereka
menatannyasecarhierarkis. Semakin tertata informasi yang disajikan guru, maka semakin mudah
peserta didik mengingatnya.

13. Bantu peserta didik mengingat kembali informasi yang disajikan sebelumnya. Pembelajaran
merupakan integrasi informasi baru dengan struktur kognitif yang ada

14. Bantu peserta didik memahami dan mengombinasi informasi. Stategi untuk membantu
peserta didik memahami pelajaran dan mengombinasi informasi lama dengan informasi baru
adalah membuat setiap pembelajranse bermakna mungkin. Pembelajaran bermakna bukan hanya
dilihat dari aspek materi atau bahannya yang bermakna, tetapi juga bermakna bagi peserta didik
secara khas. Jika peserta didik sendiri tidak menemukan makna bagi diri mereka maka, keahlian,
keterampilan dan pemahaman tidak mungkin terbentuk pada diri peserta didik. Dengan demikian
pembelajaran yang bermakna dipersentasikan dengan kosakata yang memiliki arti bagi peserta
didik. Istilah-istilah baru dijelaskan dengan menggunakan kata dan iede yang lebih akrab.
15. Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonik. Mnemonik adalah salah satu strategi
dengan cara menghafal. Tujuan mnemonik adalah untuk menghubungkan materi baru yang
diajarkan dengan informasi lama yang sudah di kenal

DAFTAR RUJUKAN

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik Bandung: Rosda Karya.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Gramedia.

Kartadinata. Sunaryo. Dkk. 1997. Landasan-Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:

Depdikbud. Khairanis dan Darnis Arif. 2000. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Padang:
DIP Universitas Negeri Padang.

Mubin dan Ani Cahyadi. 2006. Psikologi Perkembangan, Ciputat: Quantum Teaching

Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandi. 2011, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai