MODUL 5
Di Susun Oleh:
KELOMPOK 5
Ramlah : 859154455
UPBJJ UT MATARAM
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022
MODUL 5: PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK
KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, yang menjadi fokus perhatian adalah
peserta didiknya, baik itu di taman kanak-kanak, sekolah dasar, pendidikan
menengah, maupun di perguruan tinggi, dan pendidikan untuk orang dewasa lainnya.
Pada modul ini di bahas mengenai perkembangan fisik : perkembangan otak
tubuh motorik, perkembangan seksual peserta didik usia dini hingga remaja. modul
ini di susun secara sistematis dalam tiga kegiatan berikut :
1. perubahan berat badan dan tinggi badan serta proporsi tubuh.
2.perkembangan otak
3.perkembangan fisik motorik. Motorik kasar dan motorik hapus
4.pubertas
5.faktor berkaitan dengan perkembangan fisik
Sewaktu masih kanak-kanak bentuk tubuh mereka tidak begitu terlihat, tetapi pada
masa akhir kanak-kanak mulai memasuki masa remaja perbedaan tubuh antara laki-
laki dan perempuan mulai kelihatan. Laki-laki cenderung menuju bentuk tubuh
mesomorf dan perempuan cenderung menuju bentuk tubuh endomorf atau ektomorf.
4. Perkembangan Otak
Otak dalam bahasa Inggris disebut encephalon adalah pusat (central nervous
system/CNS) pada vertebrata dan banyak invertebrata lainnya. Otak manusia adalah
struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350 cc dan terdiri atas 100
juta sel saraf atau neuron. Otak mengatur dan mengoordinasi sebagian besar, gerakan,
perilaku, dan fungsi tubuh homeostasis, seperti detak jantung, tekanan darah,
keseimbangan cairan tubuh, dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab
terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu, terdapat
kaitan erat antara otak dan pemikiran.
Otak terbentuk dari dua jenis sel, yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potentisi aksi. Mereka berkomunikasi
dengan neuron yang lain dan ke seluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam
bahan kimia yang di sebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini di kirim pada celah
yang di kenal sebagai sinapsis (Agus strong, 2011).
Neuron otak mengandung dua jenis asam lemak PUFA (polyunsaturated fatty
acids), yaitu asam arakidonat (AA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) yang terletak
pada posisi sn2 dari molekul fosfogliserida dalam membran sel neuron (Agus Surono,
2011). PUFA dapat terlepas dari fosfogliserida oleh stimulasi fosfolipase PLA-2.
Molekul AA yang terlepas akan diproses oleh enzim siklo oksigenase menjadi
prostaglandin dan tromboksana atau diproses oleh enzim 5-lipo oksigenase menjadi
lipoksin. Baik AA maupun DHA dapat diproses oleh enzim lipo oksigenase guna
membentuk senyawa turunan hidroksi dan leukotriene (John W Santrock, 2007).
5. Perkembangan Otak Anak Usia Dini Mengalami Tiga Fase
a. Otak Primitif mengatur fisik untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,
mengendali gerak motorik, memantau fungsi tubuh dan memproses informasi
yang masuk pada panca indera.
b. Otak limbik memproses emosi, seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan
benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif.
c. Otak pikir juga merupakan tempat bergabungnya pengalaman, ingatan,
perasaan, dan kemampuan berpikir untuk me lahirkan gagasan dan tindakan.
3. Pubertas
Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone
(GnRH) dari hipotalamus, di ikuti oleh sekuens perubahan sistem endokrin kompleks
yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan
diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan
untuk reproduksi.
4. Penyesuaian Diri pada Masa Pubertas.
Menurut santrock (2003:26), remaja diartikan sebagai masa perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognotif, dan sosial emosional. Senada dengan itu, sarlito wirawan sarwono (2001:51)
menyatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa,
bukan hanya dalam artian psikologis, tetapi juga fisik.
Menurut Djahwat Dahlan (2001: 101), remaja yang sedang mengalami proses
transisi atau pubertas memiliki ciri-ciri dalam pertumbuhan fisik, psikis, dan
sosialnya. Pada umumnya, remaja mengalami berbagai kesulitan dan masalah dalam
melakukan penyesuaian diri terhadap dirinya dan lingkungan pada masa pubertas.
Perubahan-perubahan fisik menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarlito
Wirawan Sarwono, 2001: 52). Ada penyesuaian yang dilakukan remaja yang
mengalami pubertas, yaitu penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan aspek
psikologis.
5. Penyesuaian tentang Ukuran Fisik
a. Penyesuaian tentang perubahan proporsi tubuh.
Remaja yang telah memasuki masa pubertas mengalami perubahan yang pesat
pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti bahu, lengan, pinggang, dan tungkai.
Perubahan pada bagian-bagian tubuh akan mengganggu keseimbangan tubuh
remaja.
b. Penyesuaian tentang ciri-ciri seks primer.
Cirinya adalah pertumbuhan dan perkembangan organ seks. Sesuai dengan
pendapat Sunarto dan Hartono Agung (1999: 82), memasuki masa remaja alat
kelamin mulai berfungsi, yaitu saat pertama kali anak laki-laki mengalami mimpi
basah dan pada anak perempuan saat pertama kali mengalami menstruasi atau
haid. Alat kelamin yang mulai berfungsi akan disertai dengan kematangan organ
seksual selama masa pubertas.
c. Penyesuaian tentang ciri-ciri seks sekunder.
Ciri pada tahapan ini adalah perkembangan kulit, rambut, dan suara. Pada
masa remaja, kulit menjadi kasar, warna kulit menjadi gelap, kulit pucat dan pori-
pori bertambah besar, serta kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam
kulit semakin membesar dan menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan jerawat.
6. Penyesuaian terhadap Perubahan Psikologis
a. Penyesuaian tentang emosi
Pada fase ini, remaja cenderung memiliki tingkatan emosi yang tinggi dan
meluap-luap sesuai dengan pendapat Elida P. (2006: 69). Remaja yang dikucilkan
oleh teman sebaya bisa disebabkan oleh remaja mengembangkan emosi negatif
dalam berhubungan sehingga remaja kurang mampu menguasai tugas
perkembangannya.
b. Penyesuaian tentang perilaku.
Perilaku yang kerap muncul adalah kebiasaan menyendiri sesuai dengan
pendapat Elizabeth B.H. (1980: 192). Pada fase ini, orang tua harus lebih paham
karena orang tua merupakan orang yang memiliki hubungan terdekat dengan
remaja yang mengalami pubertas.
Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah
pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Aspek-aspek
perkembangan fisik, menurut Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956), antara lain sebagai
berikut:
Perubahan fisik (otak) juga merupakan aspek yang sangat penting bagi
kehidupan manusia karena otak adalah sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan
sehingga semakin sempurna struktur otak akan meningkatkan kemampuan kognitif
(Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
Menurut para ahli, pertumbuhan dan perkembangan anak di pengaruhi oleh dua faktor
sebagai berikut.
a. Faktor internal, yaitu segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang
keberadaannya memengaruhi dinamika perkembangan, Yang termasuk faktor
internal sebagai berikut.
1. Kondisi individu
Individu berkembang sangat dipengaruhi kondisi kesehatan fisik dan
psikisnya. Kondisi fisik yang kurang baik akan memengaruhi tempo
perkembangannya. Begitu juga jika anak mengalami kondisi psikis.
2. Kemampuan penyesuaian pribadi dan sosial individu
Kemampuan penyesuaian diri berkaitan dengan bagaimana individu itu
menempatkan diri dalam lingkungannya.
3. Genetik
Pengaruh genetik bersifat heredokonstitusional yang artinya bahwa bentuk
untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan. Ini termasuk
berbagai faktor bawaan, jenis kelamin, ras, atau suku bangsa. Faktor genetik
akan berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan, kematangan tulang, gizi, alat
seksual, dan saraf.
4. Pengaruh hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu saat janin berumur
4 bulan. Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan
somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary.
b. Faktor Eksternal, yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri individu yang
keberadaannya memengaruhi terhadap dinamika perkembangan Yang termasuk
faktor eksternal sebagai berikut
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan lebih luas
untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya.
2. Pendidikan
Baik pendidikan keluarga, pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan
di masyarakat.
3. Nutrisi
Nutrisi sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
4. Budaya
Bagi perkembangan anak didik, keragaman budaya sangat besar pengaruhnya
bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan perilaku anak
didik selalu dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal
mereka.
5. Media massa
Media massa juga sangat besar media pengaruhnya bagi perkembangan
seseorang. Dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami
masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat.
6. Status sosial ekonomi keluarga.
Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat memengaruhi pola asuhan terhadap
anak. Misalnya, orang tua yang mempunyai pedidikan cukup mudah
menerima dan menerapkan ide-ide untuk pemberian asuhan terhadap anak.
KEGIATAN BELAJAR 2
Perkembangan Kognitif dan Sosioemosional
Masa kanak-kanak dimulai saat anak dapat berdiri sampai dengan mencapai
kematangan. Masa ini terbagi menjadi dua periode masa kanak-kanak awal (early childhood:
2-6 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (late childhood: 6-12) (Hurlock,1990).
a. Usia kelompok, yaitu masa ketika anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial
sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri saat mereka masuk kelas satu.
b. Usia menjelajah/eksplorasi, menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui
keadaan lingkungannya (Lingkungan hidup dan benda mati), mekanismenya
perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya.
c. Usia bertanya, yaitu anak banyak bertanya sebagai salah satu menjelajah lingkungan.
d. Usia meniru, merupakan ciri yang sangat menonjol pada masa ini, yaitu anak meniru
pembicaraan dan tindakan orang lain.
e. Usia kreatif, yaitu pada masa ini anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain
dibandingkan masa-masa perkembangan lainnya.
C. PERKEMBANGAN SOSIAL
Pada masa kanak-kanak awal, perkembangan sosial ditandai dengan hal berikut (Hurlock,
1990).
1. Setelah pada masa bayi: cenderung melakukan permainan yang bersifat menyendiri
(solitary play)
awal masa kanak-kanak parallel play (2-3 tahun): seorang anak mulai menunjukkan
minat yang nyata untuk melihat teman-temannya dan berusaha mengadakan kontak
sosial. Ada bersama-sama, tetapi bermain sendiri-sendiri, tidak bermain dengan anak
lain.
2. Secara bertahap, anak mulai terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-
anak lain, assosiative play.
3. sekitar usia 3 tahun, anak mulai bermain pura-pura (make believe play), misalnya
bersama temannya bermain berpura-pura menjadi polisi melawan perampok.
4. Pada akhir tahun ketiga (tahun keempat), sejalan dengan meningkatnya kontak sosial,
anak menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi a cooperative play, misalnya
melakukan permainan-permainan yang memiliki aturan-aturan dan menguji
keterampilan, seperti permainan melempar dan menangkap bola.
Pada masa kanak-kanak akhir, perkembangan sosial ditandai dengan hal berikut (Hurlock,
1990).
1. Pada masa sekolah, anak belajar memperoleh keterampilan dan pengetahuan tentang
apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Apabila berhasil
memperolehnya, timbul rasa mampu dan bergairah. Akan tetapi, apabila menemui
kegagalan, apalagi diketahui oleh orang dewasa, akan timbul rasa rendah diri.
2. Keterampilan masa kanak-kanak akhir: keterampilan menolong diri sendiri,
keterampilan menolong orang lain, serta keterampilan sekolah dan keterampilan
bermain.
3. Anak berminat dalam kegiatan-kegiatan dengan teman-teman dan ingin menjadi
bagian dari kelompok yang mengharapkan anak untuk menyesuaikan diri dengan pola
perilaku, nilai-nilai, dan minat anggota-anggotanya (usia berkelompok). la harus
'berjuang' untuk mencapai hal ini.
4. Menunjukkan minat yang nyata terhadap teman-temannya dan berusaha mengadakan
kontak sosial.
5. Terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-anak lain.
6. Menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi.
Perkembangan Emosi
Menurut Zeman (2001), studi tentang perkembangan emosi bayi dan anak-anak relatif
baru, baru diteliti secara empiris selama beberapa dekade yanglalu.Para peneliti melakukan
pendekatan terhadap aspek ini dari berbagai perspektif teoretis, seperti teori konstruksionisme
sosial, teori emosi diferensial, dan teori belajar sosial. Untuk merumuskan teori tentang
perkembangan emosi manusia, para peneliti memusatkan pada tampilan emosi yang dapat
diamati, seperti ekspresi wajah atau perilaku publik. Perasaan dan pengalaman pribadi anak
tidak dapat diteliti sehingga interpretasi emosi harus dibatasi pada tanda-tanda yang dapat
diamati (diobservasi) (Zeman, 2001).
Namun, pada masa kanak-kanak awal (saat baru belajar berjalan), anak mulai
mengembangkan keterampilan untuk mengatur emosi mereka dengan munculnya bahasa.
Berbicara juga membantu anak melakukan pengaturan diri (selfregulation) serta
menggunakan bahasa yang baik untuk menceritakan diri sendiri melalui situasi-situasi sulit
(Zeman, 2001).
1. Usia 2 tahun
Anak mulai mengembangkan kemampuan berempati. Perkembangan empati
memerlukan kemampuan membaca tanda-tanda emosi seseorang, memahami bahwa
orang lain merupakan satuan (entitas) yang berbeda dari diri sendiri, dan
menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain).
2. Usia 3 tahun
Anak belajar bahwa ekspresi kemarahan dan agresi dikendalikan dengan hadirnya
orang dewasa. Namun disekitar teman sebaya, anak kurang mau menekan perilaku
emosi negatif. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari konsekuensi berbeda yang
mereka terima sehubungan dengan ekspresi emosi mereka di hadapan orang dewasa
ataupun teman sebaya. Anak mulai menginternalisasi aturan masyarakat yang
menentukan tentang ekspresi emosi yang sesuai.
3. Usia 4 tahun
Anak mampu mengubah ekspresi emosi. Pada usia ini, anak sudah mampu
menunjukkan ekspresi emosi eksternal yang tidak selalu sama dengan keadaan emosi
internal. Kemampuan ini mensyaratkan anak untuk memahami perlunya mengubah
tampilan emosi, mengambilperspektif dari sudut pandang orang lain, mengetahui
bahwa keadaan eksternal tidak selalu sesuai dengan keadaan internal, dapat
mengendalikan otot-otot untuk menghasilkan ekspresi emosi, sensitif terhadap
konteks sosial yang menyadarkan mereka untuk mengubah ekspresi mereka, dan
memiliki motivasi untuk menunjukkan ekspresi yang berbeda tersebut dalam cara
yang meyakinkan.
4. Usia 5 tahun
Anak mengembangkan pemahaman yang sangat baik tentang keadaan emosional usia
4-5 tahun. Meningkatnya perkembangan kognitif menjadikan anak prasekolah tahun
mampu sampai pada pemahaman yang lebih kompleks tentang emosi. Melalui
pengalaman yang berulang-ulang, anak mulai mengembangkan teori mereka sendiri
tentang keadaan emosi orang lain dengan mengacu pada sebab akibat dari emosi serta
dengan mengobservasi dan menjadi sensitif terhadap tanda-tanda perilaku yang
mengindikasikan distres emosi. Anak pada usia ini juga mulai memprediksi
pengalaman orang lain dan ekspresi emosi orang lain, misalnya memprediksi bahwa
anak yang gembira akan mau berbagi mainan yang dimilikinya.
5. Usia 7-11 tahun
Anak menunjukkan bermacam-macam keterampilan pengaturan diri (selfregulation),
seperti memiliki pemahaman yang sangat baik dan memerankan aturan budaya.
Dengan demikian, anak mulai mengetahui kapan mengendalikan ekspresi emosi serta
memiliki keterampilan mengatur emosi yang memungkinkan mereka secara efektif
menutupi emosinya dalam cara yang sesuai dengan masyarakat. Anak pada usia ini
sensitif terhadap tanda-tanda kontekstual sosial yang diberikan sebagai pengaruh
untuk mengekspresikan atau mengendalikan emosi negatif.
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi konseptual tentang remaja yang meliputi
kriteria biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO (Sarwono, 2011), remaja
adalah suatu masa ketika:
3. Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piaget, pada masa remaja, perkembangan kognitif sudah mencapai
tahap puncak, yaitu tahap operasi formal (11 tahun - dewasa) (Gunarsa, 1982); suatu
kapasitas untuk berpikir abstrak, yaitu penalaran remaja lebih mirip dengan cara ilmuwan
mencari pemecahan masalah dalam laboratorium (Berk, 2003).
Mengacu pada teori perkembangan kognitif dari Piaget, Berk (2003: 244 - 249)
mengemukakan beberapa ciri dari perkembangan kognitif pada masa ini sebagai berikut.
a. Mampu menalar secara abstrak dalam situasi yang menawarkan beberapa
kesempatan untuk melakukan penalaran deduktif hipotetis (hypoteticodeductive
reasoning) dan berpikir proposisional (propositional thought). Penalaran deduktif
hipotetis adalah suatu proses kognitif ketika saat seseorang dihadapkan pada suatu
permasalahan, ia memulai dengan suatu "teori umum" dari seluruh faktor yang
mungkin memengaruhi hasil dan menyimpulkannya dalam suatu hipotesis (atau
prediksi) tentang apa yang mungkin terjadi (akibatnya). Berbeda dengan anak
pada tahap operasi konkret, anak memecahkan masalah dengan memulai dari
realita yang paling nyata sebagai prediksi dari suatu situasi. Jika realita tersebut
tidak ditemukan, ia tidak dapat memikirkan alternatif lain dan gagal memecahkan
masalah (Berk, 2003). Jadi, pada tahap operasi formal ini, remaja sudah bisa
berpikir sistematis dengan melakukan bermacammacam penggabungan serta
memahami adanya bermacam-macam aspek pada suatu persoalan yang dapat
diselesaikan seketika sekaligus tidak lagi satu per satu seperti yang biasa
dilakukan pada anak-anak masa operasi konkret (Gunarsa, 1982: 160).
b. Memahami kebutuhan logis dari pemikiran proposisional serta memperbolehkan
penalaran tentang premis (alasan) yang kontradiktif dengan realita. Pemikiran
proposisional merupakan karakteristik penting kedua dalam tahap operasi formal.
Remaja dapat mengevaluasi logika dari proposisi (pernyataan verbal) tanpa
merujuk pada keadaan dunia nyata (real world circumstances). Sebaliknya, anak
pada tahap operasi konkret mengevaluasi logika pernyataan hanya dengan
mempertimbangkan dengan mendasarkan pada bukti-bukti konkret.
c. Memperlihatkan distorsi kognitif, yaitu pendengar imajiner/khayal dan dongeng
pribadi (personal fable) yang secara bertahap akan menurun dan menghilang pada
usia dewasa. Kapasitas remaja untuk berpikir abstrak berpadu dengan perubahan
fisik menyebabkan remaja mulai berpikir lebih tentang diri sendiri. Piaget yakin
bahwa telah terbentuk egosentrisme baru pada tahap operasi formal ini, yaitu
ketidakmampuan membedakan perspektif abstrak dari diri sendiri dan orang lain
(Inhelder & Piaget, 1955/1958, dalam Berk, 2003).
4. Perkembangan Emosional
a. Memiliki kapasitas untuk mengembangkan hubungan jangka panjang, sehat dan
berbalasan.
b. Memahami perasaan sendiri dan memiliki kemampuan untuk menganalisis mengapa
mereka merasakan perasaan dengan cara tertentu.
c. Mulai mengurangi nilai tentang penampilan dan lebih menekankan pada nilai
kepribadian.
d. Setelah memasuki masa remaja, individu memiliki kemampuan untuk mengelola
emosinya. la telah mengembangkan kosakata yang banyak sehingga dapat
mendiskusikan dan kemudian memengaruhi keadaan emosional dirinya ataupun
orang lain.
e. Gender berperan secara signifikan dalam penampilan emosi remaja. Lakilaki kurang
menunjukkan emosi takut selama distres dibandingkan perempuan.
5. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dan emosional berkaitan sangat erat. Baik emosi (berada dalam
kendali emosi) maupun ekspresi emosi (komunikasi efektif tentang emosi) diperlukan
bagi keberhasilan hubungan Selanjutnya, kemajuan perkembangan kognitif
meningkatkan hubungan interpersonal karena membuat remaja mampu memahami lebih
baik keinginan, kebutuhan, perasaan, dan motivasi orang lain. itulah, tidak
mengherankan, dengan makin kompleksnya pikiran, dan identitas pada masa remaja,
hubungan sosialnya pun makin kompleks (Oswalt, 2010).
Pada masa ini, remaja menunjukkan beberapa ciri berikut (Oswalt, 2010).
a. Keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih mendalam dan secara
emosional lebih intim dibandingkan pada masa kanak-kanak.
b. Jaringan sosial sangat luas yang meliputi jumlah orang yang semakin banyak dan
jenis hubungan yang berbeda (misalnya dalam hubungan dengan teman sekolah
untuk menyelesaikan tugas kelompok, berinteraksi dengan pimpinan dalam cara yang
penuh penghormatan).
c. Menurut Erikson, dalam perkembangan psikososial, remaja harus menyelesaikan
krisis yang terjadi pada masa remaja. Istilah krisis digunakan oleh Erikson untuk
menggambarkan suatu rangkaian konflik internal yang berkaitan dengan tahap
perkembangan; cara seseorang mengatasi krisis akan menentukan identitas
pribadinya ataupun perkembangannya pada masa datang.