Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH

PRKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MODUL 5

PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

Di Susun Oleh:

KELOMPOK 5

Ulfa Nadirah : 859154921

Ramlah : 859154455

Sri Suryani : 859155077

UPBJJ UT MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN 2022
MODUL 5: PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

KEGIATAN BELAJAR 1

Proses Perkembangan Otak, Tubuh, Motorik dan Seksual.

A. PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, yang menjadi fokus perhatian adalah
peserta didiknya, baik itu di taman kanak-kanak, sekolah dasar, pendidikan
menengah, maupun di perguruan tinggi, dan pendidikan untuk orang dewasa lainnya.
Pada modul ini di bahas mengenai perkembangan fisik : perkembangan otak
tubuh motorik, perkembangan seksual peserta didik usia dini hingga remaja. modul
ini di susun secara sistematis dalam tiga kegiatan berikut :
1. perubahan berat badan dan tinggi badan serta proporsi tubuh.
2.perkembangan otak
3.perkembangan fisik motorik. Motorik kasar dan motorik hapus
4.pubertas
5.faktor berkaitan dengan perkembangan fisik

B. PERUBAHAN BERAT DAN TINGGI BADAN SERTA PROPORSI TUBUH


studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak
dapat dibagi menjadi empat periode, yaitu dua periode ditandai dengan pertumbuhan
yang cepat dan dua periode di tandai dengan pertumbuhan yang lambat.
Berikut ini penjelasan mengenai perubahan fisik mengenai perubahan fisik
pada berat, tinggi, hingga proporsi tumbuh anak.
1. Berat Badan
Peningkatan berat tubuh terlihat sama bagi semua bayi. Pada usia empat bulan,
berat bayi sudah dua kali lipat dan pada akhir tahun pertama akan mencapai tiga kali
lipat. Berat tumbuh tidak lagi bertambah cepat bahkan cenderung perlahan sampai
saatnya memasuki masa remaja. Antara usia sepuluh sampai 12 tahun atau mendekati
saat remaja anak-anak biasanya mengalami periode lemak.
2. Tinggi Badan
Anak perempuan yang mengalami tahap masa sekolah dasar akan mengalami
pertumbuhan tinggi badan yang lebih cepat. Sementara itu anak laki-laki memulai
tahap remaja nya setahun lebih lambat dari pada anak perempuan sehingga terkesan
tinggi badannya lebih pendek.
3. Proporsi Tubuh
Proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya anggota badan secara
keseluruhan pada bayi akan berbeda dengan proporsi orang dewasa. Oleh karena itu,
pertumbuhan tidak hanya berarti penambahan ukuran tubuh seseorang, tetapi
membentuk proporsi tubuh yang serasi. Meskipun tidak seluruh bagian tubuh dapat
mencapai proporsi kematangan yang bersamaan, semua ini tampak serempak berubah.
perubahan proporsi ini mengikuti hukum arah perkembangan, perubahan
proporsi Tubuh mengikuti pertumbuhan tak singkron yang berarti bahwa beberapa
anggota tubuh tertentu mempunyai irama pertumbuhan sendiri, ada yang tumbuh
cepat dan ada yang tumbuh lambat.
Akan tetapi, proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta anggotanya
adalah proses berkesinambungan. Misalnya, kepala seorang dewasa ukurannya sudah
dua kali lipat dibanding ketika dilahirkan dan ukuran secarakeseluruhan sudah tiga
kali lipat ukuran badannya ketika lahir atau lengan dan kakinya sempurna empat buah
yang panjangnya lima kali lipat panjang tangan dan kaki ketika lahir.
Inilah yang mengakibatkan pertumbuhan tubuh anak-anak tampak berbeda
satu sama lain. Meskipun terdapat perbedaan, tetap dapat digolongkan dalam tiga
bentuk tubuh berdasarkan atas bangun tubuh dan proporsi anggota tubuhnya, yaitu.
a. endomorf yang cenderung menjadi gemuk,
b. ektomorf yang cenderung kurus dan tulang panjang,
c. mesomorf yang cenderung menjadi kekar, berat, dan segitiga.

Sewaktu masih kanak-kanak bentuk tubuh mereka tidak begitu terlihat, tetapi pada
masa akhir kanak-kanak mulai memasuki masa remaja perbedaan tubuh antara laki-
laki dan perempuan mulai kelihatan. Laki-laki cenderung menuju bentuk tubuh
mesomorf dan perempuan cenderung menuju bentuk tubuh endomorf atau ektomorf.

4. Perkembangan Otak
Otak dalam bahasa Inggris disebut encephalon adalah pusat (central nervous
system/CNS) pada vertebrata dan banyak invertebrata lainnya. Otak manusia adalah
struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350 cc dan terdiri atas 100
juta sel saraf atau neuron. Otak mengatur dan mengoordinasi sebagian besar, gerakan,
perilaku, dan fungsi tubuh homeostasis, seperti detak jantung, tekanan darah,
keseimbangan cairan tubuh, dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab
terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu, terdapat
kaitan erat antara otak dan pemikiran.
Otak terbentuk dari dua jenis sel, yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potentisi aksi. Mereka berkomunikasi
dengan neuron yang lain dan ke seluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam
bahan kimia yang di sebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini di kirim pada celah
yang di kenal sebagai sinapsis (Agus strong, 2011).
Neuron otak mengandung dua jenis asam lemak PUFA (polyunsaturated fatty
acids), yaitu asam arakidonat (AA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) yang terletak
pada posisi sn2 dari molekul fosfogliserida dalam membran sel neuron (Agus Surono,
2011). PUFA dapat terlepas dari fosfogliserida oleh stimulasi fosfolipase PLA-2.
Molekul AA yang terlepas akan diproses oleh enzim siklo oksigenase menjadi
prostaglandin dan tromboksana atau diproses oleh enzim 5-lipo oksigenase menjadi
lipoksin. Baik AA maupun DHA dapat diproses oleh enzim lipo oksigenase guna
membentuk senyawa turunan hidroksi dan leukotriene (John W Santrock, 2007).
5. Perkembangan Otak Anak Usia Dini Mengalami Tiga Fase
a. Otak Primitif mengatur fisik untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,
mengendali gerak motorik, memantau fungsi tubuh dan memproses informasi
yang masuk pada panca indera.
b. Otak limbik memproses emosi, seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan
benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif.
c. Otak pikir juga merupakan tempat bergabungnya pengalaman, ingatan,
perasaan, dan kemampuan berpikir untuk me lahirkan gagasan dan tindakan.

C. PERKEMBANGAN FISIK MOTORIK: MOTORIK KASAR DAN MOTORIK


HALUS
Perkembangan adalah serangkain perubahan progresif ke arah lebih baik
fungsi organ tubuh. Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang
kemampuan gerak seorang anak. Perkembangan motorik terbagi atas dua, yaitu
motorik kasar dan motorik halus.
1. Motorik Halus
Menurut susanto (2011:164), motorik halus adalah gerakan halus yang melibatkan
bagian-bagian tertentu saja yang di lakukan oleh otot-otot kecil saja karena tidak
memerlukan tenaga. Namun, gerakan yang halus ini memerlukan koordinasi yang
cermat.
2. Motorik Kasar
Motorik kasar memerlukan koordinasi kelompok otot-otot anak tertentu yang dapat
membuat mereka melompat, memanjat, berlari, dan menaiki sepeda. Menurut Beaty,
kemampuan motorik kasar seyogianya dimiliki Oleh seorang anak usia dini yang
berada ada rentang usia 4 - 6 tahun, kompetensi tersebut terbagi menjadi empat aspek
berikut.
a. Berjalan dengan indikator berjalan turun/naik tangga dengan menggunakan kedua
kaki, berjalan pada garis lurus dan berdiri dengan satu kaki.
b. Berlari dengan indikator menunjukkan kekuatan dan kecepatan berlari, berbelok
ke kanan/kiri tanpa kesulitan, serta mampu berhenti dengan mudah.
c. Melompat dengan indikator mampu melompat ke depan, ke belakang, dan ke
samping.
d. Memanjat: memanjat naik/turun tangga dan memanjat pohon.

Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang


anak. Pada dasarnya, ini berkembang sejalan dengan kematangan saraf dan otot anak
sehingga setiap gerakan sesederhana apa pun merupakan hasil pola interaksi yang
kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

3. Pubertas
Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone
(GnRH) dari hipotalamus, di ikuti oleh sekuens perubahan sistem endokrin kompleks
yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan
diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan
untuk reproduksi.
4. Penyesuaian Diri pada Masa Pubertas.
Menurut santrock (2003:26), remaja diartikan sebagai masa perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognotif, dan sosial emosional. Senada dengan itu, sarlito wirawan sarwono (2001:51)
menyatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa,
bukan hanya dalam artian psikologis, tetapi juga fisik.
Menurut Djahwat Dahlan (2001: 101), remaja yang sedang mengalami proses
transisi atau pubertas memiliki ciri-ciri dalam pertumbuhan fisik, psikis, dan
sosialnya. Pada umumnya, remaja mengalami berbagai kesulitan dan masalah dalam
melakukan penyesuaian diri terhadap dirinya dan lingkungan pada masa pubertas.
Perubahan-perubahan fisik menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarlito
Wirawan Sarwono, 2001: 52). Ada penyesuaian yang dilakukan remaja yang
mengalami pubertas, yaitu penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan aspek
psikologis.
5. Penyesuaian tentang Ukuran Fisik
a. Penyesuaian tentang perubahan proporsi tubuh.
Remaja yang telah memasuki masa pubertas mengalami perubahan yang pesat
pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti bahu, lengan, pinggang, dan tungkai.
Perubahan pada bagian-bagian tubuh akan mengganggu keseimbangan tubuh
remaja.
b. Penyesuaian tentang ciri-ciri seks primer.
Cirinya adalah pertumbuhan dan perkembangan organ seks. Sesuai dengan
pendapat Sunarto dan Hartono Agung (1999: 82), memasuki masa remaja alat
kelamin mulai berfungsi, yaitu saat pertama kali anak laki-laki mengalami mimpi
basah dan pada anak perempuan saat pertama kali mengalami menstruasi atau
haid. Alat kelamin yang mulai berfungsi akan disertai dengan kematangan organ
seksual selama masa pubertas.
c. Penyesuaian tentang ciri-ciri seks sekunder.
Ciri pada tahapan ini adalah perkembangan kulit, rambut, dan suara. Pada
masa remaja, kulit menjadi kasar, warna kulit menjadi gelap, kulit pucat dan pori-
pori bertambah besar, serta kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam
kulit semakin membesar dan menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan jerawat.
6. Penyesuaian terhadap Perubahan Psikologis
a. Penyesuaian tentang emosi
Pada fase ini, remaja cenderung memiliki tingkatan emosi yang tinggi dan
meluap-luap sesuai dengan pendapat Elida P. (2006: 69). Remaja yang dikucilkan
oleh teman sebaya bisa disebabkan oleh remaja mengembangkan emosi negatif
dalam berhubungan sehingga remaja kurang mampu menguasai tugas
perkembangannya.
b. Penyesuaian tentang perilaku.
Perilaku yang kerap muncul adalah kebiasaan menyendiri sesuai dengan
pendapat Elizabeth B.H. (1980: 192). Pada fase ini, orang tua harus lebih paham
karena orang tua merupakan orang yang memiliki hubungan terdekat dengan
remaja yang mengalami pubertas.

Sebelum membahas perkembangan peserta didik ke tahap selanjutnya,


kerjakanlah soal-soal latihan berikut ini untuk memperdalam pemahaman Anda
sekilas tentang masa pubertas.

D. FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PERKEMBANGAN FISIK

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel d seluruh bagian


tubuh yang secara kuantitatif dapat di ukur. Sementara itu, perkembangan adalah
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh,
kematangan dan belajar.

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh,otak, kapasitas


sensorik, dan keterampilan motorik (papalia dan Olds,2001). Perubahan pada fisik di
tandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.

Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah
pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Aspek-aspek
perkembangan fisik, menurut Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956), antara lain sebagai
berikut:

1. sistem syaraf (perkembangan kecerdasan dan emosi),


2. otot-otot (kekuatan dan kemampuan gerak motorik),
3. kelenjar endokrin (perubahan-perubahan pola tingkah laku baru),
4. struktur fisik/tubuh (perubahan tinggi, berat, dan proporsi).

Perubahan fisik (otak) juga merupakan aspek yang sangat penting bagi
kehidupan manusia karena otak adalah sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan
sehingga semakin sempurna struktur otak akan meningkatkan kemampuan kognitif
(Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik Anak

Menurut para ahli, pertumbuhan dan perkembangan anak di pengaruhi oleh dua faktor
sebagai berikut.

a. Faktor internal, yaitu segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang
keberadaannya memengaruhi dinamika perkembangan, Yang termasuk faktor
internal sebagai berikut.
1. Kondisi individu
Individu berkembang sangat dipengaruhi kondisi kesehatan fisik dan
psikisnya. Kondisi fisik yang kurang baik akan memengaruhi tempo
perkembangannya. Begitu juga jika anak mengalami kondisi psikis.
2. Kemampuan penyesuaian pribadi dan sosial individu
Kemampuan penyesuaian diri berkaitan dengan bagaimana individu itu
menempatkan diri dalam lingkungannya.
3. Genetik
Pengaruh genetik bersifat heredokonstitusional yang artinya bahwa bentuk
untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan. Ini termasuk
berbagai faktor bawaan, jenis kelamin, ras, atau suku bangsa. Faktor genetik
akan berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan, kematangan tulang, gizi, alat
seksual, dan saraf.
4. Pengaruh hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu saat janin berumur
4 bulan. Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan
somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary.

b. Faktor Eksternal, yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri individu yang
keberadaannya memengaruhi terhadap dinamika perkembangan Yang termasuk
faktor eksternal sebagai berikut
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan lebih luas
untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya.
2. Pendidikan
Baik pendidikan keluarga, pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan
di masyarakat.
3. Nutrisi
Nutrisi sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
4. Budaya
Bagi perkembangan anak didik, keragaman budaya sangat besar pengaruhnya
bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan perilaku anak
didik selalu dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal
mereka.
5. Media massa
Media massa juga sangat besar media pengaruhnya bagi perkembangan
seseorang. Dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami
masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat.
6. Status sosial ekonomi keluarga.
Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat memengaruhi pola asuhan terhadap
anak. Misalnya, orang tua yang mempunyai pedidikan cukup mudah
menerima dan menerapkan ide-ide untuk pemberian asuhan terhadap anak.

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh


bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sementara itu,
perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat
dicapai melalui tumbuh, kematangan, dan belajar. Secara umum,
perkembangan anak selama masa perkembangannya akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal dan eksternal.

KEGIATAN BELAJAR 2
Perkembangan Kognitif dan Sosioemosional

1. Perkembangan Anak Usia Dini


Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi
matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari
ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri. Perkembangan anak adalah
suatu proses perubahan ketika anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari
aspek-aspek berikut: gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi,baik dengan sesama
maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai
berpikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwakognitif adalah tingkah laku-
tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan
untuk menggunakan pengetahuan. Selain itu, kognitif juga dipandang sebagai suatu
konsep yang luas dan inklusif yang mengacu pada kegiatan mental yang terlibat dalam
perolehan, pengolahan, organisasi, dan penggunaan pengetahuan. Proses utama yang
digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup mendeteksi, menafsirkan,
mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan; menyimpulkan
prinsip dan kaidah; mengkhayal kemungkinan; serta menghasilkan strategi dan
berfantasi.
kognisi dapat di pandang sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk
pengenalan, kesadaran dan pengertian yang bersifat mental pada diri individu yang di
gunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dan lingkungan, seperti dalam
aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai, dan lain-lain.
3. Aktivitas Kognitif
a. Mengingat
Mengingat merupakan aktivitas kognitif ketika orang menyadari bahwa pengetahuan
berasal dari kesan-kesan yang diperoleh dari masa lampau. Bentuk mengingat yang
penting adalah reproduksi pengetahuan, misalnya ketika seorang anak diminta untuk
menjelaskan kembali suatu pengetahuan atau peristiwa yang telah diperolehnya
selama belajar.
b. Berpikir
Pada saat berpikir, anak dihadapkan pada objek-objek yang diwakili dengan
kesadaran. Jadi, tidak dengan langsung berhadapan dengan objek secara fisik, seperti
sedang mengamati sesuatu ketika ia melihat, meraba, atau mendengarkan.
4. Perkembangan Struktur Kognitif
Perkembangan struktur Kognisi berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua
individu. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap
pemfungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget sebagai berikut
a. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan
diintegrasikan pada skema yang telah ada.
b. Akomodasi
Akomodasi merupakan proses yang terjadi apabila berhadapan dengan stimulus
baru.
c. Ekuilibrium
Ekuilibrium menghasilkan perubahan atau perkembangan skemata atau struktur
Kognitif.

Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berpikir dan segala bentuk pengenalan


digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya. Berfungsinya
kognisi mengakibatkan individu memperoleh pengetahuan dan menggunakannya.
Pada prosesnya, kognisi mengalami perkembangan ke arah kolektivitas kemajuan
secara berkesinambungan.

5. Tahap Perkembangan Kognitif


Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung
secara terus-menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif
diasumsikan bertahap dan berurutan selama masa kanak-kanak. Piaget melukiskan
urutan tersebut ke dalam empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif
sebagai berikut.

a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun)


Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi
ketika ia menggunakan penginderaan dan aktivitas motorik dalam mengenal
lingkungannya. Pada masa ini, biasanya keberadaan bayi masih terikat kepada
orang lain bahkan tidak berdaya. Akan tetapi, alat-alat indranya sudah dapat
berfungsi.
Tindakannya berawal dari respons refleks, kemudian berkembang membentuk
representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain dan
merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan
secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Dalam periode
singkat antara 18 bulan atau dua tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu
organisme yang bergantung hampir sepenuhnya pada refleks dan perlengkapan
heriditer lainnya menjadi pribadi yang cakap dalam berpikir simbolis.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor,
inteligensi anak baru tampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi
stimulus sensorik. Dalam stadium ini, yang penting adalah tindakan-tindakan
konkret dan bukan tindakan-tindakan yang imajiner atau hanya dibayangkan saja,
melainkan secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep
objek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali objek
yang disembunyikan.

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)


Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami
pengertian operasional, yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental ketika
prosesnya bisa kembali pada titik awal berpikir secara logis. Manipulasi simbol
merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanifestasikan
dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat.
Kemampuan anak menggunakan gambar simbolis dalam berpikir, memecahkan
masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh dalam beberapa
tahun berikutnya.
Pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa hal penting.
Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris. Anak pada tahap ini sulit
membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dariperspektif orang lain.
Berkaitan dengan masalah ini, Piaget dikenal dengan eksperimennya melalui tiga
gunung yang sering digunakan untuk mempelajari masalah egosentrisme.
Karakteristik lain dari cara berpikir praoperasional, yaitu sangat memusat
(centralized). Apabila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multidimentional, ia
akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi dan mengabaikan
dimensi lainnya. Cara berpikir seperti ini dicontohkan sebagaimana berikut:
sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah gelas pendek dan lebar diisi dengan air
yang sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam dua buah gelas tadi sama
banyaknya? Anak pada tahap ini kebanyakan menjawab bahwa ada lebih banyak
air dalam gelas yang tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi dari yang
satunya. Jadi, anak belum melihat dua dimensi secara serempak.

c. Tahap operasional konkret (7-11tahun)


Tahap operasional konkret dapat di gambarkan pada terjadinya perubahan
positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berpikir egosentris
pada tahap operasional konkret menjadi berkurang,ditandainya oleh desentrasi
yang benar. Itu artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensisecara
serempak dan juga untuk menghubungkan dimensidimensi itu satu sama lain.
Oleh karena itu, masalah konservasi sudah dikuasai dengan baik.
Desentrasi dan konservasi ditunjukkan dalam eksperimen Piaget yang terkenal
mengenai konservasi, yaitu konservasi cairan. Anak diperlihatkan kepada dua
gelas identik. Kedua gelas tadi berisikan jumlah air yang sama banyaknya. Setelah
anak mengetahui bahwa kedua gelas berisi air berada dalam jumlah yang sama, si
peneliti menuangkan air dari satu gelas ke dalam gelas yang lebih tinggi dan
kurus. Anak kemudian ditanya, apakah gelas yang lebih tinggi itu berisikan air
dalam jumlah yang sama, lebih banyak ataulebih sedikit dibandingkan dengan
gelas yang satunya? Anak-anak pada tahap operasional konkret mengetahui
bahwa jumlah cairan tetap sama bahwa suatu perubahan dalam satu dimensi, yaitu
tinggi cairan dalam gelas dapat diimbangi dengan perubahan yang sebanding
dalam dimensi lain, yaitu lebar gelas. Sama halnya ia dapat mengerti bahwa
jumlah tanah liat pada sebuah balok tidak berubah apabila bentuknya diubah.
d. Operasional formal (11-16 tahun)
Pada tahap operasional formal, anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat
atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat
membayangkan hipotesis secara logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B < C
maka A < C. Logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap
sebelumnya.
Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berpikir secara
sistematis serta dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau
sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, anak dapat memprediksi
berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya, ketika
mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba mobil mogok, anak akan menduga
mungkin bensinnya habis, businya atau platinanya rusak, dan sebab lain yang
memungkinkan memberikan dasar atas pemikiran terjadinya mobil mogok.
Perkembangan kognitif pada tahapan ini mencapai tingkat perkembangan tertinggi
dari tahapan yang dijelaskan Piaget.

B. PERKEMBANGAN ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR ANAK-ANAK

Masa kanak-kanak dimulai saat anak dapat berdiri sampai dengan mencapai
kematangan. Masa ini terbagi menjadi dua periode masa kanak-kanak awal (early childhood:
2-6 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (late childhood: 6-12) (Hurlock,1990).

Para ahli psikologi menyebut masa ini sebagai berikut.

a. Usia kelompok, yaitu masa ketika anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial
sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri saat mereka masuk kelas satu.
b. Usia menjelajah/eksplorasi, menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui
keadaan lingkungannya (Lingkungan hidup dan benda mati), mekanismenya
perasaannya, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya.
c. Usia bertanya, yaitu anak banyak bertanya sebagai salah satu menjelajah lingkungan.
d. Usia meniru, merupakan ciri yang sangat menonjol pada masa ini, yaitu anak meniru
pembicaraan dan tindakan orang lain.
e. Usia kreatif, yaitu pada masa ini anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain
dibandingkan masa-masa perkembangan lainnya.

1. Tugas Perkembangan pada masa kanak-kanak Awal Menurut Havighurst


(Hurlock,1990)

a. Belajar mengerti perilaku seks yang benar.


b. Belajar membedakan benar dan salah dalam hubungannya dengan orang-orang di luar
rumah, terutama di lingkungan tetangga, sekolah, dan teman bermain.
c. Belajar mengembangkan hati nurani.
d. Belajar memberi dan menerima kasih sayang.
2. Tugas Perkembangan Masa kanak-kanak Akhir Menurut Havighurst (Hurlock,1990)

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang


umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang
tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan
berhitung.
f. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan
berhitung.
g. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
h. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral,tata,dan tingkatkan nilai.
i. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
j. Mencapai kebebasan pribadi.

3. Perkembangan kognitif Masa kanak-kanak Awal dan Akhir

Menurut Piaget (Hurlock,1990), pada masa kanak-kanak awal, tahap perkembangan


kognitif berada taraf pemikiran praoperasional. Pemikiran praoperasional dapat dibagi ke
dalam dua subtahap berikut.

1. Subtahap fungsi simbolis


Pada tahap ini, anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan Secara
mental suatu objek yang tidak ada.
2. Subtahap pemikiran intuitif
Pada tahap ini, anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban
atas semua bentuk pertanyaan.

C. PERKEMBANGAN SOSIAL

Pada masa kanak-kanak awal, perkembangan sosial ditandai dengan hal berikut (Hurlock,
1990).

1. Setelah pada masa bayi: cenderung melakukan permainan yang bersifat menyendiri
(solitary play)
awal masa kanak-kanak parallel play (2-3 tahun): seorang anak mulai menunjukkan
minat yang nyata untuk melihat teman-temannya dan berusaha mengadakan kontak
sosial. Ada bersama-sama, tetapi bermain sendiri-sendiri, tidak bermain dengan anak
lain.
2. Secara bertahap, anak mulai terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-
anak lain, assosiative play.
3. sekitar usia 3 tahun, anak mulai bermain pura-pura (make believe play), misalnya
bersama temannya bermain berpura-pura menjadi polisi melawan perampok.
4. Pada akhir tahun ketiga (tahun keempat), sejalan dengan meningkatnya kontak sosial,
anak menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi a cooperative play, misalnya
melakukan permainan-permainan yang memiliki aturan-aturan dan menguji
keterampilan, seperti permainan melempar dan menangkap bola.

Pada masa kanak-kanak akhir, perkembangan sosial ditandai dengan hal berikut (Hurlock,
1990).

1. Pada masa sekolah, anak belajar memperoleh keterampilan dan pengetahuan tentang
apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Apabila berhasil
memperolehnya, timbul rasa mampu dan bergairah. Akan tetapi, apabila menemui
kegagalan, apalagi diketahui oleh orang dewasa, akan timbul rasa rendah diri.
2. Keterampilan masa kanak-kanak akhir: keterampilan menolong diri sendiri,
keterampilan menolong orang lain, serta keterampilan sekolah dan keterampilan
bermain.
3. Anak berminat dalam kegiatan-kegiatan dengan teman-teman dan ingin menjadi
bagian dari kelompok yang mengharapkan anak untuk menyesuaikan diri dengan pola
perilaku, nilai-nilai, dan minat anggota-anggotanya (usia berkelompok). la harus
'berjuang' untuk mencapai hal ini.
4. Menunjukkan minat yang nyata terhadap teman-temannya dan berusaha mengadakan
kontak sosial.
5. Terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-anak lain.
6. Menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi.

Perkembangan Emosi

Menurut Zeman (2001), studi tentang perkembangan emosi bayi dan anak-anak relatif
baru, baru diteliti secara empiris selama beberapa dekade yanglalu.Para peneliti melakukan
pendekatan terhadap aspek ini dari berbagai perspektif teoretis, seperti teori konstruksionisme
sosial, teori emosi diferensial, dan teori belajar sosial. Untuk merumuskan teori tentang
perkembangan emosi manusia, para peneliti memusatkan pada tampilan emosi yang dapat
diamati, seperti ekspresi wajah atau perilaku publik. Perasaan dan pengalaman pribadi anak
tidak dapat diteliti sehingga interpretasi emosi harus dibatasi pada tanda-tanda yang dapat
diamati (diobservasi) (Zeman, 2001).

Namun, pada masa kanak-kanak awal (saat baru belajar berjalan), anak mulai
mengembangkan keterampilan untuk mengatur emosi mereka dengan munculnya bahasa.
Berbicara juga membantu anak melakukan pengaturan diri (selfregulation) serta
menggunakan bahasa yang baik untuk menceritakan diri sendiri melalui situasi-situasi sulit
(Zeman, 2001).

Secara ringkas, Zeman (2001) merangkum perkembangan emosi masa kanak-kanak


sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan berikut.

1. Usia 2 tahun
Anak mulai mengembangkan kemampuan berempati. Perkembangan empati
memerlukan kemampuan membaca tanda-tanda emosi seseorang, memahami bahwa
orang lain merupakan satuan (entitas) yang berbeda dari diri sendiri, dan
menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain).
2. Usia 3 tahun
Anak belajar bahwa ekspresi kemarahan dan agresi dikendalikan dengan hadirnya
orang dewasa. Namun disekitar teman sebaya, anak kurang mau menekan perilaku
emosi negatif. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari konsekuensi berbeda yang
mereka terima sehubungan dengan ekspresi emosi mereka di hadapan orang dewasa
ataupun teman sebaya. Anak mulai menginternalisasi aturan masyarakat yang
menentukan tentang ekspresi emosi yang sesuai.
3. Usia 4 tahun
Anak mampu mengubah ekspresi emosi. Pada usia ini, anak sudah mampu
menunjukkan ekspresi emosi eksternal yang tidak selalu sama dengan keadaan emosi
internal. Kemampuan ini mensyaratkan anak untuk memahami perlunya mengubah
tampilan emosi, mengambilperspektif dari sudut pandang orang lain, mengetahui
bahwa keadaan eksternal tidak selalu sesuai dengan keadaan internal, dapat
mengendalikan otot-otot untuk menghasilkan ekspresi emosi, sensitif terhadap
konteks sosial yang menyadarkan mereka untuk mengubah ekspresi mereka, dan
memiliki motivasi untuk menunjukkan ekspresi yang berbeda tersebut dalam cara
yang meyakinkan.
4. Usia 5 tahun
Anak mengembangkan pemahaman yang sangat baik tentang keadaan emosional usia
4-5 tahun. Meningkatnya perkembangan kognitif menjadikan anak prasekolah tahun
mampu sampai pada pemahaman yang lebih kompleks tentang emosi. Melalui
pengalaman yang berulang-ulang, anak mulai mengembangkan teori mereka sendiri
tentang keadaan emosi orang lain dengan mengacu pada sebab akibat dari emosi serta
dengan mengobservasi dan menjadi sensitif terhadap tanda-tanda perilaku yang
mengindikasikan distres emosi. Anak pada usia ini juga mulai memprediksi
pengalaman orang lain dan ekspresi emosi orang lain, misalnya memprediksi bahwa
anak yang gembira akan mau berbagi mainan yang dimilikinya.
5. Usia 7-11 tahun
Anak menunjukkan bermacam-macam keterampilan pengaturan diri (selfregulation),
seperti memiliki pemahaman yang sangat baik dan memerankan aturan budaya.
Dengan demikian, anak mulai mengetahui kapan mengendalikan ekspresi emosi serta
memiliki keterampilan mengatur emosi yang memungkinkan mereka secara efektif
menutupi emosinya dalam cara yang sesuai dengan masyarakat. Anak pada usia ini
sensitif terhadap tanda-tanda kontekstual sosial yang diberikan sebagai pengaruh
untuk mengekspresikan atau mengendalikan emosi negatif.

D. PERKEMBANGAN ANAK USIA REMAJA


Salah satu periode dalam perkembangan adalah masa remaja. Kata remaja
(adolescence) berasal dari kata adolescere (Latin) yang berarti tumbuh ke arah kematangan
(Muss, 1968 dalam Sarwono, 2011: 11). Istilah kematangan di sini meliputi kematangan fisik
ataupun sosial psikologis.

Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi konseptual tentang remaja yang meliputi
kriteria biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO (Sarwono, 2011), remaja
adalah suatu masa ketika:

1. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual


sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual (kriteria biologis);
2. individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa (kriteria sosial psikologis);
3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang
relatif lebih mandiri (kriteria sosial ekonomi).

1. Karakteristik Masa Remaja


Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal (11/12 -
16/17 tahun) dan remaja akhir (16/17 - 18 tahun). Pada masa remaja akhir, individu
sudah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Masa remaja merupakan suatu periode penting dari rentang kehidupan, suatu periode
transisional, masa perubahan, masa usia bermasalah, masa ketika individu mencari
identitas diri, usia menyeramkan (dreaded), masa unrealism, dan ambang menuju
kedewasaan (Krori, 2011).
Menurut Hall (Sarwono, 2011), masa remaja merupakan masa sturm und drang (topan
dan badai), masa penuh emosi, dan adakalanya emosinya meledak-ledak yang muncul
karena adanya pertentangan nilai-nilai.
Minat universal paling penting pada masa remaja dapat digolongkan menjadi 7
kategori, yaitu: (Krori, 2011)
1. Minat rekreasi
2. Minat pribadi
3. Minat sosial
4. Minat pendidikan
5. Minat vokasional
6. Minat religius
7. Minat dalam simbol status.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja (11/12-18 Tahun)


a. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda
jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat.
b. Mencapai peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan sosial
dan kultural masyarakatnya.
c. Menerima kesatuan organ-organ tubuh/keadaan fisiknya sebagai pria/wanita dan
menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.
d. Menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di
tengah-tengah masyarakatnya.
e. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan
mulai menjadi "diri sendiri".
f. Mempersiapkan diri untuk mencapai karier (jabatan dan profesi) tertentu dalam
bidang kehidupan ekonomi.
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
h. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan
mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.

3. Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piaget, pada masa remaja, perkembangan kognitif sudah mencapai
tahap puncak, yaitu tahap operasi formal (11 tahun - dewasa) (Gunarsa, 1982); suatu
kapasitas untuk berpikir abstrak, yaitu penalaran remaja lebih mirip dengan cara ilmuwan
mencari pemecahan masalah dalam laboratorium (Berk, 2003).
Mengacu pada teori perkembangan kognitif dari Piaget, Berk (2003: 244 - 249)
mengemukakan beberapa ciri dari perkembangan kognitif pada masa ini sebagai berikut.
a. Mampu menalar secara abstrak dalam situasi yang menawarkan beberapa
kesempatan untuk melakukan penalaran deduktif hipotetis (hypoteticodeductive
reasoning) dan berpikir proposisional (propositional thought). Penalaran deduktif
hipotetis adalah suatu proses kognitif ketika saat seseorang dihadapkan pada suatu
permasalahan, ia memulai dengan suatu "teori umum" dari seluruh faktor yang
mungkin memengaruhi hasil dan menyimpulkannya dalam suatu hipotesis (atau
prediksi) tentang apa yang mungkin terjadi (akibatnya). Berbeda dengan anak
pada tahap operasi konkret, anak memecahkan masalah dengan memulai dari
realita yang paling nyata sebagai prediksi dari suatu situasi. Jika realita tersebut
tidak ditemukan, ia tidak dapat memikirkan alternatif lain dan gagal memecahkan
masalah (Berk, 2003). Jadi, pada tahap operasi formal ini, remaja sudah bisa
berpikir sistematis dengan melakukan bermacammacam penggabungan serta
memahami adanya bermacam-macam aspek pada suatu persoalan yang dapat
diselesaikan seketika sekaligus tidak lagi satu per satu seperti yang biasa
dilakukan pada anak-anak masa operasi konkret (Gunarsa, 1982: 160).
b. Memahami kebutuhan logis dari pemikiran proposisional serta memperbolehkan
penalaran tentang premis (alasan) yang kontradiktif dengan realita. Pemikiran
proposisional merupakan karakteristik penting kedua dalam tahap operasi formal.
Remaja dapat mengevaluasi logika dari proposisi (pernyataan verbal) tanpa
merujuk pada keadaan dunia nyata (real world circumstances). Sebaliknya, anak
pada tahap operasi konkret mengevaluasi logika pernyataan hanya dengan
mempertimbangkan dengan mendasarkan pada bukti-bukti konkret.
c. Memperlihatkan distorsi kognitif, yaitu pendengar imajiner/khayal dan dongeng
pribadi (personal fable) yang secara bertahap akan menurun dan menghilang pada
usia dewasa. Kapasitas remaja untuk berpikir abstrak berpadu dengan perubahan
fisik menyebabkan remaja mulai berpikir lebih tentang diri sendiri. Piaget yakin
bahwa telah terbentuk egosentrisme baru pada tahap operasi formal ini, yaitu
ketidakmampuan membedakan perspektif abstrak dari diri sendiri dan orang lain
(Inhelder & Piaget, 1955/1958, dalam Berk, 2003).
4. Perkembangan Emosional
a. Memiliki kapasitas untuk mengembangkan hubungan jangka panjang, sehat dan
berbalasan.
b. Memahami perasaan sendiri dan memiliki kemampuan untuk menganalisis mengapa
mereka merasakan perasaan dengan cara tertentu.
c. Mulai mengurangi nilai tentang penampilan dan lebih menekankan pada nilai
kepribadian.
d. Setelah memasuki masa remaja, individu memiliki kemampuan untuk mengelola
emosinya. la telah mengembangkan kosakata yang banyak sehingga dapat
mendiskusikan dan kemudian memengaruhi keadaan emosional dirinya ataupun
orang lain.
e. Gender berperan secara signifikan dalam penampilan emosi remaja. Lakilaki kurang
menunjukkan emosi takut selama distres dibandingkan perempuan.

5. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dan emosional berkaitan sangat erat. Baik emosi (berada dalam
kendali emosi) maupun ekspresi emosi (komunikasi efektif tentang emosi) diperlukan
bagi keberhasilan hubungan Selanjutnya, kemajuan perkembangan kognitif
meningkatkan hubungan interpersonal karena membuat remaja mampu memahami lebih
baik keinginan, kebutuhan, perasaan, dan motivasi orang lain. itulah, tidak
mengherankan, dengan makin kompleksnya pikiran, dan identitas pada masa remaja,
hubungan sosialnya pun makin kompleks (Oswalt, 2010).
Pada masa ini, remaja menunjukkan beberapa ciri berikut (Oswalt, 2010).
a. Keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih mendalam dan secara
emosional lebih intim dibandingkan pada masa kanak-kanak.
b. Jaringan sosial sangat luas yang meliputi jumlah orang yang semakin banyak dan
jenis hubungan yang berbeda (misalnya dalam hubungan dengan teman sekolah
untuk menyelesaikan tugas kelompok, berinteraksi dengan pimpinan dalam cara yang
penuh penghormatan).
c. Menurut Erikson, dalam perkembangan psikososial, remaja harus menyelesaikan
krisis yang terjadi pada masa remaja. Istilah krisis digunakan oleh Erikson untuk
menggambarkan suatu rangkaian konflik internal yang berkaitan dengan tahap
perkembangan; cara seseorang mengatasi krisis akan menentukan identitas
pribadinya ataupun perkembangannya pada masa datang.

Anda mungkin juga menyukai