Anda di halaman 1dari 15

Tugas Resume

Perkembangan Belajar Peserta Didk


Tentang
Perkembangan Fisik dan Perseptual anak usia SD

Oleh:
Kelompok 5
1. Akbar Muhmmad Rusdi 18129099
2. Disha Hikarahmi Ramfineli 18129007
3. Mutiara Cantika Desfa 18129288
4. Vini Olivia 18129326

Seksi : 18 AT 01

Dosen Pengampu : Drs. Muhammadi, M. Si

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang
2019
A. Perkembangan Fisik Anak Usia SD

Anak sekolah dasar di Indonesia pada umumnya berada pada rentang usia sekitar 6-12
tahun. Dalam psikologi perkembangan, rentang usia tersebut lazimnya disebut sebagai masa
anak (middleandlatechilhood), yaitu suatu fase antara masa kanak-kanak (earlychilhood) dan
masa remaja (adolescene). Sebutan lain yang sering digunakan adalah masa usia sekolah.
Sebutan ini mungkin diberikan karena anak pada usia ini mulai memasuki dunia pendidikan
formal, yaitu sekolah.

Pembahasan mengenai perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek tinggi dan
berat badan, serta proporsi tubuh dan dampak-dampak psikologis yang dapat
ditimbulkannya. Perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut :

1. Tinggi dan Berat Badan


Menurut Khairanis (2000 : 36) Perkembangan fisik anak usia SD bila dibanding
dengan masa usia remaja dan usia dini cenderung lebih lambat dan bersifat konsisten.
Perkembangan ini berlangsung sampai terjadinya perubahan besar pada awal
pubertas. Rata-rata anak usia SD mengalami penambahan berat badan sekitar 2,5-3,5 kg,
dan penambahan tinggi badan 5-7 cm pertahun.
Menurut Mussen, Conger&Kagan dalam Mubin (2006 : 91) sampai dengan usia
sekitar 6 tahun terlihat bahwa badan anak bagian atas berkembang lebih lambat dari pada
bagian bawah. Anggota-anggota badan relatif lebih pendek, kepala dan perut relatif lebih
besar. Selama masa akhir masa anak-anak, tinggi bertumbuh sekitar 5 hingga 6 % dan
berat bertambah sekitar 10 % setiap tahun. Pada usia 6 tahun tinggi rata-rata anak adalah
46 inci dengan berat 22,5 kg. Kemudian pada usia 12 tahun tnggi anak mencapai 60 inci
dan berat 40 hingga42,5 kg.
Jadi, perkembangan tinggi dan berat badan anak usia SD cenderung lebih lambat dan
bersifat konsisten. Pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada
panjang badannya. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena
bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh lainnya.

2. Proporsi dan Bentuk Tubuh


Menurut Khairanis (2000 : 36) “anak SD kelas-kelas awal umumnya masih memiliki
proporsi tubuh yang kurang seimbang. Kekurangseimbangan ini sedikit demi sedikit
berkurang sampai terlihat perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5 atau 6. Pada kelas-
kelas akhir SD, lazimnya proporsi tubuh anak sudah mendekati keseimbangan”.
Sementara itu, menurut Desmita (2009 : 77) Seiring dengan pertambahan tinggi dan
berat badan, percepatan pertumbuhan pada masa pubertas juga terjadi pada proporsi
tubuh. Bagian-bagian tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa pubertas
menjadi besar. Hal ini terlihat jelas pada perkembangan tangan dan kaki,yang sering tidak
proporsional. Perubahan proporsi tubuh yang tidak seimbang ini menyebabkan anak
merasa kaku dan canggung, serta khawatir bahwa badannya tidak akan pernah serasi
dengan tangan dan kakinya.
Kondisi dan bentuk tubuh anak dapat memberikan dampak psikologis tertentu kepada
anak. Kondisi proporsi tubuh yang kurang seimbang atau bentuk tubuh yang berkelainan
dapat menumbuhkan sikap-sikap negatif, yakni berupa kekurangpuasan atau bahkan
penolakan terhadap dirinya sendiri (selfrejection). Hal demikian tentunya akan dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, khususnya dalam pembentukan kesan
tentang tubuh (bodi image) dan konsep dirinya (selfconcept)
Secara langsung perkembangan fisik seorang anak akan menentukan keterampilan
anak dalam bergerak. Seorang anak usia 6 tahun yang bagian tubuhnya sesuai dengan usia
tersebut, akan dapat melakukan hal-hal yang lazim dilakukan oleh anak berumur 6 tahun.
Namun apabila ia mengalami hambatan atau cacat tertentu, sehingga tubuhnya tidak
berkembang dengan sempurna. Maka tidak mungkin mengikuti permainan yang
dilakukan oleh teman sebayanya.
Sedangkan secara tidak langsung, perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana
anak memandang dirinya sendiri dan bagaimana dia memandang orang lain. Ini semua
akan tercermin dari pola penyesuaian diri anak secara umum. Seorang anak misalnya,
yang terlalu gemuk akan menyadari bahwa dia tidak dapat mengikuti permainan yang
dilakukan oleh teman sebayanya. Di pihak lain, teman-temanya akan menganggap anak
gendut itu terlalu lamban, dan tidak pernah lagi diajak bermain. Semula timbul perasaan
tidak mampu, selanjutnya akan muncul perasaan tertimpa nasib buruk.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980), ada tiga kemungkinan bentuk primer
tubuh anak SD. Tiga bentuk primer tubuh tersebut, yaitu :
a. Endomorph, yaitu yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
b. Mesomorph, yang kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih kekar.
c. Ectomorph, yang tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot
3. Otak
Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt.
Untuk mengindera dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya.
Otak ada untuk mengoptimalkan perilaku, sehingga tubuh mampu menghadapi tantangan
dan kesempatan yang datang setiap saat. Pada saat yang sama, otak juga membangkitkan
kewaspadaan. Aktivitas sel saraf yang terorganisir akan dirasakan sebagai aktivitas
mental yang teratur. Jadi, otak lebih dari sekadar suatu gumpulan keriput dalam tengkorak
manusia, tetapi sesungguhnya otak menjalar ke seluruh tubuh. Tak satu pun organ atau sel
dalam tubuh kita yang telepas dari jangkauan otak
Menurut Khairanis (2000 : 39) “perkembangan otak dan system syaraf merupakan
salah satu aspek terpenting dalam perkembangan individu. Dalam otak terdapat pusat-
pusat syaraf yang mengendalikan perilaku”. Sementara itu, menurut Desmita (2009 :
89) “pada usia 5 atau 6 hingga 7 tahun, ukuran otak anak telah mencapai dua pertiga otak
orang dewasa, tetapi memiliki 5-7 kali lebih banyak sambungan antarneuron dari pada
otak anak sudah dapat dikatakan sempurna, tetapi cara kerjanya terperinci di dalam otak
masih memerlukan waktu untuk berkembang penuh”.
Bila dibandingkan dengan perkembangan bagian tubuh lain, perkembangan otak dan
kepala jauh lebih cepat. Kematangan otak yang dikombinasikan dengan pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif
anak. Dalam hal ini, bukan sekedar kebutuhan nutrisi yang perlu dipenuhi, melainkan
juga diperlukan rangsangan-rangsangan yang membuat otak anak itu berfungsi.
Pertumbuhan otak memiliki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak di usia dini
menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup
sehingga tidak dapat menerima program-program baru.

4. Keterampilan Motorik
Menurut Mubin (2006 : 92) Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan,
maka selama masa pertengahan dan akhir anak-anak ini perkembangan motorik menjadi
lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-
anak lebih cepat dalam berlari, dan makin pandai meloncat. Anak juga makin mampu
menjaga keseimbangan badannya. Penguasaan badan seperti membungkuk, melakukan
bermacam-macam latihan senam serta aktivitas olah raga berkembang pesat.
Selain itu, menurut Yusuf (2011 : 59) Fase atau usia sekolah dasar (7-12 tahun)
ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik,
baik halus maupun kasar, dapat dijelasan sebagai berikut. Perkembangan fisik yang
normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang
pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat
menunjang keberhasilan belajar peserta didik.
Sejak usia 6 tahun, koordinasi antara mata dan tangan yang dibutuhkan untuk
membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Dari usia 8 hingga 10
tahun, tangan dapat digunakan secara bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus
berkembang , dimana anak sudah dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih
kecil dan lebih rapi. Pada usia 10 sampai 12 tahun, anak-anak mulai memperhatikan
gerakan-gerakan komplek, rumit, dan cepat, untuk memperhalus keterampilan-
keterampilan motorik mereka, anak-anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik.
Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan yang diatur oleh mereka sendiri,
seperti permainan umpet-umpetan, dimana anak menggunakan keterampilan motornya.
Disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang
bersifat formal, seperti olahraga, senam, berenag dan lain-lain.

Motorik Halus Motorik Kasar

Menulis Baris berbaris

Menggambar atau melukis Seni bela diri (seperti pencak silat,


dan karate)
Mengetik (komputer)
Senam
Merupa (seperti membuat kerajinan dari
tanah liat) Berenang

Menjahit Atletik

Membuatkerajianan dari kertas Main sepak bola, dsb

Tabel 1 Perkembangan Motorik Anak (Yusuf, 2011 : 60)


B. Perkembangan Perseptual Anak Usia SD

Perkembangan perseptual anak merupakan reaksi dari rangsangan untuk alat indra.
Baik melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, atau penciuman yang kemudian akan
diteruskan ke otak untuk diolah menjadi suatu persepsi yang belum diketahui kebenarannya.

Aktivitas perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap


lingkungannya. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu melalui alat-
alat indra yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Informasi tentang
objek penglihatan diterima memalai indra mata, informasi tentang objek pendengan diketahui
melalui indra telinga, objek sentuhan dengan kulit, objek penciuman melalui indra hidung.
Tanpa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indra-indra lainnya, otak manusia akan
terasing dari dunia yang ada di sekitarnya.

Perkembangan perseptual anak erat kaitannya dengan perkembangan sel dan jaringan
otak (Kartadinata, 1997 : 57). Aktivitas perseptual pada dasarnya merupakan proses
pengenalan individu terhadap lingkungannya. Semua informasi tentang lingkungan sampai
kepada individu melalui alat-alat indra yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke
bagian otak. Secara garis besar ada tiga proses aktivitas perseptual yang perlu dipahami, yaitu
sensasi, persepsi dan atensi. Namun dalam prosesnya, sensasi dan persepsi itu mungkin lebih
sulit dipisahkan. Artinya, kedua proses itu merupakan sesuatu yang berlangsung secara
bersamaan.

1. Sensasi
Sensasi yaitu peristiwa penerimaan informasi oleh indra penerima. Sensasi terjadi saat
adanya kontak antara informasi dengan indera penerima. Contoh gelombang udara yang
bergetar diterima oleh telinga luar. Dengan demikian, dalam sensasi terjadi proses deteksi
informasi secara indrawi.
2. Persepsi
Persepsi berasal dari bahasa Inggris “perseption” yang diambil dari bahasa
Latin “perceptio” yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt, (1978)
persepsi dala arti sempit adalah “penglihatan”, yaitu bagaiman cara seseorang melihat
sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah “pandangan” yaitu bagaimana
seseorang dalam memandang atau mengartikan sesuatu.
Menurut Khairanis (2000 : 40) “persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang
ditangkap oleh indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan informasi lebih
lanjut dari aktivitas sensasi. Misalnya, orang menjadi tahu bahwa yang didengarnya itu
adalah suara musik, suara mobil, suara binatang dan sejenisnya”.
Sementara itu, menurut Desmita (2009 : 115) Persepsi adalah salah satu aspek
kognitif manusia yang sangat penting yang memungkinkannya untuk mengetahui dan
memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat
menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang mengitarinya.
Demikian pula halnya dengan kehadiran peserta didik di sekolah, tidak akan mendapatkan
kemanfaatan yang berarti dari informasi atau materi pelajaran yang disampaikan guru,
atau mungkin akan menyesatkan, tanpa adanya pesepsi yang benar. Hal ini karena
persepsi menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia.
Dilihat dari keragaman indra penerima informasi, persepsi dapat diklasifikasi ke
dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Persepsi Visual

Persepsi Visual adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan. Persepsi ini
sangat mengutamakan peran indra penglihatan (mata) dan proses perseptualannya.
Dengan demikian, proses perkembangannya sangat tergantung kepada fungsi indra
mata. Dilihat dari dimensinya, ada enam jenis persepsi visual yang dapat dibedakan,
yaitu:

a. Persepsi Konstanitas Ukuran

Adalah kemampuan individu untuk mengenal bahwa setiap objek memiliki


suatu ukuran yang konstan meskipun jaraknya yang bervariasi. Variasi bayangan
ini membuat suatu objek menjadi lebih besar atau lebih kecil saat diterima oleh
retina. Namun dengan kemampuan persepsi konstansi ukuran, individu dapat
mempersepsi bahwa benda itu ukurannya tetap meskipun kelihatannya lebih kecil
karena jaraknya lebih jauh atau atau lebih besar karena jaraknya lebih dekat.
Secara lebih kompleks, persepsi jenis ini juga merupakan kemampuan untuk
menimbang atau menilai secara akurat ukuran objek-objek yang berbeda dengan
jarak pandang yang bervariasi pula. Pada umumnya persepsi penimbangan-
penimbangan ini berkembang dan mencapai kematangannya pada rata-rata usia 11
tahun.

b. Persepsi tentang Objek atau Gambar Pokok dan Latarnya

Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek atau


gambar yang berada atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan.
Kemampuan seperti ini akan terlihat dalam gambar anak. Anak yang belum
memiliki kemampuan ini akan menggambar dengan tidak beraturan. Misalnya,
dalam gambar yang dibuatnya semua objeknya terlihat. Padahal, seharusnya ada
bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat karena tertutup bagian lain.

Kemampuan persepsi visual ini tampak meningkat dengan cepat dalam


pertumbuhan anak., khususnya pada usia 4-6 tahun dan antara 6-8 tahun. Anak
seusia ini lazimnya dapat menempatkan item-item gambar pada suatu latar yang
tepat, bila objek-objek tersebut tidak asing baginya. Namun, ia mendapat kesulitan
yang berarti bila gambarnya berupa bentuk-bentuk geometrik yang abstrak.
Akhirnya, perkembangan ketrampilan anak dalam aspek ini hampir mendekati
ketrampilan orang dewasa pada saat kira-kira berusia delapan tahun.

c. Persepsi Keseluruhan dan Bagian

Persepsi ini merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu


objek atau gambar dari keseluruhannya. Proses ini memungkinkan individu untuk
dapat menyadari suatu objek atau gambar baik secara parsial (bagian-bagian)
maupun secara keseluruhan. Puncak perkembangan keterampilan
mengintegrasikan bagian-bagian dan keseluruhan kedalam gambar secara total ini
tercapai pada saat anak berusia menjelang sembilan tahun.

d. Persepsi Ke dalaman

Persepsi ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengukur jarak dari


posisi tubuh ke suatu objek. Persepsi ke dalaman ini memerlukan ketajaman visual
yang baik. Proses perkembangan persepsi ini berawal sejak berumur enam bulan
dan mencapai kematangannya pada sekitar usia sepuluh tahun.
e. Orientasi Tilikan Ruang

Orientasi tilikan ruang merupakan kemampuan penglihatan untuk


mengidentifikasi, mengenal, dan mengukur dimensi ruang. Misalnya, seorang
supir memiliki kemampuan untuk mengepas jalan di saat mengendarai mobil.
Kemampuan ini juga sudah dikembangkan sejak bayi, namun selama usia SD
kemampuan persepsi ini juga dipertajam melalui pengalaman-pengalaman yang
diperoleh.

f. Persepsi Gerakan

Persepsi ini melibatkan kemampuan memperkirakan dan mengikuti gerakan


atau perpindahan suatu objek oleh mata. Kemampuan persepsi ini juga sudah
mulai dikembangkan sejak bayi terhadap gerakan horizontal, disusul terhadap
gerakan vertikal, gerakan diagonal dan terakhir terhadap gerakan berpusat.
Kematangan akurasi gerakan anak dalam mengikuti gerakan-gerakan suatu objek
ini tercapai pada sekitar usia 5-10 tahun (Haywood, 1977)

2. Persepsi Pendengaran

Pendengaran memberikan suatu kontribusi tersendiri dan cukup penting


peranannya dalam proses perseptual. Persepsi pendengaran merupakan pengamatan
dan penilaian terhadap suara yang diterima oleh bagian telinga. Bagian-bagian telinga
tersebut berkembang sejak masa pranatal, khususnya bagian telinga dalam. Telinga
bagian luar dan telinga bagian dalam terbentuk pada pertengahan kehidupan janin.

Pada awal kelahiran, pendengaran bayi sudah siap untuk digunakan.


Kemudian persepsi pendengaran ini berkembang secara cepat pada waktu masa
seminggu pertama setelah kelahiran. Namun perkembangan ketajaman pendengaran
selanjutnya terjadi pada masa anak-anak, bahkan masih berkembang pada masa
remaja. Seperti halnya persepsi penglihatan, perkembangan persepsi pendengaran
mencakup beberapa dimensi, yaitu :
a. Persepsi Lokasi Pendengaran

Persepsi ini berkenaan dengan kemampuan mendeteksi tempat munculnya


suatu sumber suara. Misalnya, kalau si anak di panggil dari sebelah kiri, maka ia
menengok ke sebelah kiri, kalau pada langit-langit ada suara menakutkan, maka ia
memusatkan perhatiannya ke arah sumber suara tersebut. Dalam hal ini, anak
mempersepsi arah sumber munculnya suara sehingga ia dapat menghubungkan
suara itu dengan sumbernya. Pada usia 4-6 bulan pertama, bayi lazimnya sudah
dapat memalingkan kepalanya kearah datangnya suara, sedangkan pada usia 12-14
bulan, ia sudah dapat melokalisasi suara-suara yang berjarak. Kemampuan ini
terus meningkat hingga menjelang usia tiga tahun si anak mampu melokalisasi
arah suara-suara secara umum. Namun aspek-aspek lokalisasi suara secara lebih
detail, seperti tingkat ambang suara dan lokalisasi sumber-sumber suara yang
banyak, belum dapat dikuasai secara akurat pada masa anak.

b. Persepsi Perbedaan

Terkadang anak dibingungkan oleh dua suara yang mirip dalam hal nada,
kekerasan, atau cara pengucapannya seperti antara “d” dan “t” atau antara “b” dan
“p”. Bayi yang berusia 1-4 bulan sudah mampu membedakan suara-suara dasar,
tetapi usia 3-5 tahun merupakan masa peningkatan akurasi dari pengenalan-
pengenalan suara yang berbeda. Pada usia 8-10 tahun, umumnya anak sudah
memperoleh peningkatan yang sangat besar dalam kemampuan mereka untuk
mendeteksi perbedaan suara-suara yang mirip, namun anak masih terus
memperhalus keterampilan membedakan suara itu hingga sekurang-kurangnya
berusia 13 tahun.

c. Persepsi Pendengaran Utama dan Latarnya

Terkadang kita perlu memperhatikan suara-suara tertentu, sambil


mendengarkan suara-suara lain yang tidak berhubungan. Kemampuan inilah yang
dimaksud dengan persepsi pendengan utama dan latarnya. Misalnya, kita perlu
mendengarkan suara guru yang sedang mengajar (a figuresound), sambil
mengabaikan suara-suara gaduh yang datang dari luar kelas (backgroundsounds).
Dalam proses pendidikan, kemampuan persepsi ini tentunya penting. Namun,
proses perkembangan persepsi ini belum banyak diketahui.

Jadi, persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya,


bagaimana ia mengerti dan menginterpretasikan rangsangan yang ada dilingkungannya
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya, kemudian ia memproses hasil
penginderaanya itu, sehingga timbullah makna tentang objek itu.
Persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas belum tentu sesuai dengan
benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga, pribadi-pribadi yang berbeda
akan mempersepsikan sesuatu yang berbeda pula.

3. Atensi
Menurut Khairanis (2000 : 40) “atensi mengacu kepada selektivitas persepsi. Dengan
atensi, kesadaran seseorang bisa hanya tertuju kepada suatu objek atau informasi dengan
mengabaikan objek-objek lainnya”. Sementara itu menurut Desmita (2009 : 126) atensi
atau perhatian juga merupakan salah satu aspek perkembangan kognitif yang penting
dalam perspektif pemrosesan informasi. Tanpa adanya atensi dari peserta didik maka
informasi yang disampakan guru mustahil dipahami oleh peserta didik. Sebaliknya,
peserta didik yang memberikan atensi atau perhatian penuh dalam proses pembelajaran,
akan mudah memahami dari guru dan mudah pula menyimpannya dalam sistem
memorinya.
Jadi, atensi adalah suatu perhatian yang dikhususkan untuk suatu objek dengan
mengabaikan objek yang lain.

C. Implikasi bagi Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar

Meskipun tidak sepesat pada usia dini, perkembangan fisik anak terus berlangsung
selama usia SD. Begitu pula perkembangan perseptual anak terus mengalami penajaman dan
penghalusan. Bahkan hampir semua aspek perseptual tersebut baru mencapai puncak
perkembangannya pada usia SD tersebut.

Hal lain yang perlu disadari kembali bahwa perkembangan fisik dan perseptual anak itu
memiliki keterjalinan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya. Artinya permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam perkembangan fisik dan perseptual anak bisa berdampak
negatif terhadap aspek-aspek perkembangan lainnya.
Dua pemikiran di atas menyarankan agar pendidik benar-benar memberikan perhatian
yang cukup terhadap aspek perkembangan fisik dan perseptual anak. Perhatian pendidik
terhadap aspek ini bukan sekedar untuk kepentingan perkembangan fisik semata, melainkan
untuk kepentingan perkembangan dan aktivitas belajar secara keseluruhan.

Pemahaman kita tentang karakteristik perkembangan fisik anak serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dan konsekuensi-konsekuensi yang dapat ditimbulkannya, akhirnya
membawa beberapa implikasi praktis bagi penyelenggaraan pendidikan di SD. Implikasi-
implikasi tersebut khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara umum,
pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan
lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.

Anak usia SD sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya dari anak pada usia
sebelumnya. Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih
lama terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun perlu di ingat bahwa
kondisi fisik mereka masih jauh dari matang dan masih terus berkembang fisik mereka masih
memerlukan banyak gerak baik untuk kepentingan peningkatan dan pengayaan keterampilan-
keterampilan motoriknya maupun untuk pemenuhan kebutuhan akan gerak dan kesenangan
mereka. Begitu pun kondisi perkembangan perseptualnya masih mengalami penajaman dan
penghalusan. Aspek-aspek perseptual ini akan berkembang dengan baik kalau dirangsang dan
di fungsikan melalui interaksi dengan lingkungan.

Berikut beberapa srategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik
mengembangkan proses-proses kognitifnya :

1. Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan ganguan. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengemukakan tujuan pembelajaran, mengemukakan tentang
pentingnya materi bagi mereka. Kemukakan juga kepada peserta didik betapa pentingnya
memfokuskan perhatian ketika ia harus mengingat sesuatu. Beri mereka latihan
memfokuskan perhatian tanpa adanya gangguan.
2. Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada
sesuatu yang penting. Caranya bisa dengan memperkeras suara, mengulangi sesuatu
dengan penekanan, berjalan keliling ruangan, menunjuk, dan sebagainya.
3. Bantu peserta didik untuk membuat isyarat untuk petunjuk sendiri atau memahami suatu
kalimat yang perlu mereka perhatiakan. Beri variai dari bulan ke bulan dan menu opsi
untuk dipilih, seperti “perhatian”, “fokus”, atau “ingat”. Biarkan mereka
mengungkapkan kata-kata tersebut atau mengucapkannya dalam hati pada diri mereka
untuk memfokuskan kembali fikiran mereka yang mungkin tidak konsentrasi.
4. Gunakan komentar instruksional, seperti “baik, mari kita diskusikan ...sekarang
perhatikan.”
5. Buat pembelajaran menjadi menarik. Caranya mungkin dengan menghubungkan suatu
gagasn dengan minat siswa sehingga meningkatkan perhatian mereka, seskali beri latihan
yang tidak biasa dan menarik. Bangkitkan rasa ingin tahu mereka dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seperti : “Apa yang akan terjadi jika....?” dan pertanyaan-
pertanyaan dramatis lain untuk memperkenalkan berbagai topik yang akan diajarkan.
6. Gunakan media dan teknologi secar efektif sebagai bagian dari penagajran di kelas.
7. Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajran menjadi lebih
menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.
8. Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau
berpindah pada satu setting berbeda.
9. Ubah jalur indrawi dengan memberi suatu pelajaran yang mengharuskan peserta didk
menyentuh, membaui atau merasakan.
10. Hindari perilaku yang membingungkan, seperti mengayun-ayunkan pensil atau
menyentuh rambut di kepala.
11. Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam,
bukan mengingat sepintas lalu. Anaka akan mengingat informasi dengan lebih baik
dalam jangka panjang apabila mereka memahami informasi tersebut, bukan sekedar
mengingat tanpa pemahaman.
12. Bantu peserta didk menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori. Penataan
ini dianggap penting karena peserta didik akan mengingat informasi dengan lebih baik
jika mereka menatannyasecarhierrarkis. Semakin tertata informasi yang disajikan guru,
maka semakin mudah peserta didik mengingatnya.
13. Bantu peserta didik mengingat kembali informasi yang disajikan sebelumnya.
Pembelajaran merupakan integrasi informasi baru dengan struktur kognitif yang ada.
14. Bantu peserta didik memahami dan mengombinasi informasi. Stategi untuk membantu
peserta didik memahami pelajaran dan mengombinasi informasi lama dengan informasi
baru adalah membuat setiap pembelajransebermakna mungkin. Pembelajaran bermakna
bukan hanya dilihat dari aspek materi atau bahannya yang bermakna, tetapi juga
bermakna bagi peserta didik secara khas. Jika peserta didk sendiri tidak menemukan
makna bagi diri mereka maka, keahlian, keterampilan dan pemahaman tidak mungkin
terbentukpada diri peserta didik. Dengan demikian pembelajaran yang bermakna
dipersentasikan dengan kosakata yang memiliki arti bagi peserta didik. Istilah-istilah
baru dijelaskan dengan menggunakan kata dan iede yang lebih akrab.
15. Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonik. Mnemonik adalah salah satu
strategi dengan cara menghafal. Tujuan mnemonik adalah untuk menghubungkan materi
baru yang diajarkan dengan informasi lama yang sudah di kenal.
DAFTAR RUJUKAN

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosda Karya.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta : Gramedia.

Kartadinata. Sunaryo. Dkk. 1997. Landasan-Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta :


Depdikbud.

Khairanis dan Darnis Arif. 2000. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Padang: DIP
Universitas Negeri Padang.

Mubin dan Ani Cahyadi. 2006. Psikologi Perkembangan. Ciputat: QuantumTeaching.

Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandi. 2011, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai