PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya, urtikaria dikenal pertama kali oleh pengamat-pengamat
dibidang medis seperti Hippocrates, Pliny dan Celsus. Terminologi urtikaria
pertamakali dipergunakan secara luas pada abad 18 masehi. Urtikaria dikenal juga
sebagai penyakit kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai akibat proses
alergi. Bentuk kelainan klinisnya bervariasi dengan ukuran beberapa milimeter
hingga berdiameter beberapa sentimeter. Lesi ini bisa bersifat terlokalisir seperti
pada urtikaria fisik, meluas atau menggabung menjadi satu membentuk giant
urticaria.1
Serangan urtikaria bisa terus menerus atau munculnya kadang-kadang
saja. Biasanya berlangsung sekitar 30 menit hingga beberapa hari. Sebagian besar
episode urtikaria berlangsung singkat dan bersifat swasirna, terutama pada masa
kanak-kanak bila terkait dengan infeksi pernapasan. Namun, pada sebagian kecil
orang dewasa urtikaria yang tidak diketahui sebabnya dapat menetap selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Pasien semacam ini harus dievaluasi untuk
mengetahui penyakit serius yang menyebabkan timbulnya urtikaria.2
B. DEFENISI
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi
secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah bagi penderita
maupun dokter. Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam
sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
ada yang lebih dari 1 tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun. Penderita atopi
lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin, baik laki-laki maupun wanita. Umur, ras, jabatan atau
pekerjaan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi
hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang
lebih sering menimbulkan urtikaria.3
Faktor usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan musim
mempengaruhi jenis pajanan yang akan dialami seseorang. Urtikaria atau
angiodema digolongkan sebagai akut bila berlangsung kurang dari 6 minggu, dan
dianggap kronis bila lebih dari 6 minggu. Urtikaria kronik umumya dialami
dialami oleh orang dewasa, dengan perbandingan perempuan:laki-laki adalah 2:1.
Sebagian besar anak-anak (85%) yang mengalami urtikaria, tidak disertai
angiodema. Sekitar 50% pasien urtikaria kronik akan sembuh dalam waktu 1
tahun, 65% sembuh dalam waktu 3 tahun dan 85% akan sembuh dalam waktu 5
tahun. Pada kurang dari 5% pasien, lesi akan menetap lebih dari 10 tahun.8
D. ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam diantaranya : 3
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun nonimunologik. Contohnya ialah obat-obat golongan
penisilin, sulfoniamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Adapula
obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mast untuk
Kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buahbuahan, bahan kimia, adalah kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar U.V.,
radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, dan juga tekanan yang
berulang-ulang.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya
infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5%
penderita
urtikaria
menunjukkan
gangguan
psikis.
Penyelidikan
bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti
morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan
ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik
kulit secara tidak diketahui mekanismenya, langsung dapat mempengaruhi sel
mast untuk melepaskan mediator. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas,
emosi, dan alkohol, dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler
sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Fakof fisik
misalnya panas, dingin, tauma tumpul, sinar X, dan pemijat, dapat secara
langsung merangsang sel mast.3
Urtikaria karena dingin biasanya pada anak atau remaja; lesi muncul
karena perubahan suhu dari panas menjadi dingin dan panas kembali dalam
beberapa menit secara tiba-tiba. Tes ice cube (menempelkan es batu pada
kulit dalam beberapa menit) untuk menetapklan diagnosis. Urtikaria setelah
terpapar sinar matahari, dengan spektrum 290-500nm; urtikaria terjadi satu
jam sebelumnya, dapat disertai pingsan secara tiba-tiba; histamin merupakan
salah satu mediator terjadinya kolinergik urtikaria. Kegiatan yang dapat
menghasilkan keringat dapat mencetuskan bentuk kecil, popular, lesi urtikaria
yang sangat gatal dan biasanya disertai dengan mengi. Aquagenic urticaria
sangat langka. Kontak dengan berbagai suhu dapat menginduksi erupsi yang
hampir sama dengan kolinergik urtikaria.4
2. Faktor Imunologik
Urtikaria imunologik diperantarai IgE. Lesi pada urtikaria akut
diperantarai oleh IgE dari induksi antigen disebabkan oleh pelepasan oleh
molekul aktif biologik dari sel mast atau sensitasi leukosit basofil dengan
antibodi IgE spesifik (hipersensitifitas tipe I anafilaksis). Pelepasan mediator
skin tes. Klinis pasien dengan autoantibodi (mencapai 40% pada pasien
urtikaria kronik) tidak bisa dibedakan satu dengan lainnya. Auto antibodi ini
dapat menggambarkan terjadinya plasma phereses, immunoglobulin intravena
dan siklosporin yang menginduksi transmisi dari aktifnya penyakit ini pada
pasien. Imunologik kontak urtikaria. Biasanya pada anak-anak dengan riwayat
atopi yang sensitif terhadap alergen yang ada pada lingkungan (rumput,
hewan) atau orang yang sensitif terhadap pemakaian sarung tangan yang
berbahan latex; dapat disertai reaksi anafilaksis.4
G. GEJALA KLINIS
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis
tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah
tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat
sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila
mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jariangan submukosa atau
subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut
angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang paling sering terkena ialah wajah,
disertai sesak nafas, serak dan rinitis.3
Urtikaria biasa generalisata, simetris dan terdiri dari urtikaria yang gatal
dan merah. Ukuran dan bentuknya bermacam-macam dan setiap lesi hanya
bertahan beberapa jam, umumnya tidak melebihi 24 jam. 11 Dermografisme, berupa
edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul
dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria karna tekanan, urtikaria timbul
pada empat tempat yang tertekan, misalnya disekitar pinggang, pada penderita ini
4. Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan. Pada prinsip tes ini
hanya memberikan informasi adanya reaksi hipersinsitivitas tipe I. Tes ini
tidak dapat menunjang diagnosis urtikaria vaskulitis yang merupakan reaksi
imun kompleks atau sitotoksik, sebagaimana terjadi akibat obat-obatan atau
transfusi darah.
5. Tes provokasi sangat mebantu diagnosis urtikaria fisik, bila tes-tes alergik
memberi hasil yang meragukan atau negatif.
6. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun.
7. Uji demografisme dan uji dengan es batu ice cube test untuk mencari
penyebab fisik.
8. Pemeriksaan histologi kulit perlu dilakukan bila terdapat kemungkinan
urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis. Punch Biopsy dengan
ukuran 4 mm, urtikaria memeberikan gambaran :
Pada awalnya terdapat infiltrasi neutrofil dan eosinofil perivaskular.
Kemudian terdapat lifsit perivaskular, netrofil dan eusinofil interstitial.
Jarang didapatkan infiltrat limfosit perivaskular dan pada lesi akhir
tampak eosinofil.
I. DIAGNOSIS BANDING
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksan klinis yang cermat,
umumnya diagnosis urtikaria dan angiodema dapat ditegakkan dengan mudah.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari
penyebab. Perlu pula dipertimbangkan beberapa penyakit sebagai diagnosis
banding karena memiliki gejala urtika atau mirip urtika dengan perjalanan
penyakitnya, yaitu vaskulitis, mastositosis, pemfigo bullosa, pitiriasis rosea tipe
papular, lupus eritematosus kutan, anafilaktoid purpura (henoch-schonlein
purpura), dan morbus hansen. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, perlu
dilakukan pemeriksaan histoptologis kulit.8
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin
setiap pemicu yang nyata harus dihindari. 3 Penanganan bertujuan mencegah atau
membatasi kontak dengan faktor pemicu atau bila mungkin, mendestinasi pasien
agar tidak peka terhadap faktor pemicu tersebut.8 Pengobatan simtomatis
bertujuan untuk menghilangkan keluhan misalnya gatal-gatal yang diderita pasien
diberikan antihistamin.9
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara
kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada
reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1)
dan reseptor H2 (AH2). Bila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal
hendaknya dipergunakan antihistamin grup yang lain. Pemberian kortikosteroid
sistemik diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak
manfaat pada urtikaria kronik.3,5,13
Pengobatan dengan beta adrenergik ternyata efektif untuk urtikaria kronik.
Pada tahun-tahun terakhir dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan
membuktikan bahwa dinding pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor
H2. Hal ini dapat menerangkan, mengapa antihistamin H1 tidak selalu berhasil
mengatasi urtikaria. Kombinasi antihistamin H 1 dan H2 masih dalam penelitian
K. PROGNOSIS
Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan
mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis memerlukan penanganan
yang komprehensif untuk mencari penyebab dan untuk mencari penyebab dan
menentukan jenis pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa,
namun dampaknya terhadap kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang
luas atau disertai dengan angioedema merupakan kedaruratan dalam ilmu
kesehatan kulit dan kelamin, sehingga membutuhkan penanganan yag tepat.8
REFERENSI
1. Baskoro , Soegiarto G, Effendi L, Khonten PG. Urtikaria dan Angioedema
dalam Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiahati S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. 5th ed. Jakarta;Internal Publishing. 2009.
Hal; 395-403
2. Wilson L, Price S. Dermtitis Atopik dan Urtikaria dalam Hartanto H (ed).
Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. 6th ed. Jakarta;
EGC. 2012. Hal; 191-7
3. Aisah, Siti. Urtikaria dalam Djunda A, Hamzah M, Aisah S (eds). Ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta; FK UI. 2013. Hal : 169-176