Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akne vulgaris merupakan peradangan kronis unit pilosebasea. Penyebabnya
multifaktor. Tempat predileksi pada wajah, leher, dada, punggung, bahu, dan lengan
atas. Keluhan berupa gatal +/-, nyeri, dan estetis. Efloresensinya berupa komedo
hitam (terbuka) dan putih (tertutup), papul, pustul, nodus, kista, jaringan parut, dan
hiperpigmentasi.Komedo merupakan lesi non inflamasi; sedangkan papul, pustul,
nodus, kista adalah lesi inflamasi.1
Penderita biasanya mengeluh akibat erupsi kulit pada pada tempat-tempat
predileksi, yakni muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian
atas oleh karena kelenjar sebasea pada daerah yang aktif. Akne vulgaris merupakan
penyakit yang kompleks (multifaktorial) dengan elemen patogenesis yaitu
hiperproliferasi folikuler epidermal, produksi sebum yang berlebihan, inflamasi dan
adanya aktifitas P.Akne.Penyebab akne antara lain penggunaan kosmetik, khususnya
di kalangan wanita.2 Akne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi
satu tahun sebelum menarkhe atau haid pertama. Onset Akne Vulgaris pada
perempuan lebih awal daripada laki-laki karena masa pubertas perempuan umumnya
lebih dulu dari pada laki-laki.3
Prevalensi penderita AV 80 85% pada remaja dengan puncak insidens usia 15
18 tahun, 12% pada wanita usia > 25 tahun dan 3% pada usia 35 44 tahun.Akne
vulgaris yang berat terlihat pada laki-laki dan perokok.4Catatan kelompok studi
dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita Akne
vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Insiden Akne 80-100% pada
usia dewasa muda, yaitu 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria. Pada
umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan akne, bagi mereka akne
merupakan siksaan psikis.2
Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi Akne tinggi,
yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India
23%. Pada rasAsia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal, yaitu
20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, Akne
1

komedonal lebih sering dibandingkan Akne inflamasi, yaitu 14% Akne komedonal,
10% Akne inflamasi.3
Pada umumnya Akne vulgaris terdapat pada masa remaja, meskipun kadang-kadang
dapat menetap sampai dekade ketiga atau bahkan pada usia yang lebih lanjut. Pada
wanita, Akne vulgaris berkembang lebih awal daripada pria, yaitu pada saat
premenarke. Lesi awal Akne vulgaris dapat terlihat pada usia 8-9 tahun dan kurang
lebih 50-60% penderita Akne menyatakan Akne muncul pada usia remaja. Puncak
insiden pada wanita dijumpai pada usia 14-17 tahun sedangkan pada pria antara usia
16- 19 tahun. Hampir 85% anak SMA yang berusia antara 15-18 tahun, baik laki-laki
maupun perempuan menderita Akne dengan berbagai derajat keparahan.5
B. DEFINISI
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang
umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis dari
akne vulgaris sering polimorf. Terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo,
papul, pustul, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut.
Baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.6
C. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Akne minor adalah
bentuk Akne ringan, dan dialami oleh 85% remaja. Gangguan ini masih dapat
dianggap sebagai proses fisiologik. 15% remaja menderita Akne major, yang cukup
hebat sehingga mendorong mereka berobat ke dokter. Biasanya, akne vulgaris mulai
timbul pada masa puberitas. Pada wanita, insiden terbanyak terdapat pada usia 14-17
tahun, sedangkan pada laki-laki 16-19 tahun.7
Akne biasanya dimulai pada masa remaja dan sering membaik pada umur
pertengahan dua puluhan. Dalam satu studi berbasis masyarakat, akne ditemukan
pada 56% anak laki-laki dan 45% anak perempuan berusia antara 14 dan 16 tahun
dan menjadi akne derajat sedang hingga parah sebesar 11% . Sebuah puncak
prevalensi dan puncak keparahan terjadi antara umur 14 dan 17 tahun pada wanita,
ketika 40% yang terkena, dan antara umur 16 hingga 19 tahun pada laki-laki, ketika
35% terkena. Sebuah studi dari USA menunjukkan bahwa prevalensi akne pada

umur pertengahan remaja hampir 100%. Di sisi lain, hanya sekitar 20% penderita
membutuhkan

bantuan

dokter.

Sebuah

studi

remaja

di

Selandia

Baru

mengidentifikasi akne pada pelajar laki-laki sebesar 91% dan 79% pada perempuan.
Akne derajat berat dilaporkan terdapat pada 6,9% laki-laki dan hanya 1,1% pada
perempuan .Studi prevalensi berdasarkan populasi di Australia menunjukkan bahwa
prevalensi keseluruhan yang 36,1%, mulai dari 27,7% pada usia 10-12 tahun hingga
93,3% pada usia 16-18 tahun. Anak laki-laki usia 16 dan 18 tahun lebih mungkin
untuk memiliki akne dibandingkan anak perempuan. Akne derajat sedang sampai
parah hadir di 17% dari siswa (24% anak laki-laki, 11% perempuan). Komedo,
papula dan pustula adalah fitur klinis yang paling umum dan 1: 4 kasus memiliki
jaringan parut.8
Pada pasien dengan penyakit yang sangat ringan masalah ini disebut akne
sebagai fisiologis. Akne berkembang lebih awal pada wanita dibandingkan pada lakilaki, yang mungkin menggambarkan awal timbulnya pubertas. 8 Pada usia 20 sampai
25 tahun akne cenderung sembuh perlahan. Namun, dalam 7-17% dari individu, akne
berlanjut melampaui usia 25 tahun dengan jerawat fisiologis pada wanita memiliki
prevalensi 24%. Sebuah studi dari Denmark menunjukkan bahwa telah terjadi
penurunan prevalensi jerawat pada wanita, dan ini mungkin berhubungan dengan
meluasnya penggunaan kontrasepsi oral. Pada usia 40 tahun, lesi yang signifikan
masih ada di 1% dari laki-laki dan 5% perempuan. Di sisi lain, penelitian kuesioner
berbasis di Perancis dan di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa sebanyak 80%
dari pasien akne memiliki tingkat aktivitas penyakit yang bertahan dalam rentang
usia 30 sampai 40 tahun. Faktor-faktor yang mendasari resolusi akne tidak dipahami.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa faktor genetik

terhadap inflamasi

berpengaruh terhadap kejadian akne. Sebuah survei di Jerman menunjukkan bahwa


akne telah hadir di salah satu atau kedua orang tua dari 45% dari anak sekolah
dengan akne tapi hanya 8% dari orang tua dari anak laki-laki tanpa akne. Pasien
dengan akne persisten memiliki riwayat keluarga yang kuat terhadap akne , berbeda
dengan pasien dengan remaja jerawat.
Studi rasial memberikan wawasan genetik dan faktor lingkungan. Akne pada
Amerika berkulit hitam lebih sedikit dibanding pada kulit putih Amerika, yang jika
dibandingkan memiliki akne dengan derajat lebih parah dari Jepang. Insiden jerawat
3

dikatakan rendah suku Inuit, yang makan makanan yang kaya ikan, tetapi meningkat
tajam ketika mereka mengubah menjadi 'gaya makanan kebarat-baratan' (Kanada)
diet dengan lemak jenuh. Mirip Perubahan telah dicatat pada orang Jepang yang
berimigrasi ke Hawaii dan mengkonsumsi diet gaya Amerika.8
Meskipun bukti pengelompokan
beberapa jenis gen akne

keluarga

ada, dan sampai

saat ini

telah diusulkan, beberapa dari gen tersebut berkaitan

dengan hormon androgen dan metabolisme steroid, penelitian saat ini terbatas.
Memahami dasar genetik untuk akne berpotensi mengidentifikasi pilihan terapi baru
dan membantu untuk mengidentifikasi mereka yang lebih rentan terhadap jaringan
parut.8
D. ETIOPATOGENESIS
Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai
faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit.
1.

Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi dalam folikel yang


biasanya berlangsung longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas

2.

3.

dari saluran folikel tesebut.


Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne.
terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses inflamasi
folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesis

4.

penyakit
peningkatan

jumlah

flora

folikel

(propionibacterium

Aknes,

dulu:

corynebacterium Aknes pityrosporum ovale dan staphylococcus epidermidis)


yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim
5.

6.

lipolitik pengubah fraksi lipid sebum


terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies yang
memperberat Akne
peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin
serta ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar

7.

sebasea.
Terjadinya stres psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik
secara langsung maupun melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis

8.

Faktor lain: usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tidak
langsung dapat memacu penignkatan proses patogenesis tersebut6

Memahami dasar penyebab akne, dan mekanisme kerja dari akne akan menjamin
hasil terapi yang lebih baik. Patogenesis jerawat multifaktor, tapi terdapat empat
elemen dasar yang telah diidentifikasi. adalah: (1) hiperproliferasi dari epidermal
folikel, (2) produksi sebum berlebih, (3) inflamasi, dan (4) adanya aktivitas
Propionibacterium Aknes. Setiap proses tersebut saling terkait dan di pengaruhi oleh
keadaan hormonal dan imunitas tubuh.9

Hasil dari hiperploriferasi epidermal folikel dalam pembentukan microcomedo.


Epitel dari folikel rambut atas dan infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan
peningkatan kohesi dari keratinosit. Jumlah sel yang berlebihan dan mengalami
perlenglengketan menyebabkan sumbatan pada ostium folikuler. Sumbatan ini
kemudian menyebabkan keratin, sebum, dan bakteri menumpuk di folikel.
Penumpukan keratin, sebum dan bakteri ini menyebabkan dilatasi pada bagian atas
folikel rambut untuk menghasilkan microcomedo. Stimulus untuk hiperproliferasi
keratinosit dan peningkatan adhesi tidak diketahui. Namun, beberapa faktor yang
mungkin dalam hiperproliferasi keratinosit meliputi: stimulasi androgen, penurunan

asam linoleat, peningkatan aktivitas interleukin-1 (IL-1), dan efek dari P. Acnes.
Dihidrotestosteron (DHT) adalah hormon androgen yang dapat memainkan peran
dalam terjadinya akne. Gambar diatas menunjukkan jalur fisiologis untuk
dehydroepiandrosterone sulfat (DHEA-S) konversi ke DHT androgen.17-
dehidrogenase hidroksisteroid (HSD) dan 5- reduktase adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk mengkonversi DHEA-S untuk DHT. Bila dibandingkan
dengan keratinosit epidermis, keratinosit folikel meningkat 17- HSD dan 5-
reduktase, sehingga meningkatkan produksi DHT. 6,7 DHT dapat merangsang
proliferasi keratinosit dalam folikel. Juga mendukung peran hornon androgen dalam
patogenesis akne bahwa individu dengan insensitivitas androgen komplit akne tidak
dapat berkembang. Hiperploriferasi keratinosit dalam folikel juga mungkin diatur
oleh asam linoleat. Asam linoleat asam linoleat adalah asam lemak essensial pada
kulit yang jumlahnya berkurang pada individu dengan akne. Jumlah asam linoleat
ditemukan normal setelah terjadi keberhasilan pengobatan dengan isotretinoin.pada
akne. jumlah level subnormal dari asam linoleat dapat menginduksi hiperploriferasi
keratinosit dalam folikel dan menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Selain
pengaruh dari hormon androgen dan asam linoleat, IL-1 juga dapat berkontribusi
terjadinya hiperproliferasi keratinosit. Proses signaling Fibroblast growth factor
receptor (FGFR) -2 juga dapat terlibat dalam proses hiperkeratinisasi. jalur FGFR-2
adalah mekanisme bergantung pada hormon androgen dan keterlibatan FGFR-2
terhadap mekanisme terjadinya akne yakni peningkatan produksi IL-1 dan 5-
reduktase.9

Faktor kunci kedua dalam patogenesis akne adalah produksi sebum berlebih
dari kelenjar sebaceous.Pasien dengan akne menghasilkan lebih banyak sebum
daripada mereka yang tidak menderita akne, meskipun kualitas sebum dapat sama
antara keda grup tersebut. Komponen sebum yaitu trigliserida dan lipoperoksidamungkin memainkan peran dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi
asam lemak bebas oleh P. Acnes, flora normal dari unit pilosebaceous. Asam lemak
bebas ini mengawali penggumpalan bakteri dan kolonisasi P. Acnes, menginisiasi
peradangan, dan mungkin comedogenic. Lipoperoksida juga memproduksi sitokin
proinflamasi dan mengaktifkan reseptor jalur peroxisome proliferator-activated
receptors (PPAR), mengakibatkan peningkatan sebum. 9
Hormon androgenik juga mempengaruhi produksi sebum melalui dengan
berperan terhadap proses proliferasi dan diferensiasi sebocyte. Mirip dengan
mekanisme peran sebum pada proses keratinosit folikel infundibular, hormon
androgen mengikat dan mempengaruhi aktivitas sebocyte. individu yang menderita

akne memiliki level kadar androgen serum rata-rata yang tinggi.. 5- Reduktase,
enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT , memiliki
aktivitas terbesar di daerah kulit yang rentan terhadap akne, yakni daerah dada,
wajah dan punggung.9
Peran estrogen terhadap produksi sebum belum dapat dijelaskan dengan baik.
Dosis estrogen yang dibutuhkan untuk menurunkan produksi sebum lebih besar dari
dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme pengaruh estrogen
dapat bekerja termasuk: (1) memiliki efek kerja yang berlawanan androgen dalam
kelenjar sebaceous; (2) menghambat produksi androgen oleh jaringan gonad melalui
umpan balik negatif pada pelepasan gonadotropindi hipofisis; dan (3) mengatur gen
yang menekan pertumbuhan kelenjar sebaceous atau produksi lipid .9
Corticotropin-releasing hormon (CRH) juga mungkin memainkan peran.
Hormon ini dilepaskan oleh hipotalamus dan meningkat sebagai respons terhadap
stres. Corticotropin-releasing hormone reseptor yang hadir pada sejumlah besar sel,
termasuk keratinosit dan sebocytes, dan diregulasi di sebocytes pasien dengan Akne.9
Microcomedo akan terus berkembang dengan keratin padat, sebum, dan
bakteri. Akhirnya mikrokomedo yang berkembang ini terjadi distensi dan akan
menyebabkan dinding folikel menjadi ruptur. Jenis sel yang dominan pada proses
inflamasi dalam waktu 24 jam yang menyebabkan pecahnya komedo adalah limfosit.
limfosit CD4 + yang ditemukan di sekitar unit pilosebaceous, sementara sel CD8 +
ditemukan perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah komedo pecah, neutrofil
menjadi jenis sel dominan sekitar microcomedo.9
Pada awalnya terdapat pemikiran bahwa peradangan akan diikuti dengan
pembentukan komedo, tetapi ada bukti bahwa peradangan kulit sebenarnya
mendahului pembentukan komedo. Biopsi diambil dari kulit berjerawat yang bebas
komedo, menunjukkan peradangan kulit meningkat dibandingkan dengan kulit
normal. Biopsi yang diambil dari komedo baru terbentuk menunjukkan inflammation
lebih besar. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa peradangan sebenarnya
mendahului pembentukan komedo. seperti yang disinggung sebelumnya diatas,
p.Acnes juga memainkan peran penting dalam proses inflamasi. p.Acnes adalah
8

bakteri gram-positif., anaerob, dan mikroaerob bakteri yang ditemukan dalam folikel
sebaseus. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi p.Acnes yang lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja control yang tidak menderita akne. Tidak ada hubungan
antara jumlah banyaknya p.Acnes dengan derajat keparahan dari akne. Differensiasi
sebocyte dan respon dari sitokin proinflamasi/kemokin bergantung pada strain dari
p.Acnes yang dominan dalam folikel.9
Dinding sel dari p.Acnes terdiri atas antigen karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibody. Pasien dengan akne derajat berat memiliki titer antibody
yang tinggi. Antibody antipropionobacterium meningkatkan respon inflamasi dengan
aktifasi komplemen yang menginisiasi proses inflamasi dengan jalur kaskade.
p.Acnes juga memfasilitasi inlamasi dengan menimbulkan respon hipersensitivitas
tipe lambat dan dengan memproduksi enzim lipase, protease, hyaluronidase, dan dan
chemotactic factor. Enzim lisosom dilepaskan oleh neutrofil yang mungkin
berkorelasi dengan tingkat keparahan akne. Selain itu, P. Acnes juga merangsang
ekspresi sitokin dengan mengikat tol-like reseptor 2 (TLR-2) pada monosit dan sel
polimorfonuklear sekitar folikel sebaceous. Setelah mengikat TLR-2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.

Antimikroba

peptide, histone H4 dan cathelicidin, juga disekresikan secara lokal sebagai respon
terhadap P. Aknes. Histone H4 menggunakan jalur untuk mematikan mikroba secara
langsung, sementara cathelicidin berinteraksi dengan komponen dari sistem innate
imunity, seperti defensin dan psoriasin, sebagai respon terhadap P. Acnes. Indikator
lain yang berperan pada innate imunity dalam patogenesis akne adalah diferensiasi
dari monosit di darah perifer menjadi makrofag CD209 + dan sel dendritik CD1b +
yang berespon terhadap P. Aknes.9
Selain pathogenesis diatas, akne juga dapat dipengarhi oleh beberapa faktor lain
yang turut berkontribusi , diantaranya adalah, minyak minyak mineral yang bersifat
aknegenik,

dengan jarang misalnya dioxin dll. Obat-obatan. lithium, idantoin,

isoniazid, glukokortikoid, kontrasepsi oral, iodide, bromide dan androgen


(testosterone), danazol. Lainnya seperti stress emosional yang mengakibatkan
terjadinya eksaserbasi. Daerah kulit yang sering mengalami oklusi dan tekanan
merupakan faktor penting yang sering menjadi faktor eksaserbasi yang tak disadari
9

(akne mechanica). Akne juga tidak disebabkan oleh cokelat atau makanan berlemak
atau, pada faktanya oleh segala jenis makanan.10
E. GEJALA KLINIS
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher , lengan atas dan glutea
kadang-kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi dengan gejala prodominan salah
satunya, komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang
beradang. Dapat disertai gatal namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan
estetis. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang
ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung
unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open
comedo). Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup
(white comedo, close comedo).6
E.1.

GRADASI

Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan


pengobatan. Ada berbagai pola pembagian graadasi penyakit akne vulgaris yang
dikemukakan
Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut :
1.
2.
3.

4.

Komedo dimuka
Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka
Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada dan
punggung
Akne Konglobata 6

Klasifikasi derajat AV yaitu dibagi menjadi derajat ringan, sedang, berat, dan sangat
berat. Yang dinilai dalam klasifikasi antara lain dari jumlah komedo, jumlah pustul,
jumlah kista, inflamasi, dan jaringan parutnya. 4 Tabel 1, klasifikasi derajat AV
berdasarkan jumlah dan tipe lesi.5
derajat

Komedo

Papul pus

Nodul,kista,

Inflama

Jaring

tul

sinus

si

an parut

10

Ringan

<10

<10

Sedang

<20

10-50

Berat
Sangat

20-50
>50

50-100
>100

++
+++

++
+++

<5
>5

berat
Keterangan : (-) tidak ditemukan, (+) ada, (++) cukup banyak, (+++) banyak
Pembagian klasifikasi AV berdasarkan jumlah dan tipe lesi dapat dipakai dalam
menentukan penegakan diagnosis dan pemberian tatalaksana bagi penderita akne.
Dalam pemberian tatalaksana akne didasarkan kepada derajat keparahan dari AV itu
sendiri, yaitu terdiri dari derajat ringan, sedang, dan berat. 5
F. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor
(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti
lilin atau massa lebih lnak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.6
Pemeriksaan histopatologis. Komedo terlihat berupa sebah epitel yang tipis dan
saluran folikel yang berdilatasi yang terisi penuh dengan bahan berupa lipid lamellar
yang dipenuhi pada keratin. Pada kasus akne dengan pustul terlihat abses
folikulosentris yang dikelilingi eksudat inflamasi dari limfosit-limfosit dan leukosit
PMN. Temuan lain berupa lesi nodular indolen biasanya ditemukan sel-sel plasma ,
giant cell foreign body, dan proliferasi dari fibroblast.11
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap etiologi hasilnya tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat
dilakukan. Pad akne vulgaris kadar asam lemak bebas meningkat dan karena it pada
pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.6
G. DIAGNOSIS BANDING
1.
Erupsi akneformis yang
kortikosteroid,

disebabkan

INH, barbiturat,

oleh

bromida,

induksi
yodida,

obat,
difenil

misalnya
hidantoin,

trimetadon, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulopustul mendadak


tanpa adanya komedo dihampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam
dan dapat terjadi di semua usia.

11

2.

Akne venerata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi,
tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di
tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.

3.

Rosasea (dulu:akne rosasea) merupakan penyakit peradangan kronik didaerah


muka dengan gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai
hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi
dengan akne

12

4.

Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustul m disekitar mulut yang terasa gatal.6

H.PENATALAKSANAAN
Algoritma pengobatan Akne vulgaris
ringan

sedang

berat

nodular

konglobata

komedo

Papular/pustul

Papular/pustul

Lini

Retinoid

Retinoid

Oral antibiotic Oral antibiotic +

pertama

topical

topical +

+ retinoid

retinoid topical oral

atau

antimicrobial

topical BPO

BPO

kombinasi

topikal atau

atau

Oral isotretinoin
kortikosteroid

13

kombinasi

kedua

kombinasi

Dapson

Dapson topical Oral antibiotic Oral isotretinoin

Antibiotic oral

topical

atau asam

+ retinoid

atau Oral

dosis tinggi +

atau asam

azaleat atau

topical BPO

antibiotic +

retinoid topical

azaleat

asam salisilat

atau

retinoid topical + BPO atau

kombinasi

BPO/ asam

atau asam
salisilat

kombinasi

azaleat atau
kombinasi

wanita

+kontasepsi

+kontasepsi oral/

+kontasepsi

oral/

antiandrogen

oral/

antiandrogen

antiandrogen

Opsi

Ekstraksi

Terapi laser

Ekstraksi

Ekstraksi

kortikosteroid

tambahan

komedo

atau terapi

komedo,

komedo,

intralesi, Terapi

sinar, terapi

Terapi laser

kortikosteroid

laser atau terapi

photodinamic

atau terapi

intralesi, Terapi

sinar, terapi

sinar, terapi

laser atau terapi

photodinamic

photodinamic

sinar, terapi
photodinamic

maintene

Retinoid

Retinoid

Retinoid

Retinoid topical

ns

topical

topical BPO

topical BPO

BPO atau

BPO atau

atau kombinasi atau

kombinasi

kombinasi

kombinasi

BPO benzoyl peroxide.

Tabel 1. Alur pengobatan akne vulgaris9


A. Pengobatan topikal

14

dilakukan untuk mencegah pembentukkan komedo, menekan peradangan dan


mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri atas 23 :
1. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4-8
%) , resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%),dan lain-lain. Efek samping
obat iritan dapat dikurangi dengan pengunaan yang dimulai dari
konsentrasi yang rendah.
2. Antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel
misalnya benzoyl peroksidase sebagai terapi utama, tetrasiklin 1%,
eritromisin 1%, damisin fosfat 1%.
3.

Anti peradangan topikal, salep atau krim kortikosteroid, kekuatan ringan


atau sedang misalnya nikotinamide 4% , zinc topikal

4.

lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan jasad


renik

5. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad
renik di samping dapat juga mengurangi reaksi radang, ,menekan
produksi sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan
obat sistemik terdiri atas
1. Antibiotik sistemik : tetrasiklin (250 mg-1,0 g/hari), doksisiklin (50
mg/hari), eritromisin (4x250 mg/hari), azitromisin 250-500 mg
seminggu 3x dan trimethoprim-sulfametaksazol ntk akne yang parah
dan tidak responsive dengan obat lain, karena efek sampingnya. Obat
lain adalah klindamisin dan dapson (50-100 mg/ hari)
2. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea.
Misalnya estrogen (50 mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau
antiandrogen sipoteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan
untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris beradang yang gagal
dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik diberikan untuk
15

menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal misalnya


prednisone (7,5 mg/hari) atau deksametason (0,25-0,5 mg / hari)
3. Vitamin A atau retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikeratinisasi (50.000 iu-150.000 i/hari) sdah jarang digunakan
sebagai obat akne karena efek sampingnya. Isotretinoin (0,51mg/kgBB/hari merupakan derivate retinoid yang menghambat
produksi sebum sebagai pilihan pada akne nodulokistik atau
konglobata yang tidak sembuh dengan pengobatan lain.
4. Obat

lainnya

misalnya

antiinflamasi

nonsteroid

ibuprofen

(600mg/hari) dapson (2x100mg/hari), seng sulfat (2x200 mg/hari).


6. Bedah kulit
Tindakan ini kadang-kadang dilakukan terutama ntuk memperbaiki
jaringan parut akibat akne vulgaris meraang berat yang hipertrofik
maupun yang hipotrofik. Jenis bedah kulit yang dipilih disesuaikan
dengan macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi. Tindakan
dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh
1. Bedah scalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang
menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrifik
yang dalam
2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum dan pada nodulo-kistik ntk drainase cairan isi
yang mempercepat penyembhan
3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan
jaringan parut yang berbenjol.
4. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair ntuk mempercepat
penyembuhan radang
5. Dermabrasi untk meratakan jaringan parut hipo-hipertrofi paska akne
luas
7. Terapi terbaru
Sprinolakton adalah steroid sintetik dan diuretik lemah, dapat menambah
efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap
akne, apabila akne disertai gejala sebore dan atau hipertrikosis. Dosis
16

yang diberikan adalah 50-100 mg/hari selama 6-9 bulan dan dapat
diulangi setelah tenggang 3 bulan. Efek samping yang harus dicermati
adalah hipotensi, sehingga dosis harus ditrunkan menjadi 25 mg/hari
Metformin dapat digunakan pada akne dengan obesitas yang disebabkan
resistensi insulin atau sindrom polikistik ovarium. Dosis yang diberikan
2x500 mg/hari selama 3 bulan. Lalu 2x100 mg/hari. Metformin dapat
diberikan bersama terapi topikal atau bersama terapi sistemik antibiotic.
Sama seperti obat sistemik lain (antibiotik, hormone, Vitamin A dan
derivatnya) dan beberapa obat topical (retinoid) obat sistemik ini tidak
aman diberikan pada pasien akne yang sedang hamil.
Terapi sinar
Terapi sinar biru (blue light therapy )adalah terapi akne dengan memakai
sinar biru (panjang gelombang 420 nm) yang dapat membasmi p.Aknes
dengan cara merusak porfirin dalam sel bakteri.6
I.PENCEGAHAN
1.
Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi
sebum dengan cara a) diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun ini
diperdebatkan efektivitasnya, namun bila pada anamnesis menunjang. Hal ini
dapat dilakukan. b) melakukan perawatan kulit untuk membersihkan
permukaan kulit dari kotoran dan jasad renik yang mempunyai peran pada
2.

etiopatogenesis akne vulgaris.


Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya : a) hidup
teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres;
b) penggunaan kosmetika secukupnya; c) menjauhi terpacunya kelenjar
minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat
dan sebagainya; d) menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege

3.

artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi


Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta
prognosisnya, hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau

17

overestimate

terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan

membuatnya putus asa atau kecewa.6


J.PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40 tahun, jarang terjadi akne vulgaris yang
menetap sampai usia tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu di
rawat-inap di rumah sakit.6

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Riska Wahyuni Nr

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 25 tahun

Tanggal Periksa

: 07-07-2015

Alamat

: Jl. Mesjid Raya

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

18

bintil bintil jerawat di daerah wajah.


2. Riwayat Penyakit Sekarang
pasien datang dengan keluhan munculnya bintil bintil jerawat yang
kemerahan dan ada bintil yang terisi nanah di daerah wajah sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien pernah berobat ke puskesmas, diberikan obat namun
keluhan yang dialami dirasakan tidak berkurang. Pasien juga mengeluhkan
rasa gatal jika memakai cream wajah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti ini : Riwayat alergi

:-

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ada (+) ibu
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat dengan menggunakan BPJS, terlihat dari penampilan pasien,
kesan ekonomi baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Dermatologis
Lokasi

: seluruh wajah meliputi daerah kedua pipi , dahi dan dagu

19

Efloresensi

: komedo hitam, papul eritem dan pustul

20

D. DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi akneformis
2. Akne venerata
3. Rosasea
4. Dermatitis perioral
E. DIAGNOSIS
Akne Vulgaris grade II
F. PENATALAKSANAAN
R/
Asam Retinoat cream Tube No I
u.e
l
R/

doxycycline 50 mg caps No V
1 dd 1
1

R/

benzoyl peroxide 2,5 % cream tube No I


ue
l

21

G. RESUME
Telah diperiksa seorang pasien dengan diagnosis AKNE VULGARIS GRADE II
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
bintil bintil jerawat di daerah wajah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
pasien datang dengan keluhan munculnya bintil bintil jerawat yang
kemerahan dan ada bintil yang terisi nanah di daerah wajah sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien pernah berobat ke puskesmas, diberikan obat namun
keluhan

yang

dialami

dirasakan

tidak

berkurang.

Pasien

juga

mengeluhkan rasa gatal jika memakai cream wajah.


2. Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis:
Lokasi
: seluruh wajah meliputi daerah kedua pipi , dahi dan dagu
Efloresensi

: Komedo hitam, papul eritem dan pustul

22

BAB III
PEMBAHASAN
Dari anamnesis yang telah dilakukan, diketahui bahwa pasien berusia 25 tahun
datang dengan keluhan munculnya bintil bintil jerawat yang kemerahan dan ada
bintil yang terisi nanah di daerah wajah sejak 1 bulan yang lalu. Pasien pernah
berobat ke puskesmas, diberikan obat namun keluhan yang dialami dirasakan tidak
berkurang. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal jika memakai cream wajah. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa akne vulgaris biasanya memiliki efloresensi komedo,
papul yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai
gatal. Tempat predileksi akne vulgaris terdapat muka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagiana atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas dan glutea
kadang-kadang terkena.6
Dari pemeriksaan fisik telah ditemukan komedo hitam, papul eritem dan pustul
pada daerah wajah. Berdasarkan teori jika Komedo adalah gejala patognomonik bagi
akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila
berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau
komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih karena

23

letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai
komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo).6 dari pemeriksaan
fisik hanya terdapat pada daerah wajah maka tingkat gradasi akne berdasarkan
Pillsbury (1963) merupakan grade II ( komedo , Komedo, papul, pustul, dan
peradangan lebih dalam di muka)6. Berdasarkan anamnesis ditambah dengan
pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan diagnosis yaitu Akne Vulgaris Grade II.
Ada beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding dengan Akne
Vulgaris yaitu:
1. Erupsi akneformis
Dari hasil anamnesis penyebabnya berupa induksi obat misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,
trimetadon, ACTH , dan lainnya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan erupsi papulopustul mendadak tanpa
adanya komedo dihampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam
dan dapat terjadi di semua usia.
2. Akne venerata
Dari hasil anamnesis akibat rangsangan fisis
Dari pemeriksaan fisik
Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa
berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat
kimia atau rangsang fisisnya.
3. Rosasea
pemeriksaan fisik
didaerah muka dengan gejala eritema, pustul,
telangiektasis dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea.
Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne
4. Dermatitis perioral
gejala klinis polimorfi eritema, papul dan pustul disekitar mulut yang
terasa gatal tanpa komedo.6
Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan berupa, pengobatan sistemik dan
topikal. Pengobatan sistemik yang diberikan yaitu Antibiotik doksisiklin sedian 50
mg sebanyak sekali sehari. Sedangkan pengobatan topikal yaitu diberikan Asam
Retinoat krim yang dioleskan pada malam hari dan krim benzoyl peroxide 2,5 %.
Pengobatan sistemik diberikan selama 6 12 minggu.Selain terapi farmakologi, juga
diberikan edukasi kepada pasien berupa pencegahan terjadinya kambuh ulang
(relaps). Pada akne vulgaris , terjadinya relaps dipengaruhi oleh berbagai faktor

24

pencetus. Oleh karena itu, perlu diberikan edukasi kepada pasien yaitu menghindari
terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan cara. a)
diet rendah lemak dan karbohidrat. b)melakukan perawatan kulit untuk
membersihkan permukaan kulit dari kotoran dan jasad renik yang mempunyai peran
pada etiopatogenesis akne vulgaris. Selain itu, Menghindari terjadinya faktor pemicu
terjadinya akne , misalnya : a) hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga
sesuai kondisi tubuh, hindari stres; b) penggunaan kosmetika secukupnya; c)
menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok,
lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya; d) menghindari polusi debu,
pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah
terjadi. Selain itu penting juga ntuk Memberikan informasi yang cukup pada
penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama
pengobatannya.
Prognosis pasien umumnya baik. Akne vulgaris biasanya sembh sebelum
mencapai usia 30-40 an. Dan jarang terjadi akne vulgaris yang menetap hingga tua.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Daili, S.S.E. Menaldi, L.S. dan Wisnu. M.I.. Penyakit Kulit yang Umum di
Indonesia. Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia
Indonesia. 2005
2. Andi. Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap
Jerawat. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2009
3. Yenni, Amin Safrudin, Djawad Khairuddin. Perbandingan Efektivitas
Adapelene 0.1% Gel Dan Isotretinoin 0.05% Gel Yang Dinilai Dengan
Gambaran Klinis Serta ProfilInterleukin 1 (IL-1) Pada Akne Vulgaris.JST
Kesehatan. 2011; 1(1)
4. Tahir M. Pathogenesis of Akne Vulgaris: simplified. Journal of Pakistan
Association of Dermatologists. 2010; no.20
5. Movita T. Akne Vulgaris. Contunuing Medical Education- 202. 2013; 40(3)
6. Juanda, A.. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011
7. Harahap, marali.ilmu penyakit kulit.penerbit hipokrates. Penerbit hipokrates.
2000
8. Burns T. 2010. Rooks Textbook Of Dermatology. Eighth Edition. Wiley
Blackwell.
9. Wolff, Klaus. Dkk. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh
Edition volumes 1 & 2. McGraw-Hill Medical Companies. 2008
10. Wolff, Klaus dan Johnson, A.R. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. Sixth Edition. McGraw-Hill Medical Companies. 2009
26

11. James, D. William, timothy dan Dirk M, Elston. Andrews disease of the skin:
clinical dermatology. Tenth edition.canada. Elsevier inc. 2006

27

Anda mungkin juga menyukai