1. BIMBINGAN PRIBADI
Bimbingan pribadi Merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dalam hal
memecahkan masalah-masalah yang sangat kompleks dan bersifat rahasia/pribadi sekali
misalnya, masalah keluarga, persahabatan, cita-cita, dan sebagainya.
Merupakan bimbingan yang diberikan pada individu dalam menghadapi pergumulan dalam
batinnya sendiri, dalam mengatur diri, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, pengaturan
nafsu seksual, dan sebagainya.
Misalnya pada siswa remaja, mereka berhadapan dengan aku-nya yang lain dari pada
sebelumnya. Contoh: peralihan dari perasaan sangat sedih menjadi sangat gembira, ingin
meraih cita-cita tapi tidak mengetahui caranya. Kemudian seorang mahasiswa yang
berhadapan dengan aku-nya yang ditantang memikul tanggung jawab sebagai orang dewasa
dan menghadapi realitas yang bertentangan dengan dirinya/keinginannya.
Klien, terutama para remaja pada umumnya malu untuk bertanya pada orang tua, atau pada
orang dewasa lainnya, sedangkan bila bertanya pada teman sebaya juga tidak tahu.
Bimbingan menekankan bagaimana sikap dalam menghadapi masalah yang timbul.
Bimbingan pribadi diberikan malalui bimbingan individual maupun kelompok.
Sebelum membahas tujuan bimbingan pribadi-sosial, maka terlebih dahulu akan dibahas
mengenai tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri yaitu sebagai berikut :
a) Tujuan bimbingan dan konseling
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek sosial, belajar, dan karier. Bimbingan
pribadi sosial dimaksud untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi sosial dalam
mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri , dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier
dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
1) Dalam Aspek Tugas Perkembangan Pribadi sosial. Dalam aspek tugas perkembangan
pribadi-sosial, layanan bimbingan konseling membantu siswa agar:
a. Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan
mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b. Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan
orang-orang yang mereka senangi.
c. Membuat pilihan secara sehat.
d. Mampu menghargai orang lain.
e. Memiliki rasa tanggung jawab.
f. Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi.
g. Dapat menyelesaikan konflik.
h. Dapat membuat keputusan secara efektif.
2) Dalam Aspek Tugas Perkembangan Belajar, Dalam aspek tugas perkembangan belajar,
layanan bimbingan konseling membantu siswa agar:
a. Dapat melaksanakan ketrampilan atau tehnik belajar secara
efektif.
b. Dapat menempatkan tujuan dan perencanaan pendidikan.
MY HOBY
Halo nama teman-teman saya IMAD IMADURROHIM, saya anak pertama dari dua
bersaudara. Saya mempunyai adik perempuan. Teman-teman disini eka mau share tentang
hobi eka. Eka hobi banget maen olah raga. Tapi tidak semua olahraga loh. Eka suka bolla
volly. Tidak tau kenapa dari jaman SD sampai sekarang kuliah pun tetep aja tidak pernah
bosen maen bolla volly. Menurut saya main volly itu asik, menyenangkan dan bikin badan
seger.
http://blog.uad.ac.id/imad1300001192/2014/12/09/4-bidang-bimbingan-pribadisosialbelajar-karir/
mengembangkan dirinya sehingga mantap dan mandiri serta mampu mengoptimalkan potensi
yang dimiliki
B. Tujuan Layanan Bimbingan Pribadi
Layanan bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu siswa dalam menemukan
dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, mantap, tangguh, mandiri, serta sehat jasmani (Aminuddin Najib, 1997:8). Hal ini
sesuai dengan pendapat Prayitno (1997:65) bahwa tujuan layanan bimbingan pribadi
adalah membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Hal
ini sesuia dengan pendapat Dewa Ketut Sukardi (2000:39) menyatakan bahwa layanan
bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta
sehat jasmani dan rohani.
Hibana S Rahman, (2003:41) yang menyatakan bahwa layanan bimbingan pribadi
bertujuan membantu siswa untuk menemukan dan mengembangkan diri pribadi-nya
sehingga menjadi pribadi yang mantap dan mandiri serta mampu mengoptimalkan
potensi yang dimiliki.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan layanan
bimbingan pribadi adalah membantu anak didik agar dapat menguasai tugas-tugas
perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya secara optimal.
C. Ruang Lingkup Layanan Bimbingan Pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, Prayitno (1998:63) merinci ruang lingkup bimbingan
pribadi menjadi pokok-pokok berikut:
1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatankegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk
peranannya di masa depan.
3. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan
pengembangannya pada / melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif.
4. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggu-langannya.
5. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.
6. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah
diambilnya.
7. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat baik secara rohaniah
maupun jasmaniah.
Hibana S. Rahman (2002:39) secara lebih rinci menjelaskan ruang lingkup materi
bimbingan pribadi sebagai berikut.
1. Pemantapan sikap dan kepribadian yang agamis yang senantiasa mendekatkan diri
kepada yang khaliq melalui peningkatan kualitas iman dan taqwa. Agama menjadi
kendali utama dalam kehidupan manusia.
2. Pemahaman tentang kemampuan dan potensi diri serta pengembangannya secara
optimal. Setiap manusia memiliki potensi yang luar biasa yang dikembangkan secara
optimal dan hanya sedikit orang yang mau menyadari.
3. Pemahaman tentang bakat dan minat yang dimiliki serta penyalurannya. Setiap orang
memiliki bakat dan minat, namun hal itu kurang mendapat perhatian sehingga
penyaluran dan pengembangannya kurang optimal.
4.
Pemahaman
tentang
kelebihan-kelebihan
yang
dimiliki
serta
bagaimana
mengembangkannya. Setiap individu punya kelebihan, hal itu yang harus dijadikan
sebagai fokus.
5. Pemahaman tentang kekurangan dan kelemahan yang dimiliki serta bagaimana
mengatasinya.
Memahami
kekurangan
diri
mendorong
seseorang
untuk
menyempurnakan diri.
6. Kemampuan mengambil keputusan serta mengarahkan diri sesuai dengan keputusan
yang telah diambil. Keberanian mengambil keputusan secara cepat dan tepat perlu
dilatih dan dikembangkan.
7. Perencanaan dan pelaksanaan hidup sehat, kreatif, dan produktif. Pola hidup dan pola
pikir yang sehat akan menjadikan pribadi yang sehat dan berkualitas.
Aminudin Najib (1997:8) merinci ruang lingkup bimbingan pribadi menjadi pokokpokok berikut:
1. Pemantapan sikap, kebiasaan dan wawasan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Memantapkan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya.
3. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan
pengembangannya.
dan
penyalurannya,
(d)
perlunya
hidup
sehat
dan
upaya
melaksanakannya, (e) usaha yang dapat dilakukan melalui bimbingan dan konseling
dalam membantu siswa menghadapi masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
remaja.
3. Materi bimbingan pribadi dalam layanan penempatann/ penyaluran, meliputi tentang:
(a) posisi duduk dalam kelas yang sesuai dengan kondisi fisik dan pribadi siswa, (b)
pilihan ketrampilan dan kesenian sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat, (c)
kegiatan ekstra-kurikuler yang dapat digunakan sebagai penunjang pengembangan
kebiasaan dan sikap keagamaan, kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita (seperti
kegiatan pramuka, UKS, kesenian, olahraga).
4. Materi bimbingan pribadi dalam layanan pembelajaran, meliputi tentang: (a)
kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
(b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan fisik
dan psikis yang terjadi pada diri sendiri, (c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri,
bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya, (d) pengenalan tentang
kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya, (e) kemampuan mengambil
keputusan dan pengarahan diri sendiri, (f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup
sehat.
5. Materi bimbingan pribadi dalam layanan konseling perorangan, meliputi tentang: (a)
kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
(b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan fisik
dan psikis yang terjadi pada diri sendiri, (c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri,
bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya, (d) pengenalan tentang
kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya, (e) kemampuan mengambil
keputusan dan pengarahan diri sendiri, (f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup
sehat.
6. Materi bimbingan pribadi dalam layanan bimbingan kelompok, meliputi tentang: (a)
kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
(b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan fisik
dan psikis yang terjadi pada diri sendiri, (c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri,
bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya, (d) pengenalan tentang
kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya, (e) kemampuan mengambil
keputusan dan pengarahan diri sendiri, (f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup
sehat.
7. Materi bimbingan pribadi dalam layanan konseling kelompok, meliputi tentang: (a)
kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
(b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan fisik
dan psikis yang terjadi pada diri sendiri, (c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri,
bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya, (d) pengenalan tentang
kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya, (e) kemampuan mengambil
keputusan dan pengarahan diri sendiri, (f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup
sehat.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa materi layanan bimbingan
pribadi di sekolah diterapkan dalam tujuh jenis layanan dan empat kegiatan pendukung
kegiatan bimbingan dan konseling.
A. PENGERTIAN BIMBINGAN SOSIAL
Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang ada di sekolah.
Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993: 11) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial
merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial,
seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.
Pengertian bimbingan pribadi-sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Syamsu Yusuf (2005: 11) yang mengungkapkan bahwa bimbingan pribadisosial adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalahmasalah sosial-pribadi.
Inti dari pengertian bimbingan pribadi-sosialyang dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah,
bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan kepada individu, agar mampu menghadapi dan
memecahkan permasalahan pribadi-sosialnya secara mandiri.
Sumber: http://belajarpsikologi.com/pengertian-bimbingan-pribadi-sosial/
B. TUJUAN BIMBINGAN SOSIAL
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati
dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang
terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap
tugas atau kewajibannya.
Sumber: http://eko13.wordpress.com/2008/03/22/tujuan-bimbingan-dan-konseling/
1. Definisi Belajar
Terdapat beberapa definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain
sebagai berikut.
a. Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah oleh praktek
dan latihan (Garry & Kingsley, 1970 : 15)
b. Belajar ialah perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku atau kemampuan yang
merupakan hasil dari pengalaman (Vanderzanden dan Pace, 1984).
c. Belajar ialah proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang ulang dalam situasi itu, dimana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas kecenderungan tanggapan bawaan,
kematangan, atau keadaan keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat
obatan, dan sebagainya (Hilgard dan Bower, 1975 : 2).
Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat dari masing masing ahli, namun
rupanya terdapat kesamaan pendapat dari para ahli tersebut bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar apabila dia telah dapat melakukan
sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Perubahan tingkah laku yang diharapkan
dalam bentuk tujuan atau sasaran belajar. Misalnya setelah belajar mata kuliah bimbingan dan
konseling, mahasiswa dapat menjelaskan, melaksanakan bimbingan dan konseling, dan
sebagainya.
2. Bimbingan Belajar
Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan, karena belajar merupakan
kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Perkembangan belajar siswa tidak selalu
berjalan lancer dan memberikan hasil yang diharapkan. Adakalanya mereka menghadapi
berbagai kesulitan atau hambatan. Murid-murid seperti ini perlu diberikan bantuan atau
pertolongan yang disebut dengan layanan bimbingan belajar. Terdapat beberapa pengertian
bimbingan belajar menurut para ahli antara lain sebagai berikut.
a. Bimbingan belajar merupakan salah atu bentuk layanan bimbingan yang penting
diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menujukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang
dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya
intelegensi. seringkali kegagalan itu terjadi disebabkan karena mereka tidak mendapat
layanan bimbingan yang memadai (Prayitno, 2004 : 279).
b. Bimbingan belajar yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik (Nurihsan, 2003 : 20).
c. Bimbingan belajar merupakan bimbingan dalam hal menemukan cara cara belajar yang
tepat, memilih program studi yang sesuai dan mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan
dengan tuntutan tuntutan belajar di suatu instusi pendidikan (Winkel, 1997 : 140).
d. Bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bimbingan dari pembimbing kepada siswa
dengan cara mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan mengembangkan
keterampilan serta kebiasaan belajar agar mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan
bakat dan kemampuannya (Munandar, 1999).
e. Bimbingan belajar adalah proses pemberian bantuan dari guru pembimbing terhadap siswa
dengan cara mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif agar siswa dapat
mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai hasil belajar yang
f.
a.
d. Melaksanaan penilaian untuk menentukan sejauh mana layanan bantuan yang telah diberikan
mencapai hasil yang diharapakan.
e. Melaksanakan usaha usaha tindak lanjut dari layanan layanan sebelumnya.
3. Jenis Jenis Masalah Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seseorng murid dan
menghambat kelancaran proses belajarnya. Hal tersebut berhubungan dengan keadaan dirinya
yaitu berupa kelemahan kelemahan yang dimilikinya dan juga mungkin karena lingkungan
yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah seperti ini tidak hanya dialami oleh murid
murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat dialami oleh murid murid yang pandai atau
cerdas. Masalah masalah belajar tersebut dapat digolongkan atas :
a. Sangat cepat dalam belajar, yaitu murid murid yang tampaknya memiliki bakat akademik
yang cukup tinggi, memiliki IQ sebesar 130 atau lebih, dan memerlukan tugas tugas khusus
yang terencana.
b. Keterlambatan akademik, yaitu murid murid yang tampaknya memiliki intelegensi normal
tetapi tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
c. Lambat belajar, yaitu murid murid yang tampaknya memiliki kemampuan yang kurang
memadai. Mereka memiliki IQ sekitar 70 90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan bantuan khusus.
d. Penempatan kelas, yaitu murid murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat minat
social yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.
e. Kurang motif dalam belajar, yaitu murid murid yang kurang semangat dalam belajar.
Mereka tampak jera dan malas.
f. Sikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu murid murid yang kegiatan atau perbuatan
belajarnya berlawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya, seperti suka menunda
nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja.
Kehadiran di sekolah, yaitu murid murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam
jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajarnya.
Ada sejumlah pakar dari Barat yang mengemukakan teorinya tentang karier. Dari sejumlah
pakar yang menaruhkan perhatiannya pada soal karier dan pilihan karier ini akan disajikan
enam yang dipandanteorinya. Teori-teori itu adalah teori perkembangan karier Super, teori
perkembangan karier Ginzberg, Teori pemilihan jabatan Hoppock, teori Pilihan Jabatan
Holland, teori pengambilan keputusan karier Krumbortz, dan teori trait-and-factor.
1. Teori Perkembangan Jabatan Donald Super
Teori lain yang memandang pilihan karier sebagai bentuk perkembangan adalah dari Donald
Super. Teori ini dasarnya adalah bahwa kerja itu penwujudan konsep diri. Artinya orang
mempunyai konsep diri dan dia berusaha menerapkan konsep diri itu dengan memilih
pekerjaan, hal yang menurut orang tersebut paling memungkinkannya berekspresi diri.
Menurut paham ini, pilihan karier adalah soal mencocokkan (matching). Di dalam irama
hidup orang, terjadi perubahan-perubahan dan ini berpengaruh pada usahanya untuk
mewujudkan konsep diri itu. Teori perkembangan menerima teori matching (teori konsep
diri), tetapi memandang bahwa pilihan kerja itu bukan peristiwa yang sekali terjadi dalam
hidup seseorang (misalnya waktu tamat pendidikan dan mau meninggalkan sekolah). Orang
dan situasi lingkungannya itu berkembang, dan keputusan karier itu merupakan rangkaian
yang tersusun atas keputusan yang kecil-kecil.
Pilihan kerja merupakan fungsi tahap perkembangan orang dan prosesnya berlangsung dalam
rangka penunaian kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang dinamakan Super tugas-tugas
perkembangan pekerjaan. Tugas-tugas perkembangan itu adalah preferensi pekerjaan (14-18
tahun), spesifikasi preferensi (18-21 tahun), implementasi preferensi (21-25 tahun), stabilisasi
di dalam suatu pekerjaan (25 35 tahun), dan konsolidasi status dan kemajuan (masa akhir
usia 30-an dan pertengahan usia 40-an).
Teori Super dinyatakan dalam bentuk proposisi. Pada mulanya, yaitu pada 1953, Super
mengenali sepuluh proposisi, kemudian, 1957, bersama Bachrach, itu dikembangkan menjadi
dua belas. Proposisi-proposisi itu adalah (Super, 1984):
1. Orang itu berbeda-beda kemampuan, minat dan kepribadiannya.
2. Karena sifat-sifat tersebut, orang itu mempunyai kesenangan untuk
melakukan sejumlah pkerjaan.
3. Setiap pekerjaan menghendaki pola kemampuan, minat dan sifat
kepribadian yang cukup luas, sehingga bagi setiap orang tersedia
beragam pekerjaan dan setiap pekerjaan terbuka bagi bermacam-macam
orang.
4. Preferensi dan kemampuan vokasional, dan konsep diri orang itu berubahubah. Pilihan dan penyesuaian merupakan proses yang berkelanjutan.
5. Orang mengalami proses perubahan melalui tahap-tahap pertumbuhan
(Growth), eksplorasi, kemapanan (establishment), pemeliharaan
(maintenance), dan kemunduran (decline).
1) Growth (sejak lahir hingga 14 atau 15 tahun), ditandai dengan perkembangan kapasitas,
sikap, minat, dan kebutuhan yang terkait dengan konsep diri;
2) Exploratory (usia 15-24), ditandai dengan fase tentative di mana kisaran pilihan
dipersempit tetapi belum final. Tahap eksplorasi selanjutnya terbagi atas fase-fase fantasi,
tentatif dan realistik.
3) Establishment (usia 25-44), ditandai dengan trial dan stabilisasi melalui pengalaman
kerja; tahap kemapanan terbagi atas fase-fase uji coba (trial) dan keadaan mantap (stable)
4) Maintenance (usia 4564), ditandai dengan proses penyesuaian berkelanjutan untuk
memperbaiki posisi dan situasi kerja; dan
5) Decline (usia 65+), ditandai dengan pertimbangan-pertimbangan pra-pensiun, output
kerja, dan akhirnya pensiun.
Tahap-tahap kehidupan tersebut disebut daur besar (maxycycle). Orang mengalami juga
daur yang lebih kecil ketika dalam peralihan dari satu tahap, ke tahap berikutnya, yaitu waktu
terjadi ketakmantapan karier. Keadaan ini menimbulkan pertumbuhan baru, eksplorasi baru,
dan perlembagaan baru.
1. Pola karier orang ditentukan oleh taraf sosioekonomi orangtua,
kemampuan mental, ciri kepribadian dan oleh tersedianya kesempatan.
Yang dimaksud dengan keadaan pola karier ialah tingkat pekerjaan ya-rg
dicapai dan bagaimana sekuensi (runtunan), frekuensi (keseringan), dan
durasi (lama kelangsungan) pekerjaan-pekerjaan yang masih bersifat uji
coba dan yang sudah mantap.
2. Perkembangan orang dalam melewati tahap-tahap dapat dipandu dengan
bantuan untuk pematangan kemampuan dan minat dan dengan bantuan
untuk melakukan uji realitas (reality testing) serta untuk mengembangkan
konsep diri.
3. Perkembangan karier adalah proses mensintesis dan berbuat kompromi
dan pada dasarnya ini adalah soal konsep diri. Kosep diri merupakan hasil
interaksi kemampuan bawaan keadaan fsik, kesempatan berperan, dan
evaluasi apakah peranan yang dimainkan itu memperoleh persetujuan
orang yang lebih tua atau atasan dan teman-teman.
4. Proses mensintesis atau kompromi antara faktor-faktor individu dan sosial,
antara konsep diri dan realitas, adalah proses permainan peranan dalam
berbagai latar dan keadaan (pribadi, kelompok, pergaulan, hubungan,
kerja).
5. Penyaluran kemampuan, minat, sifat kepribadian, dan nilai menentukan
diperolehnya kepuasan kerja dan kepuasan hidup. Kepuasan juga
bergantung pada kemapanan dalam pekerjaan, situasi pekerjaan, dan cara
hidup yang memungkinkan orang memainkan peranan yang dinilai cocok
dan patut.
6. Kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu selaras dengan penerapan
konsep diri.
7. Bekerja dan pekerjaan merupakan titik pusat organisasi kepribadian bagi
kebanyakan orang, sedangkan bagi segolongan orang lagi yang menjadi
titik pusat adalah hal lain, misalnya pengisian waktu senggang dan
kerumahtanggaan.
pokok dengan mengawinkan faktor-faktor yang ada, baik yang dari dalam diri (internal)
maupun yang dari luar diri (eksternal). Adanya tekanan keadaan ini, misalnya tekanan waktu,
ikut memaksa anak untuk pada akhirnya harus mengambil keputusan. Jika tahap ini sudah
dilalui maka sampailah anak ke tahap akhir, yaitu tahap spesifikasi.
Pada tahap spesifikasi anak memilih pekerjaan spesifik, maksudnya pekerjaan tertentu yang
khusus. Misalnya, kalau anak memilih pekerjaan bidang pendidikan, ia akan mengkhususkan
pilihannya itu pada pekerjaan guru dan bukan pekerjaan lain di bidang pendidikan, seperti
konselor, ahli media pembelajaran, pengembang kurikulum, atau pustakawan sekolah.
Di bidang keguruan, ia akan lebih khusus lagi pilihannya dengan rnenyebutkan guru bidang
studi apa (e.g. Matematika, atau Bahasa Indonesia, atau Olah raga), di jenis dan jenjang
sekolah apa (e.g. SD atau TK, atau SMK, atau perguruan tinggi), sekolah negeri atau swasta,
dimana (di kota atau luar kota atau daerah tertentu), dan sebagainya.
Teori Ginzberg dikembangkan pada l951 berdasarkan hasil studi melalui pengamatan dan
wawancara dengan sampel yang terdiri atas jenis laki-laki, dari keluarga yang pendapatannya
di atas rerata, banyak dari ayahnya adalah tenaga profesional dan ibunya berpendidikan
tinggi. Jadi sampelnya terbatas adanya, yang mencakup sub kelompok tertentu dari seluruh
populasi, dan menilik latar belakang sampelnya, peluang mereka untuk memilih luas.
Demikianlah, teori Ginzberg tiaat menjelaskan pilihan karier keseluruhan populasi. Dalam
hal ini mereka yang berasal dari kalangan yang penghasilannya rendah. Di kalangan mereka
ini, anak-anaknya mungkin sudah bekerja pada umur delapan belas tahun, atau bahkan
mungkin lebih awal, karena tekanan keadaan. Dalam sampel yang menjadi dasar teori juga
tidak ada orang perempuan pada umumnya.
Teori Ginzberg mempunyai tiga unsur, yaitu proses (bahwa pilihan pekerjaan itu suatu
proses), irreversibilitas (bahwa pilihan pekerjaan itu tidak bisa diubah atau di balik), dan
kompromi (bahwa pilhan pekerjaan itu kompromi antara faktor-faktor yang main, yaitu
minat, kemampuan, dan nilai). Teori ini kemudian pada tahun 1970, direvisi. Proses yang
semula berakhir pada awal masa dewasa atau akhir masa remaja, kemudian dirumuskan
bahwa itu tidak demikian halnya tetapi berlangsung terus. Mengenai irreversibilitas, adanya
pembatasan pilihan tidak mesti berarti bahwa pilihan itu bersifat menentukan. Apa yang
terjadi sebelum orang berumur dua puluh tahun mempengaruhi kariemya. Tersedianya
kesempatan bisa saja menyebabkan orang berubah dalam pilihan pekerjaannya.
Konsep kompromi juga mengalami revisi sebagai hasil temuan-temuan risetnya. Konsep
dasar tentang kompromi tetap, yaitu bahwa dalam pemilihan pekerjaan ada unsur kompromi.
Hanya saja, hal itu bukan peristiwa sekali saja. Konsep optimisasi yang merupakan
penyempurnaan teorinya berarti bahwa setiap orang berusaha mencari kecocokan paling baik
antara minatnya yang terus mengalami perubahan, tujuan-tujuannya , dan keadaar yang juga
terus berubah. Kompromo bersifat dinamis dan berlangsung seumur hidup. Revisi-revisi yang
didasarkan pada hasil penelitian memberikan rumusan baru mengenai pilihan karier.
Rumusan terakhir mengatakan bahwa pilihan pekerjaan (pilihan okupasional) itu merupakan
proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hayat, di mana individu terusmenerus berusaha mencari kecocokan optimal antara tujuan karier dan kenyataan dunia
kerja.
Rumusan yang baru dikemukakan tersebut, selanjutnya dimodifikasi dengan diperolehnya
temuan-temuan riset tambahan selama sepuluh tahun. Rumusan terbaru berbunyi:
Pekerjaan merupakan proses pengambilan yang berlangsung sepanjang hayat bagi mereka
yang mercari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Ini mengharuskan mereka berulang-ulang
melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat mencocokkan tujuan-tujuan
karier yang terus berubah-ubah dengan kenyataan dunia kerja
3. Teori Pemilihan Jabatan Hoppock
Agar seseorang mempunyai pilihan yang tepat terhadap suatu pekerjaan, jabatan atau
kariernya, Hoppock mengemukakan 10 pokok pikiran yang kemudian dijadikan tulang
punggung teorinya. Butir-butir dari teori pemilihan jabatan tersebut diantanya:
1. Pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau untuk memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan fsik dan
psikologis. Setiap individu akan menghadapi kebutuhan fsik maupun
psikologis yang memiliki pengaruh kepada individu bersangkutan yang
satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Oleh karena itu Hoppock
menyimpulkan bahwa reaksi individu terhadap kebutuhan fsik dan
psikologis memiliki pengaruh terhadap arah pilih jabatan.
2. Pekerjaan, jabatan atau karier yang dipilih adalah jabatan yang diyakini
bahwa jabatan itu paling baik untuk memenuhi kebutuhannya. Individu
memilih pekerjaan, jabatan atau karier adalah jabatan yang paling
memenuhi kebutuhan yang paling diinginkan
3. Pekerjaan, jabatan atau karier tertentu dipilih seseorang apabila untuk
pertama kali dia menyadari bahwa jabatan itu dapat membantunya dalam
memenuhi kebutuhannya. Orang menyadari tentang berbagai jenis
pekerjaan dengan berbagai jenis situasinya, dan secara langsung dia akan
menyadari bahwa pekerjaan itu dapat memberikan pengalaman yang
memuaskan dan ada pula yang memberikan pengalaman yang tidak
menyenangkan atau mengecewakan, yang mengakibatkan seseorang
akan tertarik atau menghindari pekerjaan tertentu. Menurut Hoppock pada
saat inilah pemilihan jabatan baru dimulai.
4. Kebutuhan yang timbul mungkin bisa diterima secara intelektual yang
diarahkan untuk tujuan tertentu.
5. Pemilihan pekerjaan, jabatan atau karier akan menjadi lebih baik apabila
seseorang lebih mampu memperkirakan bagaimana sebaiknya jabatan
yang akan datang itu akan memenuhi kebutuhannya.
Menurut John Holland (1973), individu tertarik pada suatu karier tertentu karena
kepribadiannya dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Pada dasarnya, pilihan
karier merupakan ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti
dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional tertentu. Perbandingan antara self
dengan persepsi tentang suatu okupasi dan penerimaan atau penolakannya merupakan faktor
penentu utama dalam pilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya
dengan okupasi yang disukainya membentuk modal personal style.
Orientasi kesenangan pribadi (modal personal orientation) merupakan proses perkembangan
yang terbentuk melalui hereditas dan pengalaman hidup individu dalam bereaksi terhadap
tuntutan lingkungannya. Sentral bagi teori Holland adalah konsep bahwa individu memilih
sebuah karier untuk memuaskan orientasi kesenangan pribadinya. Jika individu telah
mengembangkan suatu orientasi yang dominant, maka akan lebih besar kemungkinan
baginya mendapatkan kepuasan dalam lingkungan okupasi yang sesuai. Akan tetapi, jika dia
belum dapat menentukan pilihan, maka kemungkinan mendapat kepuasan itu akan hilang.
Orientasi kesenangan pribadi yang didukung oleh lingkungan kerja yang sesuai akan
menentukan pilihan gaya hidup individu.
Homogenitas okupasi merupakan jalan terbaik menuju selffulfillment dan pola karier yang
konsisten. Individu yang mempunyai peran dan tujuan okupasional yang bertentangan dengan
lingkungan akan mempunyai pola karier yang inkonsisten dan divergen. Holland menekankan
pentingnya self-knowledge dalam upayanya mencari kepuasan dan stabilitas vokasional.
Intelektual, abstrak,
analitik, mandiri, kadangkadang radikal dan
terlalu berorientasi pada
tugas
Imaginatif, menghargai
estetika, lebih menyukai
ekspresi diri melalui seni,
agak mandiri dan
extrovert
Tema
Lingkungan Okupasional
Pekerja terampil
seperti tukang pipa,
tukang listrik, dan
operator mesin.
Realistic
Keterampilan teknisi
seperti juru mesin pesawat
terbang, juru foto, juru draft
dan pekerjaan servis
tertentu.
Ilmiah seperti ahli
kimia, ahli fsika, dan
ahli matematik.
Investigative
Artistic
Social
Edukasional seperti
guru, administrator
pendidikan, dan
profesor.
Kesejahteraan sosial
seperti pekerja sosial,
sosiolog, konselor
rehabilitasi, dan perawat
profesional.
Extrovert, agresif,
petualang, lebih
menyukai peran-peran
pemimpin, dominant,
persuasif, dan
memanfaatkan
keterampilan verbal yang
baik
Managerial seperti
menejer personalia,
produksi, dan menejer
pemasaran.
Enterprising
Conventional
Berbagai posisi
pemasaran seperti
salesperson asuransi, real
estate, dan mobil.
Holland juga merefleksikantentang jaringan hubungan antara tipe-tipe kepribadian dan antara
model-model lingkungan, yang dituangkan dalam bagan yang disebut Hexagonal Model.
Model ini menggambarkan aneka jarak psikologis antara tipe-tipe kepribadian dan modelmodel lingkungan. Makin pendek jarak (merunut garis-garis dalam model) antara dua tipe
kepribadian, makin dekat kedua tipe itu dalam makna psikologisnya; sedangkan semakin
panjang jarak (menurut garis-garis dalam model), makin jauh kedua tipe itu dalam makna
psikologisnya. Hal yang sama juga berlaku bagi model-model lingkungan. Misalnya, the
realistic type dan enterprising type mempunyai kemiripan, sedangkan the investigative type
dan enterprising type berjarak jauh yang satu dari yang lain.
Dalam proses pembuatan keputusan karier, Holland berasumsi bahwa tingkat pencapaian
dalam sebuah karier ditentukan terutama oleh individual self-evaluations. Intelegensi
dipandang sebagai kurang penting dibanding kepribadian dan minat. Lebih jauh, faktor
inteligensi sudah tercakup di dalam klasifikasi tipe-tipe kepribadian; misalnya, individu yang
investigatif pada umumnya cerdas dan secara alami memiliki keterampilan penalaran analitik
dan abstrak. Menurut Holland, stabilitas pilihan karier sangat tergantung pada dominansi
orientasi personal individu, yang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Teori Holland memberikan penekanan pada ketepatan self-knowledge dan informasi karier
yang diperlukan untuk pembuatan keputusan karier. Dampaknya sangat besar pada prosedur
asesmen minat dan prosedur konseling karier. Implikasinya untuk konseling adalah bahwa
(3) Perilaku memasuki karier seperti melamar pekerjaan atau memilih lembaga pendidikan
atau pelatihan.
Pembentukan keyakinan dan generalisasi individu merupakan hal yang sangat penting dalam
model social-learning. Peranan konselor adalah menelusuri asumsi-asumsi dan keyakinan
individu dan mengeksplorasi alternative keyakinan dan tindakan yang perlu dilakukan.
Membantu individu memahami sepenuhnya validitas keyakinan individu merupakan
komponen utama model social-learning. Secara spesifik, konselor sebaiknya berusaha
mengatasi masalah-masalah berikut:
1. Individu mungkin tidak dapat mengakui bahwa masalah yang dihadapinya
dapat diatasi (mereka berasumsi bahwa sebagian besar masalah
merupakan bagian dari kehidupan yang normal dan tidak dapat diatasi).
2. Individu mungkin tidak dapat melakukan upaya yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan atau memecahkan masalah (mereka tidak banyak
berusaha mengeksplorasi alternatif).
3. Individu mungkin tidak menyadari adanya alternative yang memuaskan
(mereka melakukan overgeneralisasi asumsi yang salah).
4. Individu mungkin memilih alternative yang buruk atau alas an yang tidak
tepat (individu tidak mampu mengevaluasi karier secara realistic karena
keyakinan yang salah dan ekspektasi yang tidak relistik).
5. Individu mungkin mengalami kekecewaan dan kecemasan akibat persepsi
bahwa mereka tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya
(tujuannya mungkin tidak realistik atau konflik dengan tujuan lain).
Krumboltz et al. juga memberikan beberapa observasi untuk konseling karier sebagai berikut:
1. Pembuatan keputusan karier merupakan keterampilan yang dipelajari.
2. Individu yang mengaku telah melakukan pilihan karier memerlukan
bantuan juga (pilihan kariernya mungkin telah dilakukan berdasarkan
informasi yang tidak akurat dan alternative yang keliru).
3. Keberhasilan diukur berdasarkan keterampilan yang telah ditunjukkan
mahasiswa dalam membuat keputusan (diperlukan evaluasi terhadap
keterampilan membuat keputusan).
4. Klien berasal dari berbagai macam kelompok.
5. Klien tidak usah merasa bersalah jika mereka tidak yakin tentang karier
apa yang harus dimasukinya.
6. Tidak ada satu okupasi yang dapat dipandang tepat untuk semua orang.
7.
Di kalangan para pelopor teori konseling vokasional, Parsons (1909) berpendapat bahwa
bimbingan vokasional dilakukan pertama dengan mempelajari individu, kemudian dengan
menelaah berbagai okupasi, dan akhirnya dengan mencocokkan individu dengan okupasi.
Proses ini, yang disebut teori trait-and-factor, secara sederhana dapat diartikan sebagai
mencocokkan karakter individu dengan tuntutan suatu okupasi tertentu, yang pada gilirannya
akan memecahkan masalah penelusuran kariernya. Teori trait-and-faktor ini berkembang dari
studi tentang perbedaan-perbedaan individu dan perkembangan selanjutnya terkait erat
dengan gerakan testing atau psikometri. Teori ini berpengaruh besar terhadap studi tentang
deskripsi pekerjaan dan persyaratan pekerjaan dalam upaya memprediksi keberhasilan
pekerjaan di masa depan berdasarkan pengukuran traits yang terkait dengan pekerjaan.
Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu mempunyai pola kemampuan
unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan berkorelasi dengan tuntutan berbagai
jenis pekerjaan.
Pengembangan instrumen asesmen dan penyempurnaan informasi tentang okupasi terkait erat
dengan teori trait-and-faktor. Perkembangan nilai-nilai individu dalam proses pembuatan
keputusan karier juga merupakan faktor yang signifikan. Beberapa ahli berpendapat bahwa
teori trait-and-factor mungkin lebih tepat disebut psikologi diferensial terapan.
Williamson merupakan seorang pendukung kuat konseling berdasarkan teori trait-and-factor.
Penggunaan prosedur konseling Williamson menggunakan pendekatan trait-and-factor yang
dikembangkan dari karya Parsons. Bahkan ketika diintegrasikan ke dalam teori-teori
bimbingan karier lain, pendekatan trait-and-faktor memainkan peranan yang sangat vital.
Dampak dan pengaruhnya terhadap perkembangan teknik-teknik asesmen dan penggunaan
informasi tentang karier sangat besar.
Namun demikian, selama tiga dekade terakhir ini asumsi dasar pendekatan trait-and-factor
telah mendapat tantangan yang sangat kuat. Keterbatasan testing telah dibuktikan dalam dua
proyek penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Thorndike dan Hagen (1959), yang
mengikuti pola karier 10.000 laki-laki yang telah diberi tes dalam angkatan bersenjata pada
masa Perang Dunia II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tes yang diberikan 12 tahun
sebelumnya tidak akurat memprediksi keberhasilan karier karena berbagai alas an. Banyak
individu yang menjabat pekerjaan yang tidak berhubungan dengan hasil pengukuran
kemampuannya. Penelitian lain oleh Ghiselli (1966) menunjukkan bahwa tingkat
kepercayaan prediksi keberhasilan dalam program pelatihan kerja berdasarkan hasil tes hanya
moderat saja. Pada umumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes saja tidak
memberikan cukup informasi untuk dapat memprediksi secara akurat keberhasilan karier di
masa depan.
Pada tahun 1984, Brown berargumentasi bahwa teori trait-and-faktor tidak pernah
sepenuhnya difahami. Dia mengemukakan bahwa para pendukung pendekatan trait-andfaktor tidak pernah menyetujui penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling karier.
Misalnya, Williamson (1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara saja
untuk mengevaluasi perbedaan individu. Data lain, seperti pengalaman kerja dan latar
belakang individu pada umumnya, merupakan faktor yang sama pentingnya dalam proses
konseling karier.
Asumsi-asumsi berikut ini dari pendekatan trait-and-factor juga menimbulkan keprihatinan
tentang teori ini: (1) hanya terdapat satu tujuan karier untuk setiap orang dan (2) keputusan
karier terutama didasarkan atas kemampuan yang terukur. Asumsi-asumsi tersebut sangat
membatasi jumlah faktor yang dapat dipertimbangkan dalam proses pengembangan karier.
Pada intinya, pendekatan trait-and-faktor itu terlalu sempit cakupannya untuk dipandang
sebagai teori utama perkembangan karier. Namun demikian, kita harus mengakui bahwa
prosedur analisis okupasional dan asesmen baku yang menekankan pendekatan trait-andfaktor itu tetap bermanfaat dalam konseling karier.
8. Teori Sosiologis
Yang paling populer diantara pandangan-pandangan sosiologis tentang karier adalah yang
menyatakan kalau manusia sampai di pekerjaan tertentu lebih karena kebetulan semata dan
bukannya hasil perencanaan bebas atau kemajuan teratur menuju tujuan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Laporan di koran dan televisi terus mengingatkan kita kisah-kisah
orang yang awalnya sudah berada di tempat dan waktu yang tepat kemudian tanpa alasan
jelas berakhir disebuah karier yang sama sekali tak terduga. Dalam pengertian yang lebih
luas, bisa saja kita memasukan faktor kebetulan atau peruntungan/kesialan ini sebagai
pengaruh yang turut membentuk pilihan karier selain lingkungan, kelas sosial, budaya dan
kondisi lain yang di dalamnya seseorang diasuh/dibesarkan.
Namun dalam pengertian yang lebih sempit, kita dapat melihat kalau faktor yang disebut
kebetulan, kesempatan atau peruntungan ini tak lebih merupakan pilihan kerja yang
dihasilkan oleh sebuah ledakan impuls atau reaksi emosi mendadak yang di dalamnya
kekuatan-kekuatan bawah sadar ikut menentukan perilaku seseorang dan menentukan pilihan
karirnya. Contohnya, individu yang tampaknya baik-baik saja selama ini saat bekerja di
sebuah kantor bahkan kariernya lebih cepat menanjak ketimbang rekan sebayanya, entah
kenapa suatu hari tiba-tiba memilih berangkat sebagai sukarelawan kemanusiaan ke
Palestina.
Lantaran setiap peristiwa dalam hidup memiliki potensi insidental, teori yang meyakini
bahwa individu membuat suatu keputusan lantaran dipengaruhi situasi kasat mata atau
aksiental menggangap mustahil kalau kita mengklaim bisa mengevaluasi semua faktor yang
tampak dan rasional di dalam pilihan mereka.
Menurut Richard Wiseman (dalam Robert & Marianne H M, 2011) sekurangnya ada empat
prinsip yang selalu muncul kalau ingin hidup anda beruntung:
1. Maksimalkan peluang anda
2. Dengarkan suara dewi fortuna di hati anda
3. Harapkan kebaikan
4. Ubahlah hal-hal yang buruk menjadi kebaikan
Keterampilan Masuk
Penghargaan Lingkungan
Ikatan Emosi
Terkait