Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

TB PERITONEAL

Disusun Oleh:
Lulu Dhiyaanty K
( 2011730055)

Pembimbing :
dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
STASE ILMU PENYAKIT DALAM RSUD CIANJUR
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaykum, Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimah kasih kepada dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. PD selaku pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Laporan kasus ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Cianjur.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan penulisan laporan kasus ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang
membacanya dan bermanfaat pula bagi penulis.
Wassalamualaykum, Wr.Wb.

Cianjur, 28 September 2016

Penulis

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. SH
Umur
: 38 thn
Jenis Kelamin
: Wanita
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Kerta Mulya 01/01 Mekargalih Ciranjang
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Masuk RS
: 19 September 2016
Tanggal pemeriksaan : 26 September 2016
B. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan utama
Perut membesar sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Cianjur dengan keluhan perut membesar yang
dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasa
perut sakit dan nyeri sebelah kanan kemudian menjalar keseluruh perut,
semakin hari perut terasa semakin membesar dan semakin lama semakin parah
terutama sejak 3 hari SMRS. Sakit perutnya terjadi hilang timbul setiap harinya baik
saat istirahat ataupun saat sedang beraktivitas, saat kambuh nyeri dirasakan seperti

mules di seluruh perut sampai pasien tidak bisa beraktifitas.


Pasien mengaku hanya BAB 3x dalam 2 minggu terakhir tetapi bisa kentut. Selain itu
pasien turut mengeluhkan terdapat mual muntah, muntah terjadi selepas tiap kali
makan sehingga kurang asupan makanan tetapi pasien masih dapat minum. Sakit
perut turut disertai dengan demam. terdapatnya keluhan nyeri ulu hati dan terdapat
sesak nafas sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak
berapa bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang jelas.
Pasien pernah batuk lama lebih dari tiga minggu, tp pasien tidak pernah
memeriksakan diri untuk keluhan batuknya.

Riwayat Penyakit dahulu


Riwayat batuk lama > 3
Riwayat sesak nafas dan nyeri dada sejak tahun yang lalu
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: composmetis

Tanda vital :
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
Status Antropometri
BB sebelum sakit : 53 kg
BB saat sakit
: 47 kg

: 140/90 mmHg
: 86 x/menit, irama nadi teratur, regular, kualitas cukup
: 22 x/menit
: 36,8 o C

Status Generalis :
Kulit
: turgor kulit kembali cepat
Kepala
: Normocephal, rambut bewarna hitam distribusi rata.

Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+ )

Telinga: Normotia, serumen (-/-)

Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), hidung bagian
luar tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-).

Mulut
: mukosa bibir kering (+), pucat (+).

Leher
: Pembesaran KGB (-), tidak ada peningkatan JVP,

pembesaran tiroid (-).


Thorax
:
I : simetris, retraksi (-), spider nevi (-), ictus cordis tidak tampak.
P : vocal fremitus ki=ka, ictus cordis teraba di ICS V midklavikula.
P : Cor : kanan relatif : linea sternalis kanan
Kanan absolut : linea sternalis kiri
Kiri relatif : linea axillaris media bawah
Kiri absolut = ictus cordis
Pulmo : sonor di seluruh lapang paru.
A : Cor
Pulmo

: S1 / S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-).


: VBS ki=ka, fine crackles pada apex kanan paru (+)
wheezing (-/-)

Abdomen
:
I : tampak cembung
P : asites (+)
A : BU (+) normsl
P : Shifting dullness (+), Nyeri tekan tidak dapat dinilai. Hepar dan lien tidak
teraba.
Genitalia
Ekstremitas
Atas
Bawah

: dalam batas normal


:
: akral hangat, CRT < 2 detik, ikterik (-/-), edema (-/-).
: akral hangat, CRT < 2 detik, ikterik (-/-), edema (-/-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (19 September 2016)

Tanggal 20 September 2016

Tanggal (21 September 2016)

PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

E. ASSESMENT
1. TB Peritoneal
2. Gastropati
3. Hipoalbumin

F. TATALAKSANA
1. TB Peritoneal
- Furosemid 1 x 20 gram
- Rimstar 1 x 3
- Ambroxol tab 3 x 1
- Ambacim 2 x 1
- Letonal 1 x 100mg
2. Gastropati
-

Omz 1 x 1

3. Hipoalbumin
-

Vip Albumin 3 x 2

G. PROGNOSIS
-

Quo Ad Vitam
: Ad bonam
Qou Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanactionam : Dubia ad bonam

BAB III
Tinjauan Pustaka
ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian
belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke
dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies
superfisial (facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis
eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya
lapis preperitoneum dan peritoneum, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan
peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri

dari sepasang otot rektus

abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.Peritoneum
adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm
merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat
entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus.
Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm
tersebut kemudian menjadi peritoneum.Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling
menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan
demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini
menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat
dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium
dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale
yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang.
Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada
tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan
mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus
mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan
umbilicus dan saccus
vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus.Usus
tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jiratjirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270 dengan aksis ductus
omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan
dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh
kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritoneum parietale. Karena jirat

usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian
disebelah anal (kaudal) berpindah

ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum

parietale.Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati


peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.
Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai
alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritoneum sehingga
disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak
di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak
intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian:
Duodenum terletak retroperitoneal;
Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;
Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut
mesocolon transversum;
Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum;
cecum terletak intraperitoneal;
Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium.
Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum
parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi
oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan
peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadi
karena

di dalamnya

berjalan pembuluh

darah. Dengan demikian

di flexura

duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis


superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior.Pada
colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus
intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.Stratum circulare
coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon
melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices
epiploicae.
Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena
peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan
dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan
pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Peritoneum viserale yang
menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap

rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat
dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan
organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia
misalnya pada kolik atau radang
seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri.Peritoneum parietale dipersarafi oleh
saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan,
tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan
pasien dapat menunjukkan
dengan tepat lokasi nyeri.Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan
aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil
dapat bergerak
kedua arah.

TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS TUBERKULOSIS

A. Definisi
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau
visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit
ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal,
mesenterium dan organ genetalia interna.
Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa
pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal

ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih
dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain.
Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering
tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat
ditegakkan. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain
seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.

B. Insidensi
Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria dengan
perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai
2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. Di Amerika
Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan
peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang
mempunyai TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis
peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan
meningkatnya insiden AIDS di Negara maju. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis
masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting.
Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan
menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988)
sedangkan dengan cara peritonoskopi. Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah
Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah
sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal
begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit
Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977. sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8
kasus selama periode 1993-1995.

C. Patogenesa
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum
yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten
Dorman infection). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan
menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup
namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism
intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.
D. Patologi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa :
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak,
gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini
perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih
kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang
berada di rongga peritoneum.
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai
sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa
kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan
peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang

bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya


keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan
tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk.
Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus
dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang terbentuk
fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan-perlengketan.
Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus
dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan
keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses
eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong
perlengketan tersebut.
Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat
penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive.
Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan
granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia, langerhans, dan
pengkejutan umumnya ditemukan.
E. Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan
sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada pemeriksaan
fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut,
pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan.

Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada
wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada
ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang
sering sukar dibedakan dengan kista ovary.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rongent :
Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat
kelainan usus kecil atau usus besar

Gambaran foto rongent dengan kontras

Foto polos radiologi abdomen yang

barium yang menunjukkan gastric

menunjukkan diffuse calsifikasi mesenteric

tuberculose :
Ultrasonografi

limfodenopati pada pasien TB

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama &
Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang
bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa
didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan
mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan
harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat
Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.

CT Scan :
Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran
yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan
untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari
tuberculosis
peritoneal. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang membandingkan
tuberculosis peritoneal dengankarsinoma peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan
melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis.
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam
dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma.

CT Scan abdomen pada pasien AIDS

CT Scan pada pasien HIV positif dengan

menunjukkan edematous jejunal loops

intra abdominal tuberculose

dan ekstensif limfodenopati yang

menunjukkan gambaran acites, omental

membuktikan adanya infeksi

thickening dan stranding mesentery

mycobakterium intercellulare

G. Pengobatan

Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat


seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang
baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan
biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. Beberapa penulis
berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan
mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada
daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberculosis.
Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien
dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat
tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada usus. Pada
kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel
menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.

Prognosis
Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan
umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.1
Kesimpulan
1. Peritonitis tuberkulosis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa di tempat lain.
2. Gejala klinis bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering terlambat didiagnosa.

3. Dengan pemeriksaaan diagnostic, laboratorium dan pemeriksaan penunjag lainnya dapat


membantu menegakkan diagnosa.
4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate biasanya
pasien akan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. 2015.


2. WHO. Definitions and reporting framework for TB 2013 revision Annecy - 17 April
2013

3. Guidelines for treatment of tuberculosis, 4th ed. Geneva, World Health


Organization,

2009

(WHO/HTM/TB/2009.420;

available

at

http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241547833_eng.pdf).
4. CMDT.2015
5.

George Bertsias, Ricard Cervera, Dimitrios T Boumpas A previous version was


coauthored by Ricard Cervera, Gerard Espinosa and David DCruz. 2012. SLE.

Anda mungkin juga menyukai