Anda di halaman 1dari 13

Teori Sistem Politik

&
Sistem Politik Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1 Perspektif
atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu system, yakni suatu
unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara
elemen-elemen pembentuknya. Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan
masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran
(output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang
harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberikan
oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini,
maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia
akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas.
Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling
mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia.

Namun

demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan
positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem politik negara lain.
Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka layaknya
suatu sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu mengenalkan kedua
pendekatan terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh
karena itu terlebih dahulu kami akan membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral.
kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori strukturalfungsional, serta pembahasan pada arti penting sejarah dalam mempelajari sistem politik
Indonesia.

Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92

BAB II
PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK
A. Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik
David Easton (1953)2, seorang ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan
pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan
ilmuwanpolitik yang menganut tradisi pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh
sampai akhir tahun 1960-an. Kaum pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik.
Sedangkan ilmuwan politik kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan
melihat masalah lebih konstekstual.
Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui tiga
dimensi: polity,3 politik,4 dan policy (kebijakan).5 Easton berpendapat bahwa definisi politik dari
ketiga dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik dalam upaya
memberikan pendidikan politik.
Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang memiliki
batasan dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri dari fungsi
input, berupa tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi output sebagai
hasil dari proses sistem politik, lebih jelasnya seperti berikut ini:
Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat tuntutan untuk output tertentu (misal:
kebijakan), dan adanya orang atau kelompok mendukung tuntutan tersebut.
Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (diproses dalam sistem),
memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.
Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi dengan
lingkungannya.

Easton The Political system (1964), hlm. 52-54


Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur mengatur institusi
mana yang semestinya ada dalam politik.
4
Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan
mewujudkan tujuan dan kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu
politik, seperti siapa yang dapat memaksakan kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam
menangani konflik? Dan sebagainya.
5
Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan tugas yang
dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.
3

Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan menghasilkan


tuntutan baru dan kelompok dalam mendukung atau menolak kebijakan tersebut
(feedback).
Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan berbagai aspek
dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses penggabungan akan membuka peluang
untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan kemudian mensistemasikannya dalam
sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena:
1. Sifatnya yang mutlak;
2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem dapat
hancur atau konflik;
3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem.
Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat
diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan);
4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang timbul
akibat variasi.6

B. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik


Di

tahun

1970-an,

ilmuwan

politik

Gabriel Almond

dan

Bingham

Powell

memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik


(comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya
melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya
juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis
yang bermakna dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Almond (1999)
mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat digerakan, berinteraksi
di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik merupakan suatu
6

Systems theory in political science. Diakses tanggal 19 Februari 2007,


dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science

kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan
tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem
Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-fungsional
merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu
sebagai subyek dari hukum stimulus dan respon yang samaatau input dan output. Pandangan
ini juga memberikan perhatian cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk
kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan.
Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur
politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari
berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan
kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media,
perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan
mentransform pentingnya perilaku politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik,
sosialisasi politik merupakan proses, dimana masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan
bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen mewakili
proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi dari warga
negara, untuk memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam
kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan
nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem politik.7
Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun
dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai
terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembagalembaga khusus yang disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan
pengadilan, yang melakukan fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa
merumuskan, melaksanakan, dan menegakan kebijakan.
Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat menerangkan
sistem politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang berdiri sendiri, namun
7

Structural functionalism. Diakses pada 19 Februari 2007, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-functionalism

belum mencapai tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu tercipta lebih dahulu sebagai
konteks memahami keberadaan struktur politik, misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi
berikut ini.8
Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan perilaku
dalam menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara identik dalam
menjalankan fungsi tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan Cina memiliki parlemen,
namun cara kerja parlemen mereka amatlah berlainan. Agar lebih jelas, interaksi antar berbagai
fungsi dalam struktur kelembagaan di dalam sistem politik Indonesia dengan sistem politik
negara lain dapat disimak pada ilustrasi berikut:
Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami bagaimana fungsi
berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas
yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya dalam tiap sistem politik,
antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi
dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan peranan
dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa individu
ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang mereka
butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut
diungkapkan atau diartikulasikan.9
Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif
pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang,
dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan.
Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan
kebijakan mendapatkan legitimasi. Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan
apabila ada yang mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui proses pengadilan.10

C. Peran Penting Sejarah dalam Sistem Politik Indonesia


Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert
Feith, dalam mempelajari sistem politik Indonesia. Dalam mengaplikasikan sejarah dalam sistem
politik Indonesia, Feith menggunakan teori sistem struktural-fungsional dengan empat
pendekatan, antara lain:
8

Almond, Strom (1999)


Ibid, Almond, Strom
10
Almond, Strom, p. 40.
9

1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan administrasi
kolonial, termasuk organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,
2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960-an, ahli
politik Indonesia asal Amerika Serikat,

J. Kahin, menawarkan konsep baru dengan

berfokur pada tingkah laku politik kaum bumiputera dalam gerakan nasionalisme dan
revolusi,
3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-sifat
dari tingkah laku politik anggota masyarakat yang lebih luas.

Konsep Geertz

mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural terhadap budaya masyarakat jawa dan


kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep politik aliran,
4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan mempelajari
perkembangan tingkah laku politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan analisa
semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok, mengapa lembaga-lembaga politik Barat
tidak berjalan dengan baik dan akhirnya berantakan.11

11

Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI, 1980),
hal. 4-5.

BAB III
SISTEM POLITIK INDONESIA
A. Pengertian sistem Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
2. Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu polis yang artinya Negara kota. Pada awalnya
politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.12
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar
pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuantujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik,
tentara dan organisasi kemasyarakatan.13
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok
individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.14
Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia

12

Mariam Budiarjo, dkk, Dasar-dasar ilmu Politik, Gramedia, 2003, hlm. 8


Murshadi Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 31
14
Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik
13

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara (
termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik
antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945
yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok
kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi
Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan
infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya.
Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan
kehendak rakyat.

B. Proses Politik Di Indonesia


Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa
berikut ini:15

15

Masa prakolonial

Masa kolonial (penjajahan)

Masa Demokrasi Liberal

Masa Demokrasi terpimpin

Masa Demokrasi Pancasila

Masa Reformasi

Lihat Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Balai Pustaka, 2008, hlm. 14-28

C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia


Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat
interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Adapun pelaku
perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari
lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes
mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara
maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah
berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa
untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat
merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan
negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu
dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan
benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi
diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat
pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output
berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi
masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam
negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang
mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif
berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya
10

atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negaranegara berkembang.

D. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara


1. Sistem Politik Di Negara Komunis
Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hakhaak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta
terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat
2. Sistem Politik Di Negara Liberal
Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasan
kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum; pertukaran gagasan yang
bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum
minoritas
3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang
demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil

11

BAB V
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system
demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan
umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan
keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur
kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara
lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan
kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional,
pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan
kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan
kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman
tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah
melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat
ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap
amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap
tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.

12

LITERATUR

Amir Taat Nasution, Kamus Politik Nasional, Energie, 1953

Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan, Yayasan IlmuIlmu Sosial & FIS-UI, 1980

Assosiasi Ilmu Politik Indonesia, Jurnal Ilmu Politik, Gramedia, 1986

Theda Scokpol, States and Social Revolutions New York: Cambridge University Press,
1979

Mariam Budiarjo, dkk, Dasar-dasar ilmu Politik, Gramedia, 2003

Murshadi Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III, Rhineka Putra, bandung, 1999

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Balai Pustaka, 2008

Nazaruddin, Profil Budaya Politik Indonesia, Pustaka Utama, 1991

Nazaruddin Sjamsuddin, Dinamika Politik Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 1993

Sukarna, Sistem Politik Indonesia, Jilid 4, Mandar Maju, 1993

13

Anda mungkin juga menyukai