Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari masalah atmosfer,

misalnya, suhu, udara, cuaca, angin, dan berbagai sifat fisika dan kimia
atmosfer lainnya yang digunakan untuk keperluan prakiraan cuaca. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, meteorologi di definiskan sebagai cabang
ilmu geografi yang mempelajari tentang ciri-ciri fisik dan kimia atmosfer
untuk meramalkan keadaan cuaca di suatu tempat secara khusus dan di
seluruh dunia secara umum. Pengertian meteorologi yang lain adalah
bahwa meteorologi adalah ilmu yang mempelajari proses fisis dan gejala
cuaca yang terjadi di dalam atmosfer terutama pada lapisan bawah
yaitu troposfer
Meteorologi berasal dari bahasa Yunani meteoros yang artinya
ruang atas (atmosfer), dan logos yang artinya ilmu. Sehingga secara
harfiah Meteorologi dapat di artikan sebagai ilmu tentang atmosfer. Ada
juga beberapa orang yang mungkin menyangkah bahwa meterologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang meteor. Meteor dan pergerakan
benda-benda angkasa lainnya di pelajari dalam cabang khusus ilmu
Geografi yang bernama ilmu Astronomi.
Oseanografi (berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut
dan graphos yang

berarti

gambaran atau

deskripsi

juga

disebut

oseanologi atau ilmu kelautan) adalah cabang dari ilmu bumi yang
mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara sederhana
oseanografi dapat diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut.
Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan
sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan
segala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti

diketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer,
bagian cair yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer.
Sementara itu bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh
makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer.
Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme
laut dan dinamika ekosistem; arus samudera, ombak, dan dinamika fluida
geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut; dan aliran berbagai zat
kimia dan sifat fisik didalam samudera dan pada batas-batasnya. Topik
beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang digabungkan oleh ahli
oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai samudera dan
memahami proses di dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi, dan
fisika.
1.2.

Tujuan

Dari uraian latar belakang diatas, tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik air laut seperti salinitas, temperatur,
cahaya, kekeruhan, densitas dan stratifikasi.
2. Untuk mengetahui sistem pelagis dan benthos seperti plankton, nekton,
tumbuhan dasar laut, dan hewan dasar laut.
3. Untuk mengetahui sediment dan sedimentasi seperti lingkungan
pengendapan, jenis dan proses pembentukkan sediment, dan klasifikasi
partikel-partikel sediment.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Karakteristik air laut


2.1.1. Salinitas
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut,
bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan
garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi
maksimum)

beberapa

tingkat,

tetapi

tidak

menentukannya.

Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh


secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan
oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik
(konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah
klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%),
kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri
dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga
sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di
darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal
(hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh
garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara
praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena
itu

penentuan

harga

salinitas

dilakukan

dengan

meninjau

komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan


klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion
klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan

oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi


untuk menentukan kandungan klorida.
2.1.2. Temperatur
Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan
temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut
sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur
adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom
di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin
tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan
energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh
energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara
sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa
fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada
aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya
secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala
Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas
atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di
permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah
tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran
harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC.
2.1.3. Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan
distribusi klorofil-a di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan
tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses
fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya
matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada
sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat
pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada

bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan


dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin. Hal ini
juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil
pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa
sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan
tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian
bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara
drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada
lapisan di bawah lapisan termoklin.
Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu
jenis pigmen tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin,
yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum
tampak. Pada panjang gelombang 400 700 nm, cahaya yang
diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya
dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi
oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari
600

nm,

terutama

diabsorbsi

oleh

pigmen-pigmen

pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).


2.1.4. Kekeruhan
Kekeruhan

menggambarkan

tentang

sifat

optik

yang

ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan


dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan.
Definisi yang sangat mudah adalah kekeruhan merupakan
banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini
menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang
sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang
menembus air.

2.1.5. Densitas
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam
mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara
horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan)
dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu
penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam
oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas
adalah (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas
(S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai
persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water):
= (T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di
atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada
persamaan mereka, dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan dasar
yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan
kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru
yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The
International

Equation

of

State,

1980).

Persamaan

ini

menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas


Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000
N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3.
Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang
lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam
Persamaan Keadaan Internasional.

2.1.6. Stratifikasi
Perbedaan kerapatan (berat jenis) air yang disebabkan
perbedaan suhu dapat menghasilkan stratifikasi (lapisan massa air)
yang terjadi karena suhu permukaan lebih tinggi dibanding dengan
suhu air dibagian bawahnya. Hal ini akan mempengaruhi pola
sirkulasi air.
Stratifikasi suhu pada kolom air dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang
hangat dengan penurunan suhu relatif kecil (dari 32 C menjadi
28 C).
2. Lapisan kedua disebut dengan lapisan termoklinyaitu lapisan
tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari 28
C menjadi 21 C).
3. Lapisan ketiga disebut lapisan hipolimnion yaitu lapisan paling
bawah di mana pada lapisan ini perbedaan suhu sangat kecil
relatif konstan.
Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya panas dari
cahaya matahari ke dalam kolom air yang mengakibatkan
terjadinya gradien suhu yang vertikal. Stratifikasi dapat terbentuk
secara vertikal maupun horizontal. Stratifikasi vertikal biasanya
terjadi di daerah estuari (tempat bertemunya air laut dan muara
sungai).

2.2.

Sistem pelagis dan benthos


2.2.1. Plankton
Pengertian dan Definisi dari Plankton adalah organisme
mikroskopis yang berada di permukaan perairan dan berfungsi
sebagai produsen ekosistem perairan. Sebagai biota mikroskopis
perairan, plankton sangat berperan sebagai produsen primer dan
sekunder. Plankton sebagai sumber makanan bagi organisme yang
hidup di perairan. Plankton juga sering digunakan sebagai tolak
ukur kesuburan perairan, dengan melihat dominansi jenis-jenis atau
berkurangnya suatu jenis karena adanya gangguan terhadap
ekosistem perairan, seperti adanya pencemaran. Oleh sebab itu
plankton perlu dianalisis keanekaragaman jenisnya.
Kepadatan plankton diukur dengan menggunakan alat
plankton net berukuran 200 mesh yang di bagian bawahnya
ditampung dengan botol flakon ber volume 11 ml. Air diambil
dengan menggunakan ember berukuran 5 liter dan dituangkan ke
dalam plankton net, maka plankton yang tertampung pada botol
flakon telah terpadatkan dari volume 5 liter air menjadi 11 mililiter
air. Kepadatan plankton diukur dengan menggunakan mikroskop
binokuler. Sampel plankton dalam botol flakon diteteskan pada
hemacytometer, kemudian dihitung jumlah jenis setiap selnya.
Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
2.2.2. Nekton
Nekton adalah kelompok organisme yang tinggal di dalam
kolom air, baik di perairan tawar maupun laut. Kata nekton"
diberikan oleh Ernst Haeckel tahun 1890 yang berasal dari kata
Yunani (Greek) yang artinya berenang. Ilmunya disebut Nektology.
Orangnya disebut Nektologist. Nekton adalah hewan-hewan laut
yang dapat bergerak sendiri ke sana ke mari seperti ikan bertulang

rawan, ikan bertulang keras, penyu, ular, dan hewan menyusui laut
yang kesemuannya termasuk Vertebrata.Sotong dan cumi-cumi
yang termasuk Mollusca juga termasuk nekton. Tidak ada tumbuhtumbuhan yang mampu berenang, jadi tidak ada tumbuh-tumbuhan
yang tergolong nekton.
Berbeda dengan plankton nekton terdiri dari organisme yang
mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga mereka tidak
bergantung

pada

arus

laut

yang

kuat

atau

gerakan

air

yang disebabkan oleh angin. Mereka dapat bergerak di dalam air


menurut kemauannya sendiri. Salah satu karateristik nekton adalah
kemampuan bergerak dengan cepat (capability of fast motion).
Nekton mempunyai panjang dari beberapa centimeters sampai 30
meter. Jadi dapat disimpulkan bahwa Nekton adalah hewan-hewan
laut yang dapat bergerak sendiri ke sana ke mari seperti ikan-ikan
laut, reptil laut, mamalia laut, cumi-cumi dan lain-lain.
2.2.3. Tumbuhan dasar laut
Terumbu Karang mempunyai berbagai definisi berdasarkan
ahli yang menggunakannya. Bagi ahli geologi terumbu karang
merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat)
di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli
biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk
dan didominasi oleh komunitas karang. Sebagai jalan tengahnya
dicarikan definisi netral yang dapat digunakan oleh semua orang.
Definisi terumbu karang yang netral adalah struktur fisik yang
berasal dari sedimentasi biogenik kalsium karbonat di dalam laut.
Istilah terumbu karang sering dikacaukan penggunaannya
dengan karang. Karang adalah kelompok hewan dari ordo
Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama
terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga

meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada


batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal
dari karang maupun dari algae. Secara fisik terumbu karang adalah
terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di
Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar
dihasilkan

karang.

Kerangka

karang

mengalami

erosi

dan

terakumulasi menempel di dasar terumbu karang.


2.2.4. Hewan dasar laut
Di dasar laut ada sekitar 300 jenis makhluk hidup yang
digolongkan dalam kelompok hewan seperti udang buta, kepiting
putih raksasa, dan berbagai jenis cacing (tubeworms). Tumbuhan
tidak bisa hidup di dasar laut ini karena tidak ada cahaya Matahari
untuk terjadinya proses fotosintesis.
Hewan-hewan ini hidup di sekitar hydrothermal vent (tempat
di dasar laut bagi lapisan magma memancar keluar) melalui
proses chemosyntesis. Caranya adalah mikroba-mikroba kecil
mengambil sulfur dari hidrogen sulfida yang memancar keluar
dari hydrothermal

vent.

Sulfur

kemudian

dioksidasi

dengan

menggunakan oksigen dari air laut untuk menghasilkan energi yang


selanjutnya digunakan untuk memproduksi gula, lemak, asam
amino, dan nutrisi lainnya.
Mikroba-mikroba dan hewan-hewan di sekitarnya akan
membentuk suatu rantai makanan yang menjamin kelangsungan
hidup di sekitar hydrothermal vent ini. Dalam rantai makanan ini
sejenis keong (gastropod snail) akan memakan mikroba atau
bakteri-bakteri ini. Setelah kenyang, keong-keong itu pasrah
sebagai mangsa udang-udang kecil.

2.3.

Sediment dan sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses pembentukan sedimen atau


endapan, atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan
atau akumulasi dari material pembentuk atau asalnya pada suatu
tempat (Pettijohn dalam Mardiyanto, 2001). Proses sedimentasi
umumnya terjadi pada daerah pantai yang mengalami erosi karena
material pembentuk pantai terbawa arus ke tempat lain dan tidak
kembali ke lokasi semula. Material yang terbawa arus tersebut akan
mengendap di daerah yang lebih tenang, seperti muara sungai, teluk,
pelabuhan, dan sebagainya, sehingga mengakibatkan sedimentasi di
daerah tersebut. Terjadinya sedimentasi tersebut juga berpengaruh
terhadap perubahan bentuk garis pantai.

2.3.1. Lingkungan pengendapan


Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya
material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang
mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu (Gould,
1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan
dari struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut
digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa macam
masalah geologi, karena struktur ini terbentuk pada tempat dan
waktu pengendapan, sehingga struktur ini merupakan kriteria
yang

sangat

berguna

untuk

interpretasi

lingkungan

pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut


disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta
lingkungan pengendapan tertentu. lingkungan pengendapan
tersebut meliputi:
1. Lingkungan Glasial
2. Kipas Alluvial
3. Sungai
4. Danau
5. Delta
6. Pantai, pulau barrier, dan gumuk pasir
7. Rawa
8. Lagoon
9. Laut dangkal (Shelf Environment)
10. Reefs
11. Laut dalam

2.3.2. Jenis dan proses pembentukkan sediment

1. Sedimentasi oleh sungai

Bahan-bahan lepas yang diangkut oleh air sungai sebagian kecil


diendapkan di dasar sungai saat arus angin mulai melemah sedang
sebagian besar bahan-bahan halus tersebut diendapkan di
muaranya. Pengendapan yang terus menerus dan berlangsung
bertahun-tahun menyebabkan terbentuknya beberapa bentukan
alam antara lain :
1). Kipas aluvial
2). Mender
3). Dataran banjir
4). Delta.

2. Sedimentasi Oleh Air Laut


Gelombang air laut disamping mengikis pantai, juga mempunyai
sifat membangun. Bahan-bahan lepas yang diangkut oleh air laut
disamping sebagian mengendap di dasar laut ada sebagian yang
diendapkan di sekitar pantai dan terbentuklah gosong-gosong
pasir.
Endapan ini semakin lama semakin banyak dan terbentuklah lidahlidah pasir/tanah akibat gelombang laut yang disebut nehrung atau
kubu pesisir. Gosong pasir kadang-kadang dapat menghubungkan
pantai dengan pulau yang ada di dekatnya.

3. Sedimentasi oleh Gletsyer


Sedimentasi oleh gletsyer berasal dari moraine yaitu longgokan
batu-batu kerikil, pasir, dan sebagainya yang mengendap di ujung
gletsyer. Bentuk-bentuk muka bumi dari sedimentasi oleh gletsyer
antara lain:
1). Osar, yaitu endapan gletsyer berbentuk punggung yang sempit
dan panjang

2). Kame, endapan gletsyer berbentuk seperti dataran tinggi


3). Drumlin, merupakan bukit-bukit kecil yang berbentuk bulat
panjang, sebagian terbentuk oleh moraine dasar
4). Till plain, yaitu dataran yang terbentuk dan hasil pengendapan
gletsyer
4. Sedimentasi oleh Angin
Angin

yang

mengangkut

material-material

lepas,

setelah

kekuatannya melemah akan mengendapkan bahan-bahan tersebut.


Bahan-bahan tersebut bisa terdiri dari pasir dan debu yang
diendapkan di suatu tempat dan membentuk bukit-bukit pasir.
Bukit-bukit pasir yang terbentuk karena sedimentasi oleh angin
banyak

ditemukan

di

daerah-daerah

gurun

pasir.

Contoh

pembentukan bukit-bukit pasir seperti ini dapat ditemukan pada


pantai Parangtritis di pantai selatan Yogyakarta dan pantai Lhoknga
di Aceh.
2.3.3. Klasifikasi partikel-partikel sediment
1. Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Asalnya
Menurut asal usul sedimen dasar laut dapat digolongkan sebagai
berikut:

Lithogenous; Jenis sedimen ini berasal dari pelapukan


(weathering)

batuan

dari

daratan,

lempeng

kontinen

termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Hal ini dapat


terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim
(pemanasan dan pendinginan) terhadap batuan yang terjadi
secara berulang-ulang di padang pasir, oleh karena adanya
embun-embun es dimusim dingin, atau oleh karena adanya
aksi kimia dari larutan bahan-bahan yang terdapat di dalam

air hujan atau air tanah terhadap permukaan batu. Sedimen


ini memasuki kawasan laut melalui drainase air sungai.
Biogenous; Sedimen ini berasal dari organisme laut yang
telah mati dan terdiri dari remah-remah tulang, gigi-geligi,
dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro.
Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sediment ini
adalah CaCO3 dan SiO2. Sedangkan partikel-partikel yang
sering ditemukan dalam sedimen calcareous terdiri dari
cangkang-cangkang
disebut globerigina

foraminifera,
ooze dan

Cocolithophore,
Pteropoda,

yang
yang

disebut pteropod ooze. Cangkang Diatomae dan Radiolaria


merupakan kontributor yang paling penting dari partikel
Siliceous.
Hydrogenous; Sedimen ini berasal dari komponen kimia
yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang kelewat
jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut.
Contohnya endapan Mangan (Mn) yang berbentuk nodul,
dan endapan glauconite (hydro silikat yang berwarna
kehijauan dengan komposisi yang terdiri dari ion-ion K, Mg,
Fe, dan Si).
Cosmogenous; Sedimen ini bersal dari luar angkasa di mana
partikel dari benda-benda angkasa ditemukan di dasar laut
dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai
respon magnetik dan berukuran antara 10 640 m
(Wibisono, 2005).

2. Klasifikasi Berdasarkan Besar Butir

Sedimen cenderung untuk didominasi oleh satu atau beberapa


jenis partikel, akan tetapi mereka tetap terdiri dari ukuran yang
berbeda-beda (Hutabarat dan Evants, 1985). Ukuran butir sedimen
diwakili oleh diameternya yang biasa disimbolkan dengan d, dan
satuan yang lazim digunakan untuk ukuran butir sedimen adalah
millimeter (mm) dan micrometer (m) (Poerbandono dan Djunasjah,
2005).
Sedimen pantai diklasifikasikan berdasar ukuran butir menjadi
lempung, lumpur, pasir, butiran, kerikil, kerakal, dan bongkahan.
Tabel 1 menunjukkan klasifikasi menurut Wenthworth, yang banyak
digunakan dalam bidang teknik pantai (CERC, 1984). Material
sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter dibawah
0,063

mm

dapat

dikategorikan

sebagai

sedimen

kohesif

(Triatmodjo, 1999).
3. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan Pengendapan
Sedimen laut (marine), diendapkan di laut contohnya batu

gamping, dolomite, napal, dan lain sebagainya.


Sedimen darat (teristris/kontinen), proses terjadinya di
daratan misalnya endapan sungai (alluvium), endapan
danau, talus, koluvium, endapan gurun (aeolis), dan

sebagainya.
Sedimen transisi, lokasi pembentukannya terletak antara
darat dan laut misalnya delta.

Anda mungkin juga menyukai