Anda di halaman 1dari 5

Limbah

Pengelolaan Limbah Medis. Pada dasarnya dalam melaksanakan


pengelolaan limbah medis perlu menganut prinsip-prinsip dasar
berdasarkan kesepakatan internasional, yakni : (1) The Polluter Pays
principle (prinsip pencemar yang membayar). Artinya bahwa
melaului prinsip tersebut diatas bahwa semua penghasil limbah secara
hukum dan financial bertanggungjawab untuk menggunakan metode yang
aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah. (2) The
Precautionary
principle (prinsip
Pencegahan) merupakan
prinsip kunci yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan
melalui upaya penanganan yang secepat mungkin dengan asumsi
risikonya dapat menjadi cukup signifikan. (3) The duty of care
principle (prinsip
kewajiban
untuk
waspada) bagi
yang
menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik
bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi. (4) The
proximity principle (prinsip kedekatan) dalam penanganan
limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam pemindahan. Prinsipprinsip pengelolaan limbah tersebut berkaitan dengan kegiatan unit
pelayanan kesehatan, sebagaimana tertuang pada global immunization
2009, disampaikan bahwa dalam penyelenggaraan imunisasi harus
memiliki system pengelolaan limbah tajam.
Teknik Pengelolaan Limbah Medis Tajam. Teknik pengelolaan limbah
medis tajam dapat dilakukan dengan :(1) Safety Box. Alternative 1 :
Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap
selesai satu penyuntikan; setelah penuh, safety box dan isinya dikirim ke
sarana kesehatan lain yang memiliki incinerator dengan suhu pembakaran
minimal 1000C atau memiliki alat pemusnah carbonizer. Alternatif 2 :
Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap
selesai satu penyuntikan; Setelah penuh, safety box dan isinya ditanam di
dalam sumur galian yang kedap air (silo) atau needle pit yang lokasinya
didalam area unit pelayanan kesehatan. (2) Needle Cutter. Alternatif 1:
Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap selesai satu
penyuntikan; Potongan jarum yang terkumpul di dalam needle collection
container dimasukkan ke dalam safety box, kemudian dilanjutkan dengan
proses penanganan seperti yang dijelaskan dalam penanganan
menggunakan safety box. Alternatif 2 : Jarum dipatahkan dengan needle
cutter pada setiap selesai satu penyuntikan; Potongan jarum yang
terkumpul di dalam needle collection container dimasukkan ke dalam

needle pit; Syringe bekas pakai didisinfeksi dengan menggunakan larutan


sodium hipoklorit 5% dan direndam selama 30 menit, sehingga syringe
telah steril dan dapat didaur ulang,. Pembuatan needle pit dapat
dilakukan dengan bahan buis beton diameter 60 cm panjang a meter
ataupun pipa PVC dengan diameter minimal 4 inchi panjang 3 meter.
Untuk needle pit dengan buis beton sepanjang 60 cm ditanam dan ditutup
dengan bahan beton tetapi menyediakan lubang untuk memasukkan
needle. Sedangkan untuk needle pit dengan pipa PVC ditanam sepanjang
2,5 meter dan ditutup dengan dop ulir PVC yang sewaktu-waktu dapat
dibuka bila akan memasukkan needle. (3) Needle Burner. Alternatif
yang bisa dilakukan adalah : Jarum dimusnahkan dengan needle burner
langsung pada setiap selesai satu penyuntikan; Syringe selanjutnya
diproses seperti dijelaskan dalam penanganan dengan needle cutter; Hasil
proses pemusnahan dengan needle burner dimasukkan ke dalam kantong
plastic warna hitam, karena sudah tidak infeksius; Sisa proses bersama
kantong plastiknya langsung dibawa ke tempat penampungan sementara
limbah domestic.
Pengelolaan yang tepat untuk pengelolaan limbah medis di unit-unit
pelayanan kesehatan selain tergantung pada administrasi dan organisasi
yang baik, juga memerlukan kebijakan dan pendanaan yang memadai dan
sekaligus partisipasi aktif dari semua pihak yang ada di unit pelayanan
tersebut, misalnya dengan membentuk Tim Pengelolaan Limbah untuk
menyusun rencana pengelolaan limbah secara terstruktur , sistematis dan
intensif.
Sumber, Pedoman pengelolaan
bekerjasama dengan WHO, 2012.

limbah

medis,

Ditjen

PP

dan

PL

Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang
diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam
volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur
ulang (recycle), dan pengolahan (treatment).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal
berikut :

1.

Pemisahan Limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang


menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi
atau dibuang.
2.

Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai

gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat


secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini
dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong
dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
3.

Penanganan Limbah

a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3


bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas.
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga

jika

dibawa mengayun menjauhi badan limbah tidak tercecer keluar dan


diletakkan ditempat tertentu untuk dikumpulkan.
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang
sesuai.
d. Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
4.

Pengangkutan Limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode

warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor,


limbah

bagian

kendaraan

Klinik

dibawa

khusus(mungkin

keinsenerator.

ada

kerjasama

Pengangkutan
dengan

dinas

dengan
pekerja

umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut


sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya

bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan


larutan klorin.
5.

Pembuangan Limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat

dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), semua limbah


infeksi harus diolah dengan cara desinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi, dan
insinerasi. Jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam
limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak
sampai membusuk.
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat
karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat
yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.

PENGUMPULAN, PENYIMPANAN DAN PENGANGKUTAN


Pengumpulan limbah medis harus menggunakan troli tertutup.
Pengumpulan limbah medis tajam (scalpel, jarum, kaca preparat)
dikumpulkan ke dalam suatu wadah khusus tanpa memperhatikan
terkontaminasi atau tidaknya. Penyimpanan limbah medis harus
menyesuaikan iklim tropis: Musim hujan: paling lama 48 jam Musim
kemarau: paling lama 24 jam Pengangkutan limbah medis keluar
dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik) harus menggunakan
kendaraan khusus.
PENGOLAHAN Sterilisasi panas: Sterilisasi kering dengan oven
Poupinel (160 oC, 120 menit atau 170 oC, 60 menit) Sterilisasi basah
dengan autoclave (121 oC, 30 menit) Sterilisasi bahan kimia: Gas
ethylene dioxide ( 50-60 oC, 3-8 jam) Glutaraldehyde (30 menit)
Disinfeksi Degradasi kimia Insinerasi suhu tinggi Enkapsulasi
Inersisasi CATATAN: Bagi fasilitas medis yang memiliki insinerator di
lingkungannya harus membakar limbah medisnya selambatlambatnya 24 jam. Bagi fasilitas medis yang tidak memiliki

insinerator di lingkungannya, maka limbah medisnya harus diolah


melalui kerja sama dengan fasilitas medis lain atau pihak lain yang
memiliki izin pengoperasian insinerator untuk diolah selambatlambatnya 24 jam jika disimpan pada suhu ruang.
PENGGUNAAN KEMBALI Limbah medis yang akan digunakan
kembali harus melalui proses sterilisasi terlebih dahulu: Untuk
menguji efektivitas sterilisasi panas harus menggunakan tes Bacillus
stearothermophillus. Untuk menguji efektivitas sterilisasi kimia harus
menggunakan tes Bacillus subtilis. Limbah medis yang dapat
digunakan kembali meliputi scalpel, jarum hipodermik, syringe dan
botol gelas. CATATAN: Limbah jarum hipodermik TIDAK dianjurkan
untuk digunakan kembali. Apabila fasilitas medis tidak mempunyai
jarum sekali pakai, maka limbah jarum hipodermik dapat digunakan
kembali setelah melalui sterilisasi.

Anda mungkin juga menyukai