di
dahului
dengan
kata
tediri
dari
kata
peraturandan
kata
perundang-undangan.
nomenklatur peraturan
norma) yang dibuat oleh yang berkuasa untuk mengatur sesuatu. Dengan
demikian dapat ditemukan unsur-unsur peraturan perundang-undangan yaitu:
a. peraturan tertulis
Apa yang dimaksud dengan peraturan tertulis sampai saat ini belum ada
definisi yang pasti. Peraturan yang tertulis tidak sama dengan peraturan yang
ditulis. Yurisprudensi misalnya, adalah bukan peraturan tertulis, walaupun bentuk
fisiknya ditulis. Peraturan tertulis mengndung ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah segala peraturan yang tercantum di
dalam Pasal 7 ayat (1) mengenai jenis dan hierarki perundang-undangan
yakni Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesiua Tahun 1945, TAP
MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
2) Peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara yang
berwenang;
3) Pembuatan peraturannya melalui prosedur tentu;
4) Apabila dicermati maka baik Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesiua Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden tersebut
ditempatkan di dalam lembaran negara, dan Peraturan Daerah ditempatkan
dalam lembaran daerah. Dengan demikian peraturan tersebut ditempatkan di
lembaran resmi.
b. dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara
Peraturan perundang-undang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
negara. Hal ini berbeda dengan norma agama Islam misalnya, yang merupakan
wahyu dari Allah swt. Disamping dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
negara, peraturan perundang-undangan juga dapat memuat sanksi bagi
pelanggarnya, dan sanksi tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh alat
negara. Dengan demikian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
datangnya dari luar, yakni dipaksakan dengan sanksi. Sedangkan kepatuhan
2
terhadap norma agama datangnya dari dalam, yakni kesadaran diri sendiri untuk
mematuhinya.
c. mengikat secara umum
Dari segi adressat atau alamat yang dituju maka peraturan perundangundangan adalah norma hukum umum, yakni yang ditujukan untuk orang banyak.
Disamping bersifat umum, peraturan perundang-undangan juga bersifat abstrak
dan
berlaku terus
menerus.
Untuk itu
peraturan
perundang-undangan
daribeschikking yang
bersifat
menimbulkan
kesalah
pengertian. Selain dari pada itu juga sering dicampuradukkan. Padahal antara
nomenklatur Peraturan dan nomenklatur Keputusanmempunyai pengertian
mempunyai
(menjalankan)
fungsi
legislatif
yang
bersifat
dengan
rakyat,
artinya
rakyat
dilibatkan
dalam
proses
pembuatannya,
2) nomenklatur UUD dan UU, sudah sangat dikenal atau sudah sangat lazim
sebagai putusan tertulis berupa peraturan yang bersifat regeling, dan
3) daya berlaku UUD dan UU bersifat nasional, sehingga menyentuh seluruh
rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
3. Peraturan Perundang-undangan Yang baik
Peraturan perundang-undangan merupakan hasil karya atau produk
hukum dari Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan)
fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. Moh. Mahfud
MD membedakan secara tajam karakter produk hukum antara produk hukum
yang responsive/populistik dengan
produk
hukumkonserfatif/ortodoks/elitis,
bahwa:6
Produk
produk
hukum
yang
UUD Tahun 1945, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VII,
Denpasar, 14 18 Juli 2003, hlm 28.
6
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001, hlm. 25
pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompkkelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsive
terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.
Produk hukum konservatif/ortodoks/elitis adalah produk hukum yang
isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan
keinginan pemerintah, bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alat
pelaksana ideology dan program negara. Berlawanan dengan hukum responsive,
hukum ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok maupun
individu-individu di dalam masyarakat. Dalam pembuatannya peranan dn
partisipasi masyarakat relatif kecil.
Untuk mengkualifikasi apakah suatu produk hukum responsive atau
konserfatif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi
hukum, dan kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum.
Produk hukum yang berkarakter responsive, proses pembuatannya
bersifat
parisipatif,
yakni
mengundang
sebanyak-banyaknya
partisipasi
keharusan
(pengumuman)
bahwa
setiap
undang-undang
harus
atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Peraturan Presiden dibentuk untuk
menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah UU atau PP baik secara tegas
maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
Materi muatan Peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung
kondisi
khusus
daerah
serta
penjabaran
lebih
lanjut
Peraturan
Rene David (et. Al), Major Legal Sysem In The World To Day, Steven & Son, London,
sehingga
10
memunculkan
perspektif
pejabat,
yakni
perspektif
yang
Pidana
mencerminkan dominant
mores yang
10
Phillippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition, New York:
Phillippe and Philip Selznick, Harper & Row, 1978, hlm 14 dst. Lihat jugaBernard Arief
Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan
dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum
Nasional, Bandung: Mandiri Maju, 1999, hlm 50 52.
11
institusi hukum serta eara berpikir mandiri memiliki batas-batas yang jelas.
Ciri tatanan Hukum Otonomus adalah:
1) Hukum terpisah dari politik yang mengimplikasikan kewenangan
kehakiman yang bebas dan separasi fungsi legislatif dan fungsi judisial.
2) Tata hukum mengacu model aturan. Dalam kerangka ini, maka aturan
membantu penegakan penilaian terhadap pertanggungjawaban pejabat.
Selain itu, aturan membatasi kreatifitas institusi-institusi hukum dan
peresapan hukum ke dalam wilayah politik.
3) Prosedur dipandang sebagai inti hukum, dan dengan demikian maka
tujuan pertama dan kompetensi utama Tata Hukum adalah regulsai dan
kelayakan.
4) Loyalitas pada hukum yang mengharuskan kepatuhan semua pihak pada
aturan hukum positif. Kritik terhadap aturan hukum positif harus
dilaksanakan melalui proses politik.
c. Tatanan Hukum Responsif, hukum dipandang sebagai fasilitator respons atau
sarana tanggapan terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial. Pandangan ini
mengimplikasikan dua hal. Pertama, hukum itu harus fungsional, pragmatik,
bertujuan, dan rasional. Kedua, tujuan menetapkan standar bagi kritik
terhadap apa yang berjalan. Ini berarti bahwa tujuan berfungsi sebagai norma
kritik dan dengan demikian mengendalikan diskresi administratif serta
melunakkan resiko institutional surrender. Dalam tipe ini, aspek ekspresi
dari hukum lebih mengemuka ketimbang dalam dua tipe lainnya, dan
keadilan substantif juga dipentingkan di samping keadilan proseduran.
Teori perkembangan tatanan hukum dari Philippe Nonet dan Philip
Selznick perlu mendapat pengkajian yang lebih mendalam lagi. Apakah
perkembangan hukum di Indonesia juga seperti apa yang digambarkan oleh
kedua pakar itu.
7. Code of Law, Code of Conduct, dan Code of Ethics
12
11
berupa
bahwa
hukum
kerwjiban
bagi
setiap
sewenang-wenang (arbitrary
power) atau
penyalahgunaan
kekuasaan(misuse of power).12
Menurut Sudargo Gautama bahwa negara hukum ialah suatu negara,
dimana perseorangan mempunyai hak terhadap negara, dimana hak-hak asasi
manusia diakui oleh undang-undang, di mana untuk merealisasikan perlindungan
hak-hak ini kekuasaan negara dipisah-pisahkan hingga badan penyelenggara,
badan pembuat undang-undang dan badan peradilan berada pada pelbagai tangan
dan dengan susunan badan peradilan bebas kedudukannya, untuk dapat memberi
perlindungan semestinya kepada setiap orang yang merasa hak-haknya dirugikan,
walaupun andaikata hal ini terjadi oleh alat negara sendiri.13
Dengan demikian di dalam negara yang berdasarkan atas hukum, peranan
huukum menjadi sangat penting, yakni sebagai dasar atau landasan segala
kehidupan. Hukum sebagai pemimpin yang utama atau sebagai the rule of
law bukan sebagai the rule by law. Jika di dalamthe rule of law huukum sebagai
11
hal. 21.
13
landasan maka di dalam the rule by law hukum hanya sebagai alat legalitas saja,
suatu tindakan dilegalkan oleh hukum.
Disamping sebagai warga dari negara yang diatur dengan code of
law, warga yang mengikuti organisasi tertentu juga diatur oleh Code of
conduct yakni kode perilaku berupa ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan
untuk mengatur perilaku warga atau para anggota suatu organisasi, bisa
berbentuk anggaran dasar atau anggaran rumah tangga organisasi.14
Code of ethics adalah kode etik yang merupakan code of professional
responsibilityyang
berbeda
dengan code
of
of
peraturan
perundang-undangan
pada
dasarnya
14
14
dapat
setiap
pembentukan
peraturan
perundang-undangan
harus
15
untuk
16
17
perturan
perundang-undangan
dari
masa
ke
masa
tidak
peraturan
perundang-undangan
pada
masa
sebelum
17
Padmo Wahjono, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, Pidato
Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis Universitas Indonesia ke-33, cetakan ke-2, CV. Rajawali,
Jakarta, 1992, hlm. 2 3.
18
19
norma
yang
norma
pengubahnya.
Hakekat
hukum
suatu
undang-undang
dasar
atau
norma
konstitusi
yang
lebih
tertulis.
Di
konkrit,
&
autonome
satzung (peraturan
18
20
21
hukum,
seperti
halnya
bagi
desa.
Dengan
kata
lain,
setiap
22
23
dari pemerintah pusat, melainkan kewenangan yang bersifat otonom hasil dari
rahim riwayat desa tersebut.
Hal ini tentu saja berbeda dengan kewenangan lokal berskala desa, yaitu
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang
telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang
muncul karena perkembangan desa dan prakarsa masyarakat desa, konsep
kewenangan ini didasari pada prinsip desentralisasi, dan delegasi, dekonsentrasi.
Dengan dua azas utama rekognisi dan subdidiaritas Undang Undang Desa
mempunyai semangat revolusioner, berbeda dengan azas desentralisasi dan
residualitas. Dengan mendasarkan pada azas desentralisasi dan residualitas desa
hanya menjadi bagian dari daerah, sebab desentralisasi hanya berhenti di
kabupaten/kota. Disamping itu, desa hanya menerima pelimpahan sebagian
kewenangan dari kabupaten/kota. Sehingga desa hanya menerima sisa-sisa
lebihan daerah, baik sisa kewenangan maupun sisa keuangan dalam bentuk
Alokasi Dana Desa.
Kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas Undang Undang
Desa menghasilkan definisi dengan definisi-definisi sebelum sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan
mengurus
urusan
pemerintahan,
kepentingan
masyarakat
setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Dengan definisi dan makna itu menempatkan desa sebagai organisasi
campuran
(hybrid)
antara
masyarakat
24
berpemerintahan
(self
governing
bahwa
dalam
membahas
kewenangan
tidak
hanya
semata-mata
pembangunan
desa,
kewenangan
dibidang
pembinaan
22
Sadu Wasito, Prospek Pengembangan Desa, Fokus Media, Bandung, 2007, hal. 122
25
a) kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.
b) kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan
penuh untuk
perundang-undangan
sebelumnya
yang
menyebutkan,
urusan
26
27
uraian
tersebut
di
atas,
maka
penulis
bermaksud
pengelolaan
tanah
kas
28
29
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008,
hal. 1560.
24
30
fungsi
dalam
pelaksanaan
tugas
pemerintahan.
Konsep
31
3.
organ
pemerintahan
mengizinkan
27
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Makasar, 2005, hal.
8
28
Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2013, hal. 102.
32
29
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung
2008, hal. 86.
30
Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2013, hal. 13
33
pemikiran harus berdasarkan suatu teori yang sedikit banyak ada elevansinya
dengan situasi problematika/kondisi empirik yang dihadapi.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan melakukan kajian baik
terhadap konsep hukum maupun non hokum secara teoritis. Selanjutnya
dipergunakan untuk melakukan kajian yang berusaha menggambarkan tentang
akibat hokum dan dampak dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
seperti
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik
34
35
34
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, cet. Pertama. Mandar
Maju, Bandung, 1990, hal. 150
35
Philipus M Hadjon, Loc. Cit.
36
BAB I.
BAB II.
Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka, pada bab ini tentang teoriteori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan,
pada dasarnya tinjauan pustaka ini merupakan pembahasan yang
lebih rinci dari kerangka teori pada bab pendahuluan. Sehingga
akan tampak arah dan tujuan dari penelitian ini. Disamping itu
pada bab ini juga dapat disajikan mengenai berbagai asas atau
pendapat dari para tokoh yang berhubungan dengan penelitian ini
sehingga dapat bermanfaat sebagai bahan analisi pada penelitian
ini.
BAB III.
Bab
ini
merupakan
pembahasan
yang
khusus
mengkaji
menanalisis
37
BAB IV
BAB V.
38