Aas
Aas
Air Limbah
2. Logam Berat
Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu atau lebih
elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik penting, yaitu:
reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik tinggi, konduktivitas
termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam dikelompokkan menjadi:
1. Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat jenis >5 dan
yang ringan < 5.
2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial.
3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan yang bukan trace mineral.
mineral. Bila konsentrasi logam di kerak bumi 1000 ppm, maka logam tersebut
bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan tergolong trace mineral,
kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium, titanium, magnesium, natrium, kalium,
kalsium, besi, fosfor dan mangan.
Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara
ekonomis dan industrial1.
As
Timbah (Pb)
Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat dengan
nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 C, titik didih 1725 C dan
berat jenis 11,4 gr/ml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak digunakan
oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri dan rumah
tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS) (Reilly,
1991). Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan
keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa
terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai
dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia,
sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan 6. bahwa daya racun
dari logam ini disebabkan terjadi penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion
Pb2+. Penghambatan tersebut menyebabkan terganggunya pembentukan
hemoglobin darah. Hal ini disebabkan adanya bentuk ikatan yang kuat (ikatan
kovalen) antara ion-ion Pb2+ dengan gugus sulfur di dalam asam-asam amino.
Untuk menjaga keamanan dari keracunan logam ini, batas maksimum timbal
dalam makanan laut yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO
adalah sebesar 2,0 ppm. Pada organisme air kadar maksimum Pb yang aman
dalam air adalah sebesar 50 ppb 7.
Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium
menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom.
Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar
dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacammacam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s 1 2s2 2p6
3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini
dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energy 3,6 eV,
masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat
memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan
dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan
garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar
yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang
berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan
T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom 9
1.
2.
3.
4.
5.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada
lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
6.
Buangan pada SSA
Buangan pada SSA disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada
SSA. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar
sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila
hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat
pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat
wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu
indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat SSA atau api pada
proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian
nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan
tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7.
Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak
spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
8.
Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector
panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan
bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan
telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector
dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat
angka.
Khusus untuk atomisasi merkuri (Hg), atom atom Hg yang ada di dalam sampel
sebagai ion positif, direduksi menjadi netral dan akan menguap sebagai atom-atom
bebas pada suhu normal. Sebagai reduktor dapat digunakan SnCl2 20% atau NaHB4
dalam HCl 10%. Reaksi penentuan Hg dengan metode ini adalah:
Hg+ + BH4 HgH
Hg0
Kemudian uap (gas) atom atom Hg bersama sama gas inert (N2 atau Ar) dialirkan
melalui sel gas.
Ada 4 metode dalam menguapkan Hg yaitu :
Reduksi Aerasi
Pemanasan
Amalgamasi Elektrolitik
: Hg dilapiskan pada
katode Cu selama elektrolisis.
Katoda kemudian
dipanaskan untuk membebaskan Hg.
Amalgasi Langsung : Hg dikumpulkan pada
kawat Ag atau Cu yang kemudian dibebaskan
dengan pemanasan. Metode ini dapat digabung
dengan 1 dan 2 sebagai metode konsentrasi.
5.
Metode Analisis
Terdapat tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri, yakni:
1. Metode Standar Tunggal
Metode ini hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (A std) dan absorbsi
larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Astd = b Cstd
Asmp = b Csmp
= Astd / Cstd
b = Asmp / Csmp
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan
sampel dapat dihitung.
2.
3.
Ax = k.Ck
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT
dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula
dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke
AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
6.
7.
unsur kelumit (trace element) perlu ditentukan batas deteksi alat dan metode ( IDL =
Instrument Detection Limit, dan MDL = Method Detection Limit).
1. Akurasi (Kecermatan/ Ketelitian)
Kecermatan atau ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat
tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh
karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah
dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur.
X
X rv
Akurasi =
x 100% .......(1)
Diamana :
X
= nilai rerata
2. Presisi (kecermatan)
Presisi atau kecermatan suatu metode adalah tingkat kedapat ulangan suatu set
hasil uji diantara hasil hasil itu sendiri. Presisi berhubungan dengan hasil suatu metode
bila pengukuran itu diulang ulang pada sampel yang homogen pada kondisi terkontrol.
Presisi suatu metode dapat diuji dengan pengulangan analisis, apabila variasi hasilnya
kecil, maka dikatan bahwa kecermatan pengukuran tinggi.
Presisi ditentukan dengan persamaan11 :
2
Presisi =
n1 ..........(2)
Dimana :
3. Selektivitas
Selektivitas suatu metode adalah kemampuan dari metode tersebut untuk mengukur
analit tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada didalam matriks sampel. Selektivitas sering kali dinyatakan sebagai derajat
penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel denngan penambahan cemaran,
hasi urai, senyawa sejenis, atau senyawa asing lain kedalamnya. Hasil dari sampe tersebut
dibandingkan dengan hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang di
tambahkan12.
Jika cemaran dan hasil urai yang ditambahkan ke dalam sampel tidak tersedia, maka
selektivitas dapat ditunjukan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung
cemaran atau hasil urai dengan menggunakan metode tertentu lalu dibanduingkan dengan
metode lain untuk pengujian kemurnian, seperti kromatografi12.
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas
terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima10. Sebagai parameter
adanyan hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a
+ bX .
5. Batas deteksi dan batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi
merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik
dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama10.
k Sb
Q=
Sl
Dimana :
Q = LOD ( batas deteksi) atau LOQ (Batas kuantitasi)
K = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
S b = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi =
= a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual
(Sy/x).
a. Batas deteksi (Q)
Karena k = 3 atau 10
Simpangan baku (Sb) = Sy/x,
Maka:
3 Sy / x
Q=
Sl
b.
1.
Duffus JH. Heavy metals a meaningless term? (IUPAC Technical Report). Pure Appl
Chem. 2002;74(5):793-807. doi:10.1351/pac200274050793.
2.
3.
Prasetyo ADWI, Biologi PS, Sains F, Teknologi DAN, Islam U, Syarif N. PENENTUAN
KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN
PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG
HIJAU (. 2009.
4.
Bnfalvi G. Heavy Metals, Trace Elements and Their Cellular Effects.; 2011.
doi:10.1007/978-94-007-0428-2_1.
5.
6.
7.
U.S. Environmental Protection Agency. Quality Criteria for Water. Vol 8.; 1996.
doi:10.1016/0925-5214(96)90008-3.
8.
Skoog D a, West DM, Holler FJ, Crouch SR. Fundamentals of Analytical Chemistry. Anal
Chem. 2004;398:27-28. doi:10.1007/s00216-010-3971-6.
9.
10.
Harmita. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Maj ilmu
kefarmasian. 2004;I(3):1-135.
11.
Miller JM, Miller JC. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry.; 2010.
doi:10.1198/tech.2004.s248.
12.