Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PERTUSIS

Pembimbing : dr. H. Rivai Usman, Sp. A


Disusun Oleh : Angelika (030.09.020)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 27 MEI 1 AGUSTUS 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 27 Mei 2015 1 Agustus 2015 dengan judul Pertusis disusun oleh :
Nama : Angelika
NIM

: 030.09.020

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :


Pembimbing :
dr. H. Rivai Usman, Sp. A

Menyetujui,

(dr. H. Rivai Usman, Sp. A)

BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.

IDENTITAS
Data
Nama
Umur

Pasien
An.AAM
3 bulan, 29 hari

Ayah
Tn.H
30 tahun

Ibu
Ny. S
24 tahun

Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

(26 Feb 2015)


Perempuan
Laki-laki
Perempuan
JL. Panggung Raya RT.04/ 03 Kelurahan Jati Bening, Pondok Gede
Islam
Islam
Islam
Jawa
Jawa
Jawa
SMK
SMP
Pegawai Swasta
Ibu rumah tangga
Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
25 Juni 2015

Tanggal Masuk RS
II. ANAMNESIS

Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien.


a.

Keluhan Utama :
Batuk

b. Keluhan Tambahan :
Demam.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan dari ibu pasien, batuk
panjang nyaring berulang sejak 5 hari SMRS. Batuk dirasa berdahak tapi dahak tidak
dapat keluar. Batuk timbul setiap pasien menangis kemudian disertai juga demam
yang tidak terlalu tinggi (sumeng-sumeng), naik turun.
Sejak 3 hari SMRS batuk bertambah parah, saat batuk wajah pasien memerah
dan batuk menjadi lebih sering terutama malam hari sehingga pasien sulit tidur. Batuk
terkadang di akhiri dengan muntah. Batuk tidak dipicu oleh cuaca ataupun debu.
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Alergi

Umur
-

Penyakit
Difteria

Umur
-

Penyakit
Jantung

Umur
-

Cacingan
Diare
Ginjal
DBD
Kejang
Darah
Thypoid
Maag
Radang paru
Otitis
Varicela
Tuberkulosis
Parotis
Asma
Morbili
Kesan : Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya,

Pasien tidak

pernah dirawat di rumah sakit


e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga satu rumah atau teman main pasien mengalami hal yang
serupa seperti pasien.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
KEHAMILAN

Anak kedua dari 2 bersaudara


Setiap bulan periksa ke bidan,
suntik TT 2x, USG 2x (tidak ada
kelainan)
Puskesmas
Bidan
Normal, spontan
9 bulan
Berat lahir 2800 gr

Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

Panjang badan 47 cm

KELAHIRAN
Keadaan bayi

Lingkar kepala tidak ingat


Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu

Tidak terdapat kelainan bawaan


Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Psikomotor
Mengangkat Kepala : 3 bulan
Kesan

(normal: 0-3 bulan)

: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.

h. Riwayat Makanan
Umur

ASI/PASI

SUSU

(bulan)
FORMULA
0-2
+
+
2-4
+
+
Kesan : kebutuhan gizi pasien cukup

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
BCG
2 Bln
DPT
6 mgg 10mgg POLIO
2 bln
CAMPAK
HEPATITIS B
Lahir
Kesan :Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Ulangan (umur)

j. Riwayat Keluarga
Ayah
Ibu
Nama
Tn. H
Ny. S
Perkawinan ke
Pertama
Pertama
Umur
30 tahun
24 tahun
Keadaan kesehatan Baik
Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Tinggal dirumah sendiri dengan 4 anggota keluarga (ayah, ibu dan 2 anak) di
pemukiman yang padat penduduk, tembok dengan tetangga hampir menempel.
Rumah terdiri dari 3 buah jendela, kadang-kadang dibuka. Matahari cukup banyak
masuk ke rumah.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik
III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. AVPU
c. PAT

: tampak sakit sedang


: alert

o A

: tonus (+), speech (+), dapat berkoordinasi dengan baik

o B

: sesak (-), napas cuping hidung (-), retraksi (-)

o C

: pucat (-), mottled (-), cyanosis (-)

d. Tanda Vital
Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh

: compos mentis
: 120x/menit
: 36x/menit
: 37,0oC

e. Kepala
: Normocephali, Rambut merata, warna hitam dan tidak mudah dicabut
- Mata : edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/perdarahan subconjunctiva -/-, secret -/-, pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL
+/+
- Telinga
: Liang Lapang/ Lapang, Membran timpani utuh, Serumen -/- Hidung
: Cavum Nasi Lapang/ Lapang, Sekret -/- Mulut
: Sianosis -/-, Mukosa Bibir Lembab, tonsil T1 T1, faring
tidak hiperemis, lidah tidak kotor
- Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
f. Thoraks
- Inspeksi
: Gerakan dada simetris, Whooping cough (+)
- Perkusi
: sonor/sonor
- Palpasi
: Vokal Fremitus simetris kanan kiri
- Auskultasi : BND Vesikuler, Rhonki +/+, wheezing -/-, Bunyi Jantung I &
II Normal, Tachicardi -, murmur -, Gallop

g. Abdomen
- Inspeksi
: Perut tampak datar
- Perkusi
: Pekak sisi -, pekak alih -, nyeri ketuk
- Palpasi
: Supel, undulasi -, fluid wave -, Nyeri Tekan -, hepar sulit
teraba.
- Auskultasi
: Bising Usus +
h. Ekstremitas
: Akral Hangat, Cappilary Refill <3, Edema -/i. Status Antropometri
- Berat badan
: 5,2kg
- Panjang badan
: 56 cm
- Lingkar Kepala
: 39 cm
Status Gizi menurut WHO:

Kesan : gizi normal

Kesan : tinggi badan normal

Kesan : proporsi badan normal

Kesan : Lingkar kepala normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium darah tanggal 5 Juni 2015
Jenis
Darah lengkap
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Clorida (Cl)

Hasil
Satuan
HEMATOLOGI

Nilai Normal

10,3
ribu/uL
11,7
g/dL
36,5
%
286
ribu/uL
KIMIA KLINIK

5-10
11-14,5
37-47
150-400

137
4,2
96

135-145
3,5 5,0
94 111

mmol/L
mmol/L
mmol/L

b. Laboratorium darah tanggal 10 Juni 2015


Jenis
Darah lengkap
Laju Endap Darah
Leukosit
Hitung Jenis
Basofil

Hasil
Satuan
HEMATOLOGI

Nilai Normal

8
6,5

Mm
ribu/uL

0-10
5-10

<1

Eosinofil
Batang
Segment
Limfosit
Monosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Indeks Eritrosit
MCV
MCH
MCHC

1
1
37
58
3
4,16
11,9
35,2
430

%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL

1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
4-5
11-14,5
37-47
150-400

84,6
28,6
33,8

fL
Pg
%

75-87
24-30
31-37

V. DIAGNOSA
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
batuk panjang nyaring berulang sejak 1 minggu SMRS, dahak tidak bisa keluar.
Sejak 3 hari SMRS batuk bertambah parah saat batuk wajah pasien memerah
disertai demam tidak teralalu tinggi
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Rhonki +/+, Whooping cough (+)
Pemeriksaan penunjang : Leukositos (10.300 uL), Trombositosis (430 ribu/uL).
VI. DIAGNOSIS KERJA
Pertussis
VII.
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis, pneumonia bacterial
PENATALAKSANAAN
a. Non Medika Mentosa
Rawat inap dengan lingkungan perawatan pasien yang tenang untuk menilai
kemajuan penyakit dan kemungkinan kejadian yang mengancam jiwa pada

puncak penyakit, mencegah atau mengobati komplikasi


Edukasi orangtua mengenai penyakit yang diderita
Pembersihan jalan nafas
Istirahat yang cukup
Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis
Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita
muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral

b. Medika Mentosa

Tridex 27A 16 tpm


Azitromisin 1 x 50 mg
Cefotaxime 2 x 200 mg
Ambroxol 3 x 3 mg
Dexametason 3 x 1 mg
Inhalasi/ 8 jam (combivent + Nacl 3cc)

IX. PROGNOSIS
- Ad vitam
- As fungsionam
- Ad sanationam

X.

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal
25-06-15

Follow Up
S/ batuk panjang melengking, wajah memerah ketika batuk
O/ AVPU : Alert, N : 120x/menit, Sh : 37,0C, RR : 36x/menit
Kepala : Normocephali, Rambut merata, warna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata

: Sklera Ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Kelopak Mata Edema -/-,

perdarahan subkonjungtiva -/Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar


Thoraks : BND vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheez -/BJ I&II reguler, murmur -, gallop
Abdomen

: I : Perut tampak datar


P : Pekak sisi -, pekak alih -, nyeri ketuk
P : Supel , undulasi -, fluid wave -, Nyeri Tekan -,

hepar & limpa tidak teraba membesar.


A : Bising Usus +
Ekstremitas : Akral Hangat, Cappilary Refill <2, Edema -/-

A/ Pertusis
P/

27-06-15

IVFD : Tridex 27A 16 tpm

Cefotaxime 2x200 mg

Azitromicyn 1x50 mg

Dexametason 3x1 mg

Ambroxol 3x3 mg

Inhalasi /8jam

S/ batuk panjang melengking, wajah memerah ketika batuk


O/ AVPU : Alert, N : 116x/menit, Sh : 36,4C, RR : 33x/menit
Kepala : Normocephali, Rambut merata, warna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata

: Sklera Ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Kelopak Mata Edema -/-,

perdarahan subkonjungtiva -/Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar


Thoraks : BND vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheez -/BJ I&II reguler, murmur -, gallop
Abdomen

: I : Perut tampak datar


P : Pekak sisi -, pekak alih -, nyeri ketuk
P : Supel , undulasi -, fluid wave -, Nyeri Tekan -,

hepar & limpa tidak teraba membesar.


A : Bising Usus +
Ekstremitas : Akral Hangat, Cappilary Refill <2, Edema -/A/ Pertusis
P/

28-06-15

IVFD : Tridex 27A 16 tpm

Cefotaxime 2x200 mg

Azitromicyn 1x50 mg

Dexametason 3x1 mg

Ambroxol 3x3 mg

Inhalasi /8jam

S/ batuk panjang melengking, wajah memerah ketika batuk


O/ AVPU : Alert, N : 120x/menit, Sh : 36,7C, RR : 35x/menit
Kepala : Normocephali, Rambut merata, warna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata

: Sklera Ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Kelopak Mata Edema -/-,

perdarahan subkonjungtiva -/Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar


Thoraks : BND vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheez -/BJ I&II reguler, murmur -, gallop
Abdomen

: I : Perut tampak datar


P : Pekak sisi -, pekak alih -, nyeri ketuk
P : Supel , undulasi -, fluid wave -, Nyeri Tekan -,

hepar & limpa tidak teraba membesar.


A : Bising Usus +
Ekstremitas : Akral Hangat, Cappilary Refill <2, Edema -/A/ Pertusis
P/

IVFD : Tridex 27A 16 tpm

Cefotaxime 2x200 mg

Azitromicyn 1x50 mg

Dexametason 3x1 mg

Ambroxol 3x3 mg

Inhalasi /8jam

BAB II
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu Pertusis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan
keluhan Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan dari ibu pasien,
batuk panjang nyaring berulang sejak 5 hari SMRS.Batuk dirasa berdahak tapi dahak
tidak dapat keluar.Batuk timbul setiap pasien menangis kemudian disertai juga
demam yang tidak terlalu tinggi (sumeng-sumeng), naik turun. Sejak 3 hari SMRS
batuk bertambah parah, saat batuk wajah pasien memerah dan batuk menjadi lebih
sering terutama malam hari sehingga pasien sulit tidur. Batuk tidak dipicu oleh cuaca
ataupun debu. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Dimana pada
pertusis sendiri gejala klinis yang dialami oleh pasien termasuk ke dalam Stadium
Paroksismal. Adapun stadium-stadium dalam pertusis adalah sebagai berikut :

Stadium Kataral (1-2 minggu)


Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu
timbulnya rinore ringan (pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan dan panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini
biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan karena sukar dibedakan dengan
common cold.
Selama stadium ini sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet dan
anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi.Selama masa ini
penyakit sering tidak dapat dibedakan dengan common cold.
Batuk yang timbul mula mula malam hari, kemudian pada siang hari dan
menjadi semakin hebat. Sekret pun banyak dan menjadi kental dan melengket. Pada
bayi lendir dapat viskuos mukoid, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas,

bayi terlihat sakit berat dan iritabel.


Stadium Paroksismal (2 sampai 4 minggu)
Selama stadium ini, batuk menjadi hebat yang ditandai oleh whoop (batuk
yang berbunyi nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik napas pada akhir
serangan batuk. Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5
sampai 10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif
yang mendadak dan menimbulkan bunyi whoop akibat udara yang dihisap melalui
glotis yang menyempit. Pada anak yang lebih tua dan bayi yang lebih muda, serangan
batuk hebat dengan bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan, muka

merah dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi
vena leher bahkan sampai terjadi ptekie di wajah (terutama konjungtiva bulbi).
Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas
menghilang. Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga sering kali
menjadi tanda kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun tidak disertai
bunyi whoop. Anak menjadi apatis dan berat badan menurun. Batuk mudah
dibangkitkan dengan stres emosional (menangis, sedih, gembira) dan aktivitas fisik.
Juga pada serangan batuk nampak pelebaran pembuluh mata yang jelas, di kepala dan
leher, bahkan terjadi petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan sclera, bahkan
ulserasi frenulum lidah.
Walaupun batuknya khas, tetapi di luar serangan batuk, anak akan keliatan
seperti biasa. Setelah 1 2 minggu serangan batuk makin meningkat hebat dan
frekuen, kemudian menetap dan biasanya berlangsung 1 3 minggu dan berangsur

angsur menurun sampai whoop dan muntah menghilang.


Stadium Konvalesen / Penyembuhan (1 sampai 2 minggu)
Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah
dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk
biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2 sampai
3 minggu. Pada beberapa pasien akan timbul serangan batuk paroksismal kembali.
Episode ini terjadi berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan
dengan infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Whooping cough saat inspeksi, Hal
tersebut menunjukkan gejala klinis pertusis pada stadium paroksismal. Kemudian
pada pemeriksaan auskultasi thoraks didapatkan ronchi di kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit (10.300 uL).
Untuk pemeriksaan penunjang anjuran untuk mendiagnosis pertusis ialah dengan
isolasi B.pertussis dari secret nasofaring, dimana biakan akan menunjukkan hasil
positif pada stadium kataral 95-100%, stadum paroksismal 94% pada minggu ke-3
dan menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya. Namun hal yang paling sensitive
dan spesifik untuk mengetahui infeksi alami dan sudah di imunisasi yakni dengan
pemeriksaan IgG toksin pertusis.
Penatalaksanaan pada kasus pertusis ini diberikan antibiotik untuk
membatasi penyebaran infeksi dan mengeliminasi organisme dari nasofaring. Yaitu
Azitromisin 1 x 50 mg dan Cefotaxime 2 x 200 mg.

Kemudian pada pasien diberikan kortikosteroid dengan tujuan untuk


mengurangi batuk paroksismal yaitu Dexametason 3 x 1 mg, dan diberikan inhalasi
Combivent untuk mengurangi paroksimal khas, Mengurangi frekuensi dan lamanya
whoop, Mengurangi frekuensi apneu.
Pemberian edukasi mengenai pencegahan pertusis juga penting kepada
keluarga. Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi.
Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi aktif.
Imunisasi Aktif
Diberikan vaksin pertusis dari kuman B.pertussis yang telah dimatikan untuk
mendapatkan kekebalan aktif. Imunisasi pertusis diberikan bersama-sama dengan
vaksin difteria dan tetanus. Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12 IU (International
Unit) dan diberikan 3x sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika prevalensi
pertusis di dalam masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada umur 2 minggu
dengan jarak 4 minggu. Anak umur lebih dari 7 tahun tidak lagi memerlukan
imunisasi rutin. Hasil imunisasi pertusis tidak permanen oleh karena proteksi menurun
selama adolesens, walaupun demikian infeksi pada pasien yang lebih besar biasanya
ringan, tetapi dapat menjadi sumber penularan infeksi pertusis pada bayi non imun.
Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml/ im) telah dipakai untuk mengontrol epidemi di
antara orang dewasa yang terpapar.
Efek samping sesudah imunisasi pertussis termasuk manifestasi umum seperti
eritema, indurasi, dan rasa sakit pada tempat suntikan dan sering terjadi panas,
mengantuk, dan jarang terjadi kejang, kolaps, hipotonik, hiporesponsif, ensefalopati,
anafilaksis.

Untuk

mengurangi

terjadinya

kejang

demam

dapat

diberikan

asetaminofen (15mg/kg BB, per oral) pada saat imunisasi dan setiap 4-6 jam untuk
selama 48-72 jam. Anak dengan kelainan neurologik dengan riwayat kejang 7,2x lebih
mudah terjadi kejang setelah imunisasi DTP dan 4,5x lebih tinggi bila hanya
mempunyai iwayat kejang dalam keluarga. Maka pada keadaan anak yang demikian
hanya diberikan imunisasi DT (Difteri Tetanus).
Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang mengalami
ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa demam
dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis lebih dari 3 jam, high pitch cry dalam 2

hari, kolaps atau hipotensif hiporesponsif dalam 2 hari, demam lebih dari 40,5 oC
selama 2 hari yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
Prognosis tergantung pada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi
paru dan susunan saraf yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.
Pada bayi risiko kematian 0,5-1% disebabkan ensefalopati. Pada observasi jangka
panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual di kemudian hari.
Pada pasien prognosis adalah ad bonam dikarenakan tidak adanya komplikasi dari
penyakit yang sedang di derita pasien dan respon terhadap terapi yang diberikan juga
baik.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pertusis
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. Definisi Pertusis lainnya
adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan
ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan
paroksismal disertai nada yang meninggi. Penyakit ini ditandai dengan demam dan
perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau
pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga
seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.1,2
B. Etiologi
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou.3 Bakteri ini menghasilkan
dua toksin : toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin) dan endotoksin
(lipopolisakarida). Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:3
1. Berbentuk batang (coccobacilus).
2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55C selama jam, dan tahan pada suhu rendah (0- 10C).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.

C. Pathogenesis

D. Manifestasi klinis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau
lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :1,2,4
1) Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal Lamanya 1-2
minggu
a. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian
b.
c.
d.
e.
f.

atas, yaitu timbulnya rinore dengan lendir yang jernih


Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
Batuk dan panas ringan
Anoreksia kongesti nasalis
Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat.

2) Stadium paroksimal / stadium spasmodic, lamanya 2-4 minggu.

a. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang
bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada
akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 10 kali, selama batuk anak tak
dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas
denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan
diakhiri dengan muntah.
b. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
c. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah
terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
d. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan
aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).
3) Stadium konvalesens
a. Terjadi pada minggu ke 4 6 setelah gejala awal
b. Gejala yang muncul antara lain: batuk berkurang
c. Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d. Anak merasa lebih baik
e. Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat
gangguan pada saluran pernafasan.
E. Penatalaksanaan
1) Anti mikroba: Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini.
Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif
dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang
dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.

2) Kortikosteroid
a. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
b. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian
diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
c. Prednisone oral 2,5 5 mg/hari Berguna dalam pengobatan pertusis terutama
pada bayi muda dengan seragan proksimal. Salbutamol Efektif terhadap
pengobatan pertusis dengan cara kerja : Beta 2 adrenergik stimulant:

Mengurangi paroksimal khas, Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop,


Mengurangi frekuensi apneu.

3) Terapi suportif
a. Lingkungan perawatan penderita yang tenang
b. Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan
cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
c. Pembersihan jalan nafas
d. Oksigen

6. Diagnosis banding batuk kronik pada anak 4


Kelompok I

Kelompok II

Anak relatif tampak sehat

Penyakit dasar nyata

Bronkitis akut viral berulang

Penyakit paru supuratif kronik

Batuk pasca infeksi

Aspirasi paru berulang

Pertussis and tussis like cough

Benda asing

Asma

Bronkiektasis

Postnasal drip

Defisiensi imun

Refluks gastro-esofagus

Diskinesia silia primer


Lesi respiratorik

Trakeobronkomalasia
Tuberkulosis (kompresi oleh kelenjar

getahbening)
Tumor, kolaps lobus, kista,
sekuestrasi

7. Komplikasi
Pada saluran nafas.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Broncopneumonia.
Bronkitis.
Atelektasis.
Empisema pulmonum.
Bronkiektasis.
Aktivase tubercolusa.

Pada sistem saraf pusat.


a. Kejang, kongesti
b. Edema otak
c. Perdarahan otak
Pada sistem pencernaan.
a. Muntah berat.
b. Prolaps rectum (hernia umbilikus serta inguinalis)
c. Ulkus pada frenulum lidah.
Komplikasi yang lain.
a. Epistaksis
b. Perdarahan sub konjungtiva

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
a. Soedarmo, Sumarmo S. Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Pertusis. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis.2nded. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2010. h. 331-7.
b. Departmen Kesehatan RI. Difteri. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI ; 2008.
c. Nelson E Waldo , Behrman E Richard, Kliegman Robert, Arvin M Ann. Nelson
Textbook Of Pediatric. Edisi 15, volume 2, cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2000. Hal : 960 965

Anda mungkin juga menyukai