DHF
DHF
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 27 Mei 2015 1 Agustus 2015 dengan judul Dengue Shock Syndrome dengan komplikasi DIC disusun oleh :
Nama : Angelika
NIM
: 030.09.020
Menyetujui,
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III
dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya
dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah
Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya
banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong
(Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris,
namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD
yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari
penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap.1
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden
per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia
Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi
dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya
tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis
DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik
yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Pasien
An. TR
11 tahun / 52 kg
Laki laki
Islam
Jawa
Hubungan dengan
Ayah
Ibu
Tn. G
Ny. R
40 tahun
36 tahun
Laki-laki
Perempuan
SOS blok C 22 No. 4, Bekasi Utara
Islam
Islam
Jawa
Jawa
D3
D3
Pegawai
Ibu Rumah Tangga
-
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 4 Juni 2015.
Keluhan Utama :
Demam sejak 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS, demam timbul mendadak. Demam
dikatakan tinggi menetap dengan raba tangan. Demam tidak disertai mimisan ataupun perdarahan
lainnya. Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah sebanyak > 5x / hari. Kaki dan tangan
dingin sejak kemarin.
Pasien sudah berobat ke klinik dan diberi obat namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga
mengatakan bahwa telah melakukan pemeriksaan laboratorium, dan hasil trombositosit rendah.
Namun pasien tidak ingin dirawat dan orang tua pasien mengikuti kemauan pasien. BAK dan BAB
diakui pasien tidak ada masalah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Umur
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Umur
-
Thypoid
Otitis
Parotis
Riwayat Penyakit Keluarga :
Maag
Varicela
Operasi
Radang paru
Tuberkulosis
Morbili
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
KELAHIRAN
Keadaan bayi
Lingkar kepala 35 cm
Langsung menangis
Nilai apgar 8/9
Tidak ada kelainan bawaan
: 5 bulan
Tengkurap
: 3 bulan
Duduk
: 7 bulan
(normal: 6 bulan)
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 13 bulan
(normal: 13 bulan)
Bicara
: 10 bulan
:-
Psikomotor
Kesan :
Bubur susu
Nasi tim
+
+
+
+
Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
BCG
Lahir
DPT
2 bln
4 bln
6 bln
POLIO
Lahir
2 bln
4 bln
CAMPAK
9 bln
HEPATITIS B
Lahir
1 bln
6 bln
Kesan : Riwayat Imunisasi lengkap.
Ulangan (umur)
6 bln
Riwayat Keluarga :
Ayah
Ibu
Nama
Tn. G
Ny. R
Perkawinan ke
Pertama
Pertama
Umur
32 tahun
28 tahun
Keadaan kesehatan
Baik
Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
Anak pertama
An. A
2 tahun
Baik
Kesadaran
: AVPU : alert
Vital Sign
Nadi
: 130x/reguler, cukup
Nafas
: 42x/ireguler
Suhu
: 38 oC
Antropometri
BB 52 kg
TB 155cm
Kulit
Kepala
: normosefal.
Rambut
Mata
-
Konjungtiva
: Anemis (+/+)
Sclera
: Tidak ikterik
Pupil
Reflek cahaya
: +/+
Telinga
Hidung
Pemeriksaan leher
: Sekret -/-
Pemeriksaan Thoraks
-
Paru
Jantung
Pemeriksaan Abdomen :
-
Inspeksi buncit
Perkusi tympani
6,5
Ht
21
Leukosit
26.400
Trombosit
13.000
Demam tinggi sejak 5 hari yang lalu timbul mendadak, tanpa disertai mimisan ataupun
perdarahan lainnya.
Berobat ke klinik dan melakukan pemeriksaan lab dengan hasil trombosit yang menurun.
Pasien tidak ingin berobat ke rumah sakit dan orangtua pun menuruti kehendak pasien.
6,5
Ht
21
Leukosit
26.400
Trombosit
13.000
SERIAL DHF
1
LEKOSIT
5,6
2,1
HEMOGLOBIN
6,4
7,2
22,
HEMATOKRIT
19,7
TROMBOSIT
11
363
SGPT
200
GDS
110
Na
156
Cl
102
kuning tua
Kejernihan
agak keruh
pH
BJ
1010
Albumin
+1
Bilirubin
+1
Darah samar
+3
Eritrosit
10-15
Leukosit
0-5
Kristal
amorf
2 16.00
1,5
10,2
0,2
7,6
31
3 16.00
0,1
6,4
0,2
6,7
20,2
23
10
10
5 - 1.00
5 - 9.30
5 17.27
6 - 1.00
6 - 10.30
0,1
0,4
0,2
0,5
0,6
5,7
5,8
6,2
5,7
17,6
20,9
17,7
18,8
17,7
11
12
11
20
10
19,4
10
10
Diagnosis Kerja:
DSS dengan komplikasi DIC
Diagnosis Banding :
demam chikungunya
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Seri DHF / 8 jam
Penatalaksanaan
Terlampir pada halaman follow up
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Follow up
1 Juni 2015
S
Demam (+) H-5, Muntah > 5 x, Mual (+), Pusing (+), Nyeri dada
: CA(+/+), SI (- /-)
Thorax
Abdomen
Extremitas
DSS
RL 30 cc/jam
Gelofusin 15 cc/jam
Tranfusi PRC 500 cc
Tranfusi TC 500 cc
Ceftriaxon 2x1 gram
Omeprazole 2x1 amp
Paracetamol 3 x 1 tablet
2 Juni 2015
S
intake : 1770 cc
Nafas : 30x/mnt
output : 2540 cc
Suhu : 37,7 C
diuresis : 2
balance : -770 cc
Mata
: CA(+/+), SI (- /-)
Thorax
Abdomen
: buncit, distensi +
Extremitas
DSS
RL 30 cc/jam
Gelofusin 15 cc/jam
Tranfusi plasma 250 cc
Tranfusi TC 6 unit
Ceftriaxon 2x1 gram
Omeprazole 2x1 amp
Paracetamol 3 x 1 tablet
3 Juni 2015
S
KU : delirium
Tekanan Darah : 123/78 mmHg
Nadi : 108 x/mnt
intake
Nafas : 35 x/mnt
output : 5460
Suhu : 36,00C
balance : - 1915 cc
Mata
: 3545 cc
: CA(+/+), SI (- /-)
dieresis : 3,4
Thorax
Abdomen
: buncit, distensi +
Extremitas
Tranfusi Tc 10 unit
Tranfusi PRC 200 cc
Tranfusi plasma 250 cc
RL 100 cc/jam
Hamemacel 50 cc/jam
Omeprazole 2x1 amp
Ceftriaxon 2x1 gram
Paracetamol 3 x 1 tab
Sanmol drip 1 gram ( extra )
Tampon dengan kassa untuk mengurangi mimisan + 5 menit
Cek seri DHF per 8 jam
Edukasi keluarga pasien gelisah oleh karena penyakitnya
* tranfusi bila suhu < 38,60C
4 Juni 2015
S
pusing
KU : Delirium
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 192x/mnt
intake : 3300 cc
Nafas : 38 x/mnt
output : 5100 cc
Suhu : 37,8 C
dieresis : 3,2
balance: -1800 cc
Mata
: CA(+/+), SI (- /-)
Thorax
Abdomen
Extremitas
* Melena
A
DSS
Keluhan (-)
KU : Delirium
Tekanan Darah : 106/45 mmHg
Nadi : 129 x/mnt
intake : 3600
Nafas : 36 x/mnt
output : 5090
Suhu : 380C
balance : -1490
Mata
: CA(+/+), SI (- /-)
Thorax
diuresis : 3,1
S1-S2 reguler, m -, g
Abdomen
Extremitas
* Melena
A
DSS
RL 150 cc/jam
RL 150 cc/jam
Tranfusi TC 10 unit
Tranfusi plasma 500 cc
Tranfusi PRC 750 cc
Ceftriaxone 1 x 1 gram
Paracetamol 3 x 1 tab
Sucralfat 3 x 10 cc
Jam
TD
RR
HR
LP
Dieresi
s
Trombo
Ht
Hb
Ket.
10.000
22
6,4
Melena
/3jam
14.00
115/66
38
207
77
15.00
115/66
43
206
78
16.00
118/55
43
207
78
17.00
116/55
45
207
78
18.00
114/53
47
204
78
19.00
107/58
45
201
78
20.00
121/65
39
120
78
21.00
113/59
39
120
78
22.00
96/71
33
121
78
23.00
128/64
27
120
79
24.00
123/67
31
120
79
01.00
123/62
33
120
80
2,5
2,4
3,4
3,3
02.00
119/59
30
121
80
03.00
118/55
38
123
80
04.00
123/78
30
120
80
05.00
140/78
37
120
80
06.00
112/69
39
123
80
07.00
121/62
38
112
80
08.00
126/67
30
121
80
09.00
132/48
28
130
81
10.00
123/57
33
123
81
11.00
110/60
34
127
81
12.00
122/70
29
124
81
13.00
132/76
27
112
81
14.00
112/57
34
121
82
15.00
106/45
31
123
82
16.00
104/49
29
112
82
17.00
109/50
33
128
82
3,4
11.000
17,6
5,7
12.000
20,9
7,0
4,1
4,4
4,6
5,1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes,
2008)
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa
serotype. Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak
terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS
paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi
penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu
survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case
Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua
negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat
dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi.1
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder
(teori
secondary
heterologous
infection)
atau
hipotesis
immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.2
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok
yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus
Komplemen
Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler
> 30% pada
kasus syok 24-48 jam
Perembesan plasma
Ht
Natrium
Hipovolemia
Syok
Anoksia
Asidosis
Meninggal
Anamnestic antibody
Agregasi trombosit
Penghancuran
trombosit oleh RES
Pengeluaran
platelet faktor III
Anafilatoksin
Trombositopenia
Koagulopati
Sistem kinin
konsumtif
Gangguan
Kinin
fungsi trombosit
penurunan faktor
Peningkatan
permeabilitas
pembekuan
kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif
syok
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just
palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak
berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering
ditemukan pada penderita dengan syok.2
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.2
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:2
Tanda
kebocoran
plasma
seperti
efusi
pleura,
hipoproteinemi.
asites
atau
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
seperti mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
Manifestasi Klinis
a. Demam5
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang
mendadak
tanpa
sebab
yang
jelas,
continue,
bifasik.
Biasanya
berlangsung 2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak
berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada
hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari,
telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5.
Demam akut (38-40 C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat
gejala penyerta seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang
sendi dan kepala.
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan
pasien terlihat gelisah.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah5
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I)
2) Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis
pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia,
hemokonsentrasi
serta
dikonfirmasi
secara
uji
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran,
Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan
dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites
dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya
dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali
(>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologiepidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat
dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut
atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras
positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan
butuh
tenaga
berpengalaman.
Antibodi
komplemen
fiksasi
meningeal
dan
kelainan
pada
pemeriksaan
cairan
serebrospinal
d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai
leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran
kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat
anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan
darahditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun).
Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau
kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan
plasma
Penatalaksanaan
a. Pre Hospital7
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu
meberikan minum 2 liter/hari (kira kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15
menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis,
sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang
banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil
minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh
kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut (WHO,
1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2)
3) Beberapa
lain
yang
meningkatkan trombosit
disarankan:
Jus
jambu
merah
untuk
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu
diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam
tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga
harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat
penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal
dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal
atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat
bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena
sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul
gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita
akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama,
penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ
tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila
terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc atau lebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam
menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan
sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit
lain
adalah
adanya
menyebabkan
peningkatan
perembesan
permeabilitas
plasma
dangangguan
kapiler
yang
hemostasis.
ease
awal
terjadinya
kegagalan
sirkulasi,
dengan
hematokrit
dansebelum
terjadi
penurunan
suhu.
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi
dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum
asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam 8
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II
tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)
Ada kedaruratan
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit
<100.000/l
Jumlah trombosit
>100.000/l
Tatalaksana
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Rawat Jalan
Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan
Minum banyak 1,5 liter/hari
Parasetamol
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus
Infus ganti RL
(tetesan
disesuaikan,
lihat
Ht
Tek.nadi
<20
Tetesan dikurangi
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan
3 ml/kgBB/jam
Ht turun
Ht naik
DBD
derajat
DBD
derajat
III III
&&
IVIV
Syok
tidak
Kesadaran menurun
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi <20 mmHg
Distress pernafasan/sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
1. Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
2. Tambahkan koloid/plasma
Dekstran/FFP
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Syok belum
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap
ml/kgBB
Infus stop tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi
Komplikasi Neurologis
Frekuensi perubahan neurologis sebagai tanda yang muncul saat infeksi dengue tidak
diketahui jumlahnya, namun komplikasi neurologis terkait dengan infeksi dengue telah
diketahui sejak permulaan abad ke-20 dan dilaporkan terjadi pada hampir setiap Negara di
Asia dan banyak Negara di Amerika. Pada suatu studi di Vietnam diketahui bahwa sekitar 4%
dari pasien yang dirawat pada unit neurologi dengan kecurigaan infeksi susunan saraf pusat
mengalami infeksi akibat virus dengue dan di Thailand, 18% anak-anak yang dirawat di
rumah sakit dengan penyakit seperti encephalitis dikonfirmasi mempunyai infeksi dengue.9
Keterlibatan susunan saraf pusat diperkirakan terjadi akibat Dengue Hemorrhagic
Fever yang berkepanjangan, vaskulitis dan leaky capillary syndrome yang mengakibatkan
eksavasasi cairan, edema serebri, hipoperfusi, hiponatremia, gagal hati dan/atau gagal ginjal.
Hal ini biasa disebut sebagai dengue encephalopathy. Laporan mengenai isolasi virus pada
otak dan cairan serebrospinal menunjukkan adanya invasi virus secara langsung pada susunan
saraf pusat menembus sawar darah-otak. Semua serotype virus dapat terlibat, namun DEN-2
dan DEN-3 adalah yang paling sering dilaporkan sebagai penyebab penyakit neurologis berat.
Ada tiga tipe manifestasi neurologis yang berkaitan dengan infeksi dengue, yaitu:
1. Tanda klasik dengan infeksi akut : sakit kepala, pusing, delirium, restlessness, iritabilitas
mental dan depresi
2. Encephalitis dengan infeksi akut : penekanan saraf sensoris, lethargy, confusion, somnolens,
koma, kejang, leher kaku dan paresis
3. Kelainan post-infeksi : epilepsi, tremor, amnesia, demensia, manik psikosis, Bells palsy,
Reyes syndrome, meningoencephalitis, Guilain-Barre Syndrome
Mortalitas akibat komplikasi neurologis ini termasuk rendah, sekitar 22%, dengan bukti
pemulihan total kesadaran dan gejala neurologis pada pasien yang dapat bertahan hidup
terjadi dalam waktu maksimum 7 hari.
Waktu dari onset penyakit sampai timbulnya komplikasi neurologis diperkirakan
sekitar 3-9 hari, umumnya 6 hari setelah onset. Dengan pemeriksaan penunjang
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada 18 pasien ditemukan adanya edema
cerebri pada 12 orang, perubahan seperti encephalitis pada 2 orang, dan tidak adanya
kelainan pada 4 orang. Pada anak-anak usia < 1 tahun, pemindaian ultrasonografi serebri
terlihat normal tanpa kelainan. Data yang didapat dari lumbar pungsi menunjukkan tidak
adanya kelainan pada protein, glukosa, dan sel di cairan serebrospinal, namun semua enzim
hati (AST, ALT, dan alkaline phosphatase) dan level bilirubin meningkat secara signifikan
mengindikasikan adanya disfungsi hati. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada platelet, serum kalium, serum kalsium yang terionisasi, kreatinin, dan ammonia. Pada
pasien ditemukan adanya bukti infeksi virus dengue, yaitu hasil hemagglutination inhibition
test yang positif dan IgM spesifik dengue atau peningkatan IgG spesifik sebanyak 4 kali lipat.
Ditemukannya IgM pada cairan serebrospinal menunjukkan adanya replikasi virus pada
susunan saraf pusat, tapi titernya lebih rendah daripada di serum. RNA virus dapat ditemukan
pada beberapa pasien dengan menggunakan pemeriksaan PCR assay.10,11
Komplikasi Kardiovaskuler
Komplikasi jantung pada pasien DHF jarang terjadi, namun beberapa laporan
mengatakan bahwa selama episode penyakit dapat terjadi gangguan irama jantung seperti
Atrioventricular Block (AV Block), Atrial Fibrilation (AF), disfungsi sinus node, dan denyut
ventrikel ektopik. Kebanyakan tidak terdapat gejala pada pasien atau asimptomatik dan dapat
sembuh spontan apabila infeksinya ditangani dan mengalami resolusi. Aritmia ini berkaitan
dengan viral myocarditis, namun mekanismenya belum dapat dipastikan. Pada kebanyakan
kasus yang dilaporkan tidak terdapat gangguan elektrolit atau temuan radiologis yang
signifikan. Keterlibatan perikardiun juga dapat terjadi bersama dengan myokarditis pada
infeksi dengue. Perikarditis dapat menyebabkan nyeri dada yang menusuk oleh karena
adanya peradangan pada membran di sekitar jantung. Perikarditis yang berat akan dapat
mengancam nyawa penderitanya, namun apabila ringan akan dapat sembuh dengan
sendirinya.12
Anak-anak yang berusia lebih tua memiliki kecenderungan untuk mengalami infeksi
sekunder dan keadaan syok dibandingkan pasien yang lebih muda. Jumlah platelet pada balita
secara signifikan lebih rendah daripada anak-anak lainnya. Petichiae lebih sering terjadi pada
anak-anak dengan usia lebih muda. Diketahui bahwa komplikasi seperti DIC lebih sering
ditemukan pada pasien dengan syok berat. Anak-anak yang terlambat dirujuk akan lebih
susah untuk diresusitasi hemodinamikanya dan hal ini dapat menimbulkan kematian.
Salah satu komplikasi hematologi yang sering terjadi adalah syok persisten meskipun
pasien telah dirujuk ke Ruang Gawat Darurat dan ditangani sesuai regimen WHO. Hal ini
dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di India Selatan pada 109 pasien pediatri
yang mengalami DHF berat.
DIC adalah gangguan yang menunjukkan adanya proses deposisi fibrin dan
pendarahan yang terjadi secara bersamaan. Kerusakan sel endotel adalah kejadian yang sering
terjadi akibat infeksi dengue dan dapat mengubah hemostasis secara langsung maupun tidak
langsung. Infeksi ini dapat mengakibatkan keadaan prokoagulan dengan menginduksi faktor
pembekuan pada permukaan endotel yang dimediasi oleh sitokin. Kerusakan pada dinding
endotel juga dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi platelet sehingga pasien akan
mengalami trombositopenia. Selain itu, fibrinolisis juga diaktifkan sehingga menyebabkan
pendarahan. Namun, aktivasi ini relatif lebih rendah dibandingkan aktivitas prokoagulan.
Ketidakseimbangan inilah yang akan menyebabkan DIC. DIC dapat menyebabkan kegagalan
fungsi organ dan angka kematian yang tinggi.,
Komplikasi Respirasi
Demam berdarah dapat mengakibatkan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya antigen virus dengue pada sel-sel lapisan
alveolar paru-paru. Pada saat stadium akut atau febris terjadi pelepasan mediator C3a dan
C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga cairan plasma dapat
bocor ke ruang interstitial dan mengakibatkan edema serta disfungsi paru.14
Dengue Shock Syndrome (DSS) dilaporkan menjadi penyebab ketiga ARDS yang
terjadi pada perawatan intensif anak di daerah endemik demam berdarah. Pemulihan perfusi
jaringan yang adekuat sangatlah penting untuk mencegah progresi DSS menjadi ARDS,
namun perlu diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan cairan karena hal itu dapat juga
memicu timbulnya ARDS. Komplikasi ini memerlukan pengenalan dan perawatan yang dini
untuk mendapatkan hasil yang baik.12
Komplikasi Hepatobilier
Walaupun hati bukan termasuk target organ dari virus dengue, beberapa penemuan
patologis pada hati telah dilaporkan seperti fatty liver, nekrosis sentrilobular, dan infiltrasi
monosit pada jalur porta hepatis. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Thailand pada 191
pasien pediatri, ditemukan angka kejadian disfungsi hati sekitar 34,6% (66/191). Angka ini
termasuk tinggi, mirip dengan yang dilaporkan terjadi pada Negara berkembang Asia lainnya
dengan angka kejadian berkisar dari 30% sampai 90%. Diketahui juga bahwa angka kejadian
disfungsi hati pada kasus dengan syok (37,8%) hanya sedikit lebih tinggi dan tidak signifikan
dibandingkan dengan kasus tanpa syok (30,7%). Selain itu, sekitar 8% pasien dengan
disfungsi hati mengalami hepatic encephalopathy.
Tanda yang paling jelas menunjukkan keterlibatan hati pada infeksi dengue adalah
adanya pembesaran hati (hepatomegaly). Studi-studi terkini menunjukkan heoatomegali
terlihat pada 50-100% kasus infeksi dengue dan pembesaran hati sedang dapat merupakan
bagian respon patologis normal terhadap infeksi dengue. Data yang didapat cenderung
mengindikasikan adanya hepatomegali pada kasus-kasus dengue, dengan angka kejadian
yang sedikit lebih tinggi pada kasus-kasus berat.
Pada pasien dengue, enzim Aspartate Aminotrasferase (AST) dan Alanine
Aminotransferase (ALT) sering kali meningkat. Hal ini merupakan indikator sensitif adanya
kerusakan pada hati. Studi yang dilakukan di Taiwan pada 240 pasien dengue akibat wabah
tahun 1987-1988 menunjukkan peningkatan AST terjadi pada 93,3% kasus dan peningkatan
ALT terjadi pada 82,2% kasus. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan transaminase
yang sedikit atau sedang, hanya 10% saja yang mengalami peningkatan sampai dengan 10
kali lipat. Rata-rata level AST dan ALT pada pasien DHF lebih tinggi secara signifikan jika
dibandingkan dengan pasien DF (Dengue Fever). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
level serum AST lebih tinggi dibandingkan dengan serum ALT, berbeda dengan temuan
normal pada pasien viral hepatitis. Selain itu, keterlibatan hati lebih berat terjadi pada infeksi
virus dengue serotype DENV-3 dan DENV-4. Secara umum, peningkatan level enzim hati
adalah karakteristik yang umum terjadi pada infeksi dengue dan dapat menjadi faktor
pembanding dalam membedakan dengue dari penyakit febris lainnya.9,15
Komplikasi Limforetikuler
Antigen virus dengue dapat ditemukan pada sel-sel limfa, kelenjar timus dan kelenjar
getah bening. Limfadenopati pada pasien DHF ditemukan pada setengah kasus dan
splenomegali jarang ditemukan pada balita. Ruptur limfa dan infark kelenjar limfa pada
pasien DHF jarang terjadi. Dokter harus memperhatikan adanya komplikasi yang fatal ini di
daerah endemik DHF. Kasus ruptur limfa dapat salah diagnosis oleh karena keliru
menginterpretasikan sindroma syoknya. Splenektomi dapat dilakukan sebagai terapi kuratif.
Telah dilaporkan adanya kasus infark limfo nodi yang berhubungan dengan disseminated
intravascular infarction pada kasus demam berdarah yang telah terbukti secara serologis.
Infark diperkirakan disebabkan oleh adanya sumbatan trombotik pada pembuluh-pembuluh di
daerah parahilus. Limfoma maligna sebagai penyebab paling umum dari infark kelenjar limfa
harus dieksklusi dengan menggunakan proses imunohistokima.12
Komplikasi Ginjal
Gagal ginjal akut relatif jarang terjadi pada pasien dengan DHF. Suatu penelitian di
Thailand mengatakan bahwa hanya sekitar 0,9% atau 25 orang dari total 2893 pasien anakanak mengalami DHF yang menyebabkan gagal ginjal akut. Walaupun angka kejadiannya
sedikit, namun mortalitas yang dimbulkan oleh kelainan ini cukup tinggi yaitu mencapai
64%. Angka kematian yang tinggi ini diakibatkan oleh syok berkepanjangan yang berujung
pada gagal hati, gagal napas, dan pendarahan masif. Semua hal ini merupakan penyebab
utama kematian pada pasien DHF.
Rhabdomyolisis, hemolisis akut, hipotensi dan kerusakan ginjal langsung akan dapat
menyebabkan gagal ginjal akut pada pasien dengan infeksi dengue. DSS adalah penyebab
utama dari gagal ginjal akut pada anak-anak. Adapun faktor resikonya adalah obesitas dan
DHF grade IV dikarenakan anak-anak dengan obesitas lebih rentan terhadap penyakit DHF
yang serius dibandingkan dengan anak-anak dengan berat badan normal.
Gagal ginjal akut tanpa syok berkepanjangan mempunyai prognosis yang bagus
dengan angka kematian yang rendah. Resiko fatal meningkat apabila pasien menunjukan
tanda DHF grade IV, oliguric AKI, gagal napas, atau pemanjangan PT atau APTT lebih dari
dua kali lipat referensinya. Diantara pasien yang selamat, tidak ada yang dilaporkan
mengalami penyakit ginjal kronis. Selain itu, fungsi ginjal dapat kembali normal dalam waktu
1 bulan.12,16
Komplikasi Muskuloskeletal
Demam berdarah dapat menyebabkan kerusakan pada otot, sendi dan nyeri tulang.
Komplikasinya termasuk myositis dan Rhabdomyolisis, namun hal ini bukan termasuk
karakteristik dari DHF. Invasi virus dengue secara langsung ke otot belum terbukti dan
penyebab yang paling mungkin untuk saat ini diperkirakan adalah myotoxic cytokines,
terutama Tumor Necrosis Factor (TNF).12
Studi mengenai spesimen biopsi otot pasien mengemukakan penemuan dari infiltrate
limfosit yang sedikit sampai dengan adanya myonekrosis berat dengan focal lesions.
Rhabdomyolisis menunjukkan manifestasi klinis myalgia, kelemahan, dan warna urin yang
gelap. Peningkatan level kreatinin kinase merupakan indikator spesifik terhadap
rhabdomyolisis. Biopsi otot konsisten dengan myositis. Rhabdomyolisis dapat menyebabkan
gagal ginjal akut dan gangguan elektrolit kalau tidak diketahui dan ditangani dengan cepat.
Oleh karena itu disarankan bagi semua pasien DHF untuk melakukan dipstick
urinalysis intuk memantau komplikasi dan apabila positif dapat dilanjutkan dengan
pengecekan level serum kreatinin kinase.12,17
Komplikasi Genitalia
Acute Idiopathic Scrotal Edema (AISE) adalah manifestasi yang jarang terjadi pada
demam berdarah. AISE biasanya mempengaruhi anak-anak yang berusia sekitar 4-12 tahun
dan didefinisikan sebagai edema terbatas dan eritema di skrotum yang sembuh tanpa sekuel
dalam waktu 1-3 hari. Pasien dengan AISE biasanya asimptomatik atau menunjukkan sedikit
gangguan pada skrotumnya. Kondisi ini ditandai dengan onset yang mendadak, subcutaneous
scrotal edema, eritema, dan nyeri skrotum ringan. Biasanya pasien mengalami febris atau
demam yang ringan. Pasien dapat sembuh spontan dalam waktu 6-72 jam dengan
dilakukannya bedrest dan elevasi skrotum. Penyebab AISE pada pasien dengan DHF
kemungkinan disebabkan oleh adanya kebocoran plasma sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskuler yang ditimbulkan oleh karena infeksi virus dengue18.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien di diagnosis Dengue Shock Syndrome dengan komplikasi DIC, diagnosis
ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Seorang anak datang dengan keluhan demam sejak 5 hari. Demam timbul mendadak dan
tinggi dirasakan terus menerus siang dan malam. Selain itu pasien juga mual dan muntah.
Muntah 5 kali berisi makanan bercampur cairan. Kaki dan tangan dingin sejak kemarin
Pasien sudah berobat ke klinik dan diberi obat namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga
mengatakan bahwa telah melakukan pemeriksaan laboratorium, dan hasil trombositosit rendah.
Namun pasien tidak ingin dirawat dan orang tua pasien mengikuti kemauan pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum delirium, TD 110/60 mmHg, nadi
134x/m, RR 42x/m, suhu 38,4C. distensi abdomen (+). Feses melena (+). Mimisan (+)
Pemeriksaan lab terlampir, dimana terjadi trombositopenia yang selalu terjadi meski telah
dikoreksi.
Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan cairan awal RL 30 cc/jam dan gelofusin 15
cc/jam. Berdasarkan teori untuk pemberian cairan pada DSS yaitu 10-20 ml/kgBB atau 500 1000 cc dalam 30 menit untuk mengganti kan kebocoran plasma dengan segera. Pada pasien
juga dilakukan tranfusi PRC 1175 cc, TC 34 Unit, plasma 1490 cc. Pasien meninggal
dikarenakan terjadinya komplikasi DIC, dimana lingkar perut pasien yang semakin
membesar.
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:2
Tanda Bahaya
Dengue Berat
Bertempat tinggal di
daerah
endemik.Demam dan
dengan gejala:
Nyeri Perut
Severe
plasma leakage:
Syok (DSS)
Akumulasi Cairan
dengan distress nafas
Mual, Muntah
Perdarahan berat
Rash
Klinis fluid
accumulation
Nyeri Kepala
Perdarahan mukosa
Penurunan Kesadaran
2cm
Leukopenia
Daftar Pustaka
di
Indonesia
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
S.
Demam
Berdarah
Dengue.
Pendidikan
Kedokteran
Y.
S.Kp.
Demam
Berdarah
Dengue,
Diagnosis,
Pengobatan,
List.
Terdapat
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601.
Diakses pada: 2009, Desember 29.
di:
for
Disease
Control
and
Prevention
Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 1996. Terdapat di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160.
Diakses
pada:
2009,
Desember 29.
7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease.
Terdapat di: http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada:
2009, Desember 29.
8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever.
Terdapat
di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm.
2011;180-181
11)
Acuke Kidney Injury in Thai Children. The Journal of Pediatric. 2010; 157:303-9
17)