Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sering salah didiagnosis dengan


penyakit lain seperti flu atau typhoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue
yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya.
Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi
penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman
tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD
serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala
klinis kurang memadai.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah dan serologi dengue. Untuk Penegakan diagnosis DBD diperlukan sekurangkurangnya terdapat

Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari dan

terdapat manifestasi/tanda-tanda perdarahan, serta kriteria laboratorium terpenuhi


yakni trombositopenia dan peningkatan kadar hematokrit.1

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa
NIM

: Yasmine Salida
: 030.10.279

Pembimbing : dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A


Tanda tangan :

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I

IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien
An. N
4 tahun
Perempuan
Islam
Sunda
Hubungan dengan

Ayah
Ibu
Tn. U
Ny. N
43 tahun
37 tahun
Laki-laki
Perempuan
Jln. Bintara 14 No.30
Islam
Islam
SMK
Wiraswasta
-

SMK
IRT
-

orang tua : Anak


Tanggal Masuk

Kandung
18 Juni 2015

RS

II

ANAMNESIS

Dilakukan sacara auto dan alloanamnesis kepada pasien dan ibu pasien.
a

Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

b Keluhan Tambahan :
Sakit kepala, mual, dan nyeri perut.
c

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang anak datang diantar orang tuanya dengan keluhan
demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi
dirasakan terus menerus siang dan malam. Pasien juga mengeluh sakit
kepala dan badan terasa lemas. Selain itu pasien juga merasa mual dan
nyeri di bagian atas perut. Keluhan seperti muntah, batuk, pilek, diare,
2

dan mimisan disangkal. Buang air besar (BAB) lancar dengan


frekuensi 1 kali per hari, konsistensi lunak, warna kuning kecokelatan
dan tidak ada darah ataupun lendir. Buang air kecil (BAK) lancar,
berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.
Ibu pasien mengaku telah memberi obat penurun panas, setelah
minum obat tersebut panas menjadi berkurang namun tidak beberapa
lama panas muncul kembali. Selain itu ibu pasien juga mengaku bahwa
telah memeriksakan pasien ke klinik 24 jam untuk dilakukan
pemeriksaan darah, dan dokter yang bertugas diklinik tersebut
menyatakan hasilnya ialah DBD. Selama sakit nafsu makan pasien
berkurang dan tampak lemas. Tidak ada riwayat bepergian keluar kota,
alergi makanan maupun alergi obat.

d Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit
Alergi
Cacinga

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal

Umur
-

n
DBD
Thypoid
Otitis
Parotis

Kejang
Maag
Varicela
Asma

+
-

Darah
Radang paru
Morbili
Tuberkulosis

+
+

paru

2 bulan
yang lalu
sudah
dinyatakan
sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti
pasien. Namun tetangga ada yang sakit DBD.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan

Tidak ada
Periksa rutin ke dokter
Rumah Sakit
Dokter Spesialis Obstetri dan

Cara persalinan
Masa gestasi

Ginekologi
SC atas indikasi bayi besar
38 -39 minggu
BBL : 4200 gram

Keadaan bayi

PB : 52 CM
Langsung menangis, merah
Apgar score tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan


Kesan : Riwayat kehamilan dan riwayat Kelahiran pasien baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I

: Usia 6 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor
Tengkurap

: Usia 4 bulan

(normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Usia 6 bulan

(normal: 6 bulan)

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h Riwayat Makanan
Umur

ASI/PASI

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

(bulan)
0-2
2-4
4-6
6-7
8-10
10-12

+/+/+/+/+/+
+/+

+
+
+

+
+

+
+

Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 6 bulan ini, tidak pernah
minum susu formula, pasien mulai makan makanan buah atau biskuit
sejak berumur 6 bulan lebih.

Riwayat Imunisasi :

Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
1 bln
DPT
2 bln
4 bln
6 bln
POLIO
Lahir 2 bln
4 bln
6 bln
CAMPAK
9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln
6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap

Riwayat Keluarga

Ayah
Ibu
Nama
Tn. U
Ny. N
Perkawinan ke
1
1
Umur
43
37
Keadaan kesehatan Sehat
Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama kedua orang tua, dinding terbuat
dari tembok. atap terbuat dari genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan ayah
pasien, keadaan lingkungan rumah tidak terlalu padat. Sumber air bersih berasal dari
air PAM. Ibu pasien menyatakan tetangganya banyak mengalami sakit yang serupa
yaitu DBD.

III
PEMERIKSAAN FISIK
a Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
b PAT
o P

: Interactivity (+) look (+), speech (+), tonus (+), consolability

(+)
o A

: nafas spontan, napas cuping hidung (-), retraksi (-)


5

o T

: pucat (-), mottled (-), sianosis (-)

Tanda Vital
- Kesadaran
- Tekanan darah
- Frekuensi nadi
- Frekuensi pernapasan
- Suhu tubuh
d Data antropometri

: Compos mentis
: 90/60 mmHg
: 100x/menit
: 24x/menit
: 39,1o C

Berat badan

: 17 kg

Tinggi badan

: 103 cm

Status Gizi menurut CDC

Kesan status gizi pasien baik, sesuai dengan umurnya.


e

Kepala

Bentuk

: Normocephali

Rambut

: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata

: Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, RCL+/+,
RCTL +/+
7

Hidung

: Bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-,terdapat hematom (-).

Mulut

: bibir kering - , lidah kotor -, tonsil T1/T1, faring hiperemis .

Leher

: KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

Thorax
-

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Inspeksi

: Pergerakan dinding

dada simetris, retraksi (-)


: Gerak nafas simetris, vocal fremitus simetris.
: Sonor pada kedua lapang paru.
: Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Cor BJ I & II normal, murmur -, Gallop -

h
i

Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi

: Perut datar
: Bising usus (+) normal 3x/menit
: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan

lien tidak teraba membesar


- Perkusi
: shifting dullness -, nyeri ketuk Kulit
: ikterik -, petechie Ekstremitas
: akral hangat, sianosis (-), oedem (-), ikterik(-),
turgor kulit cukup, petechie (-), CRT< 3detik.

IV

Tes rumple leed

: (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (18 Juni 2015, pukul 01:02 wib)


8

Pemeriksaan
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit

Hasil
5,2
13
44
53

Nilai normal
5-10
11-14,5
37-47
150-400

Laboratorium (18 Juni 2015, pukul 10:54 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED
13
0-10
Leukosit
6,2
5-10
Hitung Jenis
Basofil
0
<1
Eosinofil
0
1-3
Batang
0
2-6
Segment
40
52-70
Limfosit
48
20-40
Monosit
12
2-8
Eritrosit
4,87
4-5
Hemoglobin
13,6
11-14,5
Hematokrit
40
37-47
Index Eritrosit
MCV
78,8
75-87
MCH
27,9
24-30
MCHC
35,4
31-37
Trombosit
42
150-400
IMUNOSEROLOG
I
Widal
S. Typhi-O
1/160
Negatif 1/80
S. Paratyphi AO
Negatif
Negatif 1/80
S. Paratyphi BO
1/40
Negatif 1/80
S. Paratyphi CO
Negatif
Negatif 1/80
S. Typhi-H
1/80
Negatif 1/80
S. Paratyphi AH
Negatif
Negatif 1/80
S. Paratyphi BH
1/40
Negatif 1/80
S. Paratyphi CH
Negatif
Negatif 1/80
Laboratorium (18 Juni 2015, pukul 16:20 wib)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
6,6
5-10
Hb
14
11-14,5
Ht
40
37-47
Trombosit
37
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (19 Juni 2015, pukul 06:10 wib)


9

Pemeriksaan
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit

Nilai normal
5-10
11-14,5
37-47
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (19 Juni 2015, pukul 16:09 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
6,5
5-10
Hb
13,3
11-14,5
Ht
38
37-47
Trombosit
33
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (20 Juni 2015, pukul 07:15 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
5,7
5-10
Hb
13,0
11-14,5
Ht
35
37-47
Trombosit
35
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (20 Juni 2015, pukul 12:33 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
7,3
5-10
Hb
13,2
11-14,5
Ht
36,9
37-47
Trombosit
37
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (21 Juni 2015, pukul 06:48 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
5,8
5-10
Hb
13.3
11-14,5
Ht
37
37-47
Trombosit
47
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Laboratorium (21 Juni 2015, pukul 18:00 wib)


Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
5,4
5-10
Hb
12,6
11-14,5
Ht
37
37-47
Trombosit
69
150-400

Satuan
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL

Hasil
7,7
14,4
40,8
30

RESUME

10

Seorang anak datang diantar orang tuanya dengan keluhan demam sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi dirasakan terus menerus siang dan malam.
Pasien juga mengeluh sakit kepala dan badan terasa lemas. Selain itu pasien juga
merasa mual dan nyeri di bagian atas perut.
Ibu pasien mengaku telah memberi obat penurun panas, setelah minum obat
tersebut panas menjadi berkurang namun tidak beberapa lama panas muncul kembali.
Selain itu ibu pasien juga mengaku bahwa telah memeriksakan pasien ke klinik 24
jam untuk dilakukan pemeriksaan darah, dan dokter yang bertugas diklinik tersebut
menyatakan hasilnya ialah DBD. Selama sakit nafsu makan pasien berkurang dan
tampak lemas. Tidak ada riwayat bepergian keluar kota, alergi makanan maupun
alergi obat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, TD 90/60 mmHg, nadi 100x/m, RR 24x/m, suhu 39,1C. Nyeri tekan
epigastrium (+). Tes rumple leed (+). Pemeriksaan lab leukosit 5,2 ribu/uL, Hb 13
g/dL, Ht 44%, trombosit 53 ribu/uL.
VI

DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue grade I.

VII

DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue
Demam typhoid

VIII

PENATALAKSANAAN
Rawat inap
Tirah baring
Asupan cairan, salah satunya Infus RL 20tts/menit atau 60 cc/jam
Sanmol drip 170mg
Ranitidin 2 x 1/2 amp

MONITORING

Tanda vital dan perdarahan

Pemeriksaan lab H2TL per 12 jam

11

IX
PROGNOSIS
- Ad vitam
- As fungsionam
- Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

X FOLLOW UP
18 Juni 2015
Keluhan : Demam (+), nyeri perut (+)
Terapi

: RL 20tts/menit, Sanmol drip 170 mg, Ranitidin 2x1/2 amp

Lab

: Leukosit 5,2, Hb 13, Ht 44, Trombosit 53 (01.02 wib)


Leukosit 6,2, Hb 13,6, Ht 40, Trombosit 42 (10.54 wib)
Leukosit 6,6, Hb 14, Ht 40, Trombosit 37 (16.20 wib)

19 Juni 2015
Keluhan : Nyeri perut (+)
Terapi

: RL 25tts/menit, Sanmol drip 170 mg (k/p), Ranitidin 2x1/2 amp,


Isoprinol syirup 3x1cth.

Lab

: Leukosit 7,7, Hb 14,4, Ht 40,8, Trombosit 30 (06.10 wib)


Leukosit 6,5, Hb 13,3, Ht 38, Trombosit 33 (16.09 wib)

20 Juni 2015
Keluhan : Nyeri perut (+)
Terapi

: RL 30tts/menit, Sanmol drip 170 mg (k/p), Ranitidin 2x1/2 amp,

12

Isoprinol syirup 3x1cth.


Lab

: Leukosit 5,7, Hb 13,0, Ht 36,9,4, Trombosit 35 (07.15 wib)


Leukosit 7,3, Hb 13,2, Ht 36,9, Trombosit 37 (12.33 wib)

BAB III
ANALISIS KASUS

13

Pasien di diagnosis demam berdarah dengue grade I, diagnosis ditegakkan


berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Seorang
anak datang dengan keluhan demam sejak 4 hari. Demam tinggi dirasakan terus
menerus siang dan malam. Pasien juga mengeluh sakit kepala dan badan terasa lemas.
Selain itu pasien juga merasa mual dan nyeri di bagian atas perut..
Ibu pasien mengaku telah memberi obat penurun panas, setelah minum obat
tersebut panas menjadi berkurang namun tidak beberapa lama panas muncul kembali.
Selain itu ibu pasien juga mengaku bahwa telah memeriksakan pasien ke klinik 24
jam untuk dilakukan pemeriksaan darah, dan dokter yang bertugas diklinik tersebut
menyatakan hasilnya ialah DBD.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, TD 90/60 mmHg, nadi 100x/m, RR 24x/m, suhu 39,1C. Nyeri tekan
epigastrium (+). Tes rumple leed (+). Pemeriksaan lab leukosit 5,2 ribu/uL, Hb 13
g/dL, Ht 44%, trombosit 53 ribu/uL.
Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan cairan awal 60 cc/jam. Berdasarkan
teori untuk pemberian cairan DBD grade I yaitu 6 ml/kgBB/jam atau 102 cc/jam. Jadi
seharusnya pasien ini di berikan cairan 102 cc/jam, namun dengan pemberian 60
cc/jam keadaan pasien sudah cukup stabil, keadaan stabil ini bisa karena kebocoran
plasma yang tidak terlalu parah, atau juga intake cairan yang cukup. Namun pasien ini
tetap membutuhkan pemantauan atau monitor tanda vital serta hasil lab, dan ternyata
hasil lab terus menurun sehingga tidak menutup kemungkinan jumlah cairan akan
ditambah, seperti yang terjadi pada pasien ini.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah dan serologi dengue. Untuk Penegakan diagnosis DBD diperlukan sekurangkurangnya1 :

Terdapat kriteria klinis a dan b


Dua kriteria laboratorium

klinis

a.

Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari

b.

Terdapat manifestasi / tanda tanda perdarahan ditandai dengan :


Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa , epistaksis,perdarahan gusi
Hematemesis dan atau melena
14

c.
d.

Pembesaran hati
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
<20mmhg, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah

Laboratorium

a.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3)

b.

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler


yang ditandai adanya: hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >
20% sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan
umur dan jenis kelamin dibandingkan dengan data baseline saat pasien
belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi pleura,asites, atau .
hipoproteinemia ( hipoalbuminemia).

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut.2

15

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sering salah didiagnosis dengan


penyakit lain seperti flu atau typhoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus
dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas
gejalanya. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan
dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau typhoid. Oleh karena itu diperlukan
kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium)
dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.2
B. Etiologi
Virus dengue termasuk familia Flaviridae, dari genus Flavivirus. Atas dasar
ekologinya Flavivirus disebut Arbovirus atau virus athropoda-borne untuk
menunjukkan bahwa virus ini ditransmisikan oleh serangga. Semua Flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan terjadinya
cross reaction (reaksi silang) pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis
pasti uji serologis sulit ditegakkan. Ada 4 serotipe dari virus dengue yaitu Den-1,
Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe virus Den akan menghasilkan
antibodi protektif untuk serotipe tersebut pada waktu yang lama, tetapi tidak ada
cross protection (perlindungan silang) terhadap serotipe virus Den yang lain.3
C. Epidemiologi
Secara epidemiologi dikenal 2 bentuk dengue yaitu :
1. Bentuk klasik, dengan gejala panas 5 hari, disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang. Penurunan jumlah thrombosit dan ruam-ruam
banyak dijumpai kasusnya di negara-negara kawasan Asia tenggara
(Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam), secara endemik.
2. Bentuk epidemik, dikenal dengan nama Dengue hemorrhagic fever
(DHF). Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan gejala demam dengue
disertai dengan pembesaran hati dan tanda-tanda perdarahan. Epidemik
DBD dapat terjadi secara berulang-ulang. Sejak kasus DBD pertama
kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 (epidemi terjadi pertama

16

kali di Batavia 1779), jumlah kasus DBD cenderung meningkat. Angka


insiden DBD di Indonesia terus meningkat setiap 5-10 tahun.
Menurut World Health Organization, demam berdarah dengue dapat dilihat
berdasarkan karakteristik epidemiologi, antara lain :
1.

Penyebab Penyakit (agent)


Virus dengue merupakan bagian famili Flaviviridae. Keempat
serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat
dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah
satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi
ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi pelindung
sementara dan parsial terhadap serotipe yang lain.
Virus-virus dengue dapat menunjukkan banyak karakteristik yang
sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal
yang dikelilingi oleh nukloekapsid ikosahendral dan terbungkus oleh
selaput oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai diameter kira-kira 50
nm. Genom flavvirus mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases),
dan urutan genom lengkap dikenal untuk mengisolasi keempat serotipe,
mengkode nukleokapsid atau protein inti (C), protein yang berkaitan
dengan membran (M), dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen
protein (NS). Domain-domain bertanggung jawab untuk netralisasi,
fusi, dan interaksi dengan reseptor virus berhubungan denagn protein
pembungkus.

2.

Vektor
Aedes aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling
efisien untuk arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup
dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga
telah disertai dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan
banyak spesies kompleks Aedes scutellaris. Setiap spesies ini
mempunyai distribusi geografisnya masing-masing. Namun, mereka
adalah vektor epidemik yang kurang efisien dibanding Aedes aegypti.
Sementara penularan vertikal (kemungkinan transovarian) virus
dengue telah dibuktikan di laboratorium dan di lapangan, signifikansi
17

penularan ini untuk pemeliharaan virus belum dapat ditegakkan. Faktor


penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur Aedes aegypti dapat
bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi (pengawetan dan
pengeringan), kadang selama lebih dari satu tahun.1

D. Faktor resiko
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dicurigai
berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologik baru diperoleh
pada tahun 1970. Demam Berdarah Dengue (DBD) pada orang dewasa
dilaporkan pertama kali oleh Swandana (1970) yang meningkat dan menyebar
secara drastis ke seluruh DATI I di Indonesia.3
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus demam berdarah dengue, yaitu3 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi


Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
Sanitasi lingkungan yang kurang baik
Banyak genangan air sekitar lingkungan
Sirkulasi udara jelek
Menumpuknya pakaian basah atau kotor di tempat yang tidak tersinari
matahari (belakang pintu)
Peningkatan sarana transportasi
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa
vektor antara lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi
geografis setempat. Pola berjangkit virus dengue dipengaruhi oleh
iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban di setiap tempat tidak sama, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat.

E. Tanda dan gejala

18

Manifestasi klinis infeksi oleh virus dengue pada manusia bervariasi.


Spektrum variasinya begitu luas mulai dari asimptomatik, demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah
dengue, hingga yang paling berat yaitu dengue syok sindrom. Masa inkubasi
dengue berkisar 3-15 hari, dengan rata-rata 5-8 hari. Berat ringannya penyakit ini
tergantung dari beberapa faktor seperti daya tahan tubuh, cepat lambatnya
penanggulangan medis, perdarahan organ yang terjadi, tingkat virulensi virus.1
Gejala klinis DBD diawali dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari,
disertai muka kemerahan dan gejala klinis lain yang sering ditemukan seperti
anoreksia, sakit kepala, nyeri pada belakang bola mata terutama pada pergerakan
mata atau bila mata ditekan, fotofobia, nyeri pada otot, sendi dan tulang (break
bone fever), nyeri tenggorokan, mual, muntah, namun jarang ditemukan batuk
pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri epigastrium dan nyeri dibawah lengkung
iga kanan. Kurva demam yang bersifat bifasik (saddle back fever) tidak selalu
ditemukan. Demam biasanya berlangsung 2-7 hari dan bila tidak disertai syok
maka panas akan turun dan penderita akan sembuh sendiri.
Bentuk perdarahan paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede)
positif, yaitu bila ditemukan 10 bintik perdarahan (petekie) dengan luas
diameter 2,8 cm2 pada pembendungan aliran darah selama 5 menit, terdapat di
lengan bawah bagian volar dan fossa cubiti. Gejala perdarahan biasanya mulai
pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
hematemesis, melena.
Selain itu dapat juga ditemukan pembesaran hati terutama pada penderita
yang mengalami syok, namun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit. Pada dasarnya terdapat empat gejala utama pada DBD, yaitu
demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.
Manifestasi klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat, yaitu1 :
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan
satu-satunya ialah uji tourniquet positif.
2. Derajat II
19

Gejala seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit atau


manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III
Didapatkan tanda-tanda dini renjatan / kegagalan sirkulasi (nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun / <20 mmHg, hipotensi, sianosis
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah)
4. Derajat IV
Ditemukan syok berat/ DSS (Dengue syok sindrom) dengan tensi dan
nadi yang tak terukur.

F. Penegakan diagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang)
Subjective
(Hasil Anamnesis)

Keluhan
Demam dengue: demam tinggi, mendadak, sepanjang hari,
berlangsung 2-7 hari dengan pola deman kadang kadang bifasik
disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri
retro orbital, mialgia, atralgia, ruam, mual, muntah.
Demam berdarah dengue: Demam dengue yang ditandai dengan
manifestasi tanda tanda perdarahan berupa gusi berdarah,
mimisan, nyeri perut, mual/muntah, hematemesis, melena.
Faktor Risiko
Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.
Curah hujan yang mengakibatkan banyak genangan air
Sanitasi lingkungan yang buruk ( ban,botol,kaleng bekas yg
berserakan dll)
Tempat penampungan air didalam maupun diluar rumah (bak
mandi,drum, alas dispenser, alas vas bunga,tempat minum
burung dll)
Perubahan iklim yang ditandai dengan kenaikan temperatur
(28-32 0C) dan kelembaban tinggi berpengaruh terhadap
perkembangbiakan vector nyamuk DBD.
20

Objective

Pemeriksaan Fisik

(Hasil
pemeriksaan fisik
dan penunjang
sederhana)

Tanda Patognomonis
Demam Dengue
Suhu >39 derajat celcius
Ruam kulit
Demam Berdarah Dengue

Ptekie, ekimosis, purpura


Perdarahan mukosa
Rumple Leed (+)
Hepatomegali
Splenomegali
Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda
efusi pleura dan asites.

Pemeriksaan Penunjang

Leukosit: leukopenia (lekosit< 5000/mm3)


Trombosit: trombositopenia untuk demam dengue trombosit
<150.000/mm3, sedang untuk demam berdarah dengue trombosit

<100.000/mm3 )
Peningkatan Hematokrit:
pada demam dengue 5-10% sebagai akibat dehidrasi.
Sedangkan pada demam berdarah peningkatan >20% dibandingkan
dengan data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh
atau

adanya

efusi

pleura,asites,

atau

hipoproteinemia

( hipoalbuminemia)
Pemeriksaan serologi dengue positif

Assessment/

Diagnosis Klinis

Penegakan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

diagnostik

pemeriksaan darah dan serologi dengue.


Untuk Penegakan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya:
-

Terdapat kriteria klinis a dan b


21

Dua kriteria laboratorium

3
a
b

klinis
Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi / tanda tanda perdarahan ditandai

dengan :
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa , epistaksis,perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c Pembesaran hati
d Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
<20mmhg, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah
4

Laboratorium

a
b

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3)


Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler

yang

ditandai

adanya:

hemokonsentrasi

atau

peningkatan hematokrit > 20% sebagai berikut:


Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
dengan umur dan jenis kelamin dibandingkan dengan data baseline
saat pasien belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi
pleura,asites, atau . hipoproteinemia ( hipoalbuminemia)

Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji bendung


Derajat II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit
(petekie), perdarahan gusi, epistaksis,

atau perdarahan lain

( menstruasi berlebihan, perdarahan saluran cerna)


Derajat III: Derajat I dan II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab,

anak tampak gelisah


Derajat IV : Seperti derajat III disertai syok berat, nadi tak teraba,
tekanan darah tak terukur.
22

G. Patogenesis
Virus dengue pada penderita DBD
Terhisap oleh nyamuk Aedes aegypti
Virus bereplikasi dalam glandula saliva nyamuk 8-12 hari (extrinsic incubation period)

Virus bereplikasi dalam glandula saliva nyamuk 8-12 hari (extrinsic incubation period)

Nyamuk menggigit manusia


Inokulasi virus pada tubuh manusia (masa inkubasi 3 14 hari)
Aktivasi kompleks virus-antibody (primer:IgG IgM, sekunder: booster

effect)

Virus bereplikasi pada sel-sel dendritik dan menginfeksi sel-sel target


Aktivasi makrofag yang memfagosit
Peningkatan
kompleksaktivasi
virus antibody
komplemen
non netralisasi
(C3a dan C5a

Non

meningkat)

Permeabilitas vaskuler meningkat


Sel-sel Dendritik Sel-sel Hepatosit Sel-sel Endotelial
netralisasi: Virus bereplikasi di Kebocoran
dalam makrofag
plasma
Aktivasi T helper

Seldan
kupfer
hepar menjadi
(Th / CD4)
T sitotoksik
(CD8) sel target
ALT meningkat (terjadi peradangan)
Gamma diproduksi

Limfokin dan IFN

Aktivasi

Monosit

Virus

Menyerang sum-sum tulang dan mendestruksi megakariosit,

Dengue
eritroblas dan prekusor-prekusor myeloid
histamine

Mediator-mediator inflamasi dikeluarkan: TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan

PAF: Agregasi platelet


Infeksidan
sel-sel
peningkatan
progenitorkerusakan
hematopoietic
perifer
dan sel sel stromal
Disfungsi endotel,

Trombositopenia
koagulopati dan kebocoran
plasma
4
Gambar 1. Patogenesis
DHF
Sum-sum tulang
kembali

memproduksi megakariosit

Kebocoran Plasma: efusi pleura,

asites, hipoproteinemia
Hemofagositosis
Platelet berkurang

23

H. Patofisiologi
Infeksi virus dengue (kelompok Arbovirus B) melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

Virus masuk aliran darah manusia


Virus bereplikasi

Tubuh membentuk antibody

Terbentuk kompleks virus-antibodi (virus sebagai antigen)

mpleks antigen-antibodi melepas zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah (terjadi proses auto

Permeabilitas Vaskuler meningkat


Pori-pori pembuluh darah kapiler melebar
Sel-sel darah bocor (antara lain trombosit dan eritrosit)

Tubuh mengalami perdarahan

Bercak

Saluran cerna (hematemesis, melena)


Perdarahan hebat pada kulit

Saluran nafas (epistaksis, hemoptisis)

Organ Vital (cor, hepar, ren)

Gambar 2. Patofisiologi DHF5

I. Terapi lama
24

Prinsip penatalaksanaan pada DHF yaitu bersifat suportif dan simtomatis,


dikarenakan sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat membunuh virus
penyebab penyakit ini. Contohnya pada gejala berupa haus dan dehidrasi yang
merupakan akibat dari demam tinggi, anorexia dan muntah, maka dapat diberikan
cairan lewat oral sebagai pengganti cairan yang hilang. Cairan elektrolit dan jus
buah lebih baik dibanding air biasa dalam menangani dehidrasi.
Selama terjadi demam, ada kemungkinan terjadinya kejang pada pasien.
Oleh karena itu pemberian antipiretik dapat diindikasikan pada pasien dengan
hiperpirexia, terutama pada pasien dengan riwayat kejang demam. Penggunaan
salisilat sebaiknya dihindari pada pasien ini, karena dapat menyebabkan
perdarahan dan asidosis. Pengunaan paracetamol tidak boleh sembarangan, dan
harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan, yaitu6 :
1 tahun
3.6 tahun

:
3-6 tahun

60 mg/dosis

60-120 mg/dosis
:

120 mg/dosis

6-12 tahun :

240 mg/dosis

Pada pasien DHF perlu dilakukan pengawasan yang ketat, agar dapat
memberikan prognosis yang baik. Bahkan bila perlu pasien dirawat dirumah sakit
agar mempermudah pengawasan dan mempercepat pemberian terapi jika terjadi
kegawat daruratan. Adapun indikasi dilakukannya rawat inap, yaitu jika terjadi
dehidrasi atau kehilangan cairan > 10% dari berat badan normal. Pemberian
cairan pengganti intravena perlu diberikan pada keadaan ini. Adapun tanda
dehidrasi yaitu :
a. Takikardi
b. Kapilari refill > 2detik
c. Kulit dingin dan pucat
d. Perubahan kesadaran
e. Oliguria
f. Penignkatan hematocrit tiba-tiba
g. Tensi (tekanan darah) turun > 20 mmHg
h. Hipotensi
Beberapa pengganti cairan yang dapat diberikan pada pasien antara lain :
a. Saline fisiologis
b. Ringer laktat
25

c. Ringer asetat
d. Glukosa 5 % dilusi 1:2 atau 1:1 dengan saline fisiologis.
e. Pemberian cairan plasma
Ringer laktat, ringer asetat atau glukosa 5% diencerkan dengan saline haris
diberikan dengan cepat melalui blous intra vena (10-20 ml/kg). Jika masih terjadi
syok, dapat dilakukan pemberian oksigen dan harus dilakukan pemeriksaan
hematocrit. Jika terjadi peningkatan hematocrit, maka cairan plasma, pengganti
cairan plasma atau 5% albumin (10-20 ml/kg) harus diberikan dengan cepat, bila
perlu diulangi dengan dosis total 20-30 ml/kg larutan koloid. Jika syok masih
juga terjadi maka dapat dimungkinkan telah terjadi perdarahan internal
(hemoragik). Dalam hal ini dapat diberikan transfuse whole blood (10 ml/kg) jika
kadar hematokrit diatas 35%. Jika syok berkurang maka infus intravena dapat
dikurangi berdasarkan kadar hematocrit, urin output dan vital sign.
Berdasarkan referensi lain, tidak ada obat antivirus yang spesifik yang
digunakan untuk menangani DHF, penanganan bersifat simptomatik dan
penanganan terhadap dehidrasi yaitu pengantian cairan tubuh yang hilang akibat
kebocoran plasma.
Terapi simptomatik dapat diberikan antipiretik menggunakan paracetamol
dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali pemberian, dapat diulang 4-6 kali sehari
(Sutaryo, 2004). Dapat juga diberikan antiemetik jika diperlukan. Penanganan
dehidrasi dapat diberikan cairan kristaloid 20 cc /kgbb/jam. Pada umumnya dosis
ini dapat dipertahankan 2-4 jam kemudian. Pastikan juga jalan nafas terbuka dan
kebutuhan oksigen terpenuhi dengan pemberian oksigen 1-2 L/menit.7
Terdapat metode One Day Care yang banyak digunakan saat ini. Prinsip
dari penatalaksanaan One Day Care yaitu pasien dirawat selama 24 jam dengan
pemantauan tanda klinis, laboratorium, dan pemberian cairan yang ketat. Pasien
tetap dipantau oleh dokter jaga dengan follow chart. Penanganan pada One day
Care adalah sebagai berikut8 :
1 Tirah baring
2 Diet makanan lunak atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.
3 Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan
tetesan 20 cc /Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1 1,5 liter di
guyur (cor), selanjutnya 5 cc /Kg BB/Jam atau 50 cc / Kg BB / 24 jam,
atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan rumatan.
Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik.

26

Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu (


minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada

status), jumlah urine perjam (sebaiknya 50 cc / jam).


Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan,
seperti parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh

38,50 C dan Metoklopramide bila terjadi muntah-muntah.


Bila TD sistolik menurun 20 mmHg, atau Nadi 110 x / menit, atau
tekanan nadi (TD sistol TD diastol 20 mmHg), atau jumlah urine
40 cc / jam,pertanda adanya kebocoran plasma (plasma leakage)
tambahkan cairan infuse guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan
kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke

tetesan rumatan.
Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi
penurunan TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine yang
berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau penurunan kesadaran,
perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu
dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan

periksa Haemorrhagic test.


Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin
memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita
dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau klinik atau
rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif, kalau

perlu di rawat di ICU.


Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang
menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi
perdarahan yang masif dengan penurun kadar Hb dan Ht, segera beri

tansfusi Whole blood.


10 Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang
cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan
pemantauan laboratorium tidak menunjukkan perbaikan, maka pilihan
kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau Plasma biasa.
11 Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase
penyembuhan.
J. Terapi baru

27

Sama dengan prinsip penatalaksanaan yang lama, penatalaksanaan pada


DHF juga bersifat suportif dan simtomatis. Namun penatalaksanaan yang baru
megacu pada 5 protokol penanganan DHF menurut WHO. Adapun protokolprotokol tersebut, yaitu9 :
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF
5. Tatalaksana sindroma syok dengue
Sama halnya dengan terapi lama, terapibaru juga dilakukan pemberian
cairan pengganti. Pemberian cairan ini ditujukan untuk mengganti kehilangan
cairan akibat kebocoran plasma dan sebagai pengganti (substitusi) komponen
darah. Kebocoran plasma yang terjadi biasanya terjadi antara hari 4 hingga hari
ke 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke 7 kebocoran yang terjadi akan
berkurang dan cairan akan kembali ke ruang intravaskuler dari ruang intersisial.
Pada kondisi hari ke 7 tersebut pemberian cairan secara bertahap akan dikurangi.
Terapi nonfarmakologis juga perlu dilakukan, meliputi tirah baring
terutama pada pasien dengan trombositopenia yang berat. Pemberian makanan
dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat yang dapat
mengritasi saluran cerna dapat pula diberikan. Untuk mengatasi demam, dapat
diberikan parasetamol. Begitupula dengan simtomatik lainnya, namun pemberian
aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid sebaiknya jangan diberikan pada pasien
DHF, karena dapat berisiko terjadi perdarahan saluran cerna bagian atas.
Selain dilakukan pengobatan, perlu juga dilakukan pengawasan yang ketat
pada pasien ini baik secara klinis maupun laboratoris. Pengawasan itu dapat
berupa pengawasan pada pemberian cairan, apakah cairan yang diberikan sudah
cukup atau kurang. Hal ini perlu karena kelebihan cairan dapat menyebabkan
terjadinya efusi pleura ataupun asites yang massif.10
Beberapa protokol tatalaksana pada DHF dapat dilihat pada algoritmaalgoritma berikut :

28

Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat

29

Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

30

Gambar 6. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dan sindroma syok dengue

31

Cairan yang diberikan boleh berupa koloid maupun kristaloid. Namun


WHO menganjurkan terapi kristaloid (ringer laktat, cairan saline dan ringer
asetat) dikarenakan cairan tersebut murah dan lebih mudah didapat. Cairan ideal
yang dibutuhkan yaitu dapat bertahan lama di intravaskuler, aman, mudah di
ekskresi, tidak mengganggu sistim koagulasi, dan sedikit menimbulkan alergi.
Cairan kristaloid sudah cukup aman dan memenuhi kriteria diatas. Namun
cairan ini juga dapat menyebabkan beberapa efek samping berupa edema,
asidosis laktat, hemokonsentrasi dan instabilitas hemodinamik. Penggunaan
kristaloid dapat memberikan keuntungan lainnya seperti mudah disimpan dalam
suhu ruang, komposisi yang menyerupai komposisi plasma dan bebas dari
kemungkinan reaksi anafilaktik.9
Dibanding cairan kristaloid, cairan koloid memiliki keunggulan berupa
ekspansi volume plasma intravaskuler yang lebih besar dan bertahan dalam waktu
yang lebih lama di ruang intravascular. Dengan kelebihan ini koloid dapat
memberikan oksigenasi jaringan dan hemodinamik yang lebih baik daripada
kristaloid. Namun penggunaan cairan koloid ini lebih berisiko menyebabkan
anafilaksis, koagulopati, dan harga yang lebih mahal disbanding kristaloid.
K. Komplikasi
1. Kerusakan Hepar
Infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat berkembang progresif
pada beberapa keadaan tertentu atau terdapat penyakit lain yang mendasari,
penyakit yang mengalami immunocompromise, dimana status imun menurun,
fungsi imun terganggu, sehingga infeksi DBD berlangsung progresif ke
gradasi berat. Penyakit infeksi lain yang terjadi bersamaan dengan DBD,
seperti Demam Tifoid, ikut memberatkan dan melemahkan status imun dan
kondisi penderita.11
Virus Dengue yang masuk dalam tubuh manusia terikut aliran darah
terjadi viremia. Di dalam sirkulasi sistemik virus Dengue berusaha mencari
sel target monosit-makrofag-Kupffer. Sebelum mencapai sel target, virus
Dengue dihadang oleh komplemen, terjadi hiperaktivitas komplemen. Selain
komplemen, virus Dengue dicegah oleh interferon- dan interferon- agar
tidak terjadi replikasi. Meskipun demikian pada situasi tertentu terutama
terdapat kelemahan pada sistem imun, virus Dengue akan leluasa memasuki

32

monosit dalam sirkulasi, makrofag dalam jaringan dan hepatosit derta sel
Kupffer di hati.
Akibat intervensi Dengue, pada hepatosit dan Kupffer, menyebabkan
sel mengalami gangguan fungsi. Terjadi inflamasi, nekrosis hepatoseluler
yaitu nekrosis pada zona tengah dan perifer hepar. Nekrosis tersebut terjadi
akibat insufisiensi sirkulasi mikro yang menyebabkan hepatoseluler
mengalami iskemia, inflamasi akut akibat pengaruh sitokin proinflamatori
dan berbagai mediator, serta dampak negatif oksidan dan kolestasis.
Pada infeksi DBD aliran darah konsumsi oksigen mengalami
perubahan.

Terjadi

hipermetabolisme

peningkatan
regional,

kebutuhan

peningkatan

oksigen

kebutuhan

dalam

splanik,

metabolik,

dan

peningkatan kebutuhan oksigen. Situasi ini memicu terjadinya iskemia


sentral dan regional lobuler hepar, disfungsi hepatik akut. Keadaan tersebut
diperberat akibat sel Kupffer hati memproduksi sitokin TNF- yang
berdampak pada terjadinya destruksi sel.
2. Sindrom Syok Dengue
Virus Dengue begitu melalui proses internalisasi ke dalam tubuh host
akan mengikuti sirkulasi sistemik dan berusaha mencapai sel target monositmakrofag. Sebelum mencapai monosit-makrofag, virus Dengue dihadang
oleh mekanisme ketahanan tubuh terutama komplemen. Hiperaktivitas
komplemen melalui opsonisasi akan meluluhlantakkan virus Dengue.
Dampak hiperaktivitas komplemen terjadi pelebaran celah endotel kapiler,
peningkatan

permeabilitas

kapiler

yang

membuka

peluang

terjadi

perpindahan plasma darah.11


Sebagian virus yang lolos dari komplemen akan melakukan replikasi,
tetapi upaya replikasi ini dicegah oleh interferon- dan interferon-.
Meskipun berbagai rangkaian proses inhibisi dan eliminasi telah dilakukan
oleh sistem imun terhadap virus, namun karena karakteristik dan
spesifisitasnya, virus Dengue tetap berhasil mencapai makrofag.
Virus Dengue memicu makrofag menjadi hiperaktif dan mengalami
berbagai perubahan. Pada permukaan membran makrofag berbagai protein
spesifik disiagakan termasuk reseptor CD40, reseptor TNF, NO, molekul B7.
Hiperaktivitas makrofag ini menyebabkan peningkatan produksi dan sekresi
enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 yang disekresi ke sirkulasi akan
berinteraksi

dengan

protein

pengikat,

memicu

metabolisme

asam
33

arakhidonat. Peningkatan metabolisme asam arakhidonat, melalui jalur


siklooksigenase membentuk leukotrien, memicu sintesis prostasiklin (PGI2),
sintesis tromboksan sehingga terbentuk tromboksan A2, menstimulasi
isomerase endoperoksid PGE2 terbentuk prostaglandin E2. Keempat
mediator ini merupakan mediator sekunder yang mempunyai potensi
membuka celah endotel kapiler beratus kali dari mediator primer. Pembukaan
celah endotel yang difus ini memicu perpindahan plasma yang progresif
sehingga terjadi SSD.
L. Prognosis
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah self-limiting disease yaitu penyakit
yang dapat pulih sendiri tanpa dilakukan intervensi medis selain dari mengatasi
gejala-gejalanya, dengan angka mortalitas kurang dari 1%. Apabila ditangani,
DBD memiliki angka mortalitas 2- 5%. Apabila tidak ditangani, DBD memiliki
angka mortalitas sebesar 50%. Angka kejadian Sindrom Syok Dengue beragam di
setiap negara, berkisar sekitar 12- 44%, namun dengan penanganan intensif yang
adekuat kematian dapat ditekan sampai krang dari 1% kasus. Pada kasus yang
jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan oleh syok berkepanjangan atau
perdarahan intracranial.12

DAFTAR PUSTAKA

34

1. World Health Organization. 2005. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue
shock syndrome in the context of the integrated management of childhood illness.
Geneva: Department of Child and Adolescent Health and Development
2. Samsi, T.K., Setiawan, J.J., Kartika, J. 2000. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak,
R.S. Sumber Waras. Jakarta: Penerbitan Universitas Tarumanagara.
3. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI. 2007. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
Jakarta.
4. USU. 2010. Demam Berdarah Dengue. Sumatra: Universitas Sumatra Utara.
Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21504/4/Chapter%20II.pdf
5. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
6. WHO. 1997. Dengue Haemorrhagic Fever Diagnosis, Treatment, Prevention And
Control Second Edition. Genewa: WHO.
7. Sutaryo. 2004. Dengue. Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran UGM.
8. Zein, Umar. 2004. Pedoman Penatalaksanaan One Day Care Penderita Demam
Berdarah Dengue Dewasa. Medan : Divisi Penyakit Tropik Infeksi FK USU.
9. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis danTerapiCairanpadaDemamBerdarah
Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7.
10.WHO. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention an
Control. Perancis: WHO.
11. Nasronudin. 2011. Penatalaksanaan Cairan Pada Sindrom Syok Dengue. Dalam:
Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang Edisi Kedua. Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR
12.Halstead, S.B. 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F.
Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

35

36

Anda mungkin juga menyukai