Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Komplek

Pembimbing

dr. Rivai Usman Sp.A

Disusun Oleh :
Muhammad Taufiq Hidayat S.Ked
030.09.160

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 25 MEI 1 AGUSTUS 2015
BEKASI, JAWA BARAT
1

HALAMAN PENGESAHAN

Nama
NIM
Fakultas

:
:
:

Muhammad Taufiq Hidayat S.Ked


03.09.160
Kedokteran Umum

Judul
Bagian

:
:

Laporan Kasus Kejang Demam Komplek


Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing :

dr. Rivai Usman Sp. A

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD Kota Bekasi

Bekasi, 7 Juli 2015

Pembimbing

Penulis

(dr. Rivai Usman, Sp. A)

(Muhammad Taufiq Hidayat, S.Ked)

BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
Umur
: 2 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku bangsa
: Sunda
Alamat
: Bantar Gebang, Bekasi
Tanggal MRS
: 1 Juli 2015,
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu An. A pada 2 Juli 2015 di bangsal anak
ruang Melati.
Keluhan Utama :
Kejang sejak 14 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Demam
Mencret
Nafsu makan turun
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang
sejak 14 jam SMRS. Sebelum kejang pasien demam tinggi yang diukur dengan
menggunakan termometer digital oleh ibu pasien, suhunya 38,5oC.
13 jam SMRS kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh
ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli di
apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian 10 jam SMRS, pasien
kembali demam, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di sana
pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur. Setelah mendapatkan
obat, demam dirasakan turun. Namun, 2 jam SMRS pasien kembali demam, ketika
diukur suhunya 38,9oC. 1 jam SMRS pasien kembali kejang dan keluarga memutuskan
untuk membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di IGD, pasien sudah tidak kejang.
Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan
kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan
berbusa dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala
tidak terbentur saat kejang berlangsung. Kejang terjadi selama 1-2 menit. Setelah
kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis.

Menurut Ibunya, sejak 2 hari SMRS BAB pasien cair disertai demam. Demam
muncul mendadak tinggi berlangsung terus menerus, ketika diukur dengan termometer
digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung
5-6 kali sehari, volume gelas aqua, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning,
terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Anak menjadi rewel dan menjadi
sering minum karena haus. Ibu pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari
telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-),tapi nafsu makan pasien menjadi menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit
Umur
Alergi
Cacingan
DBD
Thypoid
Otitis
Parotis
-

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Maag
Varicela
Operasi

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang paru
Tuberkulosis
Morbili

Umur
-

Kesan:
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Ini merupakan kejang yang
pertama kali. Pasien tidak mempunyai riwayat sering demam sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

Tidak diketahui
Rutin periksa ke bidan
Rumah Bersalin
Bidan
Normal
9 Bulan
Baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I :
6 bulan
(normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap
:
4 bulan
(normal: 3-4 bulan)
Duduk
:
5 bulan
(normal: 6 bulan)
Berdiri
:
12 bulan
(normal: 9-12 bulan)
Berjalan
:
13 bulan
(normal: 13 bulan)
Bicara
:
12 bulan
(normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis
:
Belum bisa
4

Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI
0-2
+
2-4
+
4-6
+
6-8
+
8-10
+
Umur di atas 1 tahun
Jenis Makanan
Nasi/pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe

Buah/biskuit
+
+

Bubur susu
+
+

Nasi tim
+

Frekuensi dan jumlah


2-3x/hari, 1 centong nasi
3x/minggu
2x/bulan
3x/minggu
1x/minggu
2x/hari
3x/hari

Kesan :
Kebutuhan gizi pasien masih terpenuhi oleh Asi dan tidak ada kesulitan makan, asupan
cukup baik.
Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
2 bulan
DPT
2 bulan
4 bulan
POLIO
Lahir
2bulan
4 bulan
6 bulan
CAMPAK
9 Bulan
HEPATITIS B 0 bulan
1 bulan
6 bulan
-

Riwayat Keluarga :
Nama
Perkawinan ke
Umur
Keadaan kesehatan

Ayah
Tn. MA
Pertama
27
Baik

Ibu
Ny.SS
Pertama
25
baik

Anak pertama
An. A
2 tahun 5 bulan

Kesan : Kakak pasien pernah mengalami kejang seperti pasien dulu


Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di perkampungan, rumah
dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai
keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi
baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik
dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak
terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan pasien.
Kesan : Cukup baik.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada An. A pada hari tanggal 2 Juli 2015 di bangsal anak ruang Melati.

Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Tanda vital
Kesadaran
: compos mentis (cengeng)
Frekuensi nadi
: 140 x/menit
Tekanan darah
: Tidak dilakukan
Frekuensi pernapasan
: 36 x/menit
Suhu tubuh
: 36,8 oC
Data antropometri
Berat badan
: 13 kg
Tinggi badan
: 88 cm
Status gizi
Berdasarkan Kurva CDC usia bulan
BB/U = 13 /13 x 100% = 100 %

TB/U = 88/ 88x 100% = 100 %

Kesan : Gizi baik


BB/U = x100% = %
TB/U = x100% = %

Grafik I.1. Presentil Tinggi Badan Per Umur dan Berat Badan Per Umur menurut
CDC, 2000 pada Pasien

Kepala
Bentuk
Rambut

Mata

Telinga

Hidung
Bibir

Mulut

: normocephali
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor, RCL +/+, RCTL +/+, cekung +/+
: normotia, membran timpani intak, serumen -/-,
otorrhea -/: bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/: Simetris saat diam, mukosa berwarna merah
muda, kering (+), sianosis (-)
: Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-),
mukosa gusi merah muda, hiperemis (-), ulkus (-),
halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-),
hiperemis (-) massa (-)

Leher
KGB
Kelenjar tiroid
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Pulmo
o Kardio
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Kulit

Genitalia Eksterna

: Membesar di belakang telingan -/: tidak membesar


: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
: Vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
: Sonor kedua lapang paru
: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/: bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop
: perut datar, distensi (-), jejas (-), kulit keriput (-)
: bising usus 5x/menit
: supel, organomegali (-), turgor kulit baik
: timpani, shifting dullness ()
: warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak
ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab,
pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)
: tidak tampak kelainan

Ekstremitas
Superior
Dextra
Sinistra
Akral
Hangat
Hangat
Sianosis Edema
Tonus
Normo
Normo
Trofi
Normo
Normo
Motorik 5555
5555
Sensorik -

:
Inferior
Dextra
Hangat
Normo
Normo
5555
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
HEMATOLOGI Darah lengkap
Leukosit
6,6
ribu/uL
Basofil
1
%
Eosinofil
0
%
Batang
1
%
Segment
50
%
Limfosit
48
%
Monosit
14
%
Hemoglobin
11,8
g/dL
Hematokrit
36
%
Trombosit
283
ribu/uL
LED
25
mm
GDS
Natrium
Kalium
Clorida

118
130
3,0
98

mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L

Sinistra
Hangat
Normo
Normo
5555
-

Nilai Normal
5-10
<1
1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
11-14,5
37-47
150-400
0-10
60-110
135-145
3,5-5,0
94-111

RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan
kejang sejak 14 jam SMRS. Kejang 3x,seluruh tubuh kelojotan, 1-2 menit,keluar
cairan berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit, lidah tidak tergigit,
9

kepala tidak terbentur saat kejang berlangsung.Setelah kejang berhenti pasien tertidur,
setelah bangun dari tidurpasien langsung menangis.
Sejak 1 hari SMRS pasien demam (+) mendadak tinggi disertai BABcair yang
berlangsung 5-6 kali sehari, volume gelas aqua, cair dengan sedikit ampas,
berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau.Nafsu makan
pasien menurun semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien sudah di rawat inap didapatkan Keadaan
umum Tampak Sakit Sedang, tampak rewel, status gizi baik, tinggi normal, T:36,8 C,
N: 140x/menit,P: 36x/menit,mata cekung +/+, bibir kering (+).Dari pemeriksaan
Laboratorium didapatkan:Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium:
130mmol/L Kalium: 3,0 mmol/L.
DIAGNOSIS KERJA
1. Kejang Demam Kompleks et causa Diare Akut infeksi virus
2. Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus

DIAGNOSIS BANDING
1) Kejang:
- Epilepsi
2) Diare:
-

Diare Akut dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi bakteri

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- EEG
- Feses Lengkap
- Cek ulang darah rutin

PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Rawat Inap
Tirah baring
Observasi tanda-tanda vita
Feses ditampung
Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita

10

Medikamentosa
- IVFD RL3 cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x3/4 Cth
- Diazepam 2x5 mg bila suhu >390C

PROGNOSIS
Ad vitam
As fungsionam
Ad sanationam

: bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tgl
S
2/7/15
-Kejang (-)

O
KU/KS: TSS,

A
-Kejang Demam

P
IVFD

RH-1

-Demam(-)

rewel/CM

Kompleks

Asering 3

Bebas

-Muntah (-)

Kepala: normocephali,

-Diare Akut

cc/kgBB/jam

demam 1

-BAB cair

UUB sudah menutup

Dehidrasi ringan Paracetamol

hari

dengan

Mata:

3x 3/4 Cth

ampas, lendir cekung(-/-),CA(-/-)

(bila suhu >

N:114x/m,

(+), darah

Hidung: NCH-/-, secret

380C)

regular,isi

(-), 2x/hari,

-/-

Diazepam 2

cukup,kuat

volume

Mulut: tonsil T1-T1,

x 5mg (bila

, equal

gelas aqua.

uvula di

suhu > 390C)

T:37,0 C

- BAK kesan

tengah,hiperemis(-),bibi

Zinkid

RR:32x /m

cukup

r kering(+)

1x20mg

- makan /

Leher: KGB dan tiroid:

Lacto.B 1 x

minum baik

ttm, kaku kuduk (-)

sach

Thorax: C/ BJI-II reg,


m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-

11

Defisit Neurologis (-)


3/7/15

-Kejang (-)

MKS:2
KU/KS: TSS /CM

RH-2

-Demam (-)

Kepala: normocephali,

Kompleks

Paracetamol

Bebas

-Muntah (-)

UUB sudah menutup

-Diare Akut

3x 3/4 Cth

demam 2

-BAB kental,

Mata: cekung (-/-),CA

tanpa Dehidrasi

(bila suhu >

hari

warna

(-/-)

380C)

kuning,

Hidung: NCH -/-, secret

Diazepam 2

N:118x/m,

lendir (-)

-/-

x 5mg (bila

regular, isi

darah (-),

Mulut: tonsil T1-T1,

suhu > 390C)

cukup,

1x/hari

uvula di

Zinkid

kuat, equal

- BAK kesan

tengah,hiperemis (-),

1x20mg

T: 36,6 C

cukup

bibir kering (-)

Lacto.B 1 x

RR:

- makan /

Leher: KGB dan tiroid:

sach

38x /m

minum baik

ttm, kaku kuduk (-)

-Kejang Demam

Venflon

Thorax: C/ BJI-II reg,


m (-), g (-)
P/ SNV +/+, rh -/-, wh
-/Abdomen: supel, BU
(+) 5x/menit, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/Defisit Neurologis (-)
4/7/15

-Kejang (-)

MKS: 0
KU/KS: TSS /CM

RH-3

-Demam (-)

Kepala: normocephali,

Kompleks

Paracetamol

Bebas

-Muntah (-)

UUB sudah menutup

-Diare

3x 3/4 Cth

demam 3

-BAB cair

Mata: cekung (-/-),CA

Akuttanpa

(bila suhu >

hari

(-), lembek

(-/-)

Dehidrasi

380C)

1x/hari

Hidung: NCH -/-, secret

-Kejang Demam

Venflon

Diazepam 2

12

N:104x/m,

- BAK kesan

-/-

x 5mg (bila

regular, isi

cukup

Mulut: tonsil T1-T1,

suhu > 390C)

cukup,

- makan /

uvula di

Zinkid

kuat, equal

minum baik

tengah,hiperemis (-),

1x20mg

T: 36,5 C

bibir kering (-)

Lacto.B 1 x

RR:

Leher: KGB dan tiroid:

sach

32x /m

ttm, kaku kuduk (-)


Thorax: C/ BJI-II reg,

Pasien

m (-), g (-)

boleh

P/ SNV +/+, rh -/-, wh

pulang

-/Abdomen: supel, BU
(+) 5x/menit, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/Defisit Neurologis (-)
MKS: 0

Tanggal
Jenis Pemeriksaan
FESES LENGKAP
Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopik
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba histolitika

Hasil

Nilai Normal

Cokelat
Cair
+
-

Cokelat
Lunak
-

13

Telur cacing
Pencernaan
Lemak
Amilum
Serat
Sel ragi
Tanggal
Jenis Pemeriksaan
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida

Tanggal
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

+
-

Hasil

Nilai Normal

140 mmol/L
3,9 mmol/L
106 mmol/L

135-155
3,6-5,5
98-109

Hasil

Nilai Normal

7,0 ribu/L
12,3 g/dL
37 %
310 ribu/ L

5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
229-553

14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
1. Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui
tentangseizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan
aktifitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di
antara saraf-saraf diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak
menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat
berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomenapsikologis lainnya.Kumpulan gejala berulang
dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun
disebut sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak
dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat
menyeluruh.Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi
kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.1
2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
15

ekstrakranium.2-4 Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti


membuat batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama.
Menurut ConsensusStatement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam
dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya
demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38C atau
lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui. 2Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang
dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada
laki-laki.4
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar
natrium rendah.4
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau
lebih, risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang
demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2-4

16

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami
kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8
tahun.Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun
pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6
tahun.Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2
D. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi
prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau
berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria
Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:

17

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang


menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang
dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal
(hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15
menit dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam
berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat
kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7
E. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam
yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.2-4
F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah
kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering

18

terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran

darah

yang

mengakibatkan

hipoksemia

sehingga

meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3
G. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis,
furunkulosis, dan lain-lain.2-4,8Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat
berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa

19

detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang
dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita
yang sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita,
ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum
atau fokal.Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana.IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang
berlangsung lama dan mengalami komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali
lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak,yaitu:2,6-8
1.

Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama.
Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah
diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak
dengan kejang demam yang:
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
b. mengalami complex partial seizure.
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya).
d. Kejang saat tiba di IGD.

20

e. Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga


sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang
telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk
dilakukan.7
2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. 3,4 Tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam
atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan
timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam,
gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang
demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat
didaerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada
hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai
tujuh hari setelah serangan kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan
untuk pasien kejang demam sederhana.2,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7
4. Pemeriksaan Imaging

21

Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada


keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)
I. DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat
(otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu
dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau
epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam
yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi
oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam
tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga
menyerupai kejang demam.2
J. PERJALANAN PENYAKIT
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental
dan neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi
dikemudian hari. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,640,74%.2
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis
yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas
serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang

22

berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan hiperaktifitas
walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. Ellenberg dan Nelsonmelaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang
demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak
menderita kejang demam.2 IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam
yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi
5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung kepada
cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka
sekitar 2-5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan
bahwa diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita
kejang tanpa demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan
Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30%
pada kejang demam atipikal. Di Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%)
diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih
banyak dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang
kemungkinan terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan
pasien yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya
epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara
kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 3%,
sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi
adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam,
yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam

23

yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien
mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali
kecuali pada 9-17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang
dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg
melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara 1706 pasien.
Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama
terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah 28%.
Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan
perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga
lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2
K. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik.3,4,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam
darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan
intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan
cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam
intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak
dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10
kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20

24

mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau


kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24
jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan
pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus
diberikan obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau
fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara intramuskular dengan loadingdose.
Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam
setelah dosis awal.
Fenobarbital

dosis

tinggi

intravena

dapat

menyebabkan

depresi

pernapasan, hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau


dengan ketat. Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi
pernapasan,sebab itu setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan
diberikan diazepam.3,4,7,10
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.


Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan untuk mencari penyebab.2-4
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan

berulangnya

kejang

demam

perlu

dilakukan

karena

menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap.


Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam
pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke
otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti

25

sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam


intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat
digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat
badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu
efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam
sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi
gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang


demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat
mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus
menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat
lain

yang

digunakan

adalah

asam

valproat

dengan

dosis

15-40

mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun


setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu:
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan ( misalnya cerebralpalsy atau mikrosefal).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan
neurologis sementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multipel dalam satu episode demam.

26

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan
jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4

27

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12


5 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan napas, kebutuhanO2 atau
bantuan pernapasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,
Diazepam rektal 0,5mg/kg
dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rekta
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama
dengan interval 5 - 10 menit
15 20 menit

Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-)

Kejang (+)
Fenitoin IV (15 20mg/kg)
diencerkandgn NaCl 0,9%
diberikan selama 20-30 menit atau
dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsifus

Kejang (-)

Kejang (+)
28

Dosis pemeliharaan

Fenobarbotal IV/IM 10-20

mg/kg
FenitoinIV 5 7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-)

Kejang (+)

Dosis pemeliharaan

Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg

Pentobarbital IV 5

15mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

bolus atau Midazolam 0,2

mg/kg

L. RUJUKAN
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia dibawah 6 bulan
4. Kejang demam pertama
5. Dijumpai kelainan neurologis
M. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat
angka kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya
kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi
demam lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat
apabila onsetnya kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif,

29

terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal), kejang awal gambarannya


unilateral, kejang berhenti lebih dari 30 menit atau berulang karena penyakit yang
sama.1
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennoxBuchtal (1973) mendapatkan:1
-

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%

dan pria 33%.


Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang
adalah 25%.
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana

hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa
demam hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).

N. PENCEGAHAN
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu
digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang
sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.

30

Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat


menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun
melalui rektal).

31

DAFTAR PUSTAKA
1.

Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid
Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.

2.

S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua.


BP. IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.

3.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian
IKA FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.

4.

Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta


Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal
434-7.

5.
6.

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8


Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan

7.

Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.


Febrile Sizure. 2002. Pada laman
http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada
tanggal 2 Juli 2015

8.

Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15.
EGC. Jakarta: 1999;hal 575-8

9.

Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada
laman www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf.
Diakses pada tanggal 3 Juli 2015

10.

Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada


Lamanhttp://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion.

Diakses

pada tanggal 3 Juli 2015


11.

Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure.


Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile
Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-9.

12.

Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.


Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal
252

32

Anda mungkin juga menyukai