KDK
KDK
Pembimbing
Disusun Oleh :
Muhammad Taufiq Hidayat S.Ked
030.09.160
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
Fakultas
:
:
:
Judul
Bagian
:
:
Pembimbing :
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD Kota Bekasi
Pembimbing
Penulis
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
Umur
: 2 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku bangsa
: Sunda
Alamat
: Bantar Gebang, Bekasi
Tanggal MRS
: 1 Juli 2015,
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu An. A pada 2 Juli 2015 di bangsal anak
ruang Melati.
Keluhan Utama :
Kejang sejak 14 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Demam
Mencret
Nafsu makan turun
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang
sejak 14 jam SMRS. Sebelum kejang pasien demam tinggi yang diukur dengan
menggunakan termometer digital oleh ibu pasien, suhunya 38,5oC.
13 jam SMRS kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh
ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli di
apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian 10 jam SMRS, pasien
kembali demam, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di sana
pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur. Setelah mendapatkan
obat, demam dirasakan turun. Namun, 2 jam SMRS pasien kembali demam, ketika
diukur suhunya 38,9oC. 1 jam SMRS pasien kembali kejang dan keluarga memutuskan
untuk membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di IGD, pasien sudah tidak kejang.
Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan
kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan
berbusa dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala
tidak terbentur saat kejang berlangsung. Kejang terjadi selama 1-2 menit. Setelah
kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis.
Menurut Ibunya, sejak 2 hari SMRS BAB pasien cair disertai demam. Demam
muncul mendadak tinggi berlangsung terus menerus, ketika diukur dengan termometer
digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung
5-6 kali sehari, volume gelas aqua, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning,
terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Anak menjadi rewel dan menjadi
sering minum karena haus. Ibu pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari
telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-),tapi nafsu makan pasien menjadi menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit
Umur
Alergi
Cacingan
DBD
Thypoid
Otitis
Parotis
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Maag
Varicela
Operasi
Umur
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang paru
Tuberkulosis
Morbili
Umur
-
Kesan:
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Ini merupakan kejang yang
pertama kali. Pasien tidak mempunyai riwayat sering demam sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Tidak diketahui
Rutin periksa ke bidan
Rumah Bersalin
Bidan
Normal
9 Bulan
Baik
Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI
0-2
+
2-4
+
4-6
+
6-8
+
8-10
+
Umur di atas 1 tahun
Jenis Makanan
Nasi/pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Buah/biskuit
+
+
Bubur susu
+
+
Nasi tim
+
Kesan :
Kebutuhan gizi pasien masih terpenuhi oleh Asi dan tidak ada kesulitan makan, asupan
cukup baik.
Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
2 bulan
DPT
2 bulan
4 bulan
POLIO
Lahir
2bulan
4 bulan
6 bulan
CAMPAK
9 Bulan
HEPATITIS B 0 bulan
1 bulan
6 bulan
-
Riwayat Keluarga :
Nama
Perkawinan ke
Umur
Keadaan kesehatan
Ayah
Tn. MA
Pertama
27
Baik
Ibu
Ny.SS
Pertama
25
baik
Anak pertama
An. A
2 tahun 5 bulan
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Tanda vital
Kesadaran
: compos mentis (cengeng)
Frekuensi nadi
: 140 x/menit
Tekanan darah
: Tidak dilakukan
Frekuensi pernapasan
: 36 x/menit
Suhu tubuh
: 36,8 oC
Data antropometri
Berat badan
: 13 kg
Tinggi badan
: 88 cm
Status gizi
Berdasarkan Kurva CDC usia bulan
BB/U = 13 /13 x 100% = 100 %
Grafik I.1. Presentil Tinggi Badan Per Umur dan Berat Badan Per Umur menurut
CDC, 2000 pada Pasien
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Mulut
: normocephali
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor, RCL +/+, RCTL +/+, cekung +/+
: normotia, membran timpani intak, serumen -/-,
otorrhea -/: bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/: Simetris saat diam, mukosa berwarna merah
muda, kering (+), sianosis (-)
: Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-),
mukosa gusi merah muda, hiperemis (-), ulkus (-),
halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-),
hiperemis (-) massa (-)
Leher
KGB
Kelenjar tiroid
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
o Pulmo
o Kardio
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Kulit
Genitalia Eksterna
Ekstremitas
Superior
Dextra
Sinistra
Akral
Hangat
Hangat
Sianosis Edema
Tonus
Normo
Normo
Trofi
Normo
Normo
Motorik 5555
5555
Sensorik -
:
Inferior
Dextra
Hangat
Normo
Normo
5555
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
HEMATOLOGI Darah lengkap
Leukosit
6,6
ribu/uL
Basofil
1
%
Eosinofil
0
%
Batang
1
%
Segment
50
%
Limfosit
48
%
Monosit
14
%
Hemoglobin
11,8
g/dL
Hematokrit
36
%
Trombosit
283
ribu/uL
LED
25
mm
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
118
130
3,0
98
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Sinistra
Hangat
Normo
Normo
5555
-
Nilai Normal
5-10
<1
1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
11-14,5
37-47
150-400
0-10
60-110
135-145
3,5-5,0
94-111
RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan
kejang sejak 14 jam SMRS. Kejang 3x,seluruh tubuh kelojotan, 1-2 menit,keluar
cairan berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit, lidah tidak tergigit,
9
kepala tidak terbentur saat kejang berlangsung.Setelah kejang berhenti pasien tertidur,
setelah bangun dari tidurpasien langsung menangis.
Sejak 1 hari SMRS pasien demam (+) mendadak tinggi disertai BABcair yang
berlangsung 5-6 kali sehari, volume gelas aqua, cair dengan sedikit ampas,
berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau.Nafsu makan
pasien menurun semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien sudah di rawat inap didapatkan Keadaan
umum Tampak Sakit Sedang, tampak rewel, status gizi baik, tinggi normal, T:36,8 C,
N: 140x/menit,P: 36x/menit,mata cekung +/+, bibir kering (+).Dari pemeriksaan
Laboratorium didapatkan:Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium:
130mmol/L Kalium: 3,0 mmol/L.
DIAGNOSIS KERJA
1. Kejang Demam Kompleks et causa Diare Akut infeksi virus
2. Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus
DIAGNOSIS BANDING
1) Kejang:
- Epilepsi
2) Diare:
-
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Rawat Inap
Tirah baring
Observasi tanda-tanda vita
Feses ditampung
Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
10
Medikamentosa
- IVFD RL3 cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x3/4 Cth
- Diazepam 2x5 mg bila suhu >390C
PROGNOSIS
Ad vitam
As fungsionam
Ad sanationam
: bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tgl
S
2/7/15
-Kejang (-)
O
KU/KS: TSS,
A
-Kejang Demam
P
IVFD
RH-1
-Demam(-)
rewel/CM
Kompleks
Asering 3
Bebas
-Muntah (-)
Kepala: normocephali,
-Diare Akut
cc/kgBB/jam
demam 1
-BAB cair
hari
dengan
Mata:
3x 3/4 Cth
N:114x/m,
(+), darah
380C)
regular,isi
(-), 2x/hari,
-/-
Diazepam 2
cukup,kuat
volume
x 5mg (bila
, equal
gelas aqua.
uvula di
T:37,0 C
- BAK kesan
tengah,hiperemis(-),bibi
Zinkid
RR:32x /m
cukup
r kering(+)
1x20mg
- makan /
Lacto.B 1 x
minum baik
sach
11
-Kejang (-)
MKS:2
KU/KS: TSS /CM
RH-2
-Demam (-)
Kepala: normocephali,
Kompleks
Paracetamol
Bebas
-Muntah (-)
-Diare Akut
3x 3/4 Cth
demam 2
-BAB kental,
tanpa Dehidrasi
hari
warna
(-/-)
380C)
kuning,
Diazepam 2
N:118x/m,
lendir (-)
-/-
x 5mg (bila
regular, isi
darah (-),
cukup,
1x/hari
uvula di
Zinkid
kuat, equal
- BAK kesan
tengah,hiperemis (-),
1x20mg
T: 36,6 C
cukup
Lacto.B 1 x
RR:
- makan /
sach
38x /m
minum baik
-Kejang Demam
Venflon
-Kejang (-)
MKS: 0
KU/KS: TSS /CM
RH-3
-Demam (-)
Kepala: normocephali,
Kompleks
Paracetamol
Bebas
-Muntah (-)
-Diare
3x 3/4 Cth
demam 3
-BAB cair
Akuttanpa
hari
(-), lembek
(-/-)
Dehidrasi
380C)
1x/hari
-Kejang Demam
Venflon
Diazepam 2
12
N:104x/m,
- BAK kesan
-/-
x 5mg (bila
regular, isi
cukup
cukup,
- makan /
uvula di
Zinkid
kuat, equal
minum baik
tengah,hiperemis (-),
1x20mg
T: 36,5 C
Lacto.B 1 x
RR:
sach
32x /m
Pasien
m (-), g (-)
boleh
pulang
-/Abdomen: supel, BU
(+) 5x/menit, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/Defisit Neurologis (-)
MKS: 0
Tanggal
Jenis Pemeriksaan
FESES LENGKAP
Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopik
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba histolitika
Hasil
Nilai Normal
Cokelat
Cair
+
-
Cokelat
Lunak
-
13
Telur cacing
Pencernaan
Lemak
Amilum
Serat
Sel ragi
Tanggal
Jenis Pemeriksaan
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
Tanggal
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
+
-
Hasil
Nilai Normal
140 mmol/L
3,9 mmol/L
106 mmol/L
135-155
3,6-5,5
98-109
Hasil
Nilai Normal
7,0 ribu/L
12,3 g/dL
37 %
310 ribu/ L
5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
229-553
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui
tentangseizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan
aktifitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di
antara saraf-saraf diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak
menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat
berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomenapsikologis lainnya.Kumpulan gejala berulang
dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun
disebut sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak
dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat
menyeluruh.Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi
kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.1
2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
15
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada
laki-laki.4
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar
natrium rendah.4
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau
lebih, risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang
demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2-4
16
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami
kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8
tahun.Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun
pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6
tahun.Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2
D. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi
prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau
berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria
Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:
17
18
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran
darah
yang
mengakibatkan
hipoksemia
sehingga
meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3
G. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis,
furunkulosis, dan lain-lain.2-4,8Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat
berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
19
detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang
dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita
yang sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita,
ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum
atau fokal.Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana.IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang
berlangsung lama dan mengalami komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali
lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak,yaitu:2,6-8
1.
Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama.
Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah
diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak
dengan kejang demam yang:
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
b. mengalami complex partial seizure.
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya).
d. Kejang saat tiba di IGD.
20
21
22
berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan hiperaktifitas
walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. Ellenberg dan Nelsonmelaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang
demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak
menderita kejang demam.2 IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam
yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi
5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung kepada
cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka
sekitar 2-5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan
bahwa diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita
kejang tanpa demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan
Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30%
pada kejang demam atipikal. Di Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%)
diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih
banyak dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang
kemungkinan terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan
pasien yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya
epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara
kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 3%,
sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi
adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam,
yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam
23
yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien
mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali
kecuali pada 9-17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang
dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg
melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara 1706 pasien.
Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama
terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah 28%.
Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan
perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga
lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2
K. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik.3,4,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam
darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan
intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan
cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam
intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak
dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10
kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
24
dosis
tinggi
intravena
dapat
menyebabkan
depresi
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menyingkirkan
berulangnya
kejang
demam
perlu
dilakukan
karena
25
yang
digunakan
adalah
asam
valproat
dengan
dosis
15-40
26
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan
jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4
27
Kejang (-)
Kejang (+)
Fenitoin IV (15 20mg/kg)
diencerkandgn NaCl 0,9%
diberikan selama 20-30 menit atau
dengan kecepatan 50mg/menit
Kejang (-)
Kejang (+)
28
Dosis pemeliharaan
mg/kg
FenitoinIV 5 7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian
Kejang (-)
Kejang (+)
Dosis pemeliharaan
Pentobarbital IV 5
15mg/kg
diberikan 12 jam kemudian
mg/kg
L. RUJUKAN
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia dibawah 6 bulan
4. Kejang demam pertama
5. Dijumpai kelainan neurologis
M. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat
angka kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya
kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi
demam lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat
apabila onsetnya kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif,
29
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%
hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa
demam hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).
N. PENCEGAHAN
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu
digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang
sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid
Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.
2.
3.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian
IKA FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.
4.
5.
6.
7.
8.
Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15.
EGC. Jakarta: 1999;hal 575-8
9.
Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada
laman www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf.
Diakses pada tanggal 3 Juli 2015
10.
Diakses
12.
32