Formasi Dahor, litologinya terdiri dari batupasir kuarsa berbutir sedang terpilah
buruk, konglomerat lepas dengan komponen kuarsa berdiameter 1-3 cm,
batulempung lunak, setempat dijumpai lignit dan limonit, terendapkan sekitar
lingkungan fluviatil dengan tebal sekitar 250 meter, dan berumur Plio-Plistosen.
2. Formasi Warukin, batupasir kuarsa dan batulempung sisipan batubara,
terendapkan di lingkungan fluviatil dengan ketebalan sekitar 400 meter, berumur
Miocene Tengah sampai dengan Miocene Akhir.
3. Formasi Berai, litologinya terdiri dari batugamping mengandung fosil foraminifera
besar seperti Spiroclypeus orbitodeus, Spiroclypeus sp, dll yang menunjukkan
umur Oligosen-Miocene Awal dan bersisipan napal, terendapkan dalam
lingkungan neritik, dan mempunyai ketebalan sekitar 1000 meter.
4. Formasi Tanjung terdiri dari beberapa facies diantaranya :
a. Facies Konglomerat terdiri dari Konglomerat alas, dengan komponen sebagian
besar terdiri komponen seperti batuan malihan, batuan beku, batuan klastika,
batugamping dan kuarsa asap. Komponennya berukuran dari 1 cm sampai 8
cm, berbentuk bulat sampai membulat tanggung, terpilah buruk, bermassa
dasar batupasir kuarsa berbutir kasar. Facies ini merupakan bagian paling
bawah dari Formasi Tanjung yang diendapkan tidak selaras diatas batuan alas
Pra-Tersier, tebalnya berkisar antara 8 meter dan 15 meter. Di tepi barat
Pegunungan Meratus, Facies Konglomerat lebih tebal dari yang di tepi
timurnya. Di beberapa tempat di tepi timur ditemukan sisipan batupasir berbutir
kasar dengan ketebalan antara 75 cm dan 100 cm, yang memperlihatkan
structure sedimen lapisan silang-siur berskala menengah. Adanya perbedaan
ketebalan pada Facies Konglomerat dan structure perlapisan silang-siur pada
batupasir menunjukkan arah arus purba dari barat.
b. Facies Batupasir Bawah terdiri dari batupasir berbutir sedang sampai kasar
setempat konglomeratan. Batupasir ini disusun terutama oleh butiran kuarsa
dengan sedikit kepingan batuan vulkanik, rijang, dan feldspar. Facies ini
berlapis tebal yaitu antara 50 cm dan 200 cm. Structure sedimennya adalah
lapisan sejajar, lapisan silang-siur dan lapisan tersusun. Tebal facies ini terukur
GEOLOGI
SEJARAH
CEKUNGAN BARITO
berubah menjadi dataran banjir yang sebagian berawa (Facies Batulempung Bawah),
kemudian berubah menjadi lingkungan fluviatil dengan saluran sekunder (Facies
Batupasir Atas), dan terakhir menjadi lingkungan Laguna (Facies Batulempung Atas).
Setelah terjadi penurunan ( subsidence ) akibat pemekaran yang mempengaruhi
cekungan mulai dari Eosen tengah sampai awal tengah miocene, selama itu pula
sedimen dari formasi Tanjung, Upper Tanjung dan Berai diendapkan.
Pada pertengahan miocene lempeng laut cina selatan mengalami collision dengan
Kalimantan Utara mengakibatkan Tinggian Kuching. Di saat yang bersamaan,
tumbukan ke timur Sulawesi mengakhiri pemekaran selat Makasar dan pengangkatan
Pegunungan Proto-Meratus. Kedua masa tektonik memulai proses structure inversi di
cekungan Barito disertai dengan diendapkannya formasi warukin. Pengangkatan
Daratan tinggi Kuching memberikan kontribusi sedimen ke cekungan yang lebih rendah,
kemudian terjadi pengangkatan Proto-Meratus yang terjadi pada kala plio-pistosen yang
memisahkan Cekungan Barito terhadap laut terbuka di daerah timur sehingga terjadi
perubahan karakteristik sedimen dari proses transgresi menjadi regresi berupa
endapan formasi dahor.
PETROLEUM SYSTEM
Pada area Tanjung raya hidrokarbon terbentuk dari source rock lower Tanjung dan
lower Warukin. Hidrokarbon terjebak pada struktural trap yang mengandung lower
Tanjung dan Upper Warukin sand.
Source Rock
Tahap pertama, Sedimen diendapkan di graben paleogen berupa alluvial channel dan
fan mengalami progradasi hingga ke lingkungan lacustrine. Sejumlah lapisan tipis
batubara diduga diendapkan sepanjang tepi danau. Lingkung lacustrine dalam
terbentuk pada bagian sumbu graben. Lingkungan ini menghasilkan lingkungan reduksi
yang baik bagi akumulasi algae. Lapisan source rock berupa Lacustrine alga dapat
membentuk prolific oil.
Carbonaceous clay/ shale dan lapisan tebal batubara lebih dari 10 meter di temukan
sedimentasi tahap 2. Kebnyakan hidrokarbon di Tanjung raya field diduga terbentuk
SEALING ROCK.
Pase postrifting dari transgresi regional/ subsidence setelah pengendapan dari sag-fill
sedimen menghasilikan shallow marine mudstone pada tahao 4 formasi Upper Tanjung.
Batuan mudstone marine ini menyediakan sealing yang efektif bagi reservoir Lower
Tanjung. Tersusun atas 800 meter dengan dominasi neritic shale dan silty shale.
TRAPPING MECHANISM
Hydrocarbon terbentuk, bermigrasi dari Lower-middle tanjung coals, carbonaceous
shales, dan lower warukin carbonaceous shales. Kitchen utama terletak pada
depocentre basin sekarang.
Sealing rocks dihasilkan dari intra-formational shales. Generation, migration, dan
pemerangkapan hydrocarbon terjadi sejak middle early miocene (20 Ma). Barito basin
merupakan contoh dari efek interaksi tektonik terhadap tempat pembentukan
hydrocarbon (petroleum system).
Extensional tectonics pada early tertiary membentuk rifted basin, dan grabennya diisi
oleh lacustrine tanjung shales dan coals. Lingkungan lacustrine inilah yang akan
membentuk tanjung source rocks. Karena subsidence yang terus berlangsung dan
rifted structure makin turun, shale diendapkan semakin melebar, dan akan membentuk
seal untuk reservoir yang ada dibawahnya. Kondisi ini juga yang menyebabkan
penyebaran pengendapan reservoir rocks. Extensional faults merupakan media untuk
migrasinya hydrocarbon yang terbentuk dibagian terbawah dari graben
minyak di sumur Tanjung-1 pada batupasir Formasi Tanjung bagian Bawah terjadi pada
tahun 1938. Jumlah kecil juga ditemukan pada struktur Kambitin di bagian barat. Tes
pada kedua endapan delta Miosen Warukin dan Paringin, yang berstruktur ke timur,
tidak menghasilkan hidrokarbon yang signifikan. Hanya karena terjadinya perang
beberapa sumur yang ada di lapangan Tanjung beserta hasil penelitian foto udara dan
foto geologi diambil alih.
Setelah perang, B.P.M berkonsentrasi untuk pengembangan pencarian di
lapangan Tanjung, dan pembangunan jalur pipa ke Balikpapan, dan pada tahun 1965
telah berhasil melakukan 89 kali pemboran di lapangan tersebut. Empat sumur
tambahan yang mengikuti penemuan sejumlah kecil minyak di sumur Kambitin-1,
struktur Kambitin pada tahun 1959-1964, juga hanya menghasilkan sedikit minyak.
Region Menunggul dan Hayub pada Formasi Tanjung Bawah juga tidak menghasilkan.
Pada tahun 1965, minyak yang ditemukan melalui offset pada struktur Warukin
yang berumur Miosen Bawah, sangat komersil. Dan pada akhir tahun 1965,
PERTAMINA mengambil alih tanggung jawab eksplorasi di Cekungan Barito dari
SHELL.
PERTAMINA melanjutkan pengembangan lapangan Tanjung dan Warukin, dan
berhasil melakukan pemetaan bawah permukaan regional menggunakan metode
seismik pantul. Tes Miosen yang dilakukan selanjutnya dengan mengebor sepanjang
lipatan antiklinal di Lapangan Warukin, melihat dari penenmuan minyak di Lapangan
Tapian Timur tahun 1967. Formasi Tanjung Bawah yang juga di tes di struktur
Bongkang tidak menghasilkan hidrokarbon. Pengujian di Dahor Selatan-1 yang terletak
sebelah selatan struktur Lapangan Tanjung, dibatalkan karena adanya semburan
minyak di Formasi Warukin Bawah, sayangnya, sumur offset yang dibuat tidak
mengarah ke reservoirnya. Tahun 1972, PERTAMINA melakukan pemboran besarbesaran yang melibatkan struktur-struktur yang mudah dikenali dari permukaan, juga
melakukan penyelidikan seismik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang
struktur bawah permukaan. Secara umum Formasi Tanjung Bawah tidak memiliki
banyak potensi hidrokarbon, ini dibuktikan dengan sedikitnya keberhasilan dalam
pemboran yang dilakukan. Tantau-1 yang di bor di atas basemen tinggi Antiklin Tanjung
bagian selatan, beberapa titik minyak yang cukup menjanjikan didapat dari
batugamping Formasi Berai yang berumur Oligosen. Lapisan pasir Formasi Tanjung
Bawah dengan kedalaman rendah juga menghasilkan gas alam dalam jumlah kecil di
sumur Bongkang-2. Dua dari tiga sumur yang ditambahkan kemudian juga
menyemburkan minyak dalam jumlah kecil. Tahun 1986, Bagok-1 dibor pada struktur
Kambitin yang merupakan bagian dari Formasi Tanjung Bawah, hanya menghasilkan
air tanah. Pembentukan karbonat berhenti pada Awal Miosen dengan dimulainya
komponen cebakan stratigrafi yang signifikan pada batupasir Tanjung Bawah.Tahun
1983, penolakan akan produksi di lapangan Tanjung, telah membuat 2 bagian yang
terpisah dari proyek pilot waterflood, tetapi miskin akan pemahaman dari kompleksnya
kerja lapangan dalam usaha untuk deskripsi yang lebih baik dari perkembangan dan
distribusi dari Formasi Tanjung Bawah. Konsep Awal Tersier pencelahan (rifting)
didapatkan sepanjang 300 km dari seismik oleh TREND pada tahun 1988.