Anda di halaman 1dari 2

Asma` Binti Asad

Al-Furat
Dikirim oleh Kontributor || Senin, 15 Januari 2007 - Pukul: 08:53 WIB
Beliau adalah Asm` binti Asad bin al-Furt al-Qayrawniyyahputri seorang ulama
dan Qadli dari benua Afrika serta shahabat bagi dua orang Imam, yaitu Abu Yusuf
dan Malik bin Anas. Beliau tumbuh di bawah penggamblengan ayahnya sendiri dan
merupakan putri satu-satunya. Ternyata, sang ayah dapat mendidiknya dengan baik
dan mengasah otaknya dengan ilmu dan hikmah. Beliau selalu menghadiri majlis
pengajian yang diadakan sang ayah di rumahnya, berpartisipasi di dalam bertanya dan
berdebat sehingga kemudian dikenal sebagai wanita yang memiliki keutamaan,
periwayat hadits dan ahli fiqih berdasarkan madzhab Ahli Iraq yang merupakan basis
para penganut dan shahabat Abu Hanifah.
Ketika Asad, sang ayah memegang jabatan sebagai komandan tentara yang
dipersiapkan untuk menaklukkan pulau Shiqalliyyah (Cecilia) pada masa
pemerintahan Ziyadah -1, para penduduk sudah berduyun menyambut panggilannya,
bendera-bendera dan panji-panji telah dikibarkan serta genderang telah ditabuh,
keluarlah Asm` untuk mengucapkan kata perpisahan kepada sang ayah dan ikut
mengantarnya hingga sampai di suatu tempat bernama Ssah (Sousa). Beliau diam
disini hingga para prajurit menaiki kapal perang dan dan kapal bertuliskan Bismillhi
Majr'eha wa mursha telah berlayar meninggalkan dermaga.
Asad, seorang Qadli yang juga komandan, mendapatkan kemenangan besar dan
berhasil menaklukkan benteng pulau tersebut sehingga apa yang disumbangkannya
tersebut telah ditorehkan sejarah untuknya sepanjang masa. Dia gugur sebagai syahid
pada tahun 213 H tatkala melakukan pengepungan terhadap kota Sarqusah, ibukota
kekaisaran Romawi di Cecilia. Ketika itu, panji berada di tangan kirinya sementara
pedang telah terpancang di tangan kanannya sembari melantunkan firman Alloh
Ta'ala: "Idza J`a nashrullhi wal Fath " (Surat An-Nashr).
Sepeninggal sang ayah, Asm` menikah dengan salah seorang murid ayahnya yang
bernama Muhammad bin Abi al-Jawd yang kemudian menggantikan posisinya pada
jabatan sebagai Qadli. Lalu dia juga mengepalai al-Masykhah al-Hanafiyyah
(Perguruan Madzhab Hanafiy) di negeri Afrika pada tahun 225 H, kemudian
meninggalkan jabatan tersebut dan mendapatkan batu ujian dari khalifah ketika itu
yang menuduhnya mencuri uang titipan, lantas memenjarakannya.
Manakala sang suami masih berada di dalam penjara, datanglah sang isteri, Asm`
menghadap Qadli yang baru sembari berkata, "Saya akan membuat suami saya
membayar harta yang dia dituduh mencurinya ini untuk dirinya sendiri."
Sang Qadli menjawab, "Jika dia mau mengakui bahwa itu adalah harta tersebut atau
sebagai ganti darinya, aku akan melepaskannya."
Namun Ibn Abi al-Jawd menolak untuk mengakuinya sementara sang Qadli pun
enggan melepaskannya.
Setelah tak berapa lama, sang Qadli tersebut pun dipecat sehingga suami Asm` ini
kembali lagi memangku jabatan tersebut. Sekalipun begitu, dia tidak membuat
perhitungan dengan tindakan pendahulunya tersebut terhadap dirinya. Ini adalah suatu

sikap yang mulia dan terhormat darinya.


Asm` masih tetap diagung-agungkkan dan dibangga-banggakan oleh semua kalangan
di komunitas semasa hidupnya hingga beliau wafat pada sekitar tahun 250 H.
(Sumber Rujukan: Faqht 'Alimt; Syahrt at-Tnisiyyt karya Hasan Husniy
'Abdul Wahhab, hal.45-47; ad-Dbj al-Mudzhab F Ma'rifah A'yn 'Ulam` alMadzhab karya Ibn Farhn al-Malikiy, hal.305-306)

Anda mungkin juga menyukai