Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kayu Putih


Kayu putih (Melaleuca leucadendron L.) merupakan tanaman yang tidak
asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu putih
(cajuput oil) yang berkhasiat sebagai obat, insektisida dan wangi-wangian. Selain
itu, pohon kayu putih dapat digunakan untuk konservasi lahan kritis dan kayunya
dapat digunakan untuk berbagai keperluan (bukan sebagai bahan bangunan).
Dengan demikian, kayu putih memiliki nilai ekonomi cukup tinggi (Sunanto,
2003).
Tanaman kayu putih berasal dari Australia dan saat ini sudah tersebar di
Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini dapat tumbuh di
dataran rendah dan di pegunungan. Dalam sistematika tumbuhan kayu putih
(Melaleuca leucadendron L.) diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Sub kelas

: Archichlamideae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Melaleuca

Spesies

: Melaleuca leucadendron

2.1.1. Daun Kayu Putih


Daun merupakan bagian tumbuhan yang terpenting, karena dari daun
inilah akan dihasilkan minyak kayu putih. Tanaman kayu putih termasuk jenis

tumbuhan kormus karena tubuh tanaman secara nyata memperlihatkan


diferensiasi dalam tiga bagian pokok, yaitu akar (radix), batang (caulis), dan daun
(folium). Daun kayu putih terdiri atas dua bagian, yaitu tangkai daun (petiolus)
dan helaian daun (lamina).
a. Tangkai daun (petiolus)
Tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaian daun,
yang berfungsi untuk menempatkan helaian daun pada posisi yang tepat, sehingga
dapat memperoleh cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Tangkai daun
berbentuk bulat kecil, sedangkan panjang tangkainya bervariasi.
b. Helaian daun (lamina)
Helaian daun kayu putih bercirikan berwarna hijau muda untuk daun
muda dan hijau tua untuk daun tua karena mengandung zat warna hijau
atau khlorofil. Selain itu daun kayu putih memiliki tulang daun dalam jumlah
yang bervariasi antara 3 5 buah, tepi daun rata dan permukaan daun dilapisi oleh
bulu-bulu halus. Ukuran lebar daun kayu putih berkisar antara 0,66 cm 4,30 cm
dan panjangnya antara 5,40 10,15 cm. Daun-daun tumbuh pada cabang- cabang
tanaman secara selang-seling, pada satu tangkai daun terdapat lebih dari satu helai
daun (sehingga disebut sebagai jenis daun majemuk). Daun kayu putih
mengandung cairan yang disebut cineol (sineol) (dimana apabila daun diremas,
cairan ini akan keluar dan mengeluarkan aroma yang khas). Selain itu daun kayu
putih juga mengandung komponen lain, seperti: terpineol, benzaldehyde,
dipentene, limonene dan pinene.

2.2. Minyak Kayu Putih


Minyak kayu putih adalah hasil minyak atsiri yang diperoleh dari
penyulingan daun kayu putih. Minyak atsiri merupakan zat cair yang mudah
menguap dan bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda baik dalam
komposisi dan titik cairnya. Minyak atsiri ini larut dalam pelarut organik dan
tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat minyak atsiri tersebut, maka minyak atsiri
dapat diekstrak dengan empat macam cara, yaitu :

1. Penyulingan atau destilation


2. Pressing atau pengeluaran dengan tekanan
3. Ekstraksi dengan pelarut atau solvent exstraction
4. Absorbsi oleh lemak padat atau enfleurasi (Ginting 2004).
2.3. Penyulingan
2.3.1. Pengertian Penyulingan (Destilasi)
Destilasi (Penyulingan) merupakan teknik pemisahan yang didasari atas
perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun
dari campuran homogen. Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu
tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembangan kembali uap
menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi
menggunakan alat pemanas dan alat pendingin.
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki
titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser
yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam
dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair.
Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh
senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut.
Sebagaimana prinsip dasar dari destilasi adalah memisahkan zat
berdasarkan perbedaan titik didihnya, maka komponen zat yang memiliki titik
didih yang rendah akan lebih dulu menguap sedangkan yang lebih tinggi titik
didihnya akan tetap tertampung pada labu destilasi. Proses penguapan komponen
zat ini dilakukan dengan pemanasan pada labu destilasi sehingga komponen zat
yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan menguap dan uap tersebut
melewati kondensor atau pendingin yang mendinginkan komponen zat tersebut
sehingga akan terkondensasi atau berubah dari berwujud uap menjadi berwujud
cair sehingga dapat ditampung di labu destilat atau labu Erlenmeyer. Pada proses
destilasi ini, destilat ditampung pada suhu tetap (konstan). Hal ini dilakukan
karena diharapkan akan diperoleh destilat yang murni pada kondisi suhu tersebut.
Setelah sampel pada labu alas bulat berkurang, suhu akan naik karena jumlah
sampel yang didestilasi telah berkurang. Pada kondisi naiknya suhu ini, proses
destilasi sudah dapat dihentikan sehingga yang diperoleh adalah destilat murni.
Pada destilasi, untuk memperoleh ketelitian yang tinggi penempatan ujung
termometer harus sangat diperhatikan, yaitu ujung termometer harus tepat berada
di persimpangan yang menuju ke pendingin agar suhu yang teramati adalah benarbenar suhu uap senyawa yang diamati. Pada proses destilasi, penyimpangan
pengukuran dapat terjadi jika adanya pemanasan yang berlebihan (superheating)

serta kesalahan dalam penempatan pengukur suhu (thermometer) tidak pada posisi
yang benar (Rusli 2016).
2.3.2. Jenis-Jenis Penyulingan (Destilasi)
Minyak kayu putih adalah hasil minyak atsiri yang diperoleh dari
penyulingan daun kayu putih yang umumnya disebut minyak atsiri. Minyak atsiri
merupakan zat cair yang mudah menguap dan bercampur dengan persenyawaan
padat yang berbeda baik dalam komposisi dan titik cairnya. Minyak atsiri ini larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat minyak atsiri
tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan empat macam cara, yaitu : 1.
Penyulingan atau destilation, 2. Pressing atau pengeluaran dengan tekanan, 3.
Ekstraksi dengan pelarut atau solvent exstraction dan 4. Absorbsi oleh lemak
padat atau enfleurasi (Ginting 2004). Proses ekstraksi minyak atsiri di atas
termasuk jenis ekstraksi secara konvensional, saat ini telah ada proses ekstraksi
minyak atsiri secara modern, yaitu : 1. Penyulingan molekular, 2. Penyulingan uap
ekstraksi pelarut berkelanjutan, 3. Ekstraksi Superkritik dan 4. Penyerapan dengan
resin berongga besar (Agusta 2000).
2.3.3. Jenis-Jenis Penyulingan (Destilasi) Minyak Kayu Putih
Menurut Guenther (1987), penyulingan minyak kayu putih dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu perebusan, pengkukusan, dan penyulingan
langsung dengan uap, yaitu :
1. Penyulingan dengan Perebusan (Kohobasi)
Cara penyulingan ini merupakan cara penyulingan yang paling sederhana
dan membutuhkan biaya terkecil. Pada cara ini, daun dan air dicampur dalam satu
ketel. Ketel biasanya dibuat dari bahan tembaga atau besi (misalnya drum bekas),
sedangkan pipa pendingin sebaiknya dibuat dari bahan stainless steel sehingga
minyak yang dihasilkan tidak berwarna. Kelemahan cara ini adalah daun yang
dekat dengan api akan cepat hangus, sementara suhu dan tekanan udara tidak
dapat diatur. Penyulingan dilakukan pada keadaan konstan, yaitu sekitar 100C
dan tekanan udara 1 atm, sehingga membutuhkan waktu yang lama.
2. Penyulingan dengan Pengkukusan (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan cara pengkukusan mempunyai karakteristik adanya
pemisahan antara air dan daun, berupa sekat berlubang-lubang. Keuntungan cara
ini adalah dapat menghindarkan hangusnya daun dan memperkecil terjadinya
hidrolisis daun karena tidak terjadi kontak langsung antara air dan daun.
Penyulingan juga dilakukan pada kondisi konstan, yaitu pada suhu 100C dan
tekanan 1 atm.

3. Penyulingan Langsung dengan Uap (Direct Steam Distillation)


Pada penyulingan dengan cara ini dilakukan pemisahan antara ketel uap
(pembangkit uap) dan ketel daun sehingga tekanan uap yang diperlukan dapat
diatur dan disesuaikan menurut kegunaannya. Penyulingan langsung dapat
dilakukan pada keadaan tekanan 2-4 atm, tergantung pada bentuk dan kapasitas
ketel daun. Semakin tinggi tekanan uap, proses penyulingan akan semakin cepat.
Untuk mendapatkan tekanan uap optimum, dapat dilakukan percobaan empiris
pada masing-masing pabrik sehingga diperoleh kuantitas dan kualitas yang
tertinggi.
2.4. Evaporator Pada Alat Penyuling Minyak Kayu Putih.
Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan
berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum
atau atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran
konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau
sinambung).
Heldman et al. (1992) mengklasifikasikan evaporator menjadi beberapa
jenis berdasarkan dimensi pipa evaporator yang digunakan sesuai kebutuhan
pemakai, yaitu evaporator pipa pendek atau kalandria (short-tube or calandria
evaporator), evaporator pipa panjang vertikal dengan lapisan naik (long-tube
vertical, rising film evaporator), evaporator pipa panjang dengan lapisan turun
(longrube, falling film evaporator), evaporator aliran bertenaga (forced
circulation evaporator), evaporator lapisan tipis teraduk atau aliran tersapu
(wiped
film/agitated thin-film evaporator), evaporator pelat datar (plate evaporator),
evaporator sentrifugal atau kerucut (centrifugal/conical evaporator) dan
evaporator suhu rendah (low temperature evaporator). Itulah klasifikasi
evaporator.
2.4.1. Ketel Suling Pada Alat Penyulingan Minyak Atsiri
Ketel suling digunakan sebagai tempat air atau uap untuk mengadakan
kontak langsung dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri. Pada
bentuk sederhana ketel suling berbentuk silinder atau tangki, yang mempunyai
diameter sama atau lebih kecil dari tinggi tangki. Tangki tersebut dilengkapi
dengan tutup yang dapat dibuka dan diapitkan pada bagian atas penampang ketel.

Pada atau dekat penampang atas tangki dipasang pipa berbentuk leher angsa untuk
mengalirkan uap ke kondensor (Guenther, 1947)
Pada penyulingan dengan uap dan air dipasang suatu saringan (grid) atau
dasar semu di atas dasar ketel suling sehingga air yang mendidih tidak kontak
dengan bahan yang disuling. Uap air panas dialirkan melalui mantel uap atau
melalui suatu pipa uap yang tertutup. Untuk bentuk sederhananya dapat dilakukan
dengan cara pemanasan ketel secara langsung. Pada penyulingan dengan uap, kisikisi (grid) ditempatkan dekat ke dasar ketel. Uap dialirkan melalui suatu pipa uap,
biasanya merupakan pipa melingkar yang berlubang atau melintang di bawah kisikisi (dasar semu) (Guenther, 1947).
2.5.2. Gas Ideal
Molekul-molekul gas dalam suatu ruangan yang dibatasi dinding, bergerak
ke segala arah dengan tidak beraturan. Tabrakan molekul ke dinding ruangan
tersebut terjadi secara terus menerus, yang menimbulkan efek tekanan gas di
dalam ruangan tersebut. Semakin tinggi suhu gas, maka semakin besar kecepatan
geraknya, sehingga menyebabkan momentum tumbukan terhadap dinding
semakin besar. Akibatnya tekanan yang terjadi di dalam ruangan akan semakin
besar pula. Hubungan antara besaran tekanan (P), suhu (T) dan volume (V)
dikenal dengan persamaan keadaan gas ideal. Untuk suatu gas dengan jumlah mol
(n), hubungan antara ketiga besaran tersebut dinyatakan dengan persamaan
berikut: PV = nRT (Zemansky dan Richard,1997:29)
dimana R adalah konstanta gas umum dengan nilai sebesar 8,314 J/mol.K.
2.5.3. Konsumsi Panas Evaporator
Aspek penting lainnya pada desain evaporator adalah pada laju
pindah panas dari sumber panas ke bahan. Menurut Heldman et al.
(1992), laju pindah panas yang terjadi pada evaporator secara umum
dapat digambarkan dengan persamaan:
q = U x A x T ...................................................................... (4)
dimana q adalah laju pindah panas, U adalah koefisien pindah panas
menyeluruh,
dan
A
adalah
luasan
pindah
panas.
Ada 4 point perhatian dalam hal kajian pindah panas yang terjadi

pada alat evaporator ini, yaitu pada heat exchanger, preheater, ruang
evaporasi (evaporator) dan kondensor.

2.5.4. Laju Evaporasi


Laju evaporasi (evaporation rate) adalah kuantitas air yang berhasil
dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu tertentu. Satuan yang
biasa digunakan adalah kg uap/jam, kg uap/jam m-2 permukaan
pemanasan, kg uap/jam m-3 volume tungku, dan kg uap/kg bahan bakar.
Besarnya laju evaporasi dipengaruhi oleh temperatur larutan dan luas
permukaan sentuh evaporasi. Laju evaporasi juga sangat ditentukan oleh
jenis larutan, karena setiap larutan terdiri dari molekul yang berbedaberbeda
dalam jumlah gaya interaksi yang ada antar molekul tersebut
(Deese, 2002).

Anda mungkin juga menyukai