Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Tujuan Percobaan
Mempelajari pengaruh waktu proses terhadap konversi reaksi
transesterifikasi asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak goreng.
1.2.
Bahan Baku Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
1.2.1 Minyak Goreng
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya,
tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada
perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan
minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya,
biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan
ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak
jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan
trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat,
biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang
terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang
terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh
jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang
juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam
lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik
menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik
leburnya juga akan naik.
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :
Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak.
Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul
asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat
akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin.
Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah
trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda.
Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida.
Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan
jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon.
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan,
minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi
terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak.
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk

trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai
semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan, pada proses oksidasi lebih
lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau
tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang
menyababkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D
atau E (Ketaren,1986).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 17001800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid
dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses proses tersebut
menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya
bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam
lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak,
terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang
digoreng (Ketaren, 1986). Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel
1.1 berikut:
Tabel 1.1 Standar Mutu Minyak Goreng
No
Kriteria Uji
Persyaratan
1.
Bau
Normal
2.
Rasa
Normal
3.
Warna
Muda Jernih
4.
Cita Rasa
Hambar
5.
Kadar Air
Max 0,3%
6.
Asam Lemak Bebas Max 0,3%
7.
Titik Asap
Max 200
8.
Bilangan Iodin
45-51
(Sumber : SNI 3741 1995)
1.2.1.1

Jenis-jenis Minyak Goreng


Minyak goreng dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan
(Ketaren, 1986) yaitu :
a. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Minyak tidak mengering (non drying oil)
Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, aitu minyak zaitun,
minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang.
Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard
Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon,
sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba,
dan minyak purpoise.

2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya


minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum,
croton, jagung, dan urgen.
3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang
kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy,
biji karet, perilla, tung linseed dan candle nut.
b. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape
seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
2.
Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
3.
Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit,
cohume.
c. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,
yakni:
1.
Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids).
Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam
laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah
bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain.
2.
Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated
fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty
acids).
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang
mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai
mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh.
Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated),
semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.
3.
Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid).
Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin,
mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses
penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat,
menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi
lahir premature.
1.2.1.2 Sifat-sifat Minyak Goreng
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren,
1986), yakni :
a. Sifat Fisik
1. Warna
Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,
yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat
warna tersebut antara lain dan karoten (berwarna kuning),

xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan)


dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat
warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E),
warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang
telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak
tidak jenuh.
2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide
dan pelarut-pelarut halogen.
4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat
pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan
dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat
dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak
tersebut.
7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan
pertama dari minyak atau lemak.
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C dan juga
perlu dilakukan pengukuran pada temperature 400C
10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam
hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk
menggoreng.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
b. Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan
ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asamasam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan
menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam
asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan
rantai panjang yan bersifat tidak menguap.
1.2.2 Methanol
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol
alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol
sedikit larut dalam lemak dan minyak. Rumus kimia dari Metanol adalah CH3OH
dan dikenal dengan nama lain yaitu metil alkohol, metal hidrat, metil karbinol,
wood alkohol atau spiritus. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan
yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun
dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas
alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan
karbon monoksida, kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi
dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap
pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Berikut sifat-sifat fisik dan kimia metanol pada tabel 1.2 :
Tabel 1.2 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Metanol
Massa molar
34.04 g/mol
Wujud
Cairan tidak berwarna
Specific gravity
0.7918
Titik leleh
-97oC. -142.9oF (176 K)
Titik didih
64.7oC. 148.4oF (337.8 K)
Kelarutan dalam air
Sangat larut
Keasaman
~15.5
(Sumber : Pery, 1984)
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Metanol juga digunakan
sebagai solven dan sebagai antifreeze, dan fluida pencuci kaca depan mobil.
Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia
lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana
menjadi berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan
tekstil. Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol
digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi
bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar direct-methanol
unik karena suhunya yang rendah dan beroperasi pada tekanan atmosfer, ditambah
lagi dengan penyimpanan dan penanganan yang mudah dan aman membuat
methanol dapat digunakan dalam perlengkapan elektronik.

1.2.3 Asam Sulfat


Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
(anorganik) yang kuat. Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat
korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan
berbagai logam. Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala
perbandingan,mempunyai titik leleh 10,49oC dan titik didih pada 340oC
tergantung kepekatan serta pada temperatur 300oC atau lebih terdekomposisi
menghasilkan sulfur trioksida. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan,
termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan
bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.
Sifat sifat asam sulfat ditunjukkan pada tabel 1.3 :
Tabel 1.3 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat
Berat molekul
98.08 g/gmol
Titik leleh
10.49oC
Titik didih
340oC
Specific gravity
1.834
Warna
Tidak berwarna
Wujud
Cair
(Sumber : Pery, 1984)

1.2.4 KOH
Kalium hidroksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
KOH. Kalium hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali kalium
yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Bentuk kristal, butir, serpih, padat,
batang yang berwarna putih sampai kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air
dingin, air panas, dan tidak larut dalam dietil eter. Kalium hidroksida ialah salah
satu bahan kimia perindustrian utama yang digunakan sebagai bes dalam berbagai
proses kimia. Kalium hidroksida (KOH) disebut juga sebagai potasy kaustik.
Salah satu kegunaan KOH yang amat penting adalah untuk baterai alkali
yang menggunakan larutan KOH sebagai elektrolit. Oleh karena itu, kalium
hidroksida digunakan dalam pembuatan lampu senter dan barang-barang yang
menggunakan baterai. Kalium hidroksida digunakan sebagai fotografi dan
litografi, membuat sabun cair, mengabsorpsi karbon dioksida, menghilangkan cat
pernis, pewarna kain, dan tinta cetak. Dalam bidang pertanian, kalium hidroksida
digunakan untuk menetralkan pH tanah yang asam, juga dapat digunakan sebagai
fungisida dan herbisida. Kalium hidroksida dapat ditemukan dalam bentuk murni
dengan mereaksikan natrium hidroksida dengan kalium murni. Sifat sifat kalium
hidroksida ditunjukkan pada tabel 1.4 :

Tabel 1.4 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Kalium hidroksida


Berat Molekul

56,1047

Wujud

Padat

Warna

Putih atau kuning

PH

13,5 (0,1 M larutan)

Titik didih

2408oF

Titik lebur

680oF

Specific Gravity

2,04

(Sumber : MSDS, 1999)

1.3.

Metil Ester Asam Lemak


Metil EsterAsam Lemak atau Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang
diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol dan
bantuan katalis. Bahan dasar yang biasa digunakan untuk pembuatan biodiesel
diantaranya minyak dari kedelai, minyak kelapa sawit, minyak biji jarak, minyak
biji bunga matahari dan lain sebagainya. Pada umumnya biodiesel disintesis dari
ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22 (Prastyo, 2011).
Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel/solar, biodiesel bersifat
lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai
(biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap mesin piston karena termasuk
kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu mengeliminasi efek
rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodisel bersifat
ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number)
rendah, dan angka setana (cetane number) bekisar antara 57-62 sehingga efisiensi

pembakaran lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) ,dan tidak menghasilkan racun (nontoxic) (Hambali, 2006).
Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan
atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati
yang digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol
rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi
biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan
pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Namun proses pembuatan
biodiesel secara konvesional ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
terbentuknya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk
biodiesel yang dihasilkan dengan katalis. Esterifikasi adalah proses yang
mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau
etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang
digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H 2SO4)
atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati
maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi
dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi
dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat
terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester
(Hikmah dan Zuliyana, 2010).
1.4.

Metoda Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi


dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkoholalkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol
adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya
paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Transesterifikasi atau
alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari suatu ester dengan ester
lain. Kehadiran katalis (asam, basa, biokatalis, dan katalis heterogen) akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam
asam Brnsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat.
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang
bersifat bolakbalik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk
membuat reaksi berjalan ke arah kanan. Proses transesterifikasi dapat dilakukan
tanpa bantuan katalis, tetapi yield yang dihasilkan pada suhu 350 oC sangat rendah
dan karena itulah diperlukan suhu yang tinggi. Dari kebanyakan proses
transesterifikasi, hanya proses alkali (basa) yang digunakan dalam industri karena
lebih efektif dan sangat efisien.
Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester
metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi metil ester adalah :

Gambar 1.1 Tahapan Reaksi Transesterifikasi (Rustamaji, 2010)


Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat (Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut:
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan
udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang
maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), dan kalium hidroksida
(KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida).
Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan
jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati
untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65 C (titik
didih methanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat

1.5.

Metoda Esterifikasi

Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi


asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada
minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
berbeda-beda. Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat
42%, asam linoleat 9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat
2% (Puspita, 2008).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung
dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam lemak
dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada Gambar 1.6
berikut:

Gambar 1.2 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak


Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat
pada Gambar 1.3:

Gambar 1.3 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Puspita, 2008)


Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah
dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Kataliskatalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam
sulfonat organik (dalam jumlah 1-3% dari asam lemak yang diolah), atau resin

penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktik industrial. Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat
berpihak kepada pembentukan metil ester, sehingga untuk mendorong agar reaksi
bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah
(misalnya paling tinggi 120oC), reaktan metanol harus ada dalam jumlah sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus dihilangkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penghilangan
air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif, yaitu :
1. menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian
mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana
reaksi.
2. mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang
membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 atau CaSO4), mengekstrak air
yang terbentuk dengan suatu cairan penyeret (entraining agent) seperti
gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol.
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak
(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis,
metanol, dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut
bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan
terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air
yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk
menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan
pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air)
dan bertitik nyala 100oC (pertanda bebas metanol).

Anda mungkin juga menyukai