Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1.
Tujuan Percobaan
Mempelajari pengaruh waktu proses terhadap konversi reaksi
transesterifikasi asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak goreng.
1.2.
Bahan Baku Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
1.2.1 Minyak Goreng
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya,
tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada
perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan
minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya,
biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan
ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak
jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan
trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat,
biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang
terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang
terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh
jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang
juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam
lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik
menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik
leburnya juga akan naik.
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :
Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak.
Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul
asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat
akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin.
Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah
trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda.
Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida.
Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan
jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon.
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan,
minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi
terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak.
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai
semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan, pada proses oksidasi lebih
lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau
tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang
menyababkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D
atau E (Ketaren,1986).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 17001800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid
dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses proses tersebut
menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya
bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam
lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak,
terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang
digoreng (Ketaren, 1986). Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel
1.1 berikut:
Tabel 1.1 Standar Mutu Minyak Goreng
No
Kriteria Uji
Persyaratan
1.
Bau
Normal
2.
Rasa
Normal
3.
Warna
Muda Jernih
4.
Cita Rasa
Hambar
5.
Kadar Air
Max 0,3%
6.
Asam Lemak Bebas Max 0,3%
7.
Titik Asap
Max 200
8.
Bilangan Iodin
45-51
(Sumber : SNI 3741 1995)
1.2.1.1
4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asamasam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan
menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam
asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan
rantai panjang yan bersifat tidak menguap.
1.2.2 Methanol
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol
alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol
sedikit larut dalam lemak dan minyak. Rumus kimia dari Metanol adalah CH3OH
dan dikenal dengan nama lain yaitu metil alkohol, metal hidrat, metil karbinol,
wood alkohol atau spiritus. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan
yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun
dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas
alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan
karbon monoksida, kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi
dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap
pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Berikut sifat-sifat fisik dan kimia metanol pada tabel 1.2 :
Tabel 1.2 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Metanol
Massa molar
34.04 g/mol
Wujud
Cairan tidak berwarna
Specific gravity
0.7918
Titik leleh
-97oC. -142.9oF (176 K)
Titik didih
64.7oC. 148.4oF (337.8 K)
Kelarutan dalam air
Sangat larut
Keasaman
~15.5
(Sumber : Pery, 1984)
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Metanol juga digunakan
sebagai solven dan sebagai antifreeze, dan fluida pencuci kaca depan mobil.
Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia
lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana
menjadi berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan
tekstil. Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol
digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi
bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar direct-methanol
unik karena suhunya yang rendah dan beroperasi pada tekanan atmosfer, ditambah
lagi dengan penyimpanan dan penanganan yang mudah dan aman membuat
methanol dapat digunakan dalam perlengkapan elektronik.
1.2.4 KOH
Kalium hidroksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
KOH. Kalium hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali kalium
yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Bentuk kristal, butir, serpih, padat,
batang yang berwarna putih sampai kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air
dingin, air panas, dan tidak larut dalam dietil eter. Kalium hidroksida ialah salah
satu bahan kimia perindustrian utama yang digunakan sebagai bes dalam berbagai
proses kimia. Kalium hidroksida (KOH) disebut juga sebagai potasy kaustik.
Salah satu kegunaan KOH yang amat penting adalah untuk baterai alkali
yang menggunakan larutan KOH sebagai elektrolit. Oleh karena itu, kalium
hidroksida digunakan dalam pembuatan lampu senter dan barang-barang yang
menggunakan baterai. Kalium hidroksida digunakan sebagai fotografi dan
litografi, membuat sabun cair, mengabsorpsi karbon dioksida, menghilangkan cat
pernis, pewarna kain, dan tinta cetak. Dalam bidang pertanian, kalium hidroksida
digunakan untuk menetralkan pH tanah yang asam, juga dapat digunakan sebagai
fungisida dan herbisida. Kalium hidroksida dapat ditemukan dalam bentuk murni
dengan mereaksikan natrium hidroksida dengan kalium murni. Sifat sifat kalium
hidroksida ditunjukkan pada tabel 1.4 :
56,1047
Wujud
Padat
Warna
PH
Titik didih
2408oF
Titik lebur
680oF
Specific Gravity
2,04
1.3.
pembakaran lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) ,dan tidak menghasilkan racun (nontoxic) (Hambali, 2006).
Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan
atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati
yang digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol
rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi
biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan
pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Namun proses pembuatan
biodiesel secara konvesional ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
terbentuknya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk
biodiesel yang dihasilkan dengan katalis. Esterifikasi adalah proses yang
mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau
etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang
digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H 2SO4)
atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati
maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi
dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi
dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat
terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester
(Hikmah dan Zuliyana, 2010).
1.4.
Metoda Transesterifikasi
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan
udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang
maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), dan kalium hidroksida
(KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida).
Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan
jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati
untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65 C (titik
didih methanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat
1.5.
Metoda Esterifikasi
penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktik industrial. Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat
berpihak kepada pembentukan metil ester, sehingga untuk mendorong agar reaksi
bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah
(misalnya paling tinggi 120oC), reaktan metanol harus ada dalam jumlah sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus dihilangkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penghilangan
air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif, yaitu :
1. menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian
mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana
reaksi.
2. mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang
membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 atau CaSO4), mengekstrak air
yang terbentuk dengan suatu cairan penyeret (entraining agent) seperti
gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol.
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak
(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis,
metanol, dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut
bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan
terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air
yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk
menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan
pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air)
dan bertitik nyala 100oC (pertanda bebas metanol).