Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

NAMA KELOMPOK 2 :
1. WINDY Y. TASESEB
2. NOVI Y. ABINENO
3. RESTI M.K. THIUS
4. HEFER PANDIE
5. TAECORA NEONANE
6. ALFONS LEO
7. MUHAMMAD HUSEIN

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam


cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman,
pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet
kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam
hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan
yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini
merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta
dapat

mempertahankan

nilai

gizi,

cita

rasa

dan

daya

tarik.

Proses

pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan
makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan
toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.
Rumusan Masalah
1.

Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan


hewani yang ideal bagi masyarakat?

2.
3.

Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati?


Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan
nabati?

Tujuan
1.

Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan


bahan nabati dan

hewani yang ideal pada masyarakat

2.

Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan


nabati

3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan


hewani dan

nabati
BAB II
PEMBAHASAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar


air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan
pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin
besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang
dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas
di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor
nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan
tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan
makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba
dan

parasit

yang

dapat

menyebabkan

penyakit

atau

pembusukan

(Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas
pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya
adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli
masyarakat.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
Pendiginan

adalah

penyimpanan

bahan

pangan

di

atas

suhu

pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu


rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan

pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan
cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan
dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang
beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan
pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat
membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan
dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan
bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan

masing-masing

juga

berbeda

pengaruhnya

terhadap

rasa,

tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi
rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

2.Pengeringan
pengeringan

adalah

suatu

cara

untuk

mengeluarkan

atau

mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian


besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya,
kandungan

air

mikroorganisme

bahan

tersebut

tidak

dapat

di

kurangi

tumbuh

lagi

sampai
di

batas

dalamya.

sehingga

Keuntungan

pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air
ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung

dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut,
dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Factor-faktor

yang

mempengaruhi

pengeringan

terutama

adalah

luas

permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang
berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis,
perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat
khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu,
karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai

jenis

bahan

pengepak

seperti

tetaprak,

tetabrik,

tetraking

merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang
dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan
biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida
dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik
berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang
lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan
plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut
dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi
komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau
mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat
merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan

dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah
proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan
pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan
benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara
komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan
pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat
terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi,
atau perubahan cita rasa.
5.Penggunaan bahan kimia
Bahan

pengawet

dari

bahan

kimia

berfungsi

membantu

mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan


memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa
jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package

desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk


melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan
untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu

jenis

regenerasi

baru growth

substance sintesis

yang

disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah


kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena
kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk
(1982)

melaporkan

bahwa

terjadinya browning, kehilangan

berat

dan

pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah buahan tersebut direndam
dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di
ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan
sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan
seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi
karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain
misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas
yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh
seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan
dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar
mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan
masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu
rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses
pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan
pada 1000C dan pemanasan di atas 1000 C.
7.Teknik fermentasi
.

fermentasi

bukan

hanya

berfungsi

sebagai

pengawet

sumber

makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi


dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan
nilai

pH

pangan

turun

di

bawah

5.0

sehingga

dapat

menghambat

pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat
dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut),

tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara
lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4
cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan
makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin
juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan
lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri
fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari
bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja
menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah
NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian
senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah

proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran,

seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang
digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah.
Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan
energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi
partikel

Contoh

radiasi

pengion

yang

disebut

terakhir

ini

paling

banyak,Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan


bahan

pangan

menghasilkan

adalah

foton

radiasi

berenergi

elektromagnetik
tinggi

sehingga

yaitu

sanggup

radiasi

yang

menyebabkan

terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini
dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetik et

al.,1980).

Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan


makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida
(kobalt-60) dan

60

Co

137

Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari

partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki


pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang
diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi
pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.

Kalau jumlah radiasi yang digunakan

kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak
dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus
diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.
Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat
dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang
toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI


Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi
tahapan-tahapan
pemotongan,

sebagai

blanching,

berikut;

pengisian,

sortasi,

pencucian,

exhausting,

penutupan,

pengupasan,
processing

(sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

a Proses sortasi dan pencucian


Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan
dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak
terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan

karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur


yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal
ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan
sehingga diharapkan akan menurunkan populasi mikroba, menghilangkan
sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis
malam yang melapisi kulit buah-buahan.

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan


Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagianbagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan
pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan
proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng.

Pemotongan

atau

pengecilan

ukuran

dilakukan

dengan

untuk

mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan


ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga
bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan dilakukan
dengan

sembarangan,

maka

akan

mengakibatkan

diskolorisasi,

yaitu

timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan
warna.

b. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk
membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas
pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap
panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi
antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat
kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan

yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan,


atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;
a.
b.
c.
d.
e.

membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal


meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
menginaktivasi enzim
menghilangkan rasa mentah

f.

mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)

g.

mempermudah pengupasan

h.

memberikan warna yang dikehendaki

i.

mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.


Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan
yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis,
perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan
enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba
pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis
enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim
ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya
dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim
katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka
enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan,
suhu, serta medium blansir.
Pencegahan

kontaminasi

mikroba

juga

dapat

dilakukan

dengan

penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran,
daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan
juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.

Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potonganpotongan buah dalam air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan
tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara
umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a.

Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir
yang telah ditetapkan

b.
c.

Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan

d.

Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu


maksimum yang diijinkan.

Proses pengisian

a.

Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu
medium larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau.
Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang
telah

dimasak

dengan

rempah-rempah.

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus
tergantung

produk

yang

akan

dikalengkan.

Penambahan

medium

ini

dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya


korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b.

Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng


Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam
kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak
terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang
disebut dengan head space.

c.

Proses pengisian medium

Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus.


Sama halnya dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak
dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 12 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian
larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian
besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan
penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi
vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena
tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan
dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng
dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan
blansir, karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam
jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk
masih dalam kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih
terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem
vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90oC dan proses berlangsung
selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar

60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu


produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan
tercapai atau tidak.

c. Proses penutupan kaleng


Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan hermetis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan
kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah
tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat
penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan)
untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan
yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan
kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian rupa, diharapkan
baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

d. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke
dalam

keranjang

yang

dipersiapkan

untuk

proses

sterilisasi.

Proses

sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail buah dan cincau


digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit sedangkan
untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama
45-60 menit.
Sterilisasi

merupakan

proses

untuk

mematikan

mikroba.

Pada

perinsipnya ada dua jenis sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi
komersial.

Sterilisasi

komersial

yang

ditetapkan

di

industri

pangan

merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air
digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam

sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu


yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam
suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka
tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada
Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk mematikan
semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan
untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan
kenampakan yang diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food)
tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah pada
pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan
adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut,
mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran
yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman rendah
(low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan efektif
mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan
tekanan

1,05

bar.

Pada

suhu

dan

tekanan

tersebut

maka

semua

mikroorganisme patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi


sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a.

kondisi

produk

pangan

yang

disterilisasikan

(nilai

pH,

jumlah

mikroorganisme awal, dan lain-lain)


b.
c.
d.

jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
Medium pemanas.

e.

Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

e.Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air


dingin.

Pendinginan

perbedaan

tekanan

pasca
yang

sterilisasi
cukup

menjadi

besar

penting

yang

dapat

karena

timbul

menyebabkan

rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis.
Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis
di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera
dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan
udara

dalam

retort

perlu

dikendalikan

sehingga

tidak

menyebabkan

terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan


dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah
pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan
dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran
lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah
dan

bagian

atas

retort.

Pemasukan

air

mula-mula

dilakukan

secara

perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis.


Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya
disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air
dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat mengkondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat
retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama
proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan
secara terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu
terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.
Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-

capai 38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan.
Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort.

f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan
dibersihkan, untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan
kaleng. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk
mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel
pada kaleng yang basah.

g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan
dan efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan
kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada
kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan
baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar
produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu.
Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun
tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya
proses

pengalengan.

Ada

beberapa

faktor

yang

dapat

menyebabkan

kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena


pelepasan hidrogen.

Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan


timah oleh nitrat dan sebagainya.

Penggelembungan karena adanya CO2.

Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat


berlebihnya tekanan selama pemanasan.

Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau


pemanasan yang kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah,
pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau
pendinginan yang kurang.

Fluktuasi tekanan atmosfer.

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat
tumbuhnyaClostridium

mengakibatkan

botulinum. Clostridium

botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup


dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

C.Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)

Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi
sebagian orang yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak
dan gurih kemudahan pengolahan yang ditawarkan membuat sarden semakin
akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan adalah salah satu
teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang
ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan
mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan
tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurun karena proses
denaturasi protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan
segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti
tahu dan tempe.
Metode

pengawetan

Nicholas Appert,

seorang

dengan
ilmuwan

cara

pengalengan

Prancis.

ditemukan

Pengalengan

oleh

makanan

merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan makanan yang dikemas

secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis


dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat
ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita
rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara
hermetis

(hermetic)

dalam

suatu

wadah,

baik

kaleng,

gelas,

atau

alumunium.
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang
menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal
mungkin

mikroorganisme

pembusuk,

mengurangi

kontaminasi

mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh


mikroorganisme

dengan

cara

pemanasan

dan

radiasi.

Pemusnahan

mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya


menyebabkan

denaturasi

protein,

serta

menonaktifkan

enzim

yang

membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam


tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi
lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin
banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang
perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum
yang tahan terhadap suhu tinggi.

D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN


1. Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden
bisanya didapat dari

nelayan ikan, ikan-ikan dijual

langsung oleh

pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan


yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis
ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin,
ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.

2.

Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli

pabrik

akan

langsung

diproses.

Tahapan

pertama

disebut

dengan

pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi. Ikan


digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian
sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit
perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh
badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam
tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi
dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang
ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting
ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan
dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.
3.

Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung

dalam keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan


kedalam kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan
untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng.
Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng
kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang
diisikan kedalam kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan
dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan 2
ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas
conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk
tahapan berikutnya.

4.

Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng

yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m,
di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang
dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini

berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk


keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu
penirisan (decanting).

5.

Penghampaan

(Exhausting). Penghampaan

dilakukan

dengan

menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan
minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan
adalah

+80

menggunakan

0C.

Pengisian

filler.

Pada

saos

dilakukan

prinsipnya

proses

secara

mekanis

penghampaan

dengan

ini

dapat

dilakukan melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting


dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk,
kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan
wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah
menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera
dilakukan penutupan wadah.

6.

Penutupan

Wadah

Kaleng

(Seaming). Penutupan

wadah

kaleng

dilakukan dengan menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan


bertugas mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng
kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk
kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng
permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk
kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit
(kecepatan maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer
kaleng

besar

dioperasikan

dengan

kecepatan

200

kaleng

permenit

(kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai

adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal
kedaluwarsa diruang jet print.

7. Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort.


Dalam satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi
produk ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400
kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 117 0C dengan tekanan 0,8
atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105
menit

untuk

kaleng

besar.

Sterilisasi

dilakukan

dengan

memasukkan

keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak


hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen,
tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat
dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.
8. Pendinginan

dan

Pengepakan. Ikan

kalengan

yang

sudah

disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian diangkat dengan


katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5 m3
yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15
menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu
ditempat

pengistirahatan(Rested

area)

untuk

menunggu

giliran

pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas pengelapan


untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk
dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi
label (label cat) bisa langsung di packing, sementara produk yang
kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan
keinginan produsen.

BAB III

PENUTUP
A.

Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak ( perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan
pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin
besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik
yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya
pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan
makanan

adalah

suatu

upaya

untuk

menahahn

laju

pertumbuham

mikroorganisme pada makananm


jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1.

pendinginan

2.

pengeringan

3.

pengalengan

4.

pengemasan

5.

penggunaan bahan kimia

Anda mungkin juga menyukai