Ringkasa Jurnal Untuk Presentasi
Ringkasa Jurnal Untuk Presentasi
Ringkasan Materi
Chapter 4 : Fraud Prevention
Seseorang apabila ditempatkan di lingkungan integritas yang rendah, pengendalian yang buruk,
akuntabilitas yang longgar, atau tekanan yang tinggi, maka akan semakin terbuka peluangnya
untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.
Suatu organisasi dapat menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan yang rendah dan
tingkat kecurangan yang tinggi. Untuk menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan
rendah yang baik untuk pencegahan kecurangan, 2 faktor dasar yang diperlukan adalah
penyertaan penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, dan dukungan. Yang kedua menyertakan
penghapusan kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menciptakan ekspektasi bahwa
pihak yang terlibat dalam kasus kecurangan akan mendapatkan sanksi/hukuman.
a
informasi yang ada di aplikasi atau resume adalah benar. Ketiga, pemberi kerja sebaiknya
memberikan pelatihan pada orang-orang yang terlibat dalam proses perekrutan untuk
melakukan wawancara secara lebih terampil dan terperinci.
-
Mengawasi pegawai dan menyediakan sistem Whistle Blowing. Supaya sistem wistle
blowing berfungsi secara efektif, harus ada elemen-elemen seperti anonimitas,
independensi, akses, dan tindak lanjut.
Membuat ekspektasi hukuman. Kebijakan penuntutan yang tegas dan sesuai untuk
dipublikasikan membuat pegawai tahu bahwa hukuman yang tegas akan dikenakan
terhadap pelaku tidak etis. Seperti kode etik yang baik mnyampaikan ekspektasi,
kebijakan yang kuat mengenai hukuman membantu mengeliminasi rasionalisasi.
Setiap metode ini mengurangi kesempatan yang sebenarnya atau kesempatan yang dirasakan
untuk melakukan kecurangan, dan semua itu bersamaan dengan factor budaya yang telah
dijelaskan
sebelumnya
untuk
memberikan
program
pencegahan
kecurangan
yang
komprehensif.
Tindakan pencegahan yang telah dilakukan suatu perusahaan terkadang masih tidak begitu
berpengaruh. Karyawan yang melakukan kecurangan mungkin saja mempunyai motivasi yang
lebih kuat meskipun dia tahu tindakannya mengandung resiko besar.
Perusahaan dalam menghadapi kerugian atas kecurangan tentunya harus bertindak lebih tegas
lagi. Tidak perlu ada toleransi untuk perilaku yang tidak etis yang mengindikasikan
kecurangan di perusahaan, juga penanganan di bidang hukum harus dilaksanakan supaya para
pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. Sanksi yang setimpal ini adalah bahwa pelaku
harus bisa mengembalikan semua kerugian yang ditimbulkannya kepada perusahaan dan dia
harus memperbaiki sistem apabila mungkin terjadi kerugian-kerugian lainnya yang menyusul.
Menurut saya tindak lanjut secara perdata akan lebih menguntungkan karena perusahaan
paling tidak bisa mengusahakan untuk mendapatkan ganti rugi.
B. Short Case 14
Masalah yang terjadi dalam perusahaan:
-
karena
whistleblower
mungkin
mengalami
resiko
seperti
diperlakukan secara tidak adil, diganggu oleh pegawai lain, tidak dipromosikan untuk
kenaikan jabata, bahkan mungkin bisa dipecat. Atau mungkin mereka diberikan
reward apabila memang terbukti kecurangan yang dilaporkan benar terjadi dan bisa
dicegah sebelum semakin memburuk.
Mengapa harus ada whistleblowing system? Karena biasanya sesama karyawan akan
lebih mudah untuk mengawasi satu sama lain.
3 Memberikan hukuman yang tegas
ketika seseorang melakukan kecurangan, mereka tentunya paham atas konsekuensi
yang akan ditanggung. Jika hukuman itu diberikan dengan tegas, dengan dimasukkan
ke penjara atau penyitaan barang-barang jika tidak bisa mengembalikan uang, maka
para pelaku akan berpikir dua kali (atau berkali-kali) untuk melakukan kecurangan.
Hukuman harus tetap diberlakukan meskipun kecurangan terjadi di masa lalu.
publisitas atas tuntutan hukum kepada pelaku kecurangan mungkin bisa meningkatkan
kredibilitas perusahaan di mata publik dan juga bagi shareholder.
dengan adanya publisitas, maka pelaku kecurangan akan merasa malu terutama kepada
keluarga dan orang-orang terdekatnya. Rasa malu itu akan mencegah orang tersebut
untuk melakukan hal serupa di masa yang akan datang, dengan begitu kemungkinan
4
negatif berasal dari kepercayaan untuk organisasi khsusunya organisasi bisnis yang telah
mengabaikan kewajiban dengan masyarakat. Organisasi bisnis telah mendapatkan beberapa
reaksi publik yang paling parah. Peraturan yang diterbitkan mengenai akuntabilitas bertujuan
dalam rangka untuk membangun kembali kepercayaan investor dalam hal perilaku dan
pelaporan dalam bisnis.
Salah satu contoh yang paling jelas dari reaksi terhadap penyimpangan etika
adalah dibentuknya pedoman yang direvisi dari Komisi Hukuman US (USSC), yang
menjelaskan dan membuat kriteria yang harus diikuti organisasi untuk membuat
kepatuhan dan program etika yang efektif. Pedoman yang diperbarui memberikan insentif
bagi organisasi untuk menciptakan makna dan program etika yang efektif. Selain itu,
pedoman ini menggunakan definisi yang lebih luas dari organisasi : partnership, asosiasi,
perusahaan saham gabungan, dana pensiun, pemerintah, dan organisasi nirlaba. Praktek
bisnis yang baik membutuhkan satu set formal aturan sebagai titik awal. Semua jenis
organisasi harus menemukan cara untuk membantu karyawan dalam mengahadapi dilema
etika sehari-hari yang mereka hadapi.
3. Membangun Integritas
Di berbagai organisasi, menunjukkan bahwa pendekatan yang komprehensif untuk
membangun integritas organisasi memberikan metode yang paling menjanjikan untuk
membatasi risiko organisasi. Meskipun pendekatan khusus yang digunakan dapat bervariasi
berdasarkan fungsi dan nilai-nilai organisasi, semua pendekatan yang komprehensif
melibatkan mengubah proses kunci di semua fungsi organisasi.
3.1.
4.3.
Nilai-Nilai Inti
Organisasi Gillette berfokus pada tiga nilai inti: prestasi, integritas, dan kolaborasi. Nilai
inti perusahaan tersebut menyediakan kerangka kerja untuk memahami dan
mengekspresikan nilai-nilai. Nilai-nilai organisasi global ini penting karena mereka
menggambarkan bahwa integritas melampaui pelanggan untuk memasukkan
berbagai pemangku kepentingan
4.4.
Budaya
Sejauh ini, yang paling sulit dipahami dari empat praktik integritas adalah
membangun budaya integritas. Budaya muncul tidak dalam kontrol organisasi
formal, tetapi dalam tindakan informal dan nilai praktek bisnis yang mendasari.
Seperti kontrol formal, budaya dapat mengontrol perilaku, tetapi melalui keyakinan tacit
atau tersembunyi dan praktik organisasi. integritas organisasi memerlukan membangun
6.3.
Pembinaan dan umpan balik yang intensif harus disediakan dan perilaku baru
harus dihargai. Pada saat yang sama, perilaku lama harus dipadamkan dan dihukum,
jika perlu. Bahkan jika tiga fase perubahan yang sukses, integritas organisasi
membutuhkan dukungan.
7. Upaya Berkelanjutan
Proses tiga fase dibawah ini berfokus pada : pengetahuan, komitmen emosional, dan eksekusi
harus terus didukung, sebagai berikut:
1. Melalui integrasi bisnis; tiga fase pembangunan integritas (why, why not, practices)
harus ditanamkan dalam proses bisnis formal di organisasi.
2. Melalui pengukuran; organisasi harus bisa mengukur perkembangan dan
kesuksesan mereka dalam pencapaian integritas organisasi agar mereka bisa tahu
posisinya, mengidentifikasi kesempatan untuk berkembang, dan menyadari
kesuksesan
3. Melalui dukungan eksekutif; : integritas organisasi harus menyediakan prioritas
strategi utama untuk eksekutif. Perhatian yang mereka letakkan dalam suatu
masalah penting untuk menjaga integritas dalam jiwa karyawan.
8. Hambatan Membangun Integritas Organisasi
Kisah Maria, menggambarkan bagaimana sulitnya dapat untuk membangun integritas
organisasi. Karena meningkatnya tekanan kinerja dan tantangan membangun budaya,
integritas seringkali sulit untuk ditumbuhkan. Organisasi terbaik dapat mengalami masalah di
jalan untuk membangun dan memelihara integritas. Pemeriksaan banyak skandal etika barubaru ini mengungkapkan beberapa kesulitan-kesulitan ini.
a. Takut diasingkan karena whistleblowing
b. Ukuran perusahaan
c. Tujuan organisasi
d. Demografi tenaga kerja
e. Keadaan organisasi
f. Sinisme
9. Mempertanyakan praktek organisasi
Meskipun hambatan untuk membangun integritas organisasi, banyak dari organisasi kami
bekerja dengan baik dalam perjalanan mereka untuk berhasil mengintegrasikan kontrol, nilainilai, prinsip, dan budaya organisasi. Untuk tujuan ini, beberapa pertanyaan yang berfungsi
sebagai indikator untuk membantu organisasi mengukur kemajuan mereka.
a. Apakah Anda tahu aturan? ; aturan sering diartikan sebagai kebijakan dan prosedur
perusahaan dalam menjalankan bisnis. Aturan tersebut merupakan batasan yang
keras dan cepat yang mana dapat dijalankan dalam bisnis yang baik dan dipandang
sebagai bagian dari lingkungan pengendalian operasi.
b. Apa nada dari atas? ; menggambarkan iklim etika umum organisasi, seperti yang
ditetapkan oleh dewan direksi, komite audit, dan manajemen senior. Memiliki nada
di atas diyakini oleh etika bisnis ahli untuk membantu mencegah penipuan dan
praktik yang tidak etis lainnya.
c. Kapan hukum yang benar versus etika yang salah memiliki hasil yang cocok? ;
membantu organisasi fokus pada komunikasi nilai inti dan perilaku etis. Hanya
membutuhkan salah penilaian dari satu orang saja untuk menempatkan reputasi
seluruh perusahaan dalam bahaya
d. Bagaimana nilai-nilai dikomunikasikan?; program yang memasukkan nilai organisasi
ke dalam strukturnya menyebabkan pengaruh perilaku positif yang ditawarkan
oleh budaya nilai-dasar.
10. Sebuah Tugas Yang Sangat Besar Tapi Penting
Membangun integritas organisasi adalah tugas yang sangat besar. Setiap organisasi memiliki
ukuran kode etik yang berbeda-beda. Kode etik untuk sebuah perusahaan gas dan eksplorasi
akan berbeda dengan sebuah perusahaan keuangan. Semua jenis organisasi rentan terhadap
perilaku tidak etis oleh individu atau korupsi yang sistematis, organisasi dapat berusaha
untuk membuat integritas sebuah tujuan utama. Dengan pendekatan yang komprehensif dan
terintegrasi untuk etika organisasi, organisasi dapat mulai membangun integritas dalam
kegiatan sehari-hari. Organisasi yang mampu menghadapi lingkungan bisnis turbulen
dipersenjatai dengan peningkatan integritas akan meminimalkan risiko yang mereka hadapi
dari perilaku karyawan tidak etis, dan lebih mampu pulih jika dan ketika hal ini tidak terjadi
D. Ringkasan Kasus PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor
197 nama nasabah untuk mengajukan kredit kepemilikan rumah pada Bank Syariah
Mandiri. Dengan rincian Iyan Permana, Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah
masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total
kredit sebanyak 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif
diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky
mengajukan 20 kredit. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah.
Dalam kasus ini juga melibatkan notaris yaitu Sri Dewi dengan membuat akta kredit.
Namun akta tersebut dibuat tanpa kehadiran pihak debitur, serta sertifikat tanah yang hanya
berupa fotokopi. Niat jahat ketiganya dapat berjalan mulus karena ada keterlibatan orang
dalam.Pegawai internal yang terlibat dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah
Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor, John Lopulisa; Kepala Cabang Pembantu
Bank Syariah Mandiri Bogor, Chaerulli Hermawan;
berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan pihak bank
dibuat.
4. Kerugian Bank
Kredit yang diajukan Rizky cair sebesar Rp 12,2 miliar. Sementara kredit yang diajukan
Henhen cair Rp 12,24 miliar, sisanya cair untuk kredit yang diajukan Iyan. Total kredit yang
dicairkan seluruhnya Rp 102 miliar dan sudah dikembalikan ke pihak bank Rp 59 miliar.
Sehingga masih ada sekitar Rp 43 miliar yang belum masuk ke bank saat ini.
5. UU dan Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan pasal 63 UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah, pasal
3 dan pasal 5 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Khusus untuk Sri
Dewi, penyidik menambahkan pasal 264 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat autentik
dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara. Keempat tersangka yang kini ditahan
Mabes Polri adalah M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang Utama BSM Bogor,
Chaerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor, John Lopulisa selaku
accounting officer BSM Bogor, dan Iyan selaku pengembang properti.
BSM Pusat telah memecat ketiga pegawai tersebut, yaitu: John Lopulisa di-PHK
November 2012, Chaerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie diPHK 4 Oktober 2013.