Anda di halaman 1dari 13

A.

Ringkasan Materi
Chapter 4 : Fraud Prevention
Seseorang apabila ditempatkan di lingkungan integritas yang rendah, pengendalian yang buruk,
akuntabilitas yang longgar, atau tekanan yang tinggi, maka akan semakin terbuka peluangnya
untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.
Suatu organisasi dapat menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan yang rendah dan
tingkat kecurangan yang tinggi. Untuk menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan
rendah yang baik untuk pencegahan kecurangan, 2 faktor dasar yang diperlukan adalah
penyertaan penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, dan dukungan. Yang kedua menyertakan
penghapusan kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menciptakan ekspektasi bahwa
pihak yang terlibat dalam kasus kecurangan akan mendapatkan sanksi/hukuman.
a

Menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan memberi dukungan

Mempekerjakan orang yang jujur dan menyediakan pelatihan kesadaran


Melakukan penyaringan terhadap pelamar kerja secara efektif, sehingga hanya calon
pegaawai jujur yang akan dipekerjakan menjadi isu penting bagi perusahaan.
Dengan hukum privat yang ketat saat ini, menjadi penting bagi perusahaan untuk memiliki
kebijakan penyaringan tenaga kerja yang baik verifikasi dan sertifikasi resume adalah dua
strategi yang sebaiknya dilakukan organisasi untuk mencegah terjadinya kecurangan. Salah
satu tanggung jawab yang paling penting dari pemberi kerja adalah perekrutan dan
pengelolaan sumber daya tenaga kerja mereka. Pasar saat ini menunjukkan bahwa rotasi
tenaga kerja cenderung semakin tinggi dan loyalitas pegawai mungkin menjadi rendah.
Beberapa rekomendasi sebagai bagian dari kebijakan dan praktik perekrutan dan
pengelolaan sumber daya tenaga kerja yang akan sukses dalam mencegah kecuragan dan
klaim kelalaian : pertama, sebelum mempekerjakan pelamar untuk beberapa posisi,
terutama posisi pengelolaan yang utama, pemberi kerja sebaiknya memverifikasi semua
informasi pada resume dan aplikasi yang diajukan oleh pelamar. Kedua, pemberi kerja
sebaiknya mengharuskan semua pelamar untuk memberikan pernyataan bahwa semua

informasi yang ada di aplikasi atau resume adalah benar. Ketiga, pemberi kerja sebaiknya
memberikan pelatihan pada orang-orang yang terlibat dalam proses perekrutan untuk
melakukan wawancara secara lebih terampil dan terperinci.
-

Menciptakan lingkungan kerja yang positif


Organisasi yang sangat rentan terhadap terjadinya kecurangan dapat dibedakan dari
organisasi yang kurang rentan dengan membandingkan iklim perusahaan mereka. Tiga
elemen yang berkontribusi dalam penciptaan lingkungan kerja yang positif, kemudian
membuat organisasi akan kurang rentan terhadap terjadinya kecurangan adalah
menciptakan ekspektasi terkait kejujuran melalui kode etik yang cukup baik yang dimiliki
organisasi dan kemudian menyampaikan ekspektasi ini ke seluruh bagian dalam organisasi,
memiliki kebijakan yang sifatnya terbuka dan mudah diakses, dan memiliki prosedur
operasional dan personel yang positif.

Mengimplementasikan program dukungan untuk pegawai (Employee Assistance


Programs-EAP)
Salah satu dari tiga elemen segitiga kecurangan adalah tekanan yang dirasakan. Sering kali,
tekanan yang memotivasi kecurangan adalah apa yang dianggap pelaku sebagai suatu
ketidakadilan atau apa yang diyakini tidak memiliki solusi logis yang memungkinkan.
Perusahaan yang memberikan pelatihan mengenai cara yang efektif untuk menangani
tekanan pribadi para pegawainya akan mengeliminasi banyak potensi kecurangan. Metode
yang paling umum dalam membantu pegawai mengatasi tekanan adalah dengan
mengimplementasikan EAP formal.

Mengeliminasi kesempatan terjadinya kecurangan

Lima metode dalam mengeliminasi kesempatan kecurangan :


-

Memiliki pengendalian internal yang baik. Lingkungan pengendaian merupakan fondasi


untuk semua komponen pengendalian internal yang memberikan keteraturan dan struktur
pengendalian yang baik. Factor lingkungan pengendalian meliputi integritas, nilai etis,
dan kompetensi orang-orang yang ada di dalam entitas, filosofi manajemen, dan gaya
operasional manajemen. Tidak ada struktur pengendalian internal yang benar-benar
efektif tanpa memperhatikan ketelitian pada desain dan implementasinya.

Memperkecil kerjasama di antara pegawai dan pelanggan atau pemasok dan


menginformasikan secara jelas kepada pemasok dan pihak lain di luar perusahaan
mengenai kebijakan perusahaan terkait kecurangan. Dua isu terbaru dalam bisnis telah
meningkatkan jumlah kecurangan secara kolusif. Yang pertama adalah meningkatnya
kompleksitas bisnis.Dalam lingkungan yang kompleks, pegawai yang dipercaya mungkin
akan melakukan kegiatan operasional di lingkungan khusus atau terpisah dari individu
lain.
Yang kedua, meningkatnya frekuensi aliansi pemasok, dimana perjanjian lisan
menggantikan dokumentasi secara tertulis dan terjalin hubungan yang lebih dekat antara
pembeli dan pemasok.

Mengawasi pegawai dan menyediakan sistem Whistle Blowing. Supaya sistem wistle
blowing berfungsi secara efektif, harus ada elemen-elemen seperti anonimitas,
independensi, akses, dan tindak lanjut.

Membuat ekspektasi hukuman. Kebijakan penuntutan yang tegas dan sesuai untuk
dipublikasikan membuat pegawai tahu bahwa hukuman yang tegas akan dikenakan
terhadap pelaku tidak etis. Seperti kode etik yang baik mnyampaikan ekspektasi,
kebijakan yang kuat mengenai hukuman membantu mengeliminasi rasionalisasi.

Melakukan tahapan auditing secara proaktif. Organisasi yang melakukan audit


kecurangan secara proaktif meningkatkan kesadaran di antara pegawai bahwa tindakan
mereka selalu ditinjau. Dengan meningkatnya ketakutan akan ketahuan dan tertangkap,
auditing secara proaktif mengurangi perilaku kecurangan. Kemajuan teknologi saat ini
sangat membantu pendeteksian kecurangan secara proaktif.

Setiap metode ini mengurangi kesempatan yang sebenarnya atau kesempatan yang dirasakan
untuk melakukan kecurangan, dan semua itu bersamaan dengan factor budaya yang telah
dijelaskan

sebelumnya

untuk

memberikan

program

pencegahan

kecurangan

yang

komprehensif.
Tindakan pencegahan yang telah dilakukan suatu perusahaan terkadang masih tidak begitu
berpengaruh. Karyawan yang melakukan kecurangan mungkin saja mempunyai motivasi yang
lebih kuat meskipun dia tahu tindakannya mengandung resiko besar.

Perusahaan dalam menghadapi kerugian atas kecurangan tentunya harus bertindak lebih tegas
lagi. Tidak perlu ada toleransi untuk perilaku yang tidak etis yang mengindikasikan
kecurangan di perusahaan, juga penanganan di bidang hukum harus dilaksanakan supaya para
pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. Sanksi yang setimpal ini adalah bahwa pelaku
harus bisa mengembalikan semua kerugian yang ditimbulkannya kepada perusahaan dan dia
harus memperbaiki sistem apabila mungkin terjadi kerugian-kerugian lainnya yang menyusul.
Menurut saya tindak lanjut secara perdata akan lebih menguntungkan karena perusahaan
paling tidak bisa mengusahakan untuk mendapatkan ganti rugi.
B. Short Case 14
Masalah yang terjadi dalam perusahaan:
-

Pengawasan pegawai oleh owner sulit untuk dilakukan


Tidak ada tindak lanjut atas kecurangan yang telah terjadi
Ketakutan untuk melakukan publikasi atas kecurangan yang terjadi dalam perusahaan

Perbaikan yang perlu dilakukan:


1

Membentuk tim auditor internal untuk mengawasi kinerja para pegawai.


Penggunaan teknologi dalam melakukan pengendalian, misal : CCTV, sistem absen digital
(finger print), pengaplikasian password dalam setiap sistem yang penting terutama yang

berhubungan dengan sistem akuntansi/keuangan perusahaan, dan lain-lain.


2 Menyediakan saluran pegaduan (whistleblowing system)
harus ada jaminan kerahasiaan identitas (anonimitas) dan keamanan bagi pelapor
(whistleblower),

karena

whistleblower

mungkin

mengalami

resiko

seperti

diperlakukan secara tidak adil, diganggu oleh pegawai lain, tidak dipromosikan untuk
kenaikan jabata, bahkan mungkin bisa dipecat. Atau mungkin mereka diberikan
reward apabila memang terbukti kecurangan yang dilaporkan benar terjadi dan bisa
dicegah sebelum semakin memburuk.
Mengapa harus ada whistleblowing system? Karena biasanya sesama karyawan akan
lebih mudah untuk mengawasi satu sama lain.
3 Memberikan hukuman yang tegas
ketika seseorang melakukan kecurangan, mereka tentunya paham atas konsekuensi
yang akan ditanggung. Jika hukuman itu diberikan dengan tegas, dengan dimasukkan
ke penjara atau penyitaan barang-barang jika tidak bisa mengembalikan uang, maka

para pelaku akan berpikir dua kali (atau berkali-kali) untuk melakukan kecurangan.
Hukuman harus tetap diberlakukan meskipun kecurangan terjadi di masa lalu.
publisitas atas tuntutan hukum kepada pelaku kecurangan mungkin bisa meningkatkan
kredibilitas perusahaan di mata publik dan juga bagi shareholder.
dengan adanya publisitas, maka pelaku kecurangan akan merasa malu terutama kepada
keluarga dan orang-orang terdekatnya. Rasa malu itu akan mencegah orang tersebut
untuk melakukan hal serupa di masa yang akan datang, dengan begitu kemungkinan
4

terjadinya kecurangan akan dapat dieliminasi.


Auditor (internal maupun eksternal) harus melakukan audit kecurangan secara proaktif.
Audit kecurangan tidak hanya dilakukan ketika gejala fraud muncul, karena ketika audit
kecurangan dilakukan pada saat itu bisa jadi fraud sudah terjadi. Better prevent it than
treat after it. Why? Because fraud is costly.

C. Ringkasan Jurnal Keynes


Membangun Integritas Organisasi
1. Kerentanan Organisasi
Sebagai kepala penasihat investasi dari salah satu bank yang paling dihormati dan
menguntungkan di dunia, Maria menjadi terbiasa membuat perdagangan berisiko tinggi.
Track record keberhasilannya mendapatkan perhatian dari pihak pers. Namun, regulator
menemukan bahwa keberhasilan Maria menggunakan langkah yang salah. Mary membeli
saham di sebuah perusahaan untuk kliennya sebelum saham menerima rekomendasi dbuyT
dari seorang analis terkenal. Hal tersebut tidak diketahui oleh departemen kepatuhan hal ini
menempatkan organisasi cukup beresiko. Situasi mungkin akan berbeda untuk Mary dan
perusahaan memiliki organisasi dimulai pendekatan yang komprehensif untuk etika. Artikel
ini menceritakan tentang organisasi organisasi yang membatasi risiko untuk penyimpangan
terutama dari perliku karyawan. Tujuan dari artikel ini adalah meningkatkan kesadaran etika
dan mebatasi risiko dari perilaku karyawan yang tidak etis. Selain itu, menghubungkan
pengalaman teori yang sistematis untuk menyajikan kerangka yang baik berguna dan
konseptual membumi.
2. Reaksi Publik Untuk Penyimpangan Etika
Publik menentang penyimpangan etika telah menghasilkan peraturan baru yang tegas,
dan juga membuat semakin banyak program perubahan etika dalam organisasi. Sentimen

negatif berasal dari kepercayaan untuk organisasi khsusunya organisasi bisnis yang telah
mengabaikan kewajiban dengan masyarakat. Organisasi bisnis telah mendapatkan beberapa
reaksi publik yang paling parah. Peraturan yang diterbitkan mengenai akuntabilitas bertujuan
dalam rangka untuk membangun kembali kepercayaan investor dalam hal perilaku dan
pelaporan dalam bisnis.
Salah satu contoh yang paling jelas dari reaksi terhadap penyimpangan etika
adalah dibentuknya pedoman yang direvisi dari Komisi Hukuman US (USSC), yang
menjelaskan dan membuat kriteria yang harus diikuti organisasi untuk membuat
kepatuhan dan program etika yang efektif. Pedoman yang diperbarui memberikan insentif
bagi organisasi untuk menciptakan makna dan program etika yang efektif. Selain itu,
pedoman ini menggunakan definisi yang lebih luas dari organisasi : partnership, asosiasi,
perusahaan saham gabungan, dana pensiun, pemerintah, dan organisasi nirlaba. Praktek
bisnis yang baik membutuhkan satu set formal aturan sebagai titik awal. Semua jenis
organisasi harus menemukan cara untuk membantu karyawan dalam mengahadapi dilema
etika sehari-hari yang mereka hadapi.
3. Membangun Integritas
Di berbagai organisasi, menunjukkan bahwa pendekatan yang komprehensif untuk
membangun integritas organisasi memberikan metode yang paling menjanjikan untuk
membatasi risiko organisasi. Meskipun pendekatan khusus yang digunakan dapat bervariasi
berdasarkan fungsi dan nilai-nilai organisasi, semua pendekatan yang komprehensif
melibatkan mengubah proses kunci di semua fungsi organisasi.
3.1.

Karakteristik dari Integritas


a. Bahasa yang digunakan untuk pengambilan keputusan etis.
b. Mendukung Struktur Dan Prosedur Yang Memfasilitasi Pengambilan Keputusan Etis
Telah Dikembangkan.
c. Sebuah Budaya Keterbukaan, Tanggung Jawab, Dan Komitmen Untuk Beberapa
Tujuan Bisnis Telah Diciptakan Dan Dipertahankan.
d. Pengembangan Karyawan Dihargai.
Dengan pemahaman ini integritas dalam pikiran, sejumlah praktik tertentu dapat
diintegrasikan untuk membangun integritas

4. Empat Praktik dari Integritas Organisasi


4.1.
Operating Controls
Semua organisasi memerlukan kontrol formal seperti fungsi kepatuhan, fungsi
pengawasan, fungsi akuntansi serta fungsi audit. Tidak ada organisasi yang dapat
membatasi risiko tanpa kontrol operasi yang efektif. Kontrol operasi memastikan
kepatuhan terhadap pedoman eksternal dan kebijakan internal. Unsur lain dari
operasi kontrol yang sering dilupakan adalah komunikasi dan pelatihan tentang prosedur
organisasi yang kritis. Komunikasi dan sistem pelatihan yang efektif akan mempercepat
kepatuhan terkait dengan aturan-berdasarkan aspek operasi.
4.2.

Prinsip dan Tujuan


Terlepas dari ukuran atau sector bisnis, perusahaan beroperasi di bawah prinsipprinsip keterbukaan. Transparansi berarti bahwa informasi akan dirahasiakan dari
publik hanya untuk privasi yang sah dan alasan hukum. Memperluas kontrol dan
kepatuhan diperlukan pengintegrasian prinsip-prinsip dan tujuan ke dalam inti dari
praktek-praktek organisasi.

4.3.

Nilai-Nilai Inti
Organisasi Gillette berfokus pada tiga nilai inti: prestasi, integritas, dan kolaborasi. Nilai
inti perusahaan tersebut menyediakan kerangka kerja untuk memahami dan
mengekspresikan nilai-nilai. Nilai-nilai organisasi global ini penting karena mereka
menggambarkan bahwa integritas melampaui pelanggan untuk memasukkan
berbagai pemangku kepentingan

4.4.

Budaya
Sejauh ini, yang paling sulit dipahami dari empat praktik integritas adalah
membangun budaya integritas. Budaya muncul tidak dalam kontrol organisasi
formal, tetapi dalam tindakan informal dan nilai praktek bisnis yang mendasari.
Seperti kontrol formal, budaya dapat mengontrol perilaku, tetapi melalui keyakinan tacit
atau tersembunyi dan praktik organisasi. integritas organisasi memerlukan membangun

kesadaran etika ke dalam budaya.


5. Praktik Integritas
Membangun integritas membutuhkan pengintegrasian empat praktek yang berbeda
tetapi saling integritas organisasi ke dalam strategi etika yang koheren. Banyak
organisasi kita mengamati mengandalkan satu atau dua dari empat praktek ini;

Bagaimanapun, memeluk model komprehensif integritas penting untuk navigasi


lingkungan etika yang kompleks saat ini. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, strategi ini
akan menampilkan bahasa etika, mendukung dan prosedur yang memfasilitasi pembuatan
keputusan etis struktural, dan yang paling penting, budaya keterbukaan, tanggung jawab, dan
komitmen untuk beberapa tujuan bisnis. Aspek budaya adalah yang paling sulit untuk
mengubah, dan itu diperiksa lebih lanjut di bagian berikutnya
6. Membangun Sebuah Integritas Budaya
Meskipun integritas tidak memastikan bahwa organisasi akan membuat pilihan etis yang
lebih baik, ini menyiratkan sebuah pendekatan yang sistematis dan komprehensif untuk
menilai, menimbang pilihan dan mempertimbangkan beberapa tuntutan yang terlibat dalam
pengambilan keputusan.. Menurut Ed Schein (1992), salah satu sarjana yang mempelajari
sistematis bagaimana organisasi budaya mempengaruhi efektivitas. Budaya sulit untuk
berubah karena memerlukan pemahaman yang dipegang asumsi, bukan hanya perilaku
sehari-hari mereka dalam organisasi . Salah satu upaya perubahan budaya yang dilakukan di
Best Buy (Gibson & Billings, 2003) mengungkapkan tiga fase penting dari upaya perubahan
perilaku yang sukses
6.1.
Tahap 1 : Memahami Mengapa atas Integritas
Karyawan harus memahami mengapa integritas diperlukan. Organisasi harus
menggunakan pendekatan yang komprehensif untuk mendidik karyawan tentang
pentingnya etika dan integritas dalam segala sesuatu.
6.2.

Tahap 2: Memahami Mengapa Tidak atas Integritas


Konsekuensi tidak mengadopsi budaya integritas harus diartikulasikan dengan
baik dan dipahami. Fase ini melibatkan peningkatan komitmen emosional individu
dan tim untuk konsisten terlibat dalam perilaku etis. Pada fase ini diperhitungkan
bagaimana sulitnya membangun integritas. Karyawan harus harus memahami manfaat
dari integritas.

6.3.

Tahap 3: Memahami Praktik Integritas


Karyawan diharapkan untuk mengadopsi dan mematuhi budaya integritas. Tahap akhir
dari membangun budaya integritas melibatkan karyawan dengan pengetahuan dan
alat yang diperlukan melalui perilaku yang etis dan menolak penyimpangan etika.

Pembinaan dan umpan balik yang intensif harus disediakan dan perilaku baru
harus dihargai. Pada saat yang sama, perilaku lama harus dipadamkan dan dihukum,
jika perlu. Bahkan jika tiga fase perubahan yang sukses, integritas organisasi
membutuhkan dukungan.
7. Upaya Berkelanjutan
Proses tiga fase dibawah ini berfokus pada : pengetahuan, komitmen emosional, dan eksekusi
harus terus didukung, sebagai berikut:
1. Melalui integrasi bisnis; tiga fase pembangunan integritas (why, why not, practices)
harus ditanamkan dalam proses bisnis formal di organisasi.
2. Melalui pengukuran; organisasi harus bisa mengukur perkembangan dan
kesuksesan mereka dalam pencapaian integritas organisasi agar mereka bisa tahu
posisinya, mengidentifikasi kesempatan untuk berkembang, dan menyadari
kesuksesan
3. Melalui dukungan eksekutif; : integritas organisasi harus menyediakan prioritas
strategi utama untuk eksekutif. Perhatian yang mereka letakkan dalam suatu
masalah penting untuk menjaga integritas dalam jiwa karyawan.
8. Hambatan Membangun Integritas Organisasi
Kisah Maria, menggambarkan bagaimana sulitnya dapat untuk membangun integritas
organisasi. Karena meningkatnya tekanan kinerja dan tantangan membangun budaya,
integritas seringkali sulit untuk ditumbuhkan. Organisasi terbaik dapat mengalami masalah di
jalan untuk membangun dan memelihara integritas. Pemeriksaan banyak skandal etika barubaru ini mengungkapkan beberapa kesulitan-kesulitan ini.
a. Takut diasingkan karena whistleblowing
b. Ukuran perusahaan
c. Tujuan organisasi
d. Demografi tenaga kerja
e. Keadaan organisasi
f. Sinisme
9. Mempertanyakan praktek organisasi

Meskipun hambatan untuk membangun integritas organisasi, banyak dari organisasi kami
bekerja dengan baik dalam perjalanan mereka untuk berhasil mengintegrasikan kontrol, nilainilai, prinsip, dan budaya organisasi. Untuk tujuan ini, beberapa pertanyaan yang berfungsi
sebagai indikator untuk membantu organisasi mengukur kemajuan mereka.
a. Apakah Anda tahu aturan? ; aturan sering diartikan sebagai kebijakan dan prosedur
perusahaan dalam menjalankan bisnis. Aturan tersebut merupakan batasan yang
keras dan cepat yang mana dapat dijalankan dalam bisnis yang baik dan dipandang
sebagai bagian dari lingkungan pengendalian operasi.
b. Apa nada dari atas? ; menggambarkan iklim etika umum organisasi, seperti yang
ditetapkan oleh dewan direksi, komite audit, dan manajemen senior. Memiliki nada
di atas diyakini oleh etika bisnis ahli untuk membantu mencegah penipuan dan
praktik yang tidak etis lainnya.
c. Kapan hukum yang benar versus etika yang salah memiliki hasil yang cocok? ;
membantu organisasi fokus pada komunikasi nilai inti dan perilaku etis. Hanya
membutuhkan salah penilaian dari satu orang saja untuk menempatkan reputasi
seluruh perusahaan dalam bahaya
d. Bagaimana nilai-nilai dikomunikasikan?; program yang memasukkan nilai organisasi
ke dalam strukturnya menyebabkan pengaruh perilaku positif yang ditawarkan
oleh budaya nilai-dasar.
10. Sebuah Tugas Yang Sangat Besar Tapi Penting
Membangun integritas organisasi adalah tugas yang sangat besar. Setiap organisasi memiliki
ukuran kode etik yang berbeda-beda. Kode etik untuk sebuah perusahaan gas dan eksplorasi
akan berbeda dengan sebuah perusahaan keuangan. Semua jenis organisasi rentan terhadap
perilaku tidak etis oleh individu atau korupsi yang sistematis, organisasi dapat berusaha
untuk membuat integritas sebuah tujuan utama. Dengan pendekatan yang komprehensif dan
terintegrasi untuk etika organisasi, organisasi dapat mulai membangun integritas dalam
kegiatan sehari-hari. Organisasi yang mampu menghadapi lingkungan bisnis turbulen
dipersenjatai dengan peningkatan integritas akan meminimalkan risiko yang mereka hadapi
dari perilaku karyawan tidak etis, dan lebih mampu pulih jika dan ketika hal ini tidak terjadi
D. Ringkasan Kasus PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor

Kasus Kredit Fiktif Rp 102 M di Bank Syariah Mandiri


Cabang Bogor
1. Profil Bank Syariah Mandiri
Bank Mandiri salah satu BUMN terbesar di Indonesia yang terbentuk di tahun 1999
dengan merger pada empat bank yaitu Bank Dana Negara, Bank Exim, Bank Bumi
Daya dan Bapindo. Pergabungan ini memberikan PT. Bank Mandiri (persero) memiliki PT.
Bank Susila Banti (BSB) yang menjadi cikal bakal terbentuknya Bank Syariah Mandiri.
Sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan
peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah. Maka PT. Bank Mandiri
(Persero) membentuk tim pengembangan perbankan syariah yang bertujuan untuk
mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri.
Maka tanggal 8 September 1999 dengan Akta Notaris No. 23, kegiatan usaha BSB
berubah menjadi bank syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri. BSM mulai
beroperasi secara resmi pada atnggal 1 November 1999 atau 25 Rajab 1420 H.
Dari terbentuk hingga saat ini, Bank Syariah Mandiri telah memiliki kurang lebih 328
Kantor Cabang yang tersebar 24 provinsi di Indonesia. Salah satu cabang BSM berada
di daerah Bogor. BSM Cabang Utama Bogor merupakan bank cabang wilayah Jawa Barat
yang berlokasi di Jalan Pajajaran Bogor. Berbagai produk dan jasa yang diberikan Bank
Syariah Mandiri yaitu tabungan, giro, deposito, layanan BSM Priority, pembiayaan
konsumen, produk jasa, emas, haji, dan umroh.
Produk kredit pembiayaan kredit rumah merupakan bagian dari jasa pembiayaan
konsumen yang terdiri dari pembiayaan griya BSM dan pembiayaan griya BSM
bersubsidi. Griya BSM pembelian rumah tinggal (consumer), menegah, atau panjang untuk
membiayai pembelian rumah tinggal baik baru maupun bekas, di lingkungan developer
dengan sistem mudharabah.
2. Kronologi Kasus Kredit Fiktif pada Bank Syariah (BSM) Cabang Bogor
Kasus ini bermula dari pengajuan kredit seorang pengusahan property bernama Iyan
Pernama tahu 2011 yang dimanan awalnya ingin mengajukan pembiayaan kredit pemilikan
rumah (KPR) untuk dia sendiri. Namun dalam proses pengajuannya, Iyan dan tiga pegawai
BSM Bogor melakukan penyimpangan kredit. Peran dam modus tersangka ini adalah
ingin membobol uang bank melalui pembiayaan Al-Mudharabah.
Iyan Permana dibantu oleh Henhen Gunawan dan Rizky Ardiansyah yang juga
merupakan debitur dalam pengajuan kredit fiktif itu. Ketiga debitur ini mengajukan

197 nama nasabah untuk mengajukan kredit kepemilikan rumah pada Bank Syariah
Mandiri. Dengan rincian Iyan Permana, Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah
masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total
kredit sebanyak 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif
diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky
mengajukan 20 kredit. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah.
Dalam kasus ini juga melibatkan notaris yaitu Sri Dewi dengan membuat akta kredit.
Namun akta tersebut dibuat tanpa kehadiran pihak debitur, serta sertifikat tanah yang hanya
berupa fotokopi. Niat jahat ketiganya dapat berjalan mulus karena ada keterlibatan orang
dalam.Pegawai internal yang terlibat dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah
Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor, John Lopulisa; Kepala Cabang Pembantu
Bank Syariah Mandiri Bogor, Chaerulli Hermawan;

dan Kepala Cabang Utama Bank

Syariah Mandiri Bogor, Agustinus Masrie.


3. Cara Memanipulasi
Tiga debitur tersebut melengkapi persyaratan kredit fiktif bermacam-macam. Mereka
memanipulasi sejumlah dokumen mulai dari surat tanah sampai KTP palsu, dan tidak
menjalani prosedur perbankan yang seharusnya dalam mengajukan kredit. Seperti
yang dilakukan Henhen, sebagai seorang pengusaha dirinya menggunakan KTP
karyawannya tanpa sepengetahuan si pemilik identitas. Rizky yang berprofesi sebagai
seorang dokter meminjam KTP tetangganya, sementara Iyan meminjam akta tanah
seseorang kemudian di-foto copy.
Setelah para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian masuk lah ke tangan
Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.Pengajuan 197 kredit
tersebut dimaksudkan supaya kredit bisa disetujui hanya setingkat Kepala Cabang
saja. John sebagai Account Officer yang memang sudah mengetahui data fiktif tersebut
tidak melakukan pengecekan lapangan sehingga kredit yang diajukan bisa dengan
mudah di kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan,
begitu pula dengan persetujan dari Kepala Cabang Utama BSM Bogor Agustinus
Masrie yang memang sudah bersekongkol. Ketiga pegawai BSM Bogor itu juga
menerima hadiah dari debitur.Ada yang dapat uang tunai Rp3-4 miliar, dan ada yang
menerima mobil.
Kemudian 197 kredit tersebut dibawa kepada Sri Dewi selaku notaris yang
membuat akta akad kredit.Tanpa dihadiri pihak debitur dan serifikat tanah hanya

berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan pihak bank
dibuat.
4. Kerugian Bank
Kredit yang diajukan Rizky cair sebesar Rp 12,2 miliar. Sementara kredit yang diajukan
Henhen cair Rp 12,24 miliar, sisanya cair untuk kredit yang diajukan Iyan. Total kredit yang
dicairkan seluruhnya Rp 102 miliar dan sudah dikembalikan ke pihak bank Rp 59 miliar.
Sehingga masih ada sekitar Rp 43 miliar yang belum masuk ke bank saat ini.
5. UU dan Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan pasal 63 UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah, pasal
3 dan pasal 5 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Khusus untuk Sri
Dewi, penyidik menambahkan pasal 264 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat autentik
dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara. Keempat tersangka yang kini ditahan
Mabes Polri adalah M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang Utama BSM Bogor,
Chaerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor, John Lopulisa selaku
accounting officer BSM Bogor, dan Iyan selaku pengembang properti.
BSM Pusat telah memecat ketiga pegawai tersebut, yaitu: John Lopulisa di-PHK
November 2012, Chaerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie diPHK 4 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai