Anda di halaman 1dari 11

Perseroan Terbatas (PT)

Syarat-syarat pendirian PT secara


formal berdasarkan UU No. 40/2007
adalah sebagai berikut:
1. Pendiri minimal 2 orang atau lebih
(pasal 7 ayat 1)
2. Akta
Notaris
yang
berbahasa
Indonesia
3. Setiap pendiri harus mengambil
bagian atas saham, kecuali dalam
rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan
ayat 3)
4. Akta pendirian harus disahkan oleh
Menteri kehakiman dan diumumkan
dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
5. Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan
modal disetor minimal 25% dari modal
dasar (pasal 32 dan pasal 33)
6. Minimal 1 orang direktur dan 1 orang
komisaris (pasal 92 ayat 3 & pasal
108 ayat 3)
7. Pemegang saham harus WNI atau
badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
Untuk mendirikan PT, harus dengan
menggunakan akta resmi (akta yang
dibuat oleh notaris) yang di dalamnya
dicantumkan nama lain dari perseroan
terbatas, modal, bidang usaha, alamat
perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus
disahkan oleh menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu
Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin
dari menteri kehakiman, harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Perseroan
terbatas
tidak
bertentangan
dengan
ketertiban
umum dan kesusilaan
2. Akta pendirian memenuhi syarat yang
ditetapkan Undang-Undang
3. Paling
sedikit
modal
yang
ditempatkan dan disetor adalah 25%
dari modal dasar. (sesuai dengan UU
No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun

2007, keduanya tentang perseroan


terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, dahulu
sebelum adanya UU mengenai Perseroan
Terbatas (UU No. 1 tahun 1995)
Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke
Pengadilan Negeri setempat, tetapi
setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1995
tersebut, maka akta pendirian tersebut
harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar
Perusahaan tahun 1982) (dengan kata
lain tidak perlu lagi didaftarkan ke
Pengadilan negeri, dan perkembangan
tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun
2007, kewajiban pendaftaran di Kantor
Pendaftaran
Perusahaan
tersebut
ditiadakan juga. Sedangkan tahapan
pengumuman dalam Berita Negara
Republik Indonesia (BNRI) tetap berlaku,
hanya yang pada saat UU No. 1 tahun
1995 berlaku pengumuman tersebut
merupakan kewajiban Direksi PT yang
bersangkutan tetapi sesuai dengan UU
No. 40 tahun 2007 diubah menjadi
merupakan
kewenangan/kewajiban
Menteri Hukum dan HAM.
Setelah tahap tersebut dilalui maka
perseroan telah sah sebagai badan
hukum dan perseroan terbatas menjadi
dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian
dan
kekayaan
perseroan
terpisah
dari
kekayaan
pemiliknya.
Modal dasar perseroan adalah jumlah
modal yang dicantumkan dalam akta
pendirian sampai jumlah maksimal bila
seluruh saham dikeluarkan. Selain modal
dasar, dalam perseroan terbatas juga
terdapat modal yang ditempatkan, modal
yang disetorkan dan modal bayar. Modal
yang ditempatkan merupakan jumlah yang
disanggupi untuk dimasukkan, yang pada
waktu pendiriannya merupakan jumlah
yang disertakan oleh para persero pendiri.
Modal yang disetor merupakan modal
1

yang dimasukkan dalam perusahaan.


Modal bayar merupakan modal yang
diwujudkan dalam jumlah uang.
Bilamana seseorang akan mendirikan
perseroan terbatas, maka para pendiri,
yang biasanya terdiri dari 2 orang atau
lebih, melakukan perbuatan hukum
sebagai yang tersebut dibawah ini:
1. Pertama, para pendiri datang di
kantor notaris untuk diminta dibuatkan
akta pendirian Perseroan Terbatas.
Yang disebut akta pendirian itu
termasuk di dalamnya anggaran
dasar dari Perseroan Terbatas yang
bersangkutan. Anggaran dasar ini
sendiri dibuat oleh para pendiri,
sebagai hasil musyawarah mereka.
Kalau para pendiri merasa tidak
sanggup untuk membuat anggaran
dasar tersebut, maka hal itu dapat
diserahkan pelaksanaannya kepada
notaris yang bersangkutan.
2. Kedua, setelah pembuatan akta
pendirian itu selesai, maka notaris
mengirimkan akta tersebut kepada
Kepala
Direktorat
Perdata,
Departemen
Kehakiman.
Akta
pendirian tersebut juga dapat dibawa
sendiri oleh para pendiri untuk minta
pengesahan dari Menteri Kehakiman,
tetapi dalam hal ini Kepala Direktorat
Perdata tersebut harus ada surat
pengantar
dari
notaris
yang
bersangkutan. Kalau penelitian akta
pendirian Perseroan Terbatas itu tidak
mengalami kesulitan, maka Kepala
Direktorat Perdata atas nama Menteri
Kehakiman
mengeluarkan
surat
keputusan pengesahan akta pendirian
Perseroan
Terbatas
yang
bersangkutan. Kalau ada hal-hal yang
harus diubah, maka perubahan itu
harus ditetapkan lagi dengan akta
notaris sebagai tambahan akta notaris
yang dahulu. Tambahan akta notaris
ini harus mnedapat pengesahan dari
Departemen Kehakiman. Setelah itu

ditetapkan surat keputusan terakhir


dari Departemen Kehakiman tentang
akta pendirian Perseroan Terbatas
yang bersangkutan.
3. Ketiga, para pendiri atau salah
seorang atau kuasanya, membawa
akta pendirian yang sudah mendapat
pengesahan
dari
Departemen
Kehakiman beserta surat keputusan
pengesahan
dari
Departemen
Kehakiman
tersebut
ke
kantor
Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
mewilayahi
domisili
Perseroan
Terbatas untuk didaftarkan. Panitera
yang berwenang mengenai hal ini
mengeluarkan surat pemberitahuan
kepada notaris yang bersangkutan
bahwa akta pendirian PT sudah
didaftar pada buku register PT.
4. Keempat, para pendiri membawa akta
pendirian PT beserta surat keputusan
tentang pengesahan dari Departemen
Kehakiman, serta pula surat dari
Panitera Pengadilan negeri tentang
telah didaftarnya akta pendirian PT
tersebut ke kantor Percetakan
Negara, yang menerbitkan Tambahan
Berita Negara RI. Sesudah akta
pendirian PT tersebut diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara
RI,maka PT yang bersangkutan
sudah sah menjadi badan hukum.
Perseroan
mempunyai
kekayaan
sendiri terpisah dari kekayaan masing
masing pemegang saham perseroan.
Termasuk
dalam
harta
kekayaan
perseroan terbatas adalah modal, yang
terdiri dari:
1. Modal perseroan atau modal dasar,
yaitu jumlah maksimum modal yang
disebut
dalam
akta
pendirian.Ketentuan modal dasar
diatur pada pasal 31-32 UU No.40
Tahun 2007. Modal dasar perseroan
terdiri atas seluruh nilai nominal
saham.(Pasal 31 (1)).Modal dasar
2

paling
sedikit
Rp.50.000.000,00
(Pasal 32 ayat 1).
2. Modal yang disanggupkan atau
ditempatkan diatur pada pasal 33 UU
No. 40 Tahun 2007. Paling sedikit
25% dari modal dasar sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 harus
ditempatkan dan disetor penuh (Pasal
33 ayat 1).
3. Modal yang disetor, yakni modal yang
benar-benar telah disetor oleh para
pemegang
saham
pada
kas
perseroan. Diatur pada pasal 34 UU
No.40 tahun 2007. Penyetoran atas
modal saham dapat dilakukan dalam
bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya (Pasal 34 ayat 1). Penyetoran
atas modal saham selanjutnya diatur
pada pasal 34 ayat 2 dan 3.
Perubahan atas besarnya jumlah
modal
perseroan
harus
mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman,
sesudah itu didaftarkan dan kemudian
diumumkan seperti biasa.
Akta pendirian sebuah Perseroan
Terbatas (Perseroan) memuat anggaran
dasar Perseroan dan keterangan lain yang
berkaitan dengan pendirian Perseroan.
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) mengatur bahwa anggaran
dasar
Perseroan
harus
sekurangkurangnya memuat:
1. nama
dan
tempat
kedudukan
Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya jumlah modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor;
5. jumlah saham, klasifikasi saham
apabila ada berikut jumlah saham
untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang
melekat pada setiap saham, dan nilai
nominal setiap saham;
6. nama jabatan dan jumlah anggota
Direksi dan Dewan Komisaris;

7. penetapan tempat dan tata cara


penyelenggaraan RUPS;
8. tata cara pengangkatan, penggatian,
pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris;
9. tata cara penggunaan laba dan
pembagian deviden.
Pasal 15 UUPT juga mengatur
mengenai hal-hal apa yang tidak boleh
dimuat dalam sebuah anggaran dasar,
yaitu:
1. ketentuan tentang penerimaan bunga
tetap atas saham;
2. ketentuan tentang pemberian manfaat
pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Anggaran dasar Perseroan mengatur
ketentuan mengenai:
1. tata cara pengunduran diri anggota
Direksi;
2. tata cara pengisian jabatan angota
Direksi yang lowong;
3. pihak yang berwenang menjalankan
pengurusan dan mewakili Perseroan
dalam hal seluruh anggota Direksi
berhalangan atau diberhentikan untuk
sementara.
Perubahan anggaran dasar ditetapkan
oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Acara mengenai perubahan
anggaran dasar wajib dicantumkan
dengan jelas dalam pemanggilan RUPS.
RUPS untuk mengubah anggaran dasar
dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan. Dalam hal
kuorum kehadiran tidak tercapai dapat
diselenggarakan RUPS kedua. RUPS
kedua sah dan berhak mengambil
keputusan jika dalam rapat paling sedikit
3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir
3

atau diwakili dalam RUPS dan keputusan


adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan.
Perubahan-perubahan anggaran dasar
tertentu harus mendapatkan persetujuan
Menteri.
Perubahan-perubahan
yang
harus mendapatkan persetujuan Menteri
meliputi perubahan atas:
1. nama Perseroan dan/atau tempat
kedudukan Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya modal dasar;
5. pengurangan modal ditempatkan dan
disetor;
6. status Perseroan yang tertutup
menjadi Perseroan terbuka atau
sebaliknya.
Perubahan anggaran dasar selain dari
perubahan-perubahan yang disebutkan di
atas tidak harus mendapatkan persetujuan
Menteri, tetapi Perseroan hanya perlu
memberitahukan perubahan anggaran
dasar kepada Menteri.
Perubahan anggaran dasar Perseroan
dibuat dalam akta notaris dalam bahasa
Indonesia. Perubahan anggaran dasar
Perseroan yang tidak dimuat dalam akta
berita acara rapat yang dibuat oleh notaris
harus dinyatakan dalam bentuk akta
pernyataan keputusan rapat atau akta
perubahan anggaran dasar paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS.

Permohonan persetujuan perubahan


anggaran dasar Perseroan diajukan
kepada Menteri paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal akta
notaris
yang
memuat
perubahan
anggaran dasar Perseroan. Ketentuan ini
juga
berlaku
bagi
pemberitahuan

perubahan anggaran dasar Perseroan


kepada Menteri. Permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar Perseroan
mengenai perpanjangan jangka waktu
berdirinya Perseroan harus diajukan
kepada Menteri paling lambat 60 (enam
puluh) hari sebelum jangka waktu
berdirinya Perseroan berakhir.
Permohonan
persetujuan
atas
perubahan anggaran dasar Perseroan
dapat ditolak apabila:
1. bertentangan
dengan
ketentuan
mengenai tata cara perubahan
anggaran dasar;
2. isi perubahan bertentangan dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan;
3. terdapat keberatan dari kreditur atas
keputusan
RUPS
mengenai
pengurangan modal.
Perubahan anggaran dasar Perseroan
yang harus mendapatkan persetujuan
Menteri mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya
Keputusan
Menteri
mengenai
persetujuan
perubahan
anggaran dasar Perseroan. Sedangkan
perubahan anggaran dasar Perseroan
yang diberitahukan kepada Menteri mulai
berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat
penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar oleh Menteri.
Perubahan anggaran dasar mengenai
status Perseroan yang tertutup menjadi
Perseroan Terbuka mulai berlaku sejak
tanggal:

1. efektif pemberitahuan pendaftaran


yang diajukan kepada lembaga
pengawas di bidang pasar modal bagi
Perseroan Publik;
2. dilaksanakan penawaran umum, bagi
Perseroan
yang
mengajukan
pernyataan
pendaftaran
kepada
4

lembaga pengawas di bidang pasar


modal untuk melakukan penawaran
umum
saham
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan di bidang pasar modal.

petunjuk,
bahkan
bila
perlu
memberhentikan
direksi
dengan
menyelenggarakan
RUPS
untuk
mengambil keputusan apakah direksi
akan diberhentikan atau tidak.

Perubahan anggaran dasar yang


dilakukan dalam rangka penggabungan
atau pengambilalihan berlaku sejak
tanggal:

Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang


Saham,
semua
pemegang
saham
sebesar/sekecil
apapun
sahamnya
memiliki
hak
untuk
mengeluarkan
suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan
evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan
yang harus dilaksanakan segera. Bila
pemegang saham berhalangan, dia bisa
melempar suara miliknya ke pemegang
lain yang disebut proxy. Hasil RUPS
biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk
diteruskan ke direksi untuk dijalankan.

1. persetujuan Menteri;
2. kemudian yang ditetapkan dalam
persetujuan Menteri;
3. pemberitahuan perubahan anggaran
dasar diterima Menteri atau tanggal
kemudian yang ditetapkan dalam akta
penggabungan
atau
akta
pengambilalihan.
Dalam perseroan terbatas selain
kekayaan perusahaan dan kekayaan
pemilik modal terpisah juga ada
pemisahan antara pemilik perusahaan dan
pengelola
perusahaan.
Pengelolaan
perusahaan dapat diserahkan kepada
tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya
( profesional ). Struktur organisasi
perseroan terbatas terdiri dari pemegang
saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham,
melalui
komisarisnya
melimpahkan
wewenangnya kepada direksi untuk
menjalankan
dan
mengembangkan
perusahaan sesuai dengan tujuan dan
bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan
dengan tugas tersebut, direksi berwenang
untuk mewakili perusahaan, mengadakan
perjanjian dan kontrak, dan sebagainya.
Apabila terjadi kerugian yang amat besar
(di atas 50 %) maka direksi harus
melaporkannya ke para pemegang saham
dan pihak ketiga, untuk kemudian
dirapatkan.
Komisaris memiliki
pengawas
kinerja
perusahaan. Komisaris
pembukuan, menegur

fungsi sebagai
jajaran
direksi
bisa memeriksa
direksi, memberi

Isi RUPS :
1. Menentukan
direksi
dan
pengangkatan komisaris
2. Memberhentikan
direksi
atau
komisaris
3. Menetapkan besar gaji direksi dan
komisaris
4. Mengevaluasi kinerja perusahaan
5. Memutuskan
rencana
penambahan/pengurangan
saham
perusahaan
6. Menentukan kebijakan perusahaan
7. Mengumumkan
pembagian
laba
(dividen)
Menurut
Undang-undang
Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 hal-hal
dari hasil RUPS yang perlu mendapatkan
pengesahan dari Menteri Hukum dan Ham
adalah :
1. Perubahan atas nama perseroan
dan/atau
tempat
kedudukan
Perseroaan;
2. Perubahan Maksud dan Tujuan serta
kegiatan usaha perseroaan;
3. Perubahan jangka waktu berdirinya
Perseroaan;
4. Perubahan besarnya modal dasar;
5

5. Perubahan
pengurangan
modal
ditempatkan dan disetor; dan/atau
6. Perubahan Perseroan dari status
tertutup menjadi terbuka atau bisa
juga sebaliknya
Sementara itu hasil RUPS yang cukup
didaftarkan saja adalah:
1. Pengangkatan dan pemberhentian
Dewan Komisaris dan Direksi
2. Penambahan modal ditempatkan atau
disetor
Pemeriksaan
terhadap
Perseroan
Terbatas (Perseroan) dapat dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan data
atau keterangan apabila terdapat dugaan
bahwa:
1. Perseroan
melakukan
perbuatan
melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga.
2. Anggota
Direksi
atau
Dewan
Komisaris
melakukan
perbuatan
melawan hukum yang merugikan
Perseroan atau pemegang saham
atau pihak ketiga.
Pemohon
dapat
mengajukan
permohonan pemeriksaan Perseroan
apabila pemohon telah meminta secara
langsung kepada Perseroan mengenai
data
atau
keterangan
yang
dibutuhkannya, tetapi Perseroan menolak
atau tidak memperhatikan permintaan
tersebut.
Permohonan
pemeriksaan
Perseroan dilakukan dengan mengajukan
permohonan secara tertulis beserta
alasannya ke Pengadilan Negeri yang
daerah
hukumnya
meliputi
tempat
kedudukan
Perseroan.
Permohonan
pemeriksaan Perseroan dapat diajukan
oleh:
1. 1 (satu) pemegang saham atau lebih
yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu per sepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara.

2. Pihak
lain
yang
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan,
anggaran dasar Perseroan atau
perjanjian dengan Perseroan diberi
wewenang
untuk
mengajukan
permohonan pemeriksaan.
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
Permohonan pemeriksaan Perseroan
yang diajukan oleh pemegang saham baru
dapat diajukan setelah pemegang saham
terlebih dahulu meminta data atau
keterangan kepada Perseroan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham, tetapi
Perseroan tidak memberikan data atau
keterangan tersebut.
Permohonan untuk mendapatkan data
atau keterangan tentang Perseroan atau
permohonan
pemeriksaan
untuk
mendapatkan data atau keterangan
tersebut harus didasarkan atas alasan
yang wajar dan itikad baik. Apabila
permohonan tersebut tidak didasarkan
atas alasan yang wajar dan/atau tidak
dilakukan dengan itikad baik, maka Ketua
Pengadilan
Negeri
dapat
menolak
permohonan tersebut.
Apabila
Pengadilan
Negeri
mengabulkan
permohonan,
Ketua
Pengadilan Negeri akan mengeluarkan
penetapan pemeriksaan dan mengangkat
paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk
melakukan pemeriksaan dengan tujuan
untuk mendapatkan data atau keterangan
yang diperlukan. Ahli yang ditunjuk adalah
orang yang mempunyai keahlian di bidang
yang akan di periksa dan orang yang
diangkat sebagai ahli tidak boleh berasal
dari anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris,
karyawan
Perseroan,
konsultan, dan akuntan publik yang telah
ditunjuk oleh Perseroan.
Ahli yang telah diangkat oleh Ketua
Pengadilan
Negeri
berhak
untuk
memeriksa
semua
dokumen
dan
kekayaan Perseroan yang dianggap perlu
6

untuk diketahui. Setiap anggota Direksi,


anggota Dewan Komisaris dan semua
karyawan Perseroan wajib memberikan
segala keterangan yang diperlukan untuk
pelasanaan pemeriksaan. Ahli yang telah
diangkat
wajib
merahasiakan
hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan.
Laporan
hasil
pemeriksaan
disampaikan oleh ahli kepada Ketua
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu
paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli
tersebut. Kemudian Ketua Pengadilan
Negeri memberikan salinan laporan hasil
pemeriksaan kepada pemohon dan
Perseroan yang bersangkutan dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal laporan
hasil pemeriksaan diterima.
Pengadilan menetapkan jumlah biaya
pemeriksaan dengan mendasarkannya
atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas
kemampuan Perseroan serta lingkup
Perseroan. Biaya pemeriksaan tersebut
dibayar oleh Perseroan, tetapi Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan
Perseroan
dapat
membebankan
penggantian seluruh atau sebagian biaya
pemeriksaan kepada pemohon, anggota
Direksi
dan/atau
anggota
Dewan
Komisaris.
Dengan
semakin
berkembangnya
dunia bisnis sekarang ini, kegiatan usaha
suatu Perseroan Terbatas (Perseroan)
juga semakin berkembang. Banyak
Perseroan yang memperluas kegiatan
bidang usahanya untuk mengimbangi
perkembangan bisnis
yang terjadi,
sehingga pemisahan beberapa usaha
dalam
satu
Perseroan
merupakan
alternatif yang dapat dilakukan oleh
Perseroan untuk melakukan efisiensi
usaha dan menekan ongkos operasi
disamping untuk mengejar laba yang lebih
maksimal. Pemisahan memungkinkan
suatu Perseroan memisahkan satu atau

beberapa kegiatan usaha ke dalam


Perseroan yang menerima pemisahan.
Dengan melakukan pemisahan suatu
Perseroan dapat lebih memfokuskan pada
usaha intinya (core business) dan juga
dapat mengurangi risiko usaha pada
Perseroan akibat meluasnya kegiatan
usaha yang dilakukan oleh Perseroan
yang bersangkutan.
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 (UU PT)
mendefinisikan
Pemisahan
sebagai
perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan untuk memisahkan usaha yang
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva
Perseroan beralih karena hukum kepada 2
(dua) Perseroan atau lebih atau sebagian
aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan
atau lebih.
UU PT membedakan Pemisahan
kedalam 2 (dua) jenis pemisahan yaitu
Pemisahan murni dan Pemisahan tidak
murni.
Pemisahan
murni
adalah
Pemisahan yang mengakibatkan seluruh
aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan
lain atau lebih yang menerima peralihan
dan
Perseroan
yang
melakukan
Pemisahan tersebut berakhir karena
hukum. Sedangkan pada Pemisahan tidak
murni atau spin off adalah Pemisahan
yang mengakibatkan sebagian aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih
yang menerima peralihan dan Perseroan
yang melakukan Pemisahan tetap ada.

Persamaan dari kedua Pemisahan ini


adalah adanya peralihan karena hukum
atas aktiva dan pasiva dari Perseroan
yang melakukan pemisahan. Sedangkan
perbedaannya terletak pada eksistensi
Perseroan yang melakukan Pemisahan
setelah pemisahan tersebut dilakukan.
7

Pada Pemisahan murni, Perseroan yang


melakukan pemisahan berakhir karena
hukum, sedangkan pada Pemisahan tidak
murni,
Perseroan
yang melakukan
Pemisahan tidak berakhir.
Suatu
Perseroan
apabila
akan
melakukan
Pemisahan
harus
memperhatikan kepentingan Perseroan,
pemegang saham minoritas, karyawan,
kreditor dan mitra usaha lainnya, serta
masyarakat dan persaingan sehat dalam
melakukan usaha. Pemisahan tidak dapat
dilakukan
apabila
akan
merugikan
kepentingan pihak-pihak tertentu.
Direksi
Perseroan
yang
akan
melakukan
Pemisahan
wajib
mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar
dan mengumumkan secara tertulis kepada
karyawan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
pemanggilan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Pengumuman ini
dimaksudkan
untuk
memberikan
kesempatan kepada kreditor atau pihakpihak lain yang merasa keberatan akan
rencana
Pemisahan
agar
dapat
mengajukan keberatannya. Kreditor atau
pihak yang merasa keberatan dapat
mengajukan keberatan atas rencana
Pemisahan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman. Apabila dalam jangka
waktu tersebut ternyata Kreditor tidak
mengajukan keberatan, maka kreditor
dianggap menyetujui Pemisahan.
Keputusan
untuk
melakukan
Pemisahan harus didasarkan pada
keputusan RUPS untuk menyetujui
Pemisahan Perseroan yang hanya dapat
dilangsungkan jika dalam rapat paling
sedikit (tiga per empat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS, dan
keputusan RUPS adalah sah jika disetujui
oleh paling sedikit (tiga per empat)

bagian
dari
jumlah
suara
yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan
tentang
persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih
besar. Selanjutnya, rancangan pemisahan
yang telah disetujui RUPS dituangkan ke
dalam Akta Pemisahan yang dibuat di
hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
Hubungan kerja yang terjadi antara
pengusaha dengan pekerja/buruh adalah
berdasarkan perjanjian kerja. Perjanjian
kerja
adalah
perjanjian
antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Apabila dilihat dari sisi pengusaha,
penutupan
perusahaan
(lock-out)
merupakan hak dasar pengusaha untuk
menolak pekerja/buruh sebagian atau
seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan
sebagai akibat gagalnya perundingan.
Namun, pengusaha tidak dibenarkan
melakukan penutupan perusahaan (lockout)
sebagai
tindakan
balasan
sehubungan adanya tuntutan normatif dari
pekerja/buruh
dan/atau
serikat
pekerja/serikat buruh. Pasal 1 angka 24
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)
mendefinisikan penutupan perusahaan
(lock out) sebagai tindakan pengusaha
untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya
atau
sebagian
untuk
menjalankan
pekerjaan.
Penutupan perusahaan (lock out)
dilarang dilakukan pada perusahaanperusahaan yang melayani kepentingan
umum dan/atau jenis kegiatan yang
membahayakan
keselamatan
jiwa
manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan
jaringan air bersih, pusat pengendali
telekomunikasi, pusat penyedia tenaga
listrik, pengolahan minyak dan gas bumi
serta kereta api.

Tindakan penutupan perusahaan (lockout) harus dilakukan sesuai dengan


ketentuan
hukum
yang
berlaku.
Pengusaha
yang
akan
melakukan
penutupan
perusahaan
wajib
memberitahukan secara tertulis kepada
pekerja/buruh
dan/atau
serikat
pekerja/serikat buruh, serta instansi yang
bertanggung
jawab
di
bidang
ketenagakerjaan setempat sekurangkurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum
dilaksanakannya penutupan perusahaan
(lock out). Pemberitahuan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:
1. waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai
dan diakhiri penutupan perusahaan
(lock out); dan
2. alasan dan sebab-sebab melakukan
penutupan perusahaan (lock out).
Pekerja/buruh
atau
serikat
pekerja/serikat buruh dan instansi yang
bertanggung
jawab
di
bidang
ketenagakerjaan yang menerima secara
langsung surat pemberitahuan penutupan
perusahaan (lock out) harus memberikan
tanda
bukti
penerimaan
dengan
mencantumkan hari, tanggal dan jam
penerimaan surat pemberitahuan.
Sebelum dan selama penutupan
perusahaan (lock out) berlangsung,
instansi yang bertanggung jawab di
bidang
ketenagakerjaan
berwenang
langsung menyelesaikan masalah yang
menyebabkan
timbulnya
penutupan
perusahaan (lockout) dengan jalan
mempertemukan
dan
merundingkan
permasalahan yang terjadi dengan para
pihak
yang
berselisih.
Apabila
perundingan di antara pihak yang
berselisih menghasilkan kesepakatan,
maka harus dibuat perjanjian bersama
yang ditandatangani oleh pihak dan
pegawai dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai
saksi. Apabila perundingan di antara pihak
yang berselisih tidak menghasilkan

kesepakatan, maka pegawai dari instansi


yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan segera menyerahkan
masalah yang menyebabkan terjadinya
penutupan perusahaan (lock out) kepada
lembaga
penyelesaian
perselisihan
hubungan industrial.
Pemberitahuan
penutupan
perusahaan (lock out) tidak perlu
dilakukan oleh pengusaha apabila:
1. pekerja/buruh
atau
serikat
pekerja/serikat
buruh
melanggar
prosedur mogok kerja sebagaimana
di atur dalam UU Ketenagakerjaan;
2. pekerja/buruh
atau
serikat
pekerja/serikat
buruh
melanggar
ketentuan normatif yang ditentukan
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan,
perjanjian
kerja
bersama, atau peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) mengatur pengertian
Penggabungan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh satu Perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan
Perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan
yang menerima penggabungan dan
selanjutnya
status
badan
hukum
Perseroan yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum.
Perseroan
Penggabungan
kepentingan:

dalam
wajib

melaksanakan
memperhatikan

1. Perseroan,
pemegang
saham
minoritas, karyawan Perseroan;
2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari
Perseroan;
3. Masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.

Direksi dari setiap Perseroan yang


akan
melakukan
Penggabungan
menyusun rancangan Penggabungan.
Rancangan Penggabungan yang telah
mendapatkan
persetujuan
Dewan
Komisaris dari setiap Perseroan diajukan
kepada Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) masing-masing Perseroan untuk
mendapatkan persetujuan. Pasal 123 ayat
(2) UUPT mengatur bahwa rancangan
Penggabungan
memuat
sekurangkurangnya:
1. nama dan tempat kedudukan dari
setiap
Perseroan
yang
akan
melakukan Penggabungan;
2. alasan serta penjelasan Direksi
Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan
dan
persyaratan
Penggabungan;
3. tata cara penilaian dan konversi
saham
Perseroan
yang
menggabungkan diri terhadap saham
Perseroan
yang
menerima
Penggabungan;
4. rancangan
perubahan
anggaran
dasar Perseroan yang menerima
Penggabungan apabila ada;
5. laporan keuangan yang meliputi 3
(tiga) tahun buku terakhir dari setiap
Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
6. rencana kelanjutan atau pengakhiran
kegiatan usaha dari Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan;
7. neraca performa Perseroan yang
menerima Penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia;
8. cara penyelesaian status, hak dan
kewajiban anggota Direksi, Dewan
Komisaris, dan karyawan Perseroan
yang
akan
melakukan
Penggabungan;
9. cara penyelesaian hak dan kewajiban
Perseroan
yang
akan
menggabungkan diri terhadap pihak
ketiga;

10. cara penyelesaian hak pemegang


saham yang tidak setuju terhadap
Penggabungan Perseroan;
11. nama anggota Direksi dan Dewan
Komisaris serta gaji, honorarium dan
tunjangan bagi anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Perseroan yang
menerima Penggabungan;
12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan
Penggabungan;
13. laporan
mengenai
keadaan,
perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan;
14. kegiatan utama setiap Perseroan
yang melakukan Penggabungan dan
perubahan yang terjadi selama tahun
buku yang sedang berjalan; dan
15. rincian masalah yang timbul selama
tahun buku yang sedang berjalan
yang
mempengaruhi
kegiatan
Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan.
Direksi
Perseroan
yang
akan
melakukan
Penggabungan
wajib
mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar
dan mengumumkan secara tertulis kepada
karyawan dari Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum
pemanggilan
RUPS.
Pengumuman
memuat
juga
pemberitahuan
bahwa
pihak
yang
berkepentingan
dapat
memperoleh
rancangan Penggabungan di kantor
Perseroan
terhitung
sejak
tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
Kreditor dapat mengajukan keberatan
mengenai
Penggabungan
kepada
Perseroan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman. Apabila dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman kreditor tidak mengajukan
keberatan, kreditor dianggap menyetujui
10

Penggabungan. Apabila keberatan yang


diajukan oleh kreditor sampai dengan
tanggal diselenggarakan RUPS tidak
dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan
tersebut harus disampaikan dalam RUPS
agar mendapatkan penyelesaian. Selama
penyelesaian belum tercapai, maka
Penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
Keputusan
RUPS
mengenai
Penggabungan adalah sah apabila diambil
sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat
(1) dan Pasal 89 UUPT. Rancangan
Penggabungan yang telah disetujui RUPS
dituangkan ke dalam Akta Penggabungan,
yang dibuat di hadapan notaris dalam
bahasa
Indonesia.
Salinan
Akta
Penggabungan Perseroan dilampirkan

kepada Menteri sebagai pemberitahuan


kepada Menteri mengenai perubahan
anggaran dasar dan untuk mendapatkan
persetujuan Menteri terkait dengan
Penggabungan Perseroan. Dalam hal
Penggabungan Perseroan tidak disertai
perubahan anggaran dasar, salinan Akta
Penggabungan
harus
disampaikan
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
Pasal 133 UUPT mengatur bahwa
Direksi Perseroan yang melakukan
Penggabungan wajib mengumumkan hasil
Penggabungan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal berlakunya Penggabungan.

11

Anda mungkin juga menyukai